Apa yang dimaksud dengan non tariff barriers
| Core Insight | Monday, 19 February 2018
Dalam pertemuan billateral antara Joko Widodo dan Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc di Konferensi Tingkat Tinggi di Delhi, India beberapa waktu lalu, Presiden menyatakan kekhawatirannya terkait rencana regulasi pemerintah Vietnam yang akan memberlakukan persyaratan non-tarif terhadap ekspor kendaraan bermotor dari Indonesia ke Vietnam.Apa yang dilakukan Vietnam merupakan contoh kasus hambatan dalam perdagangan internasional. Hampir setiap negara menerapkan berbagai bentuk pembatasan perdagangan internasional dalam dua bentuk hambatan tarif dan hambatan non-tarif. Secara defenisi tarif ialah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor, sementara hambatan non-tarif diartikan suatu regulasi pembatasan perdagangan selain tarif yang ditujukan untuk melindungi kepentingan suatu negara dalam perdagangan internasional.Berbeda dengan hambatan tarif, hambatan non-tarif mempunyai cakupan yang lebih luas. Jika tarif mengharuskan importir untuk membayar nominal tertentu ketika memasuki wilayah suatu negara sementara non-tarif banyak berbicara aturan standar suatu produk. Beberapa jenis hambatan Non-tarif diantaranya Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan Technical Barriers to Trade (TBT). Negara yang menggunakan aturan non-tarif terbanyak adalah Amerika Serikat dengan 5.266 aturan, sementara yang paling sedikit ialah negara Suriname yang hanya memiliki 1 aturan non-tarif. Indonesia sendiri, berdasarkan data World Trade Organization, berada pada peringkat 43 diantara negara-negara di dunia. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya Indonesia berada pada peringkat ke-4, setelah Malaysia, Filipina, dan Thailand.
JAKARTA-Kementerian Perindustrian merekomendasikan optimalisasi kebijakan nontariff barrier atau perlindungan non tarif untuk melindungi pasar domestik pada era pasar bebas. Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan perdagangan bebas antar negara kini menjadi tren kerja sama di bidang perekonomian. Indonesia tak perlu mengisolir atau menarik diri tetapi saat terjun ke dalamnyapun harus hati-hati. “Saya ingin kita ikut main dalam tren itu karena hampir semua negara ikut game itu. Namun, kita juga harus bisa memproteksi diri,” tuturnya, di Jakarta, Rabu (20/8). Indonesia harus tetap tegas dalam memberikan perlindungan terhadap sektor tertentu yang dinilai harus diproteksi. Tanpa ini maka daya saing industri dalam negeri akan tergerus bahkan laju investasi bisa jadi melambat. Bentuk perlindungan yang dimaksud, misalnya mengoptimalisasikan kebijakan non tariff barrier (NTB) yang dinilai lebih efektif melindungi pasar. Pada dasarnya di tengah keterlibatan Indonesia dalam perdagangan bebas, neraca perdagangan di domestik tetap harus seimbang. “Dalam perdagangan bebas, impor akan menjadi lebih murah karena tarif 0%. [Peningkatan impor] membuat industri kita tidak tumbuh, sehingga investasi berpotensi tertekan,” ucap Hidayat. NTB merupakan opsi yang direkomendasikan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk memproteksi industri dan konsumen. Kebijakan ini merupakan aturan non tarif untuk meng hambat serbuan produk asing ke pasar domestik. Penerapan NTB bisa ditempuh melalui tiga aspek, yaitu standar nasional Indonesia (SNI), kemasan, dan bahasa. Pemerintah dapat membuat persyaratan khusus yang lebih mudah dipenuhi industri domestik tetapi tidak bagi produk impor. KEMASAN Untuk kemasan juga bisa saja diberlakukan labeling tertentu bagi barang impor yang hendak masuk RI. Selain itu, perlu pewajiban menggunakan bahasa Indonesia untuk tenaga kerja maupun investor yang berbisnis di Tanah Air. “Ketika terjadi liberalisasi, Indonesia harus tetap bisa bermasin dengan baik agar tidak mengisolir diri tetapi juga dengan memproteksi pasar kita yang sedang tumbuh,” ucap Hidayat. Kerja sama seperti Masyarakat Ekonomi Asean pada 2015 membuat arus barang dan jasa dari dan menuju Indonesia bebas. (Dini Hariyanti)
Hambatan non-tarif (non-tariff barrier) adalah suatu bentuk hambatan perdagangan yang berbentuk selain tarif (bea) seperti kuota, pungutan, embargo, sanksi dan pembatasan lainnya, dan sering digunakan oleh negara-negara besar dan maju. Hambatan non-tarif adalah salah satu cara untuk mengontrol jumlah perdagangan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain. Setiap hambatan perdagangan akan menciptakan kehilangan pendapatan karena tidak memungkinkan pasar untuk berfungsi dengan baik. Pendapatan yang hilang akibat hambatan perdagangan tersebut bisa disebut sebagai kerugian ekonomi.
