Apa yang anda ketahui tentang teori kekerasan sebagai Kaitan antara Aktor dan Struktur

Kekerasan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelopok besar, yiatu kekerasan sebagai tindakan aktor atau kelompok aktor, kekerasan sebagai produk dari struktur, dan kekerasan sebagai jejaring antara aktor dengan struktur.

No other version available

Menurut Priyanto (2015 : 129-132), dalam buku “Teori-teori Kekerasan” (Thomas Santoso) dikemukakan ada sepuluh macam kekerasan, yaitu sebagai berikut.

1. Teori kekerasan sebagai tindakan aktor (individu) atau kelompok

Dalam teori ini dikemukakan bahwa manusia melakukan kekerasan karena adanya faktor bawaan, seperti kelainan genetik atau fisiologis.

2. Teori kekerasan struktural

Menurut teori ini kekerasan struktural terbentuk dalam suatu sistem sosial. Dalam teori ini dikemukakan bahwa kekerasan tidak hanya dilakukan oleh individu atau kelompok semata, tetapi juga dipengaruhi oleh suatu struktur sosial.

3. Teori kekerasan sebagai kaitan antara aktor dan struktur

Menurut para ahli teori ini, konflik merupakan sesuatu yang telah ditentukan sehingga bersifat endemik bagi kehidupan masyarakat.

4. Teori faktor individual

Menurut beberapa ahli, setiap perilaku kelompok, termasuk kekerasan dan konflik selalu berawal dari tindakan perorangan atau individual. Teori ini mengatakan bahwa perilaku kekerasan yang dilakukan oleh individu adalah agresivitas yang dilakukan oleh individu secara sendirian, baik secara spontan maupun direncanakan, dan perilaku kekerasan yang dilakukan secara bersama atau kelompok.

Menurut MacPhail, kekerasan atau kerusuhan massal walaupun terjadi di tempat ramai dan melibatkan banyak orang, namun sebenarnya hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Tidak semua orang dalam kelompok itu adalah pelaku kerusuhan. Misalnya, kerusuhan para suporter sepak bola yang sebenarnya hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, namun akhirnya mampu memengaruhi pihak lain untuk melakukan hal serupa.

Teori ini sebenarnya lahir karena beberapa orang ahli kurang sepakat terhadap teori faktor individual sehingga muncullah kelompok ahli yang mengemukakan pandangan lain. Menurut mereka, setiap individu membentuk kelompok dan tiap-tiap kelompok memiliki identitas. Identitas kelompok yang sering dijadikan alasan pemicu kekerasan dan konflik adalah identitas rasial atau etnis. Contohnya, kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina dan Lebanon, yang dipicu oleh permasaahan rasial dan mengandung agama.

6. Teori Deprivasi Relatif

Teori ini berusaha menjelaskan bahwa perilaku agresif kelompok dilakukan oleh kelompok kecil maupun besar. Para ahli mengatakan bahwa negara yang mengalami pertumbuhan selalu cepat mengakibatkan rakyatnya harus menghadapi perkembangan perekonomian masyarakat yang jauh lebih maju dibandingkan perkembangan ekonomi dirinya sendiri. Keterkejutan ini akan menimbulkan deprivasi relatif. Kemampuan setiap anggota masyarakat untuk mengikuti pertumbuhan yang sangat cepat ini berbeda-beda. Perbedaan tersebut akan menjadi awal terjadinya pergolakan sosial yang dapat berujung pada kekerasan.

Kemunculan teori ini sebenarnya untuk melengkapi teori deprivasi relatif yang tidak menyinggung tahapan-tahapan munculnya kekerasan atau konflik. Ahli yang mengemukakan teori ini adalah N. J. Smelser yang menjelaskan tahap-tahap terjadinya kerusuhan massa. Menurutnya, ada lima tahapan yang menyertai munculnya kekerasan ini, yaitu sebagai berikut.

a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan atau kekerasan akibat struktur sosial tertentu, seperti tidak adanya saluran yang jelas dalam masyarakat, tidak adanya media untuk mengungkapkan aspirasi-aspirasi, dan komunikasi antarmereka.

b. Kejengkelan atau tekanan sosial, yaitu kondisi karena sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai-nilai dan norma yang sudah dilanggar.

c. Berkembangnya prasangka kebencian terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian ini berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa tertentu yang mengawali atau memicu suatu kerusuhan.

d. Mobilisasi massa untuk beraksi, yaitu adanya tindakan nyata dari massa dan mengorganisasikan diri mereka untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan pecahnya kekerasan massa. Sasaran aksi ini bisa ditujukan kepada pihak yang memicu kerusuhan atau di sisi lain dapat dilampiaskan pada objek lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak lawan tersebut.

e. Kontrol sosial, yaitu kemampuan aparat keamanan dan petugas untuk mengendalikan situasi dan menghambat kerusuhan. Semakin kuat kontrol sosial, semakin kecil kemungkinan untuk terjadi kerusuhan.

