INDONESIA DALAM MENGHADAPI
PERSAINGAN INTERNASIONAL
Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Ilmu Hukum Internasional pada Fakultas Hukum,
diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara
Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 2 September 2006
Oleh:
NINGRUM NATASYA SIRAIT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
1
Yang terhormat,
Bapak Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Majelis Wali Amanat
Universitas Sumatera Utara,
Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Senat Akademik
Universitas Sumatera Utara,
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara,
Bapak/Ibu Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara,
Para Dekan, Ketua Lembaga dan Unit Kerja, Dosen dan Karyawan di
lingkungan Universitas Sumatera Utara,
Bapak dan Ibu para undangan, keluarga, para sahabat, teman sejawat,
saudara-saudara mahasiswa/mahasiswi, dan
hadirian yang saya muliakan.
Syalom, salam sejahtera bagi kita semua.
Semoga kita semua tetap berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Pada kesempatan ini saya percaya bahwa hanya karena kasih karunia-Nya
maka pada hari yang bersejarah ini saya dapat menyampaikan pidato
dalam rangka pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Selanjutnya perkenankanlah saya membacakan pidato ilmiah saya di
hadapan hadirin yang mulia dengan judul:
INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN INTERNASIONAL
“Off all human powers operating on the affairs of mankind,
none is greater than that of competition”
[Henry Clay]
1
I. Pendahuluan
Hadirin yang saya muliakan,
Pada saat ini tidak ada satupun negara yang terbebas dari permasalahan
yang menyangkut politik, ekonomi dan upaya demokratisasi, walaupun
tingkat problematikanya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Topik
1
Henry Clay, World Development Report 2002, hal 133.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
2
yang menarik adalah bagaimana mencapai tujuan menjadi negara yang
adil, demokratis dan sejahtera terlepas dari sistem ekonomi bagaimana
yang diterapkan.
2
Dari berbagai sistem ekonomi yang ada, maka setiap
negara akan menerapkan sistem yang dianggap tepat dan sesuai dengan
kepentingan nasional negara tersebut.
Pada awalnya kapitalisme murni
3
dianggap cukup atraktif karena sistem
versi Adam Smith ini diyakini akan mampu memberikan kesejahteraan
kepada masyarakat. Adam Smith dalam The Wealth of Nation
mendeskripsikan bahwa sistem harga akan bekerja dan bagaimana ekonomi
yang bebas dan berkompetisi akan berfungsi tanpa adanya campur tangan
dari pemerintah – melalui pengalokasian sumber daya dengan cara yang
effsien. Smith memperkenalkan isitilah “invisible hand”
yang akan membuat
tujuan produksi, kebutuhan masyarakat sesuai dengan tujuan sosial
sehingga akan menghindarkan terjadinya efek yang tidak diinginkan dalam
alokasi penggunaan sumber daya.
4
Smith mendeskripsikan pandangan laissez faire [allow to do] atau prinsip
bebas melakukan apa saja, bahwa dari berbagai transaksi ekonomi yang
independen akan terdapat harmoni alamiah di mana manusia mencari
pekerjaan, produsen menghasilkan barang, konsumen membelanjakan
penghasilannya untuk membeli produk yang berdasarkan pilihan masing-
masing. Individu akan berupaya meningkatkan penghasilan atau kekayaan
dan untuk mencapai tujuan itu mereka harus bekerja sama satu dengan
yang lainnya karena masing masing pihak memiliki kelebihan khusus
[special advantage]. Produsen akan berusaha mencari cara produksi yang
paling efisien untuk mendapatkan keuntungan maksimum, pekerja akan
memilih bekerja pada produsen yang efisien untuk mendapatkan upah yang
2
Pengaturan ini mencakup 4 hal yaitu: a. pengorganisasian putusan-putusan
ekonomi [sifatnya sentralisasi atau desentralisasi], b. penyediaan informasi dan kordinasi
bagi masyarakat [pasar bebas atau diatur dalam perencanaan], c. pemilikan faktor-faktor
produksi [pribadi, koperasi atau kolektif], d. sistem perangsang [moral atau material]. Lane,
Jan-Erik & Svante Ersson, Comparative Political Economy: A Development Approach, PINTER
1997, hal. 129.
Francis Fukuyama, Trust, The Social Virtues and The Creation of Prosperity, Free
Press Paperbacks, 1995, 356 – 362.
3
Capitalism: A social and economic sistem in which individuals are free to own the
means of production and maximize profits, and in which resources allocation is determined
by the price sistem. Marx argued that capitalism would be over thrown because it inevitably
let to the exploitation of labor. Graham Bannock, et al., The Penguin Dictionary of
Economics, 7
th
edition, The Penguin Books, England, 2003, hal. 48.
4
Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations,
London, George Routlege, 1900, hal. 345. Adam Smith menggambarkan bahwa sistem harga
akan bekerja dan bagaimana ekonomi yang bebas dan berkompetisi akan berfungsi tanpa
adanya campur tangan dari pemerintah –melalui pengalokasian sumber daya dengan cara
yang efisien.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
3
maksimum dan konsumen akan membeli dari produsen yang menghasilkan
barang dengan harga murah, kualitas prima dan ketersediaan yang mudah.
Keseluruhan proses ini seolah-olah dituntun oleh adanya “invisible hand”
yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan pada semua pihak
dengan berdasarkan pada market atau pasar. Smith berpendapat bahwa
persaingan merupakan cara yang alamiah sebagai checks and balances
untuk mengontrol keinginan individu dalam upaya mengeksploitasi pasar.
Pada akhirnya harga akan mencapai tingkat yang sama dengan biaya
[cost], di mana keadaan ini dikenal dengan istilah “natural price” yang
menggambarkan bahwa pasar persaingan akan melindungi kepentingan
publik.
5
Persaingan diasumsikan sebagai solusi yang baik dalam perekonomian.
Adam Smith mengemukakan bahwa prinsip dasar utama untuk keunggulan
ekonomi pasar adalah kemauan untuk mengejar keuntungan dan
kebahagiaan terbesar bagi setiap individu yang dapat direalisasikan melalui
proses persaingan.
6
Di samping itu Smith juga menekankan bahwa bila
efisiensi pasar berjalan maksimum, maka intervensi pemerintah terhadap
pasar sebenarnya tidak diperlukan.
7
Economic efficiency
adalah deskripsi
yang menggambarkan upaya pencapaian tujuan kesejahteraan yang
maksimum
8
atau upaya mendapatkan nilai maksimum dari sumber daya
masyarakat yang terbatas dan dipergunakan untuk mengukur economic
welfare.
9
Oleh sebab itu walaupun proses persaingan mengakibatkan
adanya sebagian masyarakat yang kalah dalam bersaing dan menjadi
tanggungan sosial dalam ekonomi secara keseluruhan, tetapi persaingan
5
Giles Burges, Jr. The Economic of Regulation and Antitrust, Harper Collins College
Publishers, 1995, hal 5-6. Lihat juga Edwin Mansfield, Principles of Microeconomics, WW
Norton & Company, New York, 3
rd
Edition, 1980, hal. 23.
6
Adam Smith, op. cit., hal. 423. Smith mengatakan:”[He]… is necessarily labours to
render the annual revenue of the society as great as he can. He generally, indeed, neither
intends to promote the public interest, nor knows how much he is promoting it… [He] intends
only his own gain, and he is in this, as in many other cases, led by an invisible hand to
promote an end which was not part of his intention.”
7
Giles H. Burgess Jr, op. cit., hal. 5 – 6.
8
Robert H. Bork, The Goals of Antitrust Policy, The American Economic Review,
Volume 57, Issue 2, Papers and Proceedings fo the Seventy-ninth Annual Meeting of the
American Economic Associations, May 1967, hal. 244.
Lihat juga Frank H.Easterbrook, The Limits of Antitrust, Texas Law Review, Volume
63, 1984, hal. 1– 40.
9
Avery Wiener Katz, Foundations of the Economic Approach to Law, Oxford
University Press, 1998, hal. 39.
Dennis W. Carlton dan Jeffrey M. Perloff, Modern Industrial Organization, Harper
Collins, 1994, hal. 83. Economic Welfare adalah untuk menggambarkan alokasi sumber daya
dan masalah kebijakan publik mengenai distribusi kekayaan. Hal ini tercapai bila pembeli dan
penjual bebas mendapatkan kepentingannya melalui transaksi dengan yang lainnya, bila
mereka semua rasional dan membuat keputusan berdasarkan informasi yang benar. Bila
pasar menunjukkan bahwa tidak ada kapasitas berlebihan dalam permintaan dan
penyediaan, maka dikatakan bahwa alokasi sumber daya mencapai efisiensi.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
4
dianggap sebagai mekanisme paling tepat dalam ekonomi untuk mencapai
kesejahteraan melalui alokasi sumber daya yang maksimum.
10
Tetapi model sistem ekonomi ini kemudian menimbulkan kekhawatiran
bahwa kesejahteraan yang dituju hanya akan dinikmati oleh sekelompok
masyarakat saja. Mereka yang diuntungkan adalah hanya yang memiliki
modal dan yang dirugikan adalah kaum buruh. Kekhawatiran akan
terjadinya jurang pemisah antara yang kaya dan miskin menginspirasikan
Karl Marx dan Friedrich Engels yang menuliskannya dalam ”Manifesto
Komunis”. Tulisan tersebut dilanjutkan kemudian dalam ketiga jilid bukunya
yang terkenal, yaitu Das Kapital.
11
Ternyata teori Marx juga terbukti keliru
dengan jatuhnya Uni Soviet dengan sistem sosialisnya. Tetapi bukan pula
berarti bahwa kapitalisme tetap menjadi pilihan utama. Terbukti pada tahun
1936 sistem kapitalisme mengalami masa depresi global yang juga
menyengsarakan kaum buruh, pemodal, dan pengusaha.
12
Kenyataan dilematis ini melahirkan pandangan Friedrich List mengenai
sistem kapitalisme tidak murni, yaitu menerapkan ekonomi kapitalis tetapi
dengan pengaturan negara. Model ini selanjutnya disebut dengan State
Capitalism [National Capitalism].
13
Model kapitalisme negara versi Friedrich
List kemudian disempurnakan oleh Adolf Wagner dalam bentuk Welfare
State yaitu sistem kapitalisme dengan pengaturan alokasi dana-dana
pemerintah untuk mengadakan redistribusi kekayaan nasional. Model inipun
kemudian disempurnakan oleh J.M. Keynes dengan menyebutnya sistem
ekonomi campuran [mixed economy] yang jelas bertolak belakang dengan
pendekatan sistem sosialisme, baik sosialisme murni ataupun sosialisme
yang bercampur dengan sistem pasar [mixed socialism].
14
Walaupun
kemudian sistem sosialisme terbukti juga runtuh tetapi bukan berarti bahwa
kapitalisme tidak mendapat kritikan atau menjadi pilihan satu-satunya.
