Apa ukuran suatu internal audit dapat berfungsi sebagai quality assurance yang efektif

Peran auditor internal dalam organisasi sangat dibutuhkan dan penting, auditor internal merupakan elemen monitoring dari struktur pengendalian intern dalam suatu organisasi, yang dibuat untuk memantau efektivitas dari elemen-elemen struktur pengendalian intern lainnya. Menurut Sawyer [2008] auditor internal memberikan informasi yang diperlukan manajer dalam menjalankan tanggung jawab secara efektif. Auditor internal bertindak sebagai penilai independen untuk menelaah operasional organisasi dengan mengukur dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan efektivitas kinerja organisasi. Auditor internal adalah yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya untuk menentukan kebijakan dan prosedur yang ditetapkannya, oleh manajemen puncak telah dipenuhi, menemukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi serta menentukan keandalan informasi, Mulyadi [2002]. Dalam lingkup Kementerian/Lembaga auditor internal bertugas memastikan bahwa rencana kerja jangka panjang, menengah maupun tahunan yang telah disahkan oleh DPR telah berjalan di setiap unit organisasi di dalamnya. Dalam Permenpan 220 tahun 2008  pengertian dari pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, evaluasi, reviu, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain, seperti konsultansi [consultancy], sosialisasi, asistensi, terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai [assurance] bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kelola/kepemerintahan yang baik [good governance].

Pada dasarnya dari pengertian di atas, hasil pekerjaan auditor internal digunakan sebagai tolak ukur pencapaian dari organisasi terhadap arah kebijakan yang telah ditetapkan. Awalnya auditor internal lebih berperan sebagai pengawas atau mata dan telinga manajemen karena manajemen membutuhkan kepastian terkait dengan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan untuk menghindari tindakan yang menyimpang. Di sini audit internal lebih berorientasi pada pelaksanaan tindakan pemeriksaan terhadap tingkat kepatuhan para pihak pelaksana dengan ketentuan-ketentuan yang ada dan ini sering dianggap sebagai tindakan yang konfrontatif. [Tampubolon, 2005: 1]. Seiring dengan berjalannya waktu, fokus utama audit internal mengalami pergeseran menjadi konsultan untuk perusahaan atau kliennya, yaitu membantu satuan kerja operasional mengelola risiko dengan mengidentifikasi masalah-masalah dan memberikan saran untuk tindakan perbaikan yang dapat memberikan tambahan nilai sebagai amunisi memperkuat organisasi. Bahkan untuk masa yang akan datang diprediksikan peran auditor internal akan menjadi katalisator yang di mana akan ikut serta dalam penentuan tujuan dari suatu perusahaan atau organisasi. [Tampubolon, 2005:2]. Peran APIP dalam hal ini di jabarkan dalam Permenpan 220 tahun 2008 pasal 3 ayat 1 yaitu jabatan fungsional auditor sebagai pelaksana teknis fungsional bidang pengawasan di lingkungan APIP. APIP diberikan tugas tambahan selain audit, evaluasi, reviu dan pemantauan yaitu pengawasan lain, seperti konsultasi, sosialisasi dan asistensi hal ini dikarenakan perubahan paradigma auditor internal. Auditor internal harus mampu mengindetifikasi dan mengelola resiko-resiko yang terjadi di masing-masing tingkatan organisasi. Auditor internal membantu memberikan saran untuk meminimalisir resiko yang terjadi. Saat ini auditor sedang didorong menjadi katalisator, katalisator menurut kamus besar bahasa indonesia yaitu seseorang atau sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa. Katalisator dalam internal auditing merupakan suatu fungsi auditor internal untuk membantu anggota organisasi secara langsung dalam mempercepat suatu penyelesaian masalah dan pencapaian tujuan sesuai dengan ruang lingkup kewenangannya.