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy Dalam menyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 yang hanya tinggal menunggu hitungan bulan, ada perasaan harap-harap cemas bagi seluruh rakyat Indonesia. Satu sisi dengan diberlakukan-nya AFTA maka pasar untuk produk-produk Indonesia semakin luas, namun di sisi lain serangan produk luar negeri akan membanjiri pasar domestik. Pemerintah tidak lagi dapat membendung masuknya produk-produk asing dengan menggunakan penerapan Bea masuk, sehingga harga produk import yang masuk ke dalam pasar Indonesia akan sangat kompetitif bahkan bisa jadi lebih murah. Bila industri di dalam negeri dapat melakukan proses produksi dengan efektif dan efisien serta menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, maka berlakunya AFTA merupakan anugerah. Namun di sisi lain, berlakunya AFTA akan merontokkan industri yang tidak efektif dan efisien, belum lagi bila dihitung dengan biaya transportasi yang sangat besar. Industri dengan karakter tersebut tidak akan dapat bersaing dengan produk-produk impor. Oleh karena itu, maka untuk melindungi industri dalam negeri dan tentu saja untuk melindungi para konsumen, perlu dilakukan berbagai macam cara yang pelaksanaannya dapat dipimpin oleh pemerintah. Strategi tersebut berupa Non tariff Barrier (NTB). Artinya adalah aturan-aturan non tarif yang mampu menghambat masuknya produk asing ke dalam pasar domestik. Hambatan-hambatan tersebut berupa persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu produk sebelum memasuki pasar Indonesia. Pada kesempatan kali ini, ada 3 aspek yang ingin saya bahas yaitu SNI, Kemasan dan bahasa. Standar Nasional Indonesia atau disebut dengan SNI adalah suatu standar yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sebagai persyaratan teknis suatu produk dapat beredar di dalam negeri. Penerapan aturan ini dapat melindungi konsumen dari masuknya produk-produk berkualitas rendah. Penerapan SNI dapat juga melindungi industri dalam negeri karena dalam standar bisa dibuat suatu spesifikasi khusus yang dapat diterapkan industri dalam negeri namun sulit diterapkan oleh industri di luar negeri. Kemasan juga dapat digunakan sebagai strategi untuk menghambat masuknya produk impor. Produk yang beredar di pasar Indonesia harus memiliki bentuk dan pelabelan tertentu. Pemerintah dan industri dalam negeri dapat berdiskusi tentang bentuk label yang dapat dibuat di dalam negeri namun sulit dibuat di luar negeri. Dapat mencontoh Australia dengan menerapkan kemasan polos untuk produk rokok. Dan yang ketiga adalah kewajiban untuk menggunakan bahasa Indonesia bagi orang yang menjalankan bisnis-nya/bekerja di Indonesia. Seperti halnya IELTS,TOEFL, TOEIC, dan juga sertifikasi-sertifikasi bahasa untuk dapat bekerja di negara-negara tertentu. Sudah saatnya pemerintah menjadikan kemampuan Bahasa Indonesia sebagai persyaratan wajib bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Hal ini dapat juga menjadi peluang usaha berupa lembaga-lembaga belajar baru yang khusus untuk mempersiapkan muridnya mendapatkan sertifikasi Bahasa Indonesia. Tentu saja cara yang paling efektif untuk menghadapi AFTA adalah peningkatan kompetensi diri, namun bila itu belum dapat dilakukan, ya setidaknya dengan memberlakukan NTB secara lebih ketat maka produk-produk dalam negeri tetap dapat menjadi raja di negeri Sendiri. Page 2
Dalam menyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 yang hanya tinggal menunggu hitungan bulan, ada perasaan harap-harap cemas bagi seluruh rakyat Indonesia. Satu sisi dengan diberlakukan-nya AFTA maka pasar untuk produk-produk Indonesia semakin luas, namun di sisi lain serangan produk luar negeri akan membanjiri pasar domestik. Pemerintah tidak lagi dapat membendung masuknya produk-produk asing dengan menggunakan penerapan Bea masuk, sehingga harga produk import yang masuk ke dalam pasar Indonesia akan sangat kompetitif bahkan bisa jadi lebih murah. Bila industri di dalam negeri dapat melakukan proses produksi dengan efektif dan efisien serta menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, maka berlakunya AFTA merupakan anugerah. Namun di sisi lain, berlakunya AFTA akan merontokkan industri yang tidak efektif dan efisien, belum lagi bila dihitung dengan biaya transportasi yang sangat besar. Industri dengan karakter tersebut tidak akan dapat bersaing dengan produk-produk impor. Oleh karena itu, maka untuk melindungi industri dalam negeri dan tentu saja untuk melindungi para konsumen, perlu dilakukan berbagai macam cara yang pelaksanaannya dapat dipimpin oleh pemerintah. Strategi tersebut berupa Non tariff Barrier (NTB). Artinya adalah aturan-aturan non tarif yang mampu menghambat masuknya produk asing ke dalam pasar domestik. Hambatan-hambatan tersebut berupa persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu produk sebelum memasuki pasar Indonesia. Pada kesempatan kali ini, ada 3 aspek yang ingin saya bahas yaitu SNI, Kemasan dan bahasa. Standar Nasional Indonesia atau disebut dengan SNI adalah suatu standar yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sebagai persyaratan teknis suatu produk dapat beredar di dalam negeri. Penerapan aturan ini dapat melindungi konsumen dari masuknya produk-produk berkualitas rendah. Penerapan SNI dapat juga melindungi industri dalam negeri karena dalam standar bisa dibuat suatu spesifikasi khusus yang dapat diterapkan industri dalam negeri namun sulit diterapkan oleh industri di luar negeri. Kemasan juga dapat digunakan sebagai strategi untuk menghambat masuknya produk impor. Produk yang beredar di pasar Indonesia harus memiliki bentuk dan pelabelan tertentu. Pemerintah dan industri dalam negeri dapat berdiskusi tentang bentuk label yang dapat dibuat di dalam negeri namun sulit dibuat di luar negeri. Dapat mencontoh Australia dengan menerapkan kemasan polos untuk produk rokok. Dan yang ketiga adalah kewajiban untuk menggunakan bahasa Indonesia bagi orang yang menjalankan bisnis-nya/bekerja di Indonesia. Seperti halnya IELTS,TOEFL, TOEIC, dan juga sertifikasi-sertifikasi bahasa untuk dapat bekerja di negara-negara tertentu. Sudah saatnya pemerintah menjadikan kemampuan Bahasa Indonesia sebagai persyaratan wajib bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Hal ini dapat juga menjadi peluang usaha berupa lembaga-lembaga belajar baru yang khusus untuk mempersiapkan muridnya mendapatkan sertifikasi Bahasa Indonesia. Tentu saja cara yang paling efektif untuk menghadapi AFTA adalah peningkatan kompetensi diri, namun bila itu belum dapat dilakukan, ya setidaknya dengan memberlakukan NTB secara lebih ketat maka produk-produk dalam negeri tetap dapat menjadi raja di negeri Sendiri.
Lihat Money Selengkapnya Page 3
Dalam menyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 yang hanya tinggal menunggu hitungan bulan, ada perasaan harap-harap cemas bagi seluruh rakyat Indonesia. Satu sisi dengan diberlakukan-nya AFTA maka pasar untuk produk-produk Indonesia semakin luas, namun di sisi lain serangan produk luar negeri akan membanjiri pasar domestik. Pemerintah tidak lagi dapat membendung masuknya produk-produk asing dengan menggunakan penerapan Bea masuk, sehingga harga produk import yang masuk ke dalam pasar Indonesia akan sangat kompetitif bahkan bisa jadi lebih murah. Bila industri di dalam negeri dapat melakukan proses produksi dengan efektif dan efisien serta menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, maka berlakunya AFTA merupakan anugerah. Namun di sisi lain, berlakunya AFTA akan merontokkan industri yang tidak efektif dan efisien, belum lagi bila dihitung dengan biaya transportasi yang sangat besar. Industri dengan karakter tersebut tidak akan dapat bersaing dengan produk-produk impor. Oleh karena itu, maka untuk melindungi industri dalam negeri dan tentu saja untuk melindungi para konsumen, perlu dilakukan berbagai macam cara yang pelaksanaannya dapat dipimpin oleh pemerintah. Strategi tersebut berupa Non tariff Barrier (NTB). Artinya adalah aturan-aturan non tarif yang mampu menghambat masuknya produk asing ke dalam pasar domestik. Hambatan-hambatan tersebut berupa persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu produk sebelum memasuki pasar Indonesia. Pada kesempatan kali ini, ada 3 aspek yang ingin saya bahas yaitu SNI, Kemasan dan bahasa. Standar Nasional Indonesia atau disebut dengan SNI adalah suatu standar yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sebagai persyaratan teknis suatu produk dapat beredar di dalam negeri. Penerapan aturan ini dapat melindungi konsumen dari masuknya produk-produk berkualitas rendah. Penerapan SNI dapat juga melindungi industri dalam negeri karena dalam standar bisa dibuat suatu spesifikasi khusus yang dapat diterapkan industri dalam negeri namun sulit diterapkan oleh industri di luar negeri. Kemasan juga dapat digunakan sebagai strategi untuk menghambat masuknya produk impor. Produk yang beredar di pasar Indonesia harus memiliki bentuk dan pelabelan tertentu. Pemerintah dan industri dalam negeri dapat berdiskusi tentang bentuk label yang dapat dibuat di dalam negeri namun sulit dibuat di luar negeri. Dapat mencontoh Australia dengan menerapkan kemasan polos untuk produk rokok. Dan yang ketiga adalah kewajiban untuk menggunakan bahasa Indonesia bagi orang yang menjalankan bisnis-nya/bekerja di Indonesia. Seperti halnya IELTS,TOEFL, TOEIC, dan juga sertifikasi-sertifikasi bahasa untuk dapat bekerja di negara-negara tertentu. Sudah saatnya pemerintah menjadikan kemampuan Bahasa Indonesia sebagai persyaratan wajib bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Hal ini dapat juga menjadi peluang usaha berupa lembaga-lembaga belajar baru yang khusus untuk mempersiapkan muridnya mendapatkan sertifikasi Bahasa Indonesia. Tentu saja cara yang paling efektif untuk menghadapi AFTA adalah peningkatan kompetensi diri, namun bila itu belum dapat dilakukan, ya setidaknya dengan memberlakukan NTB secara lebih ketat maka produk-produk dalam negeri tetap dapat menjadi raja di negeri Sendiri.
Lihat Money Selengkapnya Page 4
Dalam menyambut ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 yang hanya tinggal menunggu hitungan bulan, ada perasaan harap-harap cemas bagi seluruh rakyat Indonesia. Satu sisi dengan diberlakukan-nya AFTA maka pasar untuk produk-produk Indonesia semakin luas, namun di sisi lain serangan produk luar negeri akan membanjiri pasar domestik. Pemerintah tidak lagi dapat membendung masuknya produk-produk asing dengan menggunakan penerapan Bea masuk, sehingga harga produk import yang masuk ke dalam pasar Indonesia akan sangat kompetitif bahkan bisa jadi lebih murah. Bila industri di dalam negeri dapat melakukan proses produksi dengan efektif dan efisien serta menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, maka berlakunya AFTA merupakan anugerah. Namun di sisi lain, berlakunya AFTA akan merontokkan industri yang tidak efektif dan efisien, belum lagi bila dihitung dengan biaya transportasi yang sangat besar. Industri dengan karakter tersebut tidak akan dapat bersaing dengan produk-produk impor. Oleh karena itu, maka untuk melindungi industri dalam negeri dan tentu saja untuk melindungi para konsumen, perlu dilakukan berbagai macam cara yang pelaksanaannya dapat dipimpin oleh pemerintah. Strategi tersebut berupa Non tariff Barrier (NTB). Artinya adalah aturan-aturan non tarif yang mampu menghambat masuknya produk asing ke dalam pasar domestik. Hambatan-hambatan tersebut berupa persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu produk sebelum memasuki pasar Indonesia. Pada kesempatan kali ini, ada 3 aspek yang ingin saya bahas yaitu SNI, Kemasan dan bahasa. Standar Nasional Indonesia atau disebut dengan SNI adalah suatu standar yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sebagai persyaratan teknis suatu produk dapat beredar di dalam negeri. Penerapan aturan ini dapat melindungi konsumen dari masuknya produk-produk berkualitas rendah. Penerapan SNI dapat juga melindungi industri dalam negeri karena dalam standar bisa dibuat suatu spesifikasi khusus yang dapat diterapkan industri dalam negeri namun sulit diterapkan oleh industri di luar negeri. Kemasan juga dapat digunakan sebagai strategi untuk menghambat masuknya produk impor. Produk yang beredar di pasar Indonesia harus memiliki bentuk dan pelabelan tertentu. Pemerintah dan industri dalam negeri dapat berdiskusi tentang bentuk label yang dapat dibuat di dalam negeri namun sulit dibuat di luar negeri. Dapat mencontoh Australia dengan menerapkan kemasan polos untuk produk rokok. Dan yang ketiga adalah kewajiban untuk menggunakan bahasa Indonesia bagi orang yang menjalankan bisnis-nya/bekerja di Indonesia. Seperti halnya IELTS,TOEFL, TOEIC, dan juga sertifikasi-sertifikasi bahasa untuk dapat bekerja di negara-negara tertentu. Sudah saatnya pemerintah menjadikan kemampuan Bahasa Indonesia sebagai persyaratan wajib bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Hal ini dapat juga menjadi peluang usaha berupa lembaga-lembaga belajar baru yang khusus untuk mempersiapkan muridnya mendapatkan sertifikasi Bahasa Indonesia. Tentu saja cara yang paling efektif untuk menghadapi AFTA adalah peningkatan kompetensi diri, namun bila itu belum dapat dilakukan, ya setidaknya dengan memberlakukan NTB secara lebih ketat maka produk-produk dalam negeri tetap dapat menjadi raja di negeri Sendiri.
Lihat Money Selengkapnya |