Keynes tidak saja menunjukkan kekeliruan dalam sistem kapitalisme itu
sendiri, tetapi sekaligus mengkoreksi dan menyempurnakannya dan
10
Untuk lebih jelas lihat perbandingan dan argumentasi Herbert Hovenkamp,
Distributive Justice and The Antitrust Laws, 51 George Washington Law Review, November
1982, hal. 28.
11
Teori Marx terbukti keliru dengan jatuhnya Uni Soviet dan Sistem Sosialisme di
tahun 1991.
12
Anthony Brewer, Kajian Kritis, Das Kapital Karl Marx, Teplok Press, November
1999, hal. 26 – 30.
13
Negara-negara di Asia Tenggara pernah menerapkan sistem tersebut dan
kemudian Yoshinara Kunio menolak pendapat ini dan melukiskannya sebagai kapitalisme
semu [Ersatz Capitalism].
14
Contoh negara yang menganut sistem sosialis murni adalah Uni Soviet dan bekas
Eropa Timur dan sistem sosialisme campuran diterapkan di RRC, Yugoslavia, serta sejumlah
negara Afrika. Lihat Lane, Jan-Erik & Svante Ersson, op. cit., hal. 25.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
5
selanjutnya sistem ini melanda perekonomian dunia.
15
Kapitalisme yang ada
sekarang sifatnya menjadi lebih akomodatif dan perubahan yang terpenting
adalah mengakui pentingnya intervensi pemerintah dan negara pada
keadaan tertentu walaupun negara tersebut menganut perekonomian yang
liberal sekalipun.
16
Proses liberalisasi kompetitif mendorong banyak negara terlepas dari
apapun filosofi yang dianut berkompetisi secara agresif. Dekade terakhir
menunjukkan bahwa banyak negara di Asia mengadopsi sistem ekonomi
yang cenderung berubah ke arah yang lebih liberal dengan mengadopsi
sistem ekonomi pasar. Liberalisasi kompetitif bahkan dilakukan juga oleh
berbagai negara yang sudah terbiasa dengan tradisi proteksionisme.
17
Sebagai contoh, Cina walaupun tetap masih berpegang pada sistem
sosialisme telah melakukan strategi restrukturisasi dari industri berat
menuju desentralisasi dan bahkan melakukan terobosan menuju ekonomi
pasar yang bahkan sebenarnya telah dimulai sebelum bubarnya Uni Soviet.
Negara-negara sosialis cenderung bergerak ke arah ekonomi pasar yang
menggantikan ekonomi yang sentralistis dan terencana. Singapura memilih
membangun infrastruktur yang kondusif bagi teknologi dan pelayanan
sedangkan Hongkong memilih melakukan laissez-faire economy.
18
Vietnam
melaksanakan renovasi [Doi Moi] tahun 1968, bahkan 5 tahun sebelum
pasar bebas diterapkan di Rusia. India memutuskan menerapkan ekonomi
15
Walaupun koreksi Keynes telah nyata-nyata melahirkan paradigma baru terhadap
teori Adam Smith tetapi tidak mudah mengubah pandangan ekonomi yang masih setia pada
pandangan klasik dan neo-klasik yang tetap yakin bahwa pasar akan bekerja dengan
sendirinya seperti laissez-faire.
Lihat Paul Ormerod, The Death of Economics, John Wiley & Sons, Inc, hal. 13, The
moral climate in which the economy and society function is also an important theme in The
Wealth of Nation. The enlightened pursuit of self interest is seen as driving force of a
successful economy, but in the context of a shared view of what constitutes reasonable
behavior. For Smith, an important role of the state was to assume powers which could be
used if necessary to support the moral framework. This did not simply extend to the system
of justice, or even to legal provisions for the state to deal with monopoly powers.
16
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, BPFE Jogjakarta, Edisi Pertama, 2000,
hal. 10.
17
C. Fred Bergsten, Liberalisasi Kompetitif dan Perdagangan Bebas Global: Sebuah
Visi untuk Awal Abad ke-21 dalam Mari Pangestu et al., Indonesia dan Tatanan Ekonomi
Global, Centre for Strategic and International Studies, Jakarta, 2003, hal. 282 – 284.
18
Laissez-faire [leave us alone]. The view that the government should interfere as
little as possible in economic activity and leave decisions to the marketplace. As expressed
by classical economists like Adam Smith, this view held that the role of government should
be limited to maintenance defense, and provision of certain public goods that private
business would not undertake [e.g. public health and sanitation]. Paul A. Samuelson &
William D. Nordhaus, Economics, Irwin McGrath Hill, International Edition, 1998, hal. 749.
Sobri, Ekonomi Internasional, Teori, Masalah dan Kebijaksanaannya, BPFE UII
Jogjakarta, 1997, hal. 247 – 248. Teori klasik ini berpendapat bahwa kemakmuran optimal
akan tercapai bilamana kepada setiap individu dan masyarakat sebagai subjek ekonomi
diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk berusaha ataupun berproduksi di lapangan
ekonomi, kebebasan berusaha, bersaing sesuai dengan kemampuan atau faktor ekonomi
yang dimilikinya.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
6
campuran [mixed planed economy] dengan melakukan investasi besar yang
ditanamkan pada sektor industri, perbankan, pertanian, serta tekstil.
19
Tidak jauh berbeda dengan negara lain, maka Indonesia juga dihadapkan
pada berbagai perubahan yang sama.
20
Istilah ”ekonomi pasar”, [market
economy]
21
menjadi topik penting pada saat kampanye pemilihan Presiden
tahun 2004. Tim ekonomi berbagai kandidat yang ikut Pemilu tidak henti-
hentinya menyebutkan istilah ini tanpa sadar apakah para pemilih atau
konstituen mengerti mengenai makna dan konsekuensi dari pilihan
memberlakukan ekonomi pasar.
22
Tidak mudah memperkenalkan model
ekonomi pasar yang sesungguhnya untuk rakyat Indonesia, apalagi selama
ini kita telah dididik mengenal jargon-jargon Ekonomi Pancasila, Demokrasi
Ekonomi atau Ekonomi Kerakyatan.
23
Bahkan di tahun 1981 terjadi
perdebatan di tingkat nasional mengenai kesepahaman mengenai konsep
Ekonomi Pancasila serta Ekonomi Kerakyatan dan apakah perekonomian
Indonesia masih tetap mengacu kepada pesan Pasal 33 UUD 1945?
24
Selama Indonesia 61 tahun merdeka, pertanyaan mengenai sistem ekonomi
seperti apa yang ideal untuk diterapkan masih tetap menjadi topik yang
menarik untuk diperdebatan.
Terlebih pada tahun 1998, ketika Indonesia
menjadi salah satu negara yang mengalami krisis ekonomi terparah yang
19
Philip Kotler, Somkid Jatuspiritak and Suvit Maesincee, The Marketing of Nations, A
Strategic Approach to Building National Wealth, The Free Press, 1997, hal. 52.
20
Indonesia mengalami tiga tahap pembangunan nasional yaitu: a. pembangunan
politik [1945 – 1969], b. pembagunan ekonomi [1969 – 1994], c. pembangunan sosial
[1994 – 2019]. Seperti di beberapa negara lainnya, maka dari ketiga tahapan ini
pembangunan ekonomi merupakan prioritas utama.
21
Market economy refers to strictly, an economic sistem in which the allocation of
resources is determined solely by supply and demand in free markets, though in practice
there are some limitations on market freedoms in all countries. Moreover, in some countries
governments intervene in free markets to promote competition that might otherwise
disappear. Graham Banncock et al., op. cit., hal. 149.
Adam Smith memperkenalkan istilah “invisible hand”
yang akan membuat tujuan
produsen, kebutuhan masyarakat akan sesuai dengan tujuan sosial sehingga akan
terhindarinya efek yang tidak diinginkan dalam alokasi penggunaan sumber daya. Jika setiap
orang dibiarkan mengejar kepentingan masing-masing maka tanpa disadari keinginan setiap
orang akan terpenuhi dengan sendirinya dan akan tercapailah kesejahteraan umum [general
welfare].
Richard J. Pierce Jr. & Ernest Gellhorn, Regulated Industries in a Nutshell, West
Group, St. Paul Minnesota, 1999, hal. 24 – 25.
22
Team Freedom Institute, Memperkuat Ekonomi Pasar, Usulan Agenda Kerja 100
Hari Pemerintahan Baru, Freedom Institute & Friedrich Neumann Stiftung, October 2004.
Harian Kompas, Fokus Kebijakan Ekonomi Pemerintah Perlu Lebih Dipertajam, 19
Agustus 2006.
23
Mubyarto, op. cit., hal. 26.
24
UUD 1945 Pasal 33 ayat a: bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan b: cabang cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan c: bumi, air dan
kekayaan alam lainnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
Indonesia.
Iswardono Permono, Ekonomi Kerakyatan: Sekedar Jargon Politik, JEBI Vol. 14,
No.3, 1999, ha.l 39 sebagaimana dikutip dari Mubyarto, op. cit., hal. 10.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
7
melanda Asia. Perekonomian Indonesia yang sebelumnya maju pesat
ternyata tidak lebih dari fatamorgana belaka.
25
Sebelum krisis memang
perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan pesat di negara-
negara kawasan Asia bahkan menjadi pasar yang menggiurkan bagi negara
produsen lainnya.
26
Pujian atas keberhasilan perekonomian Indonesia
terlihat dalam tulisan Hall Hill:
“The Indonesia of the mid 1990s is almost unrecognizable in a
comparison with that of the mid 1960s. From the despair of the
earlier period, the new regime was able to engineer an amazingly
rapid recovery, as manifested in sharply declining inflation and rising
growth. Indeed, a little more than a decade on, Indonesia was being
hailed as one of the Asia’s success stories. Economists cite Indonesia
from 1966 to 1968 as one of the swiftest and effective instances of
inflation control in the 20
th
century. By the late 1980’s Indonesia was
being classified among the select group of developing countries
destined shortly to become newly-industrialized economies following
the successful path of Asia’s outward-looking industrial economies…”
27
Keadaan yang sebenarnya membuat kita merenung apa yang terjadi pada
perekonomian Indonesia? Pilihan sistem ekonomi bagaimana yang
diterapkan agar Indonesia berhasil dalam perekonomian dan tahan
menghadapi goncangan krisis multidimensi? Dan bagaimanakah sikap
Indonesia menghadapi liberalisasi kompetitif yang terjadi saat ini?
Di awal kemerdekaan ekonomi Indonesia banyak menghadapi tantangan
dalam menentukan sistem ekonomi yang sesuai dengan dasar negara yaitu
Pancasila. Pasal 33 UUD 1945 secara fundamental menetapkan bahwa
25
James Soemijantoro Wilson, Why Foreign Aid Fails: Lessons from Indonesia’s
Economic Collapse, Law and Policy in International Business, Volume 33, Number 1, Fall
2001, hal 163 – 165.
26
Adam Schwarz, A Nation in Waiting, Indonesia in the 1990s, Westview Press,
1995, hal. 57 – 59. Lihat Rizal Ramli, “Deregulasi: Suatu Evaluasi Kritis, Kertas Kerja,
Center for Policy and Impementation Studies, 27 Februari 1993. Lihat The USAID
Congressional Presentation 1998, Indonesia, //www.info.usaid.gov
yang mengatakan
bahwa laju pertumbuhan per tahun [annual growth] Indonesia sebesar 7% dan stabil dalam
kurun waktu 30 tahun tersebut.
27
Hall Hill, The Indonesian Economy, Cambridge University Press, 2
nd
Edition, 2000,
hal 3 – 8. Tetapi Hall Hill juga memberikan peringatan dalam tulisan sebelumnya dengan
mengatakan: ”viewed from a 1965 perspective Indonesia’s performance has been better
than most observers would have dared to hope for. But the record provides no grounds for
complacency … thus, while economic circumstances are no longer as desparate as they were
in the 1960’s, the challenges to policy-makers in the 1990’s are in many respects just as
formidable”. Hall Hill ’The Economy’ in Hal Hill Indonesia’s New Order. The Dynamics of
Socio-Economic Transformation, Allan & Unwin, St. Leornards, 1994, hal. 54 – 56
sebagaimana dikutip oleh Frances Hanks et al., A Competition Law for Indonesia, Report for
the Elips Project of the Coordinating Ministry for Economy, Finance and Development
Supervision of the Republic Indonesia, Maret 1996, hal. 64.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
8
perekonomian Indonesia bertujuan pada pembangunan ekonomi
berdasarkan demokrasi yang bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial
bagi rakyat Indonesia melalui pendekatan kesejahteraan dan mekanisme
pasar.
28
Pada tahun 1959 paham kapitalisme liberalisme ditolak
berdasarkan konstitusional, tetapi sistem ekonomi nasional ternyata
berkembang menjadi sistem etatistik [serba negara] yang mematikan
kreativitas ekonomi masyarakat dan mencapai titik nadir pada tahun 1966
ketika inflasi mencapai 650%. Menjelang berakhirnya Orde Lama pada
tahun 1963, Soekarno menyampaikan konsep Deklarasi Ekonomi dengan
tekad menggunakan sistem ekonomi pasar sebagai upaya memperbaiki
praktik ekonomi yang dikontrol oleh negara. Prinsip ini tidak dapat
dijalankan karena penolakan dan interpretasi yang berbeda dari berbagai
partai politik yang ada. Pada zaman Orde Baru sistem ekonomi Indonesia
dijalankan dengan paradigma baru dan menerapkan apa yang disebut
dengan Demokrasi Ekonomi. Politik ekonomi ditujukan pada upaya
menggerakkan ekonomi nasional demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Diharapkan adanya negara yang demokratis dan tegaknya penegakan
hukum akan memberikan kesempatan lebih besar kepada rakyat untuk
melakukan pengontrolan terhadap ekonomi di negara tersebut.
29
Bila dicermati maka setiap masa pemerintahan telah menuangkan kebijakan
tujuan pembangunan dalam GBHN yang disusun sejak tahun 1973 sampai
tahun 1998. Kebijakan politik ekonomi mencoba menerapkan sistem
ekonomi yang selaras dengan Pancasila dan ekonomi kerakyatan yang
dianggap sebagai pilar ekonomi yang tepat diterapkan di Indonesia.
Kebijakan mengenai pasar bebas dan ekonomi pasar belum dengan baik
diterjemahkan walaupun telah disinggung dalam berbagai GBHN. Hal ini
secara eksplisit terlihat pada substansi beberapa Ketetapan MPR, yang
terutama disinggung pada TAP MPR RI No. II/MPR/1998 tentang GBHN pada
Bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Dunia Usaha Nasional dan TAP
MPR RI No. XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi yang dipopulerkan dengan sebutan Ekonomi
Kerakyatan.
30
Dengan tegas ditetapkan bahwa tujuan perekonomian
28
Bandingkan dengan Pasal 33 hasil Amandemen IV UUD’45 tanggal 12 Agustus
2002, yaitu:
1. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip keadilan, kebersamaan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
29
Mubyarto, op. cit., hal. 39.
30
Lihat beberapa ketetapan MPR yang menyinggung hal ini, yaitu: TAP MPR RI No.
IV/MPR/1973 pada bidang Pembangunan Ekonomi, TAP MPR RI No. IV/MPR/1978 tentang
Pembangunan Ekonomi Subbidang Usaha Swasta dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah, TAP
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
9
nasional akan dapat dicapai dengan memberikan persamaan kesempatan
berusaha bagi setiap pelaku usaha baik besar maupun kecil yang tidak lain
adalah esensi daripada ekonomi pasar yang ada sekarang.
31
Setelah krisis ekonomi terjadi baru disadari bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya krisis ekonomi Indonesia pada tahun 1998, salah
satu di antaranya adalah budaya persaingan. Persaingan adalah budaya
yang dianggap tidak sesuai dengan budaya masyarakat di Indonesia. Tidak
mudah melakukan perubahan perilaku sesudah melakukannya selama 30
tahun lebih di bawah rezim Orde Baru. Ternyata pada setiap sistem
ekonomi yang diterapkan tidak dibarengi dengan adanya kebijakan
persaingan [competition policy] yang jelas.
32
Dalam hal ini kebijakan yang
dimaksud adalah lebih daripada sekedar peraturan atau undang-undang
karena menetapkan suatu pola yang diharapkan akan memberikan landasan
kepada bentuk peraturan pelaksanaannya, yaitu undang-undang.
33
Dalam
kebijakannya pemerintah memiliki peran ekstensif dalam bidang
perekonomian tetapi sering kebijakan itu bersifat sepihak dan hanya
MPR RI No. II/MPR/1983 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang
Usaha Swasta Nasional dan Usaha Golongan Ekonomi Lemah.
Terutama mengenai bidang usaha, yaitu: pada TAP MPR RI No. II/MPR/1988 tentang
GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Dunia Usaha Nasional
dan TAP MPR RI
No. II/MPR/1993 tentang GBHN pada bidang Pembangunan Ekonomi Subbidang Usaha
Nasional, serta TAP MPR RI No. II/MPR/1998 tentang GBHN pada bidang Pembangunan
Ekonomi Subbidang Usaha Nasional. Dalam pengembangan dan pembinaan usaha nasional
yang sehat dan transparan harus dicegah penguasaan sumber daya ekonomi dan pemusatan
kekuatan ekonomi pada satu kelompok, golongan masyarakat tertentu dan orang
perseorangan dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni serta bentuk pasar lainnya
yang merugikan masyarakat, terutama melalui pemantapan kerja sama usaha berdasarkan
kemitraan sepadan dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan antara pengusaha kecil, pengusaha menengah dan pengusaha besar dan
antara koperasi, usaha negara dan usaha swasta. Badan usaha yang sudah maju dan
berkembang harus bermitra dengan badan usaha yang belum maju dalam membangun
struktur usaha nasional yang tangguh dan andal. Dorongan dan pemantapan kemitraan
usaha tersebut dilakukan melalui penciptaan iklim persaingan yang sehat dalam pasar
terkelola.
31
Lihat Tap MPR No. II Tahun 1998: Kerja sama yang serasi antara usaha negara,
koperasi dan usaha swasta antara usaha besar, menengah dan kecil perlu dikembangkan
berdasarkan semangat kekeluargaan yang saling menunjang dan saling menguntungkan.
Untuk itu perlu diciptakan iklim yang mendorong kerja sama tesebut. Dalam pengembangan
dunia usaha nasional harus dihindarkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Kwik Kian Gie, Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi Politik, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta 1999, hal. 241 – 247.
32
Achmad Shauki,”Masalah Persaingan di Indonesia” paper pada Seminar FEUI
“Sumbangan Pemikiran FEUI pada Reformasi dan Pemulihan Ekonomi,” November 1998.
33
Eleanor Fox, Memorandum Kepada Pembuat Kebijakan di Indonesia, paper tidak
dipublikasikan, 1999. There is a distinction between “policy” and the “law”. In a general
sense, policy is the set of goals and objectives one formulates to deal with particular
matters, and laws are instruments used to carry out policy. Governments, of course, can
take policy actions beyond enacting laws.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
10
dinikmati oleh golongan tertentu.
34
Peran itu terlihat dalam pemberian
kemudahan atau fasilitas persetujuan bagi beberapa pelaku usaha yang
kemudian pada akhirnya melahirkan praktik monopoli.
35
Hal ini
mengakibatkan iklim persaingan tidak berjalan sesuai dengan prinsip
persaingan usaha yang sehat. Pengakuan terhadap penyebab terjadinya
krisis ekonomi bahkan terlihat dalam GBHN tahun 1999 sebagaimana
dikatakan pada Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 dan Ketetapan MPR RI
No. XVI/MPR/1998. Tap MPR RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok
Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara, dalam Bab II Kondisi Umum
Bagian A. Ekonomi, menyebutkan:
”....Keberhasilan pembangunan yang telah dicapai selama 32
tahun Orde Baru telah mengalami kemerosotan yang
memprihatinkan, karena terjadinya krisis moneter pada pertengahan
tahun 1997, dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang lebih luas.
Landasan ekonomi yang dianggap kuat, ternyata tidak berdaya
menghadapi gejolak keuangan eksternal dan kesulitan-kesulitan
makro dan mikro ekonomi. Hal ini disebabkan oleh karena
penyelenggaraan perekonomian nasional kurang mengacu pada
amanat Pasal 33 UUD 1945 dan cenderung menunjukkan corak yang
sangat monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan elite
kekuasaan mendapatkan prioritas khusus yang berdampak timbulnya
kesenjangan sosial.
Kelemahan fundamental itu juga disebabkan pengabaian
perekonomian kerakyatan yang sesungguhnya bersandar pada basis
sumber daya alam dan sumber daya manusia sebagai keunggulan
komparatif dan kompetitif. Munculnya konglomerasi dan kelompok
kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat
kewirausahaan sejati mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi
sangat rapuh dan tidak kompetitif.”
Saat terjadinya krisis ekonomi dipandang sebagai momentum [entry point]
untuk melakukan berbagai deregulasi dalam dunia ekonomi. Pada bulan
Januari 1998 Indonesia menandatangani serangkaian Letter of Intent [LoI]
dengan International Monetary Fund [IMF] sebagai upaya mempercepat
berakhirnya krisis. IMF menyorot beberapa kebijakan ekonomi atau
peraturan yang dianggap sebagai penyebab dari distorsi pasar yang
34
Rizal Mallarangeng dalam Mari Pangestu et al., op. cit., hal. xi.
35
Kwiek Kian Gie, Saya Bermimpi Jadi Konglomerat, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1993, hal. 80 – 86.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
11
dilakukan oleh kelompok usaha di Indonesia.
36
LoI sebagai syarat program
IMF berisikan 50 butir memorandum merupakan serangkaian deregulasi
yang segera dilakukan pemerintah yang menyangkut bidang ekonomi.
Termasuk dalam upaya economic recovery ini adalah deregulasi yang
berhubungan dengan materi perundang-undangan baru mengenai bidang
perekonomian dan dunia usaha.
37
Dari berbagai undang-undang yang diberlakukan salah satunya yang
menyangkut tentang pengawasan proses mekanisme pasar dan kebijakan
persaingan adalah dengan memberlakukan Undang-Undang No.5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
[selanjutnya disebut dengan UU No.5/1999].
38
Tujuan UU No.5/1999 adalah
untuk memberikan “level playing field” atau kesempatan yang sama bagi
pelaku usaha untuk berusaha, bersaing dan masuk ke suatu pasar.
39
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 dan 3, yaitu menjamin kepentingan
umum, meningkatkan efisiensi perekonomian nasional, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
36
Wolfgang Kartte et al., Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, GTZ, Deperindag dan Lembaga Pengkajian Hukum Ekonomi UI, 2000,
hal. 96.
Harian Kompas, Pemerintah Habibie Menggolkan 69 Undang-Undang, 24 September
1999. Saat melakukan deregulasi berbagai undang-undang baru diberlakukan, misalnya UU
Perlindungan Konsumen, UU Pencucian Uang, UU Arbitrase, dll.
Harian Suara Merdeka, Reformasi Ekonomi Dimulai 1 Februari, 21 Januari 1998.
Deregulasi direalisasikan dengan mengeluarkan 7 Keputusan Presiden, 3 Peraturan
Pemerintah dan 6 Instruksi Presiden. Keppres tersebut adalah Keppres No. 20/1998 yang
mencabut fasilitas istimewa yang sebelumnya diberikan kepada proyek Mobil Nasional,
Keppres No. 15/1998 yang mencabut monopoli Bulog [kecuali beras] dan Keppres No.
21/1998 yang membubarkan Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh [BPPC].
37
Beberapa di antara butir-butir kesepakatan Letter of Intent tersebut yang
menyentuh langsung dalam persaingan usaha adalah: [31] November, pemerintah
menyusun strategi ambisius untuk reformasi struktural yang bertujuan untuk membawa
ekonomi kembali ke arah pertumbuhan yang cepat dengan mengubah ekonomi biaya tinggi
ke ekonomi yang lebih terbuka, kompetitif dan efisien. Untuk mencapai perubahan itu
strategi yang ditujukan untuk liberalisasi perdagangan dan investasi asing, deregulasi
kegiatan domestik dan mempercepat program swastanisasi. Pemerintah sudah menyiapkan
strategi ekonomi yang lebih terbuka dan meningkatkan daya saing dengan mencabut
monopoli Bulog untuk produk gandum, kedelai, bawang putih. Importir diperkenankan
menjual seluruh produk ini di pasar dalam negeri, kecuali gandum. Untuk mempermudah
penyesuaian ongkos bagi petani, tarif yang saat ini masih dibatasi 20 % akan diturunkan
sampai 5 % pada tahun 2003.
Tindakan konkret lainnya adalah penghapusan Harga Pedoman Setempat [HPS]
semen serta kebebasan pedagang produk-produk pertanian seperti cengkeh, jeruk dan
vanilla untuk membeli, menjual komoditasnya tanpa ada batasan wilayah dan pembubaran
BPPC bulan Juni 1998.
38
Substansi undang-undang ini mengatur tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat termasuk pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
[KPPU] sebagai pengawas penegakan Hukum Persaingan di Indonesia.
39
R. Shyam Khemani, A Framework For the Design and Implementation of
Competition Law and Policy, World Bank, Washington DC, USA & OECD, Paris, tanpa tahun.
Thee Kian Wie, Pembangunan, Kebebasan dan Mukjizat Orde Baru, Esai Esai,
Freedom Institute dan Kedutaan Besar Denmark, 2004, hal. 182.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
12
pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, kecil
dan menengah, mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat dan terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
40
UU No.5/1999 fokus pada perlindungan kepentingan umum, kesejahteraan
rakyat serta efisiensi nasional [maximation of consumer welfare
41
and
efficiency]
42
yang diharapkan tercapai melalui proses persaingan yang
kompetitif. Indonesia sendiri secara khusus mengikutsertakan beberapa
tujuan lainnya termasuk perlindungan terhadap usaha kecil dan menengah
atau tidak mendorong terjadinya konsentrasi kekuatan ekonomi secara
berlebihan di tangan beberapa pelaku pasar saja, menghilangkan peraturan
pemerintah yang tidak efisien serta memberikan kesempatan yang sama
untuk bersaing dan masuk pasar.
43
Penegasan terhadap tujuan undang-
undang penting karena akan berpengaruh terhadap ekonomi, perdagangan,
keuangan, industri, politik ekonomi atau sistem ekonomi yang akan
diterapkan oleh negara tersebut.
44
Dengan telah memberlakukan kebijakan
persaingan yang lebih jelas, undang-undang Hukum Persaingan, penerapan
sistem ekonomi pasar, bagaimanakah interaksi Indonesia di tengah
persaingan global saat ini serta konsekuensi apa yang dihadapi Indonesia?
40
Bab II Asas dan Tujuan, Pasal 2 dan 3 UU No. 5/1999.
41
Glossary of Industrial Organization Economics and Competition Law, English
Version, OECD, Paris, 1996, hal. 10. Consumer Welfare in competition law refers to
individual benefits derived from the consumption of goods and services. In theory, individual
welfare is defined by an individual’s own assessment of his/her satisfaction, given prices and
income. Exact measurement of consumer welfare, therefore requires information about
individual preferences. In practices, applied welfare economics uses the notion of consumer
surplus to measure consumer welfare. When measured over all consumers, consumer’s
surplus is a measure of aggregate consumer welfare. In anti-trust applications, some argue
that the goal is to maximize consumers’ surplus, while others argue that the producers
benefits should also be counted.
42
Ibid., hal. 24. Efficiency in the context of industrial organization economics and
competition law and policy, relates to the most effective manner of utilizing scarce resources.
Two types of efficiency are generally distinguished: technological [or technical] and economic
[or allocative]. A firm may be more technologically efficient than another if it produces the
same level of output with one or fewer physical number of inputs. Because of different
production processes, not all firms may be technologically efficient or comparable. Economic
efficiency arises when inputs are utilized in a manner such that a given scale of output is
produced at the lowest possible cost. Unlike technological efficiency, economic efficiency
enables diverse production processes to be compared. Competition is generally viewed by
economists to stimulate individual firm[s] or economic agents in the pursuit of efficiency.
Efficiency increases the probability of business survival and success and the probability that
scarce economic resources are being put to their highest possible uses. At the firm level,
efficiency arises primarily through economies of scale and scope and, over a longer period
through technological change and innovation.
43
UU No.5/1999 pasal 2, 3 ayat b,c.
44
Robert H.Bork, The Antitrust Paradox, A Policy at War with Itself, Basic Books Inc,
New York, 1978, hal. 15 – 19.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
13
II. Sikap Indonesia di Tengah Persaingan Internasional
Hadirin yang mulia,
Globalisasi bukanlah suatu takdir yang tidak dapat dielakkan melainkan
suatu rancangan manusia untuk mengintegrasikan perekonomian negara-
negara dalam suatu mekanisme. Globalisasi diartikan sebagai fenomena
teknologi, ekonomi, sosial, politik dan budaya yang diawali dengan
perdagangan barang, jasa, faktor produksi dan diikuti oleh integrasi
ekonomi antar-negara.
45
Pada kenyataannya globalisasi yang melanda
dunia diartikan sebagai padanan dari perdagangan bebas [free trade].
46
Globalisasi merupakan kegiatan ekonomi yang melintasi batas negara
dalam berbagai format seperti perpindahan barang, jasa, tenaga kerja,
modal, teknologi dan informasi [free flow/movements of goods, services
and personnel].
47
Globalisasi ekonomi menjadikan negara-negara borderless
[tanpa batas] dan membuka pintu masuknya sistem kapitalisme yang
ditandai dengan adanya pasar bebas [free market]. Berbagai negara
kemudian memasuki kesepakatan Free Trade Agreements [FTA] seperti
dalam APEC, AFTA, serta yang mendunia seperti WTO.
48
Bentuk lain
masuknya arus globalisasi ekonomi dan pasar bebas adalah liberalisasi
investasi. Liberalisasi dilakukan dengan cara mengurangi hambatan baik
tarif dan non-tarif serta mendukung adanya persaingan pasar yang
kompetitif yang hasil akhirnya menghasilkan kesejahteraan konsumen
[consumer welfare].
49
Kesepakatan internasional diawali dengan General
Agreement on Tariffs and Trade [GATT] yang menetapkan lima prinsip
utama yaitu:
a. Prinsip most favorite nations: suatu kebijakan perdagangan harus
dilaksanakan atas dasar nondiskriminatif.
b. Prinsip national treatment: produk dari suatu negara anggota yang
45
Joseph Stiglitz, The Roaring Nineties, Penguin Books, 2003, hal. 202 – 240. Trade
and Globalization dalam Charles Wheelan, Naked Economics, Undressing The Dismal Science,
W.W. Norton and Company, London, 2002, hal. 187 – 205.
46
Free Trade Area is an association of a number of countries between which all
import tariffs and quotas export subsidies and other similar government measures to
influence trade [export incentives] have been removed. Each country however, continues to
retain its own international trade measures vias a vis countries outside the association. The
Penguin Dictionay of Economics, op. cit., hal. 150.
47
Globalization is the geographical shifts in domestic economy activity around the
world and away from nation states. The Organization for Economic Cooperation and
Development defines globalization as the geographic dispersion of industrial and service
activities such as cross border networking of companies etc. Ibid., hal. 16.
48
Michael J. Trebilcock and Robert Howse, The Regulation of International Trade,
Routletge, London, 1995, hal. 25 – 39.
49
Henning Klodt, Jalan Menuju Tatanan Persaingan Global, Disunting oleh Institut
Liberal Friedrich-Naumann-Stiftung, Volume 10, 2003, hal. 9.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
14
diimpor ke dalam suatu negara harus diperlakukan sama seperti
halnya produk dalam negeri.
c. Prinsip larangan restriksi/pembatasan kuantitatif terhadap ekspor dan
impor dalam bentuk apapun.
d. Prinsip perlindungan melalui tarif yaitu hanya memperkenankan
tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif
[meningkatkan tarif bea masuk] dan tidak melalui upaya
perdagangan lainnya [nontariff commercial measures].
e. Prinsip resiprositas yaitu perundingan tarif yang didasarkan atas
dasar timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
50
Sebagaimana dinyatakan pada saat Ministreal Meeting to the APEC Summit
2004 bahwa tanpa melihat sistem ekonomi yang bagaimanapun yang
diterapkan oleh suatu negara maka setiap negara bergerak ke arah yang
sama yaitu persaingan global dan liberalisasi perdagangan bebas.
51
Berarti
bila satu negara gagal bersaing secara kompetitif maka negara tersebut
akan gagal mendapatkan kesempatan meningkatkan perekonomiannya di
tengah pasar global. Bila ada negara yang gagal, maka negara lain akan
segera mengambil kesempatan tersebut. Sebaliknya bila berhasil
memenangkan pasar global maka keberhasilan diindikasikan dengan
peningkatan GNP [gross national product] per kapita.
52
Bagi banyak negara berkembang yang disebut dengan emerging
economies
53
persaingan global diartikan dengan peningkatan keunggulan
kompetitif [competitive advantage], lebih besarnya akses dan kesempatan
sama masuk ke pasar global.
54
Fenomena di atas juga dialami oleh
50
John W.Mead, Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Elips, 1997, hal. 83 – 86.
Lihat juga: Philip Raworth & Linda C.Reiff, The Law of the WTO, A Final Text of the
GATT Uruguay Round Agreements, Summary, Oceana Publications Inc, 1995. Huala Adolf
dan A. Chandrawulan, Masalah-Masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hal. 15 – 19.
51
Harian Kompas, ASEAN Berencana Menjadi “Pasar Tunggal”. 7 Oktober 2003. Rizal
Mallarangeng, Mendobrak Sentralisme Ekonomi, Indonesia 1986 1992, Kepustakaan Popular
Gramedia bekerja sama dengan Freedom Institute, 2004, hal. 19 – 33.
52
Samuelson & Nordhauss, op. cit., hal. 400. Perhitungan sering juga menggunakan
Gross Domestic Product [GDP] di mana GNP dihitung berdasarkan total output produk
nasional dengan modal dan pekerja yang dimiliki masyarakat sedangkan GDP dihitung
berdasarkan output produksi dengan modal dan pekerja yang lokasinya berada di suatu
negara [a measure of the total flow of goods and services produced by the economy over a
speficied time period, normally a year or a quarter. It is obtained by valuing outputs of goods
and services at market prices then aggregating].
53
M. Seth, Formulating Antitrust Policy in Emerging Economies, 86 Georgetown Law
Journal, November 1997, hal. 451. The term "emerging economy" suggests that these
countries no longer have backward economies characterized by mass poverty, low growth
rates, low per capita income, inadequate infrastructure, and the like. Rather, the term
indicates that these economies are in transition to First World equivalence.
54
Robert S. Main & Charles W. Baird, Elements of Microeconomics, West Publishing
Company, 1981, hal. 98.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
15
Indonesia sebagai negara yang sedang memperbaiki kinerja
perekonomiannya. Indonesia berada pada suatu fase yang menarik
dicermati dengan berbagai konsekuensi yang dihadapinya. Berbagai
pendapat menyatakan bahwa ikut dalam liberalisasi perdagangan dan
menerapkan ekonomi pasar berarti juga mensyaratkan adanya
pemerintahan yang efisien, penegakan hukum dan jaminan adanya suasana
persaingan yang kondusif.
55
Indonesia yang dikategorikan sebagai salah
satu emerging economies sedang dalam transisi keluar dari krisis
multidimensi menuju pemerintahan yang lebih demokratis dan ekonomi
yang lebih baik. Upaya perbaikan ekonomi selalu menjadi agenda yang
mendominasi setiap kabinet yang memerintah. Menarik untuk mencermati
Indonesia dalam menentukan sikap dan kebijakannya terhadap persaingan
global dan liberaliasi perdagangan. Bagaimana dengan rumusan ekonomi
pasar versi ekonomi Pancasila dalam rumusan globalisasi perdagangan
bebas?
Pilihan terhadap kebijakan dan keputusan administrasi tentu dipengaruhi
budaya, perilaku, serta nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat suatu
negara. Negara dengan budaya individualistis lebih mudah mengadopsi
persaingan dan kebijakan persaingan bebas sedangkan negara dengan
budaya komunal lebih memilih kebijakan perdagangan yang sifatnya
sentralistis dan mengizinkan campur tangan pemerintah dalam
perekonomian yang signifikan.
56
Demikian pula Indonesia yang telah
melihat perbandingan pilihan yang dilakukan oleh negara-negara lain dalam
kondisi ekonomi yang hampir serupa.
57
Indonesia menetapkan kebijakan
berdasarkan sistem ekonomi yang sesuai dengan melihat budaya, stabilitas,
pertumbuhan serta kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah.
58
Indonesia yang masuk dalam proses globalisasi dalam rangka berpartisipasi
dalam pasar internasional dengan halus menggunakan istilah “deregulasi”
dibandingkan dengan istilah “liberalisasi” yang mengandung penerapan
ekonomi yang berbasiskan mekanisme pasar dan kompetisi liberal. Langkah
ini disebut dengan penyesuaian tahap pertama [first order adjustment].
Selanjutnya yang menarik adalah penyesuaian tahap kedua [second order
adjustment] yaitu dampak atau akibat terjadinya ekonomi yang lebih liberal
dan pro-pasar. Permasalahan mengenai kerentanan perekonomian lokal,
Lihat juga Michael E. Porter, Competitive Strategy, The Free Press, London, 1980,
hal. 7 – 14.
55
The Jakarta Post, APEC Summit 2004 and Regional Trade Agreements, Thursday,
23 November 2004. Harian Kompas, Deklarasi APEC dari Waktu ke Waktu, 9 November
2004. Harian Kompas, Arah APEC pada Pertemuan Puncak 2004 di Chille, 9 November 2004.
56
Philip Kotler, Somkid Jatuspiritak and Suvit Maesincee, op. cit., hal. 50.
57
Harian Kompas, Prospek Perekonomian Global 2004, 16 Januari 2004.
58
Harian Kompas, Demokrasi Tak Sekedar Mengubah Konstitusi, 29 Desember 2004.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
16
kesiapan institusi ekonomi politik dan yang terpenting adalah kebijakan
distribusi kesejahteraan yang berakibat terhadap masyarakat.
59
Dilihat dari pandangan kebijakan persaingan maka meningkatnya integrasi
ekonomi dunia sejalan dengan globalisasi berarti meningkat pula intensitas
persaingan. Transaksi yang melampui batas-batas negara mengakibatkan
kebijakan persaingan suatu negara dapat berakibat pada pasar global
keseluruhan. Bahkan dalam ekonomi internasional diperkenalkan adanya
effects doctrine yaitu: otoritas yang membidangi kebijakan persaingan
dapat melakukan tindakan menentang segala macam bentuk pembatasan
persaingan yang berdampak pada persaingan di setiap pasar dalam negeri,
tanpa memperhatikan di negara mana praktik-praktik yang merugikan
persaingan tersebut.
60
Sebagai konsekuensi ikut dalam persaingan global
ditandai dengan memberlakukan undang-undang Hukum Persaingan dan
kebijakan persaingan. Apalagi Indonesia telah mengikuti kesepakan GATT
dan WTO maka menerapkan dan menegakkan undang-undang Hukum
Persaingan menunjukkan sikap bahwa sebagaimana negara lainnya,
Indonesia telah berpartisipasi sebagai negara yang ikut dalam persaingan
pasar global.
Sebagai perbandingan banyak negara di dunia dengan sistem ekonomi
pasar telah memiliki undang-undang Hukum Persaingan dan UNCTAD
[United Nations Conference on Trade and Development] mencatat bahwa
sampai saat ini telah ada sekitar 50 negara di dunia yang telah mengadopsi
undang-undang persaingan usaha dalam sistem hukum nasional mereka di
antara tahun 1980 – 1990.
61
Di berbagai negara istilahnya cukup bervariasi,
59
Mari Pangestu et al., Indonesia dan Tatanan Ekonomi Global, Centre for Strategic
and International Studies, Jakarta, 2003, hal. xi.
60
Henning Klodt, op. cit., hal. 46.
Michael J.Trebilcock and Robert Howse, op. cit., hal. 47. Each country commits itself
to maintaining laws regulating anti competitive practices by adopting Competition Law in
their legal sistem.
//www.unctad.org/en/subsites/cpolicy/docs/modelaw00en.pdf
Di antaranya
Taiwan [Fair Trade Law], Korea [The Monopoly Regulation and Fair Trade Act], Jerman [Act
Against Restraint of Competition of 1957], Australia [Fair Trade Practices Act], Jepang
[Antimonopoly Law atau Dokusen Kinshiho] UU Anti Monopoli Jepang diberlakukan pada
tahun 1947 dengan nama The Law to Prohibit Private Monopolization ad to Maintain Fair
Trade sekaligus juga menginstruksikan dibentuknya badan pengawas undang-undang yang
dinamakan Fair Trade Commission of Japan atau Uni Eropa [Rules of Competition of the
Treaty instituting the European Union atau Competition Law], Jamaica [Fair Competition Act]
dan lainnya. Demikian juga dengan negara-negara sedang membangun yang merupakan
rekan dagang Indonesia seperti Brazil [Federal Law on the Competition Defense System],
Kolumbia [Law on Promotion of Competition and Restrictive Commercial Practices], India
[Monopolies and Restrictive Trade Practices [MRTP Act]], Mexico [Federal Law on Economic
Competition], Pakistan [The Monopolies and Restrictive Trade Practices [Control and
Prevention Ordinance]], Sri Lanka [The Fair Trading Act] telah memberlakukan Hukum
Persaingan dalam sistem hukumnya. Lihat Frances Hanks et al., A Competition Law For
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
17
ada yang menyebutnya dengan Antitrust Law seperti Amerika Serikat atau
Competition Law di Uni Eropa tetapi pada umumnya seluruh undang-
undang Hukum Persaingan di berbagai negara di dunia hanya terfokus pada
tujuan yang sama, yaitu antara efisiensi dan kesejahteraan umum.
62
Berbagai negara yang telah melaksanakan undang-undang persaingan
usaha juga kemudian memilih kebijakan persaingan usaha yang variatif dan
terlihat bahwa efisiensi dan kesejahteraan umum [dalam hal ini adalah
konsumen] merupakan tujuan utama dari kebijakan maupun undang-
undang Hukum Persaingan.
Bahkan dari laporan diketahui bahwa indeks persaingan kompetitif
Indonesia meningkat pada tahun-tahun terakhir. Indonesia menduduki
ranking ke-69 dari 104 negara yang diteliti pada tahun 2004 untuk kategori
perkembangan kompetitif dan nomor 44 dari 103 dalam hal kompetitif
bisnis. Hal ini adalah kemajuan dibandingkan pada tahun 2003 ketika
Indonesia hanya mendukuki ranking 72 dalam kategori perkembangan
kompetitif dan peringkat 60 untuk kompetitif bisnis yang menandai
kemajuan signifikan sejak Indonesia bergabung dengan organisasi ini pada
tahun 1996. Walaupun demikian kita tidak dapat berbesar hati karena
masih ada masalah yang menganggu. Pengamatan World Economic Forum
[WEF] menunjukkan masih adanya masalah birokrasi yang tidak efisien,
kebijakan yang tidak konsisten dan korupsi yang menjadi faktor
penghambat meningkatnya kemampuan Indonesia bersaing di pasar
internasional.
63
Indonesia mengenal budaya yang berorientasi pada harmoni dan
kebersamaan dan persaingan pada awalnya dianggap tidak sesuai dengan
budaya yang ada. Bersaing diartikan sebagai tindakan yang individualistis
dan berorientasi pada kepentingan sepihak dengan cara melakukan
berbagai cara untuk mencapai keutungan yang sebesar-besarnya.
64
Indonesia, Report for the Elips Project of the Coordinating Ministry for Economy, Finance and
Development Supervision of the Republic Indonesia, March 1996, hal. 64.
62
F.M. Scherer, Competition Policies for an Integrated World Economy, The
Brookings Institution, Washington DC, 1994, hal. 1, mengatakan ”Antitrust – the assortment
of policies pursued with intermittent fervor in the United States since 1890 to foster
competitive market process – has disagreeably negative ring. Our European cousins have
accentuated the positive by choosing “competition policy” to characterize their corresponding
to the road”. Dennis W. Carlton dan Jeffrey M. Perloff, op. cit., hal. 794 – 799.
63
Source, World Economic Forum, Global Competitiveness Report, October, 2004.
WEF adalah organisasi independen yang mengelompokkan perusahaan dan memberikan
platform untuk mengemukakan isu-isu global.
64
Lihat Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Defenition of the Terms and
Phrases of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern, St. Paul, Minnesota,
West Publishing Co., 1990, hal. 194, dikatakan bahwa “compete is to contend emulously; to
strive for the position, reward, profit, goal, etc. for which another is striving or to contend in
rivalry. Competition is a contest between two rivals. The effort of two or more parties, acting
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
18
Persaingan dalam dunia usaha berarti upaya mendapatkan keuntungan
dalam suatu mekanisme pasar.
65
Dengan kata lain makna persaingan
diartikan sebagai berikut:
“A situation in a market in which firms or sellers independently strive
for the patronage of buyers in order to achieve a particular business
objective, e.g. profits, sales and/or market share. Competition in this
context is often equated with rivalry. Competitive rivalry between firms can
occur when there are two firms or many firms. This rivalry may take place
in terms of price, quality, service or combinations of these and other
factors, which customers may value. Competition is viewed as an important
process by which firms are forced to become efficient and offer greater
choice of products and services at lower prices. It gives rise to increased
consumer welfare and allocative efficiency. It includes the concept of
“dynamic efficiency” by which firms engage in innovation and foster
technological change and progress.”
66
Oleh karena akibatnya, maka persaingan sering diasosiakan dengan
kapitalisme liberal dan pasar bebas. Robert Bork, pemikir dan hakim
terkemuka yang banyak memberikan landasan dalam Hukum Persaingan
mengatakan:
“Why should we want to preserve competition anyway? The answer is
simply that competition provides society with the maximum output that can
be achieved at any given time with the resources as its command. Under a
competitive regime, productive resources are combined and separated,
shuffled and reshuffled in search for greater profits through greater
efficiency. Each productive resources moves to that employment, where
the value of its marginal product, and hence the return paid to it, is
greatest. Output is maximized because there is no possible rearrangement
of resources that could increase the value to consumers of total output.
Competition is desirable, therefore, because it assists in achieving
prosperous society and permits individual consumers to determine by their
actions what goods and services they want most.”
67
independently to secure the business of a third party by the offer of the most favorable
terms; also the relations between different buyers or different sellers which result from this
effort. It is the struggle between rivals for the same trade at the same time; the act of
seeking or endeavoring to gain what another is endeavoring to gain at the same time. The
term implies the idea of endeavoring by two or more to obtain the same object or result”.
65
Peter Asch, Industrial Organization and Antitrust Policy, John Willey & Sons Inc,
Canada, 1983, hal. 13 – 14.
66
Glossary of Industrial Organization Economics and Competition Law, loc. cit.
67
Robert Bork and Ward S. Bowman, The Crisis in Antitrust, Columbia Law Review,
Volume 65, 1965, hal. 363 – 365.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
19
Konsekuensi logis dari proses persaingan adalah adanya pihak yang
tersingkir dari pasar karena tidak mampu bersaing. Dalam hal ini kaum
populis berpendapat masih diperlukannya pengaturan serta regulasi
pemerintah terhadap pasar.
68
Peran negara menjadi penting karena akan
terjadi re-defenisi peran negara dalam perekonomian.
69
Terlebih lagi bila
dihubungkan dengan sistem ekonomi yang berlaku selama ini yang
berorientasi pada ekonomi kerakyatan.
70
Dengan demikian persaingan tidak
semata-mata hanya merupakan perpindahan kesejahteraan [wealth
transfer] tetapi harus melihat adanya distribusi kesejahteraan yang lebih
adil pada rakyat.
71
Sehingga memberlakukan sistem ekonomi pasar yang
pro persaingan pun bukan berarti secara mutlak memberlakukan
persaingan tanpa melihat akibatnya keseluruhan.
72
Persaingan sering dikonotasikan negatif yang berkorelasi dengan
mementingkan kepentingan sendiri. Walaupun pada kenyataannya seorang
68
Lawrence A Sullivan & Warren S. Grimes, The Law of Antitrust: An Integrated
Handbook, West Group, St. Paul Minn, 2000, hal. 10 – 16.
Lihat juga Robert H. Lande, Chicago’s False Foundation: Wealth Transfers [Not Just
Efficiency] Should Guide Antitrust, Antitrust Law Journal, Volume 58, 1989, hal. 631.
Oliver E. Williamson, Economies as an Antitrust Defense: The Welfare Tradeoffs, The
American Economic Review, Volume 58, Issue 1 [Mar, 1968] hal. 18 – 36.
69
Bing Song, Competition Policy in Transitional Economy: The Case of China,
Stanford Journal of International Law, Volume 31, 1995, hal. 387.
70
Eleanor Fox, Equality, Discrimination and Competition Law: Lessons from and for
South Africa and Indonesia, Harvard International Law Journal, Volume 41, 2000, hal. 579.
71
Robert H. Lande, Wealth Transfer as the Original and Primary Concern of Antitrust:
The Efficiency Interpretation Challenged, Hasting Law Journal, Volume 34, 1982, hal. 68 –
151. Lande berpendapat bahwa bila efisiensi tidak tercapai maka yang terjadi sebenarnya
adalah perpindahan “consumer surplus” dari tangan konsumen ke tangan produsen. Dengan
kata lain: “The formation and use of market power to force consumers to pay
supracompetitive prices constituted the “stealing” of their property…. Higher prices to
consumers were condemned because they unfairly extracted wealth from consumers and
turned it into monopoly profit. Unequal distribution of wealth would be resulting from
monopolistic overcharges. Competitive prices were "fair" whereas monopoly prices were
not; therefore, consumers were entitled to own that quantity of wealth known today as
"consumer surplus". The unfair prices, in effect, robbed consumers of that wealth.
72
Kalypso Nicolaidis & Raymond Vernon, “Competition Policy and Trade Policy in the
European Union”, in Global Competition Policy, Institute for International Economics,
Washington DC, December 1977, hal. 271 – 305.
John J. Flyin, Antitrust Policy and The Concept of a Competitive Process, New York
Law School Law Review, 1990, hal. 893. The association of antitrust policy and its objective
of serving the "public interest" with the concept of "competition", and the movement to lock
the meaning of the concept of "competition" to the tautological definition of "efficiency",
derived from manipulation of the hypothetical assumptions and deductively derived abstract
conclusions of neoclassical price theory, have become central features of modern antitrust
litigation. Lest we all become inmates of von Jhering's heaven of legal concepts, it is time
that the concept of "competition" be understood in a broader sense, and that it be used in a
functional way to connect the normative goals underlying the law to the reality and
circumstances of particular disputes, in light of the immediate and long-term social, political,
and economic consequences of the decisions being made.
Lihat Paul A. Samuelson, op. cit., hal. 788 yang mengatakan bahwa pemerintah
dibutuhkan peran sertanya untuk mengurangi ketidak-seimbangan, mengurangi distorsi
karena ekonomi dan memperbaiki externalities.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
20
manusia, apakah dalam kapasitasnya sebagai individual maupun anggota
suatu organisasi, secara ekonomi tetap akan berusaha mendapatkan
keuntungan yang sebesar besarnya.
73
Alfred Marshal, seorang ekonom
terkemuka sampai mengusulkan agar istilah persaingan digantikan dengan
“economic freedom” [kebebasan ekonomi] dalam menggambarkan atau
mendukung tujuan positif dari proses persaingan.
74
Oleh sebab itu
pengertian kompetisi atau persaingan dalam ekonomi diartikan dalam
pengertian yang positif dan independen sebagai jawaban terhadap upaya
mencapai equilibrium.
75
Kurang dimengertinya mekanisme ekonomi pasar dapat menimbulkan
pandangan tersendiri terhadap persaingan dengan anggapan bahwa peran
pemerintah masih diperlukan untuk mengaturnya. Alexander Hamilton
berpendapat bahwa peran pemerintah diperlukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja perekonomian. Pendapat ini berbeda dengan Thomas
Jefferson yang justru mengkhawatirkan ekonomi yang terlalu diatur oleh
pemerintah dikhawatirkan akan membatasi persaingan, dan liberalisme
dipandang sebagai suatu alternatif terbaik.
76
Tetapi akibat liberalisme
ekonomi, kemudian lahirlah beberapa pelaku ekonomi yang menjadi besar
dan mampu mengkontrol pasar, sehingga memunculkan kekhawatiran baru
lagi.
77
Kemudian lahir pandangan populisme yang berorentasi pada
pembatasan kekuatan ekonomi yang besar hanya pada sekelompok orang
saja dan diyakini adanya kebutuhan akan peraturan pemerintah demi untuk
melindungi kepentingan umum dalam bentuk regulasi ekonomi.
78
73
Avery Wiener Katz, op. cit., hal. 4 & 6. Lihat juga pendapat Gary Becker,
pemenang hadiah Nobel dalam bidang ekonomi pada tahun 1992 dalam tulisannya ”The
Economic Approach to Human Behavior”, University of Chicago Press, 1976, hal. 3 – 14
mengatakan: ”Everyone recognizes that the economic approach assumes maximising
behavior more explicitly and extensively than other approaches do, be it the utility or wealth
function of the household, firm, union or government bureau that is maximmized”.
74
T. Burke et al., Competition in Theory and Practice, Routledge, Chapman and Hall,
Inc, 1991, hal. 5, 25.
75
George Stigler, Perfect Competition, Historically Contemplated, The Journal of
Political Economi, Volume 65, Issue 1, Februari, 1957, hal. 1 – 3.
76
Ronald Coase, The Problem of Social Cost, Journal of Law and Economics 3, [1960]
sebagaimana dikutip dari Avery Wiener Katz, op. cit., hal. 72. Coase berpendapat bahwa
peran pemerintah justru akan membuat biaya lebih berat lagi, terutama bila pemerintah
sendiri ikut terlibat dalam perekonomian tersebut. All solutions have costs, and there is no
reason to suppose that governmental regulation is called for simply because the problem is
not well handled by the market or the firm. Satisfactory view on policy can only come from a
patient study of how, in practice, the market, firms and government handle the problem of
harmful effects.
77
E. Thomas Sullivan & Jeffrey L. Harrison, Understanding Antitrust and Its Economic
Implications, Mathew Bender & Co, Inc, 1998, hal. 3 – 5.
78
Giles Burgess Jr, op. cit., hal. 8 – 9.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
21
Kaum populis adalah penyokong sukses dalam paradigma bahwa dalam
ekonomi pasar, bila terdapat tanda-tanda bahwa pasar tidak bekerja
sempurna, maka pemerintah diminta untuk bertindak.
79
Alasan utama
adalah demi melindungi kepentingan umum, dan salah satu tujuan dari
kaum populis ini adalah mengawasi agar tidak terjadi distorsi pasar yang
terjadi akibat praktik persaingan curang, monopoli dan berbagai
problematik pasar lainnya.
80
Terlepas dari berbagai argumentasi mengenai tujuan persaingan yang
sebenarnya ataupun apakah pemerintah harus berperan dalam
meregulasikan suatu pasar atau tidak, maka pasar yang kompetitif
dianggap sebagai suatu pilihan terbaik dalam ekonomi. Karena alasan
alokasi sumber daya yang seimbang dengan kesejahteraan konsumen,
menimbulkan efisiensi dan penggunaan sumber daya yang efisien akan
meminimalisasi pendistribusian yang salah dari kesejahteraaan kepada
tempat yang sebenarnya.
81
Di samping itu dengan adanya undang-undang
Hukum Persaingan maka tujuan yang ingin dicapai bukan hanya terfokus
pada efisiensi tetapi juga sampai pada proses ataupun eksistensi dari
persaingan itu sendiri, sehingga keuntungannya akan dinikmati oleh
masyarakat secara keseluruhan.
82
Pokok perbedaan utama dalam pandangan mereka adalah bilamana saatnya
regulasi pemerintah tersebut diperlukan? Misalnya dalam keadaan
timbulnya monopoli bukan karena kemampuan efisiensi, maka pandangan
Chicago School mengatakan bahwa hal ini tidak akan berlangsung lama
karena mekanisme pasar akan menyesuaikan, mengatur serta beradaptasi
dengan sendirinya. Sebaliknya Harvard School mengganggap bahwa hal ini
dapat berlangsung lama, sehingga dibutuhkan campur tangan pemerintah
melalui regulasi untuk memperbaikinya. Demikian juga bila terdapat pelaku
pasar yang menjadi monopolis karena keunggulan dan kemampuannya,
maka penganut Chicago School menyarankan untuk membiarkannya karena
kondisi itu didapat oleh karena keunggulan mereka, sementara Harvard
School menyatakan bahwa ukuran terhadap mereka harus diperlakukan
79
Avery Wiener Katz, op. cit., hal. 40. Dalam pandangan A.C. Pigou, ekonom
terkemuka juga mengatakan bahwa: ”state intervention is needed to promote an efficient
allocation of resources”.
80
Giles Burgess, op. cit., hal. 10.
81
Harlan M. Blake & William K. Jones, In Defense of Antitrust, Columbia Law Review,
Volume 65, March 1965, No.3, hal. 381. Lihat juga Oliver E. Williamson, Allocative Efficiency
and the Limit of Antitrust, American Economic Review, Issue 2, Papers and Proceedings of
the Eighty first Annual Meeting of the American Economic Association, May 1969, hal. 105 –
118.
82
Robert H. Lande, Proving The Obvious: The Antitrust Laws Were Passed to Protect
Consumers [Not Just To Increase Efficiency], 50 Hastings Law Journal, April 1999, hal. 959 –
967.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
22
sama dengan dugaaan bahwa mereka melakukan monopoli yang ilegal
ataupun perilaku curang lainnya.
83
Untuk itulah peran pemerintah sejak awal dalam regulasi menentukan
proses ekonomi dan alokasi sumber daya yang dipergunakan. Peran
pemerintah ini dapat dilakukan melalui regulasi yang sifatnya mengatur
pasar dan diberlakukan secara umum kepada pelaku pasar. Dalam hal ini
ekonom A.C. Pigou menyarankan keterlibatan peran pemerintah untuk
menetralisir kondisi yang demikian dan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan umum [welfare economics].
84
Bahkan bukan hanya itu saja,
peran pemerintah sangat diperlukan dalam mengatur non-market social
goods, contohnya udara bersih, pembuangan limbah yang disebut dengan
externalities.
85
Hadirin yang mulia,
Pilihan tentang campur tangan pemerintah saat ini selalu menjadi pro dan
kontra. Pihak yang pro dengan ekonomi pasar beranggapan bahwa campur
tangan yang sifatnya desentralisasi akan lebih efisien dibandingkan dengan
ekonomi yang sentralistis. Sementara yang setuju dengan campur tangan
pemerintah [public intervention] berpendapat bahwa tidak ada orang yang
mau menyerahkan kepada pasar untuk menentukan/memutuskan seluruh
kegiatan ekonomi. Dalam konteks pilihan ini maka Indonesia memilih untuk
mengizinkan intervensi pemerintah untuk menghindari kegagalan pasar
[market failure] akibat kebebasan ekonomi pasar. Pilihan yang paling tepat
sebenarnya bukan dihadapkan pada kedua pilihan hitam dan putih tetapi
lebih mencari pada kombinasi antara ekonomi pasar dan ekonomi yang
diatur oleh pemerintah yang sesuai dengan kepentingan umum. Dalam
83
Ibid.
84
A.C. Pigou, The Economics of Welfare, 4
th
edition, Mac Millan, London, 1932.
85
E. Thomas Sullivan & Jeffrey L. Harrison, op. cit., hal. 175 – 176. “….Externalities
or spillovers are… examples of market failure that may justify government intervention.
Externalities are effects of the third parties that are not transmitted through the price sistem
adm tjat arose as an incidental by-product of another person’s or firm’s activity. Externalities
may cause market failure, or market imperfections, which prevent the allocation of resources
in accord with consumer valuations”. Lihat juga Philip Areeda & Louis Kaplow, op. cit., hal.
11. ”Externalities refer to cost that one economic actor imposes on another [or benefits that
one receives from another] without paying in the market for doing so – ie: environment
waste”. Atau dikenal sebagai biaya yang ditimbulkan pelaku ekonomi terhadap yang lain
ataupun keuntungan yang diterima dari yang lain tanpa ikut bertanggung jawab membayar
dalam mekanisme pasar.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
23
sistem perekonomian dengan model apapun maka yang terpenting adalah
bagaimana distribusi dapat dijalankan dengan adil dan merata.
86
Dengan terintegrasinya perekonomian dunia dalam WTO dan pergerakan ke
arah liberalisasi ekonomi pasar lebih tinggi, maka isu mengenai masalah
efisiensi dan pembagian keuntungan menjadi penting karena dapat
berakibat secara politik dan sosial.
87
Adalah kewajiban negara untuk
menjamin stabilitas ekonomi, tersedianya kesempatan kerja, tersedianya
barang dan jasa yang berkualitas dan distribusi yang menjangkau dan
merata bagi masyarakat. Ada
korelasi yang signifikan antara kebebasan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sehingga dinamisme ekonomi akan
dipengaruhi oleh bagaimana negara mengelolanya dengan baik melalui
sistem ekonomi yang paling sesuai dengan kondisi negara tersebut.
88
Untuk
memahami bagaimana Indonesia menyikapi interaksinya dalam persaingan
global maka kita perlu memahami lebih dalam tentang penerapan ekonomi
yang cenderung pada ekonomi pasar.
89
Sekarang proteksionisme dianggap
sebagai cara usang untuk melindungi industri yang tidak kompetitif.
90
Hadirin yang mulia,
Izinkanlah saya mengakhiri pidato ini dengan menegaskan beberapa hal.
Pertama adalah saat ini setiap negara menerapkan berbagai rupa sistem
ekonomi yang cenderung liberal dan mengadopsi ekonomi pasar. Sistem
ekonomi pasar yang ada saat ini ternyata tidak mutlak liberal tetapi
mengizinkan peran negara dengan tingkat yang berbeda-beda. Indonesia
menerapkan hal ini dengan mengizinkan peran pemerintah yang bertujuan
mengkordinasikan upaya ekonomi yang individual dan yang bersama untuk
mencapai tujuan bersama [unified social purpose].
Sebagai Negara yang berdaulat dan berpartisipasi aktif dalam pasar
persaingan internasional maka Indonesia telah memilih untuk ikut terjun
dalam pasar persaingan. Sikap ini dibuktikan dengan mempersiapkan
86
[The benefits and cost of Government intervention] Manfaat campur tangan
pemerintah adalah memperbaiki kegagalan pasar dan yang perlu diperhitungkan adalah
biayanya mahal dan campur tangan pemerintah dapat tidak sempurna. Lihat Kadariah, Teori
Ekonomi Makro, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1994, hal. 201 –
203.
87
Mohammad Sadli dalam Mari Pangestu et al., op. cit., hal. 20 – 31.
88
Otto Graf Lambsdorff, Kebebasan – Obat Paling Mujarab Melawan Kemiskinan, Seri
Makalah Berkala, Liberales Institute, Friedrich Naumann Foundation, 2004.
89
Hall Hill, Pesatnya Industrialisasi di ASEAN: Beberapa Hikmah Analitis dan
Kebijakan, dalam Mari Pangestu et al., op. cit., hal. 72 – 75.
90
Rong-I Wu dan Ching Ming Lin, Kebijakan Persaingan dan Liberalisasi Perdagangan
dalam Mari Pangestu et al., op. cit., hal. 319
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
24
kebijakan persaingan [competition policy] yang lebih jelas dan pro
investasi
91
serta memberlakukan penegakan Hukum Persaingan melalui UU
No.5 Tahun 1999 melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha [KPPU].