Perubahan auditor internal dari pola watch dog menjadi katalisator bukan hal sederhana, auditor sebagai orang yang ikut dalam proses pengambilan kebijakan, auditor mampu menjadi solusi dari resiko-resiko yang terjadi dalam organisasi sehingga kebijakan dapat dipastikan sesuai dengan arah yang telah ditentukan. Peran Auditor Internal menurut Tampubolon [2005: 1-2] sebagai berikut:

Uraian Peran Auditor Internal
Paradigma Lama Paradigma Baru
Peran Pengawas Konsultan dan Katalisator
Pendekatan Detektif [mendeteksi terjadinya suatu masalah] Prefentif [mencegah masalah]
Sikap Seperti layaknya seorang polisi Sebagai mitra bagi perusahaan
Ketaatan/ kepatuhan Semua policy/kebijakan Hanya policy yang relevan
Fokus Kelemahan/ penyimpangan Penyelesaian yang konstruktif
Audit Financial/compliance audit Financial, compliance, operational audit, quality assurance
Dampak yang diberikan Jangka pendek Jangka menengah dan jangka panjang
Sumber: Tampubolon [2005:1-3]

Dahulu auditor internal lebih banyak berperan sebagai mata dan telinga manajemen, karena manajemen butuh kepastian bahwa semua kebijakan yang ditetapkan akan dilaksanakan oleh pegawai. Orientasi auditor internal banyak dilakukan pemeriksaan pada tingkat kepatuhan para pelaksana terhadap ketentuan– ketentuan yang ada [compliance]. [Tampubolon, 2005: 1-2]. Sesuai dengan definisi baru, kegiatan audit internal bertujuan untuk memberikan layanan pada organisasi. Karena kegiatan tersebut, maka auditor internal memiliki fungsi sebagai pemeriksa sekaligus berfungsi sebagai mitra manajemen. Pada dasarnya seluruh tingkatan manajemen dapat menjadi klien auditor internal. Oleh karena itu auditor internal wajib melayani klien dengan baik dan mendukung kepentingan klien dengan tetap mempertahankan loyalitasnya. [Tampubolon, 2005: 1-2]. Penelitian yang dilakukan Lisa et al [1997] menyebutkan bahwa Internal Audit berfungsi membantu manajemen dalam pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian fraud yang terjadi di suatu organisasi. Albergh [2010: 86] menyatakan bahwa “Not Everyone Is Honest”, seandainya semua orang jujur maka Perusahaan tidak perlu waspada dengan tindakan fraud. Akan tetapi banyak orang mengaku telah melakukan tindakan fraud ketika lingkungan tempat mereka bekerja memiliki integritas yang rendah, kontrol yang rendah dan tekanan yang tinggi. Ketiga hal ini akan memicu orang berprilaku tidak jujur. Tindakan fraud dapat dicegah dengan cara menciptakan budaya kejujuran, sikap keterbukaan dan meminimalisasi kesempatan untuk melakukan tindakan fraud.

Auditor Inspektorat Jenderal harus mendapatkan pemahaman yang menyeluruh dalam memahami renstra 2015-2020 Kementerian Agama dengan baik. Auditor diberikan pemahaman yang mendalam dari masing-masing Direktorat jenderal tentang target-target pencapaian yang akan mereka raih. Dari target-target yang telah dijabarkan oleh mereka auditor harus mampu memetakan tentang kendala kendala yang akan terjadi di lapangan dan penerapannya. Auditor sebagai orang yang dianggap mampu mengelola resiko-resiko yang akan terjadi sehingga menjadi penting wawasan dan teori-teori tentang organisasi dan aturan-aturan yang menjadi rujukan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan oleh masing-masing satker. Sekretariat pada inspektorat jenderal dalam hal ini sebagai unit yang mengelola sumber daya auditor harus mampu memetakan kemampuan dan pengetahuan yang wajib dimiliki oleh auditor juga mengatur ritme waktu antara melakukan kegiatan reviu, audit, pendampingan juga diklat-diklat tenis untuk meningkatkan kompetensi sumber dayanya. Sekretariat harus rutin bertukar pikiran melakukan benchmark kepada Inspektorat-Jenderal Kementerian lain dalam memanfaatkan dan mengoptimalkan peran auditor internal. Sesuai Interpretasi Standar Profesional Audit Internal [SPAI] – standar 120.2 tahun 2004, tentang pengetahuan mengenai penyimpangan, dinyatakan bahwa auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti dan menguji adanya indikasi penyimpangan. Selain itu, Statement on Internal Auditing Standards [SIAS] No. 3, tentang Deterrence, Detection, Investigation, and Reporting of Fraud [1985], memberikan pedoman bagi auditor internal tentang bagaimana melakukan pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian terhadap fraud. SIAS No. 3 tersebut juga menegaskan tanggung jawab auditor internal untuk membuat laporan audit tentang fraud. Dengan tanggung jawab sebesar itu sepertinya tidak mungkin bila auditor kesehariannya hanya melakukan audit hanya sebagai rutinitas tetapi tidak dapat memberikan gambaran dengan tentang capaian-capaian kinerja dari organisasi dan penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan tidak tercapainya target-target dari organisasi.