Menurut T. R. Gurr,kekerasan yang terjadi di masyarakat sangat dipengaruhi oleh ideologi. Kekerasan yang sangat pengaruhnya dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang memiliki ideologi berbeda. Perbedaan ideologi antarkelompok kecil dalam masyarakat dapat memunculkan kekerasan, apabila tidak ada media atau wahana yang digunakan untuk menyalurkan peran sertanya dalam kelompok yang lebih luas.

Teori ini dikemukakan oleh William Ogburn dan merupakan modifikasi dari teori perubahan sosial. Cultural Lag adalah suatu keadaan tidak adanya sinkronisasi dalam perkembangan suatu kebudayaan, dimana ada aspek yang berkembang sangat cepat, sementara itu ada aspek yang jauh tertinggal. Ketertinggalan aspek yang satu atas aspek yang lain ini terutama dalam hal kebudayaan materiil dengan nonmateriil. Aspek yang berkembang sangat cepat umumnya berkaitan dengan budaya materiil atau teknologi. Sementara aspek yang tertinggal berhubungan dengan kebudayaan nonmateriil. Kebudayaan seperti itu dipandang sebagai kesatuan yang organik, maka cultural lag menimbulkan masalah sosial.

10. Teori disorganisasi sosial

Menurut teori ini, perubahan sosial akan menimbulkan keretakan sosial yang lama. Keretakan ini merupakan masalah sosial. Masyarakat adalah suatu kesatuan yang bersifat organik. Namun, dalam perubahan sosial memungkinkan adanya proses reorganisasi sosial dan disorganisasi sosial. Kedua proses itu sukar dipisahkan dan pemisahan keduanya biasanya bersifat normatif. Kaum konservatif memandang perubahan sosial sebagai disorganisasi sosial yang bisa memunculkan kekerasan dan kerusakan, sedangkan kaum reformis memandang perubahan sosial sebagai reorganisasi sosial.

 Triyono, Slamet. 2015. SOSIOLOGI untuk SMA-MA Kelas XI Kelompok Peminatan Ilmu-ilmu Sosial. Bandung : Yrama Widya

NILAI TERENDAH DARI BIAYA PEROLEHAN ATAU NILAI REALISASI NETO (LCNRV) Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan. Namun, jika persediaan turun nilainya sampai ke tingkat di bawah biaya aslinya, maka prinsip biaya historis menjadi tidak relevan. Apapun alasan untuk penurunan nilai tersebut, baik itu usang, perubahan tingkat harga, atau rusak, perusahaan harus menurunkan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto untuk melaporkan kerugian ini. Perusahaan meninggalkan prinsip biaya historis ketika utilitas masa depan (kemampuan menghasilkan pendapatan) dari aset turun di bawah biaya aslinya. Nilai Realisasi Neto Ingat bahwa biaya adalah harga perolehan persediaan yang dihitung dengan menggunakan salah satu metode berbasis biaya historis. Nilai realisasi neto ( net realizable value /NRV) mengacu pada jumlah neto yang diharapkan oleh perusahaan untuk direalisasi dari penjualan persediaan. Secara khusus, nilai realisasi neto adalah estimasi harga penjualan dalam kegiatan bisnis bi

Pengumpulan data kependudukan di Indonesia ada tiga macam, yaitu sensus, survei, dan registrasi. 1. Sensus Sensus penduduk disebut cacah jiwa. Sensus penduduk merupakan suatu proses keseluruhan dari pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan penilaian data penduduk yang menyangkut antara lain ciri demografi, sosial ekonomi, dan lingkungan hidup. a. Syarat-syarat Sensus Di dalam sensus, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, di antaranya sebagai berikut. - Semua Orang atau Bersifat Mandiri Informasi demografi harus mencakup semua orang atau mandiri yang ada di dalam suatu wilayah tertentu. Baik itu yang bersumber dari anggota masyarakat atau anggota keluarga. - Waktu Sensus dilakukan secara periodik pada saat yang telah ditentukan. Waktu pelaksanaan secara serentak. - Wilayah Tertentu Cakupan sensus dan ruang lingkup sensus, meliputi wilayah tertentu secara rata di setiap wilayahnya. Di Indonesia, pencacahan jiwa atau sensus dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. H

Hubungan antara Renaisans, Aufklarung, dan Reformasi Gereja 1.  Renaisans ( Renaissance ) 1.1 Arti Renaissance Renaissance  dari bidang ilmu Etimologi, istilah Renaisans atau Renaissance  berasal dari bahasa Latin “renaitre” yang berarti “hidup kembali” atau “lahir kembali”. Renaissance  adalah menyangkut kelahiran atau hidupnya kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi dalam kehidupan masyarakat Barat. Renaissance  juga dapat diartikan sebagai suatu periode sejarah dimana perkembangan kebudayaan Barat memasuki babak baru dalam semua aspek kehidupan yang mencakup ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sistem kepercayaan, sistem politik, dan lain sebagainya. Kata Renaissance  pertama kali digunakan oleh Jules Michelet pada karyanya yang berjudul “History of France”. Jules Michelet membedakan antara masyarakat Renaissance  dengan masyarakat abad pertengahan adalah pada penafsiran pelaksanaan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam buku “History of France” terdapat kata