Kebijakan persaingan yang ditetapkan oleh pemerintah yang sekarang tentu
disesuaikan dengan kondisi dan perekonomian Indonesia saat ini serta
aturan rule of law yang berlaku dalam pasar persaingan internasional.
Hadirin yang mulia,
Sistem ekonomi Indonesia yang berorientasi kerakyatan adalah suatu ciri
khas yang sudah kita kenal dan teruji sejak lama. Walaupun ada perubahan
pandangan ke arah yang lebih liberal tetapi kita tidak pernah melupakan
bagaimana para pendiri negara [founding fathers] seperti Mohammad Hatta
sebagai pendukung utama ekonomi kerakyatan memesankan bahwa sistem
ekonomi bagaimanapun yang kita adopsi maka ekonomi Pancasila akan
tetap menjadi norma dasar [grund norm] ekonomi Indonesia.
Kedua, Sebagaimana telah diindikasikan oleh Keynes pada perdebatan
mengenai sistem ekonomi maka permasalahan yang menjadi fokus
berikutnya adalah bagaimana distribusi dari kesejahteraan dapat dibagikan
dengan baik sehingga cita-cita negara kesejahteraan [welfare state] dapat
tercapai. Capaian lebih tinggi dari sekedar kemakmuran sebagaimana cita-
cita dalam negara kesejahteraan adalah kemampuan melakukan distribusi
keadilan [distributive justice].
92
Dengan demikian kekhawatiran mengenai
kemungkinan timbulnya masalah second order adjustment yaitu dampak
atau akibat terjadinya ekonomi yang lebih liberal dan pro-pasar sebagai
konsekuensi memberlakuan pilihan ekonomi pasar dapat teratasi. Indonesia
telah menetapkan pilihan yaitu keputusan untuk masuk dalam ekonomi
pasar dan persaingan global tetapi dengan kesadaran bahwa sistem
ekonomi kerakyatan yang berlandaskan Pancasila akan tetap masih menjadi
acuan dan pedoman berbagai kebijakan yang dilakukan. Di tengah pasar
persaingan internasional yang kompetitif, semoga rakyat Indonesia mampu
mencapai kesejahteraan sesuai dengan cita-cita tujuan negara dan
konstitusi dengan tetap memegang teguh prinsip yang berorientasi pada
dasar negara kita, yaitu Pancasila.
91
Misalnya, Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden No.3 Tahun 2006 tentang
Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.
92
Untuk lebih jelas lihat John Rawls, A Theory of Justice, Harvard University Press,
2005, hal. 274 – 284. Lihat juga Richard A. Posner, The Economic of Justice, Harvard
University Press, 1983, hal. 99 – 107.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
25
III. Ucapan Terima Kasih
Hadirin yang saya muliakan,
Izinkanlah saya mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah
berjasa dalam hidup saya dan atas bantuan mereka semualah saya dapat
berhasil sampai di mimbar yang terhormat ini.
Pertama sekali ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Rektor
Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA[K]
dan keluarga, yang telah memberikan kesempatan beasiswa program doktor
bahkan dengan sabar dalam setiap pertemuan selama ini mendukung kami
menjadi Guru Besar. Hari ini kami menyadari bahwa tantangan beliau untuk
menjadi Guru Besar sesungguhnya adalah rahmat yang kami sekeluarga
sukuri hari ini. Saya berterima kasih Bapak Rektor memberikan kepercayaan
dan berbagai kesempatan lainnya seperti mengelola Tim Jessup FH USU,
menjadi salah seorang anggota mewakili USU dalam Tim Kajian Akademis UU
No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Serta saat ini menjabat sebagai
Sekretaris Program Doktor S3 Ilmu Hukum, semoga saya tidak
mengecewakan dalam berkarya membantu Bapak Rektor dan Universitas
Sumatera Utara.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada Ketua Majelis Wali Amanat USU,
Bapak M. Imral Nasution dan keluarga yang telah memberikan bantuan dan
kesempatan selama ini untuk berkarya. Demikian juga Pembantu Rektor
USU, Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MSc, Bapak Drs. Subilhar, MA, Ibu Dr.
Linda Maas, MPH, Bapak Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, MSc, Direktur
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun
Nisa, MSc beserta Asisten Direktur dan Staf Biro Rektor yang telah
membantu acara pengukuhan ini.
Saya menghaturkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Hukum USU, Bapak
Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH, beserta PD I Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH,
MHum, Bapak PD II Syafruddin Sulung, SH, MHum, Bapak PD III M. Husni,
SH, Bapak Hoesni, SH dan seluruh jajaran Fakultas Hukum USU baik para
kolega dosen maupun staf administrasi. Khusus kepada Bapak H. Hasnil Basri
Siregar yang menjabat sebagai dekan ketika saya masih menyelesaikan
program S3, terima kasih atas segala kebaikan Bapak dan Ibu Sukmadiah
kepada saya pribadi.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
26
Terima kasih kepada Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum USU
yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berkarya, Bapak
Prof. Sanwani, SH, Bapak Prof. Syamsul Arifin, SH, MH, Bapak Prof. Sulaiman
Hamid dan kolega yang lain. Saya mengenang almarhum Prof. DR. Arifin
Siregar, SH saat di mana saya menjadi asisten beliau sampai akhir hayatnya.
Demikian juga khusus kepada para mahasiswa dari Tim Jessup FH USU dan
yang membantu kami sampai tiba pada hari pengukuhan ini.
Secara pribadi saya menyampaikan terima kasih kami sekeluarga kepada
Hakim Agung, Prof. Hj. Rehngena Purba, SH, MH yang telah melapangkan
jalan kepada saya untuk mengikuti Program Doktor S3 sampai saat ini kerap
memberikan nasihatnya ketika saat saya berkesempatan membantu
beberapa program di Mahkamah Agung.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh guru-
guru saya di SD dan SMP Methodist Jalan Hang Tuah Medan, terutama
kepada Kepala Sekolah Ibu Rosna Silitonga. Demikian juga masa SMA yang
saya lewatkan di SMA Negeri 1 Medan [Ibu Nina Zuliani] yang penuh dengan
gejolak dan kegiatan tetapi tetap mengutamakan bahwa bersekolah adalah
jembatan utama menuju masa depan.
Pada kesempatan yang berbahagia ini saya mengucapkan terima kasih
kepada:
a. Prof. Erman Rajagukguk, SH, LLM, PhD untuk dorongan, diskusi dan
waktunya di antara kesibukan beliau yang tetap diluangkannya untuk
kami di USU, Medan.
b. Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LLM, PhD yang menjadi Promotor dan
sekaligus menjadi sahabat. Ada kalanya sebagai kolega kami berbeda
pendapat dalam beberapa hal tetapi saya yakin bahwa perbedaan
pendapat itu akan membuat persahabatan kami menjadi semakin teruji.
c. Dr. Polin Pospos selaku Co-Promotor saat Program Doktor S3 di USU.
d. Prof. Dr. M. Solly Lubis, SH selaku Ketua Program Studi Doktor S3 Ilmu
Hukum yang telah mengajar saya sejak masa perkuliahan di S1 hingga
S3 yang bahkan sudah mengenal saya sejak masih kecil di Kampus USU.
e. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum di Fakutas Hukum USU, terima
kasih telah menjadi seorang adik, kawan, kolega dan kerja sama yang
baik selama kita sama-sama berkarya di Fakultas Hukum.
f. Bapak Prof. Dr. Darwin Dalimunthe, MSc dan Program Magister
Manajemen USU yang memberikan kesempatan mengajar di Program
Magister Manajemen.
g. Pimpinan Pendidikan Profesi Akuntansi [PPAI] Fakultas Ekonomi USU.
h. Pimpinan Program Magister Kenotariatan
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
27
i. Pimpinan Program Pascasarjana Universitas Medan Area
j. Ibu Dr. Rosa Pangaribuan di UI dan Ibu Dr. A.M. Tri Anggraini, Ibu Dr.
Yunita Natasya di Universitas Trisakti.
k. Ibu Paramitha Prananingtyas, SH, LLM, di FH Universitas Diponegoro
Semarang.
l. Bapak Drs. Paripurna Sugardha, SH, MH di FH UGM Yogyakarta.
Dari seluruh kehidupan saya di dunia akademik, saya secara khusus
berterima kasih kepada para mahasiswa yang pernah berinteraksi dengan
saya sejak masa S1, Program Magister bahkan tingkat Doktoral. Khususnya
untuk para mahasiswa dalam kumpulan Sola Gratia. Merekalah yang telah
memberikan semangat, antusiasme dan harapan bahwa setiap hari membuat
saya lebih berarti di tengah dunia akademik.
Demikian juga terima kasih saya sampaikan kepada beberapa lembaga yang
telah memberikan kepercayaan kepada saya selama ini untuk berkerja sama
baik dalam kapasistas saya sebagai tenaga pengajar, trainer maupun peneliti
sesuai dengan bidang saya, yaitu kepada:
a. Mahmakah Agung Republik Indonesia terutama kepada Hakim Agung, Ibu
Susanti Adi Nugroho yang tidak jemu-jemunya memberikan berbagai
kesempatan menjadi anggota Tim Peneliti Litbang Mahkamah Agung dan
pengajar berbagai pelatihan untuk para hakim khusus untuk Hukum
Persaingan Usaha dan Hukum Perlindungan Konsumen.
b. Komisi Pengawas Persaingan Usaha [KPPU] yang mempercayakan
beberapa kesempatan kepada saya untuk ikut terlibat berperan
membantu lembaga ini dengan menjadi anggota Kelompok Kerja dan
Konsultan.
c. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia [DPD-RI] terutama dengan
Panitia Ad Hoc IV DPD-RI.
Saya memiliki harapan yang besar agar seluruh lembaga ini menjadi
lembaga publik yang kuat, independen dan berguna bagi bangsa dan negara.
Demikian juga kepada International IDEA untuk segala kesempatan, kerja
sama dan kepercayaan yang telah diberikan kepada saya melakukan
berbagai program dan perjalanan ke Afrika Selatan, Australia dan berbagai
daerah di Indonesia untuk membantu DPD-RI sejak tahun 2003 sampai saat
ini. Khusus kepada Bapak Indraneel Datta, PhD, Ibu Aprilliana Handayani,
Ibu Jocevine Faralita dan Sdr. Zainal Budiyono, dengan berbagai
pengalaman, perbedaan pendapat mengenai pekerjaan dan proses
pembelajaran maka waktu yang lebih dari 3 tahun telah menguji kita
menjadi sahabat dan bukan hanya sekedar menjadi kolega bekerja.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
28
Saya mengucapkan terima kasih kepada Elips Project yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan S2 di University of Wisconsin,
Madison, khususnya kepada Prof. Cliff Thompson & Mrs. Judith Thompson,
Bapak James Agee dan Bapak John Davis yang kerja samanya tidak pernah
terhenti sampai sekarang. Guru-guru saya di UW Madison: Prof. Lawrence
Church, Prof