Auditor internal sebagai katalisator terlibat aktif dalam melakukan penilaian risiko yang terdapat dalam proses bisnis organisasi. Oleh karena itu diperlukan sikap proaktif dari pihak auditor internal dalam mengenali risiko-risiko yang dihadapi atau mungkin dihadapi manajemen dalam pencapaian tujuan organisasi. Peran katalisator yang dijalankan auditor internal tidak saja terbatas pada tindakan perbaikan dan memberikan nasihat tetapi juga mencakup dalam system design and development, review terhadap kompetensi sumberdaya manusia dalam suatu fungsi organisasi, keterlibatan dalam penyusunan corporate planning, evaluasi kinerja, budgeting, strategy formulation dan usulan perubahan strategi [Harry Andrian Simbolon, 2010: 1]. Dengan berubahnya paradigma auditor sebagai katalisator auditor mempunyai andil dalam perumusan kebijakan manajemen. Auditor mampu berkerjasama dengan baik dengan auditi, sehingga auditi dapat mengutarakan dengan baik keinginan keinginannya terhadap organisasi yang sedang dijalankannya. Auditor harus mempu memberikan “pelayanan yang baik” terhadap auditi. Yang dimaksud pelayanan yang baik adalah auditor mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Auditor bukan orang yang hanya menyatakan salah atau benar, boleh atau tidak tetapi lebih jauh dari itu, mampu memberikan solusi dan bertanggung jawab terhadap solusi yang diberikannya mampu membuat lebih efektif, ekonomis dan efisien. Auditor mampu menentukan ruang lingkup pekerjaannya dengan baik, evaluasi dan pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan sistem pengendalian yang dilakukan oleh satker dan informasi-informasi yang didapatkan pada saat itu. Kriteria-kriteria penilaian yang akan dilakukan oleh seorang auditor harus disepakati oleh kedua pihak sehingga tingkat ketercapaian dan kesuksesannya berada pada posisi dan cara pandang yang sama antara auditor dan auditi.

Institut Of Internal Auditors [IIA] telah menetapkan standar praktik audit yang mengikat para anggotanya. Ada lima standar umum yang berkaitan dengan masalah-masalah berikut ini : [Boynton,2008]:

  1. Auditor internal harus independen dari aktivitas yang mereka audit.
  2. Keahlian Profesional. Audit internal harus dilakukan dengan keahlian dan kemahiran profesional.
  3. Ruang Lingkup Pekerjaan. Ruang lingkup auditing internal harus mencakup pemeriksaan dan evaluasi atas kecukupan serta efektivitas sistem pengendalian internal organisasi dan kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang diberikan.
  4. Pelaksanaan pekerjaan audit. Pekerjaan audit harus meliputi perencanaan audit, pemeriksaan dan evaluasi informasi, pengkomunikasian hasil-hasil dan tindak lanjut.
  5. Pengelolaan pemeriksaan pemeriksaan intern. Direktur auditing internal harus mengelola pemeriksaan pemeriksaan internal dengan baik.

Auditor internal adalah sebuah profesi yang dinamis yang mengantisipasi perubahan dalam lingkungan organisasinya, sangat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan struktur, proses dan teknologi organisasinya. Aktivitas auditor internal dilaukan dalam kondisi budaya yang beragam dalam organisasi yang bervariasi baik dalam tujuan, ukuran, maupun struktur dan oleh orang di dalam atau luar organisasi. Perbedaan ini bisa jadi mempengaruhi praktek auditor internal di setiap kondisi. Keterlibatan auditor internal dalam setiap tahapan manajemen atau Keterlibatan auditor internal dalam setiap tahapan manajemen atau system development life cycle sebagai berikut:

  1. Tahap perencanaan, menurut Hall [2007] dalam tahap ini akuntan ataupun auditor internal sering diminta untuk memberikan keahlian mereka untuk mengevaluasi kelayakan sebuah proyek, mereview masalah kelayakan ekonomi, kelayakan perencanaan sistem pengendalian intern dan kelayakan operasi.
  2. Tahap analisis sistem, auditor berperan dalam memberikan laporan audit pada sistem yang akan diuji oleh tim studi. Akuntan dengan latar belakan pendidikan formal dan informalnya menunjukan bahwa ia memiliki keahlian untuk melakukan analisis sistem.

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan [SAP], yakni [1] Relevan, [2] Andal, [3] Dapat dibandingkan, dan [4] Dapat dipahami. Inspektorat Jenderal Kementerian/lembaga Aparat pengawasan intern pemerintah [auditor internal] pada Kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah melakukan review atas laporan keuangan dan kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh menteri kepada pihak-pihak terkait sebagaimana dinyatakan dalam pasal 33 ayat 3 Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Hasil audit yang dilakukan oleh auditor internal dalam pasal 9 ayat [1] UU Nomor 15 Tahun 2004 dapat dimanfaatkan oleh auditor eksternal. Auditor internal yang merupakan bagian dari organisasi, walaupun dituntut untuk tetap profesional hasil audit yang dihasilkan dipengaruhi oleh budaya/iklim yang tercipta dari organisasi tersebut. Auditor internal dapat bersinergi dengan auditor eksternal pemerintah [BPK] dalam melihat tidak kewajaran laporan keuangan dan hasil capaian dari target yang telah dicanangkan dengan perspektif yang berbeda. Auditor eksternal dapat memanfaatkan informasi yang dihasilkan oleh auditor internal. Sinergi tersebut diharapkan dapat tercipta dengan baik sehingga paradigma auditor sebagai katalisator dapat dilaksanakan dengan baik. Sinergi antara auditor internal dan eksternal sangat baik dilakukan auditor eksternal dapat memberikan informasi titik-titik resiko yang ada pada organisasi dan auditor internal harus mampu memberikan solusi kepada organisasi terhadap resiko-resiko yang ada. Sehingga BPK sebagai auditor eksternal negara yang mempunyai tanggung jawab memberikan penilaian keuangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 dapat memberikan penilaian yang baik. Kerjasama antara auditor internal dengan satker yang dilakukan penilaiannya harus dapat terjalin dengan baik juga sehingga organisasi mampu mendapatkan penilaian opini yang yang baik dari auditor eksternal [BPK] dan diharapkan penilaian yang baik itu dapat berbanding lurus dengan capaian kinerja dari organisasi tersebut. Semoga auditor internal dapat melakukan perannya dengan professional dan bertanggung jawab sehingga menghasilkan masukan-masukan dan pengendalian terhadap resiko-resiko capaian tingkat keberhasilan dari target yang ditentukan oleh pimpinan tertinggi organisasi. Sinergisitas pimpinan masing-masing direktorat jenderal, Inspektorat Jenderal dan auditor eksternal [BPK] dapat terjalin dengan baik sehingga deteksi-deteksi dini terhadap penyimpangan terhadap aturan maupun pencapaian terhadap renstra 2015-2020 dapat dihasilkan dengan baik.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề