Apa yang dimaksud dengan tawassul

Pertanyaan :

Apa arti tawasul? Apa bacaan dan doa tawasul?

[Yandi melalui Facebook]

Jawaban :

Bismillahirrahmanirrahim,

Tawasul berarti memohon atau berdoa kepada Allah dengan perantaraan sesuatu atau seseorang.

Kata tawasul dalam bahasa Indonesia kita serap dari bahasa Arab tawassul [تَوَسُّل] yang merupakan kata bentukan dari akar kata wa-sa-la [وَسَل] yang berarti ‘mendekat’. Kata wasîlah [وَسِيلَة] berarti perantara atau sarana, sesuatu yang dianggap dapat membantu mendekatkan antara dua hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wasilah diartikan ‘ikatan, perhubungan, pertalian’. Media-media pengajaran disebut wasâ’il at-ta‘lîm karena membantu mendekatkan pemahaman peserta didik terhadap pelajaran. Media-media sosial dalam bahasa Arab disebut wasâ’il at-tawâshul al-ijtimâ‘iy karena membantu mendekatkan jarak komunikasi antarsesama kita.

Baca juga: Apa Arti Ungkapan Rahimahullah dan Hafidzahullah?

Bertawasul dengan menyebut amal saleh kita baik sekali demi terkabulnya permohonan kita. Dalam hadis yang agak panjang dikisahkan pada zaman sebelum Islam ada tiga orang yang berteduh di dalam gua di kaki sebuah gunung karena kehujanan, tetapi kemudian gua itu tertutup oleh batu besar yang jatuh dari atas gunung. Mereka tidak bisa keluar. Mereka lalu berdoa dengan menyebut amal saleh yang pernah ia lakukan dan berharap agar dengan begitu Allah membukakan pintu gua yang tertutup batu. Yang satu mengatakan pernah hampir tergoda untuk melakukan zina, tetapi kemudian sadar dan meninggalkan perbuatan buruk itu semata-mata karena Allah. Dalam doanya ia mengatakan, “Ya Allah, jika Engkau memandang itu adalah perbuatan baikku [amal salehku] yang tulus karena-Mu, tolong bukakanlah pintu gua ini dengan perantaraannya.” Yang lain juga menyebutkan amal baiknya masing-masing. Singkat cerita, pintu gua itu pun akhirnya terbuka berkat wasilah amal saleh masing-masing yang mereka sebut dalam doa. Silakan Anda buka Shahîh Al-Bukhârî [hadis nomor 2165] dan Shahîh Muslim [hadis nomor 4926].

Seorang mahasiswa pernah menuturkan kisahnya menghadapi ujian akhir. Sebelumnya ia sibuk mencari uang untuk biaya hidup sehari-hari dan biaya kuliahnya karena sudah tidak mendapat kiriman dari orang tuanya. Dia kurang percaya diri menghadapi ujian karena kondisi itu. Tetapi, dia tidak putus harapan. Dia lalu berdoa kepada Allah dengan menyebut perbuatan baiknya kepada seseorang yang pernah ia lakukan dengan tulus ikhlas, dengan harapan Allah mengabulkan permohonannya dan memudahkannya dalam ujian berkat perantaraan [wasilah] perbuatan baik itu. Dan, dia pun lulus dengan gemilang.

Baca juga: Arti dan Makna “la hawla wala quwwata illa billah” [lâ hawla wa lâ quwwata illâ billâh]

Nabi Yusuf a.s. mengirim bajunya kepada ayahnya, Ya‘qub a.s., melalui saudara-saudaranya. Dengan perantaraan bajunya itu, Nabi Yusuf berharap ayahnya sembuh dari kebutaan. Ini dikisahkan dalam ayat yang maknanya sebagai berikut:

Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat [kembali]; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku.” [QS Yusuf [12]: 93].

Dan benar, seperti disebutkan pada ayat berikutnya, setelah baju Nabi Yusuf a.s. itu diusapkan ke wajah ayahnya, ayahnya pun sembuh dari kebutaan dan dapat melihat kembali.

Ketika telah tiba pembawa kabar gembira itu, diusapkanlah [baju itu] ke wajahnya [Ya‘qub], lalu dia dapat melihat kembali. Dia [Ya‘qub] berkata, “Bukankah telah aku katakan kepadamu bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” [QS Yusuf [12]: 96].

Baca juga: Apa Arti “Zuhud”?

Ada hadis yang sering dijadikan dasar tawasul ini.

Diriwayatkan dari Utsman bin Hanif r.a. bahwa seorang tunanetra datang menemui Rasulullah saw. dan berkata, “Mohon doakan kepada Allah agar Dia menyembuhkan aku.” Rasulullah menjawab, “Kalau kamu mau, aku tunda permintaanmu itu, dan itu lebih baik; tetapi kalau kamu mau, aku doakan.” Orang tunanetra itu berkata, “Doakanlah.” Rasulullah saw. kemudian menyuruhnya pergi mengambil wudu dan melakukan salat sunah dua rakaat dan berdoa dengan lafal doa ini:

اللهُمَّ إنِّي أسْأَلُكَ، وَأتَوَجَّهُ إلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّد إنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هذِهِ، فَتَقْضِى لِي اللهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ، وَشَفِّعْنِي فِيهِ

Allâhumma innî as’aluka wa atawajjahu ilaika binabiyyika Muhammad nabiyyi ar-rahmah, ya Muhammad innî tawajjahtu bika ila rabbî fî hâjatî hâdzihi fataqdhî lî. Allâhumma syaffi‘hu fiyya wa syaffi‘nî fîh.

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam At-Târîkh al-Kabîr, At-Tirmidzi dalam Al-Jâmi‘, Ibn Majah dalam Sunan Ibn Mâjah, dan lain-lain. Arti doa itu: Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu, menghadap kepada-Mu dengan [kedudukan, syafaat, wasilah] Nabi-Mu Muhammad, nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, aku sudah menghadap Tuhanku denganmu dalam memohon hajatku ini, agar dikabulkan. Ya Allah, syafaatkanlah ia denganku dan syafaatkanlah aku dengan dia.

Jadi, kita bisa berdoa dan bertawasul dengan kedudukan tinggi Nabi Muhammad saw. di sisi Allah [sebagai nabi terakhir, nabi rahmat, kekasih Allah, nabi yang sangat sayang kepada umatnya].

Demikian beberapa contoh tawasul yang dapat saya kemukakan. Mudah-mudahan memadai.

Wallahu a’lam.

[Muhammad Arifin]

Almunawwwar.or.id – Berdoa bagi setiap Muslim itu adalah sebuah perintah yang selalu senantiasa dilaksanakannya, termasuk dari adanya melakukan amalan berdoa dengan mengambil perantara atau tawassul dari hamba Alloh yang mempunyai tingkatan Iman tinggi seperti Para Anbiyaa dan para Ulama.

Bahkan tawassul bisa dikatakan sebagai salah satu cara berdoa dan bertawajjuh kepada Alloh S.W.T dari adanya keberkahan yang dimiliki hamba yang di tawassuli nya tersebut, seperti dari Mukjizatnya para nabi, karomah para Aulia ataupun Mau’nah dari para Ulama dan Mukmin sholeh.

Dari adanya keberkahan yang mengalir dari khowariq liladat [hal di luar kebiasaan adat] yang diberikan kepada para Anbiyaa, Ulama dan para mukmin sholeh itulah kita semua selaku kaum awwam mengambil perantara memohon pertolongan kepada Alloh S.W.T. Karena hakikat dan tujuannya itu adalah hanya Alloh semata.

Untuk itu sebagai Muslimin yang beriman dan bertaqwa tentunya sangat penting sekali dalam mencermati dan bersikap bijak dalam mengetahui kedudukan hukum suatu perkara termasuk dari tawassul ini. Sehingga timbullah rasa saling menghormati dan menghargai dari adanya perbedaan pendapat, demi kemaslahatan dan persatuan serta nilai ukwah islamiyyah yang hakiki. Berikut pengertian dan dali-dalil tentang Tawassul dan Tabarruk selengkapnya.

Pengertian Tawassul
Secara bahasa tawasul artinya mengambil perantara secara istilah diartikan sebagai salah satu cara berdo’a kepada Alloh SWT dan salah satu dari beberapa pintu tawajuh kepada Alloh SWT dengan menggunakan Wasilah [perantara] adapun yang dituju dari tawasul ini adalah Alloh semata.

Dalil-dalil Tawassul
Ada beberapa dalil tentang diperbolehkannya tawasul baik dalil Al’quran, as-sunnah maupun atsar. Diantaranya firman Alloh SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri [perantara]kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”. [QS. Al-Ma’idah:35].

Dalam ayat ini Ulama Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliki memberikan pendapatnya tentang ayat ini: “Bahwa yang dimaksud dengan الوسيلةdalam ayat ini adalah setiap sesuatu yang dijadikan pendekatan/perantara kepada Alloh SWT lebih lanjut ia menjelaskan :

وَلَفْظُ اْلوَسِيْلَةِ عَامٌ فِى اْلآيَهِ كَمَا تَرَى فَهُوَ شَامِلٌ لِلتَّوَاسُلِ بِاالذَّوَاتِ اْلفَاضِلَةِ مِنَ اْلاَنْبِيَاءِ وَالصَّالحِيِْنَ فِى اْلحَيَاةِ وَبَعْدَ اْلمَمَاتِ وَباِلْاتِيْاَنِ بِاْلاَعْمَالِ الصَّالِحَةِ عَلَى اْلوَجْهِ اْلمَأْمُوْرِ بِهِ وَلِلتَّوَاسُلِ بِهَا بَعْدَ وُقُوْعِهَا.

Seperti yang kamu ketahui bahwa lafal الوسيلة pada ayat diatas bersifat umum yang memungkinkan artinya berwasilah dengan dzat-dzat yang utama seperti para Nabi, orang-orang soleh,baik dalam masa hidup mereka maupun sudah mati juga memungkinka diartikan berwasilah dengan amal-amal soleh dengan menjalankan amal-amal soleh itu dan dijadikan perantara untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.

Pengertian Tabarruk
Tabaruk secara bahasa artinya mengharap berkah. Secara istilah diartikan sebagai menjadikan seseorang, tempat atau sesuatu yang diharapkan berkahnya perantara menuju Alloh SWT.

Dalil-dalil Tabarruk
Tabaruk sebenarnya sudah dilakukan oleh para sahabat dimana mereka bertabaruk dengan Rambut Nabi seperti Khalid bin Walid dengan sisa air wudhu Nabi, keringat Nabi, bahkan dengan ludah Nabi. Dalam beberapa hadist dikisahkan bahwa Khalifah Kholid bin Walid kehilangan Mahkota sorbannya ketika perang Yarmuk kemudian dicarinya sampai ketemu, Kholid bin Walid pun mengisahkan asal mula Mahkota Sorbannya:

فَقَالَ خَالِدٌ :اِعْتَمَدَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَلَقَ رَأْسَهُ فاَبْتَدَرَ النَّاسُ جَوَانِبِ شَعْرِهِ-فَسَبَقْتُهُمْ اِلَى ناَصِيَتِهِ فَجَعَلْتُهاَ فِي هَذِهِ الْقَلَنْسَوَةَ,فَلَمْ اَشْهَدُ قِتاَلاً وَهِيَ مَعِيْ اِلَّا رُزِقْتُ النَّصْرَ.

Artinya : Berkata Kholid bin Walid : Rosululloh SAW berumroh kemudian ia mencukur kepalanya maka para sahabat berebutan rambut Rosululloh SAW dan akulah pemenangnya dan aku taruh Rambut Rosululloh itu didalam Mahkota Sorbanku, maka aku tidak berperang dengan memakai Mahkota Sorbanku itu kecuali aku diberikan kemenangan:

عَنْ زَارِعٍ وَكاَنَ فِي وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ قاَلَ لمَاَّ قَدِمْناَ الْمَدِنَةَ فَجَعَلْنَا نَتَباَدَرُ مِنْ رَوَاحِلِناَ فَنُقَبَلَ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلَهُ [رواه ابو داود , ٤٥٤٨]

Artinya: “Dari Zari R. ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, Beliau berkata,” Ketika Beliau berkata, Ketika sampai di Madinah, kami segera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi SAW.” [HR.Abu Dawud :4548].

Atas dasar hadist ini, para ulama mensunahkan mencium tangan Guru,Ulama, orang Soleh, serta orang-orang yang kita hormati. Kata Imam al-Nawawi dalam salah satu kitab karangannya menjelaskan bahwa mencium tangan orang salih dan ulama yang utama itu disunnahkan. Sedangkan mencium tangan selain itu hukumnya makruh.” [Fatawi al-Imam al-Nawawi, hal 79].

Berikut penjelasan lain dari tawassul sebagaimana dalam tafsir sowi dijelaskan:

وَيَصِحُّ اَنَّ اْلمُرَادَ بِالتَّقْوَى اِمْتتَِالُ اْلمَأْمُوْرَاتِ الْوَاجِبَةِ وَتَرْكُ اْلمَنْهِيَّاتِ اْلمُحَرَّمَةِ وّابْتِغَاءِالْوَسِيْلَةَ مَايُقِرُّبِهِ اِلَيْهِ مُطْلَقًا، وَمِنْ جُمْلَةِ ذَلِكَ مَحَبَّةُاَنْبِيَاءِ اللهِ تَعَلَى وَاَوْلِيَائِهِ وَالصَّدَقَاتِ وَزِيَارَةِ اَحْبَابِ اللهِ وَكَشْرَةِ الدُّّعَاءِ وَصِلَةِ الرَّحِمِ وَكَشْرَةِ الذِّكْرِ وَغَيْرِذَلِكَ.فَالْمَعْنَ​ى كُلُّ مَا يُقَرِّ بُكُمْ اِلَى اللهِ فَالْزَمُوْهُ وَاتْرُكُوْامَا يُبْعِدُكُمْ عَنْهُ اِذَاعَلِمْتَ ذَلِكَ. فَمِنَ الضَّلَالِ اْلمُِيْن وَالْخُسْرَانِ الظَّاهِرِ يَكْفِيْرُ الْمُسْلِمِيْنَ بِزِيَارَةِ أَوْلِيَاءِ اللهِ زَاعِمِيْنَ اَنَّ زِيَارَتَهُمْ مِنْ عِبَادَةِ غَيْرِ اللهِ كَلَّا بَلْ هِيَ مِنْ جُمْلَةِ الْمَحْبَةِ فِى اللهِ الَّتِى قَالَ فِيْهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلَا لَا اِيْمَانَ لِمَنْ لَا مَحَبَّةَ لَهُ، وَالْوَسِيْلَةِ لَهُ الَّتِى قَالَ اللهُ فِيْهَا: وَابْتَغُواْ اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ:.اھ ΅

Yang dimaksud dengan taqwa yaitu menjalankan perintah-perintah yang wajib dan menjauhi larangan-larangan yang diharamkan juga mencari perantara untuk mendekatkan kepada Alloh, secara mutlak. Dan termasuk di dalamnya adalah mencari para Nabi, wali-wali Alloh, sodaqoh, menziarahi kekasih-kekasih Alloh, memperbanyak do’a, silaturahim, memperbanyak dzikir dan lain sebagainya.

Artinya menjalankan sasuatu yang dapat menjauhkan kita dari Alloh . Maka sesuatu yang dapat mendekatkan kita kepada Alloh dan meninggalkan sesuatu yang dapat menjauhkan kita dari Alloh. Maka suatu kesesatan yang jelas dan kerusakan yang jelas juga bila mengkairkan orang-orang yang berziarah kemakam-makam wali Alloh dengan menganggap bahwa ziarah adalah sirik. Padahal ziarah itu sebagian bentuk mahabbah kepada Alloh seperti yang Rosululloh sabdakan” tiadakah iman bagi orang yang tidak mempunyai perantara kepada Alloh sebagaimana yang Alloh Firmankan: Carilah perantara untuk menuju Alloh.”

Dalam ayat yang lain Alloh SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا [٦٤] فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya :”Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Jika mereka telah berbuat aniaya pada dirinya [berbuat dosa],lalu mereka datang kepadamu [hai Muhammad]dan meminta ampunan kepada Alloh SWT, kemudian Rosul memohonkan ampunan untuk mereka, tentulah Alloh SWT Yang Maha menerima taubat dan yang Maha Penyayang akan menerima tobat mereka .”[QS. Al-Nisa ;64] .

Imam Bukhori juga meriwayatkan hadist tentang tawasulnya sahabat umar bin khatab ketika melakukan shalat istis’qo :

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ اِذَاقَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعِبَاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ الَّلَهُمَّ اِنَا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِناَّ نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِعَمَّ نَبِيِّناَ فاَسْقِناَ قاَلَ فَيُسْقَوْنَ [رواه البخارى،٩٥٤]

Artinya: “Dari Anas bin Malik R.A beliu berkata “Apabila terjadi kemarau, sahabat Umar bin alkhathab bertawasul dengan Abbas bin Abdul Muththalib, kemudian berdo’a “Ya Alloh kami pernah berdo’a dan bwertawasul kepada-Mu dengan Nabi SAW, maka engkau turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawasul dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan.” Anas berkata “Maka turunlah hujan kepada kami.” [HR. al- Bukhori :954]

Menyikapi tawasul sayyidina Umar R.A tersebut Sayyidina Abbas R.A berdo’a:

اَللَّهُمَّ اِنَّهُ لَمْ يَنْزِلُ بَلَاءٌ اِلَّا بِذَنْبِ وَلَا يُكْشَفُ اِلَّا بِتَوْبَةِ قَدْ تَوَ جَّهَ اْلقَوْمُ بِي اِلَيْكَ لِمَكَا نِي… الج اخرجه الز بير بن بكار [التحذ ير من الأغترار١٢٥]

Artinya :”Ya Alloh sesungguhnya malapetaka itu tidak akan turun kecuali karena dosa dan tidak akan sirna melainkan dengan taubat. Kini kaum muslimin bertawasul kepadaku untuk memohon kepada Mu karena kedudukanku disisi NabiMu….diriwatkan oleh al-Zubair bin Bakkar.:”[Al-Tahdzir min al-Ightirar, hlm. 125]

Mengomentari hal ini Syaikh Abdul Hayyi al-amrawi dan Syaikh Abdul Karim Murad menyatakan, pada hakikat nya tawasul yang dilakukan Sayyidina umar R.A dengan Sayyidina Abas R.A merupakan tawasul dengan Nabi SAW [yang pada waktu itu telah wafat] disebabkan posisi Abbas sebagai paman Nabi SAW dan karena kedudukannya disisi Nabi SAW. [Al-Tahdzir min al-Ightirar hal:6]

قَلَ ابْنُ تَيْمِيِّ فِي الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ وَلَا فَرْقَ بَيْنَ الْجَيِّ وَالْمَيِّتِ كَمَازَعَمَ بَعْضُهُمْ فَقَبدْ صَجَّ عَنْ بَعْضِ الصَّجَابَةِ اَنَّهُ اُمِرَ بَغْضُ الْمُجْتاَ جِيْنَ اَنْ يَتَوَسَّلُوْا بِهِ صَلَّئ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بَعْدَ مَوْتِهِ فِئ خِلَا فَتِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَتَوَ سَّلَ بِهِ قَقُضِئَتْ حَاجَتُهُ كَمَا ذَكَرَهُ الطَّبْرَانئِ

Artinya :”Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitabnya Shirath al – Mustaqim : Tak ada perbedaan antara orang hidup dan mati seperti yang diasumsikan sebagian orang. Sebuah hadist sohih menegaskan : Telah diperintahkan kepada orang – orang yang memiliki hajat dimasa khalifah Ustman untuk bertawassul kepada nabi setelah dia wafat. Kemudian, mereka bertawassul kepada Rosul, dan hajat mereka pun terkabul. Demikian diriwayatkan oleh ath – Thabrany”.

Dalam kitab 40 masalah agama, jilid 1, hal 137 – 138 disebutkan:

عَنْ اَنَسٍ اَنْ عُمَرَ ابْنِ الْخَطَابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كاَنَ اِذَا قَحَطُوْا اسْتَسْقَئ باِلْعَباَّسِ بْنِ عَبْدُ الْمُطَّلِبِ فَقاَلَ اَللَّهُمَّ كُناَّ نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّناَ فَتُسْقَيْناَ وَاِناَّ نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِعَمِّ بِنَبِيِّناَ فاَسْقِناَ فَيُسْقَوْنَ. [رواه البخارى

Artinya: “Dari sahabat Annas, ia mengatakan : Pada zaman Umar bin Khaththab mengatakan : pernah terjadi musim peceklik. Ketika melakukan sholat istisqo Umar ber tawassul kepada paman Rosulullah, Abbas bin Abdul Muththlib ; Ya Tuhan, dulu kami mohon kepada – Mu dengan tawassul paman nabi – Mu, turunkanlah hujan kepada kami. Allah pun segera menurunkan hujan kepada mereka. [HR. al – Bukhari]”.

اِنَّ التَّوَسُّلَ وَالتَّشَفُّعَ بِهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِجَاهِهِ وَبَرَكَاتِهِ مِنْ سُنَنِ الْمُرْسِلِيْنَ وَسِيْرَةِ السَّلَفِ الصَّلِحِيْنَ

Artinya :”Sesungguhnya tawassul dan minta syafa’at kepada Nabi atau dengan keagungan dan kebesarannya, termasuk diantara sunnah [amal kebiasaan] para Rosul dan orang – orang Salaf Shalihin [para pendahulu yang soleh – soleh]”.

Adpun kaitannya dengan ayat – ayat Al – Qur’an yang sering digunakan untuk mengharamkan tawassul seperti ayat – ayat dibawah ini :

اَلَا للهِ الدَّيْنِ الْخَالِصُ وَالَّدِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُونِهِ اَوْلِياَءَ مَانَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوناَ اِلىَ اللهِ زُلْفَى [الزمر:٢٣ ]

Artinya :“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah – lah agama yang bersih [dari syirik]. Dan orang – orang yang mengambil pelindung selain Allah [berkata]: “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat – dekatnya.” [QS. Al – Zumr: 23]”.

Setelah memperhatikan ayat tersebut dengan cermat, Syaikh Abdul Hayyi al –‘Amrawi dan Syaikh Abdul Karim Murad menyatakan “Perkataan para penyembah berhala “Kami menyembah mereka [berhala – berhala itu] supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat – dekatnya.

Ayat ini menegaskan bahwa mereka menyembah berhala untuk tujuan tersebut. Sedangkan orang yang bertawassul dengan orang alim atau para Rosul itu tidak menyembah mereka. Tetapi karena dia tau bahwa orang yang di – tawassul – i tersebut memiliki keutamaan dihadapan Allah Swt dengan kedudukannya sebagai Rosul, ilmu yang dimiliki atau kerena kenabiannya. Dan karena kelebihannya itulah kemudian ada orang yang melakukan tawassul dengan mereka.” [Al – Tahdzir min al – Ightitar, hal : 113].

Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki juga memberikan komentarnya tentang ayat – ayat yang digunakan dalil untuk mengharamkan tawassul. Ayat – ayat itu diantaranya :

فَلاَ تَدْعُوْا مَعَ اللهِ اَحَدً.الاية,لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِ وَالَّدِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهِ لَا يَسْتَجِيْبُوْنَ لَهُمْ بِشَيْئٍ. الاية

Bahwa ayat – ayat ini ditujukan bagi orang – orang musyik yang menyembah berhala, tentunya berbeda dengan orang yang bertawassul yang hanya menjadikan sesuatu sebagai perantara menuju Allah Swt.

Dari adanya penjelasan lengkap dan kuat tersebut, maka bisa di ambil intisari dan kesimpulannya bahwa” Bertawassul dengan tujuan tabarruk [mengambil keberkahan] dari orang yang di tawassulinya itu di perbolehkan, karena secara hakikat dan tujuan utama itu tetap hanya kepada Alloh S.W.T semata.

Wallohu A’lamu Bishowaab
Semoga Bermanfaat.

Sumber: almunawwar.or.id

piss-ktb.com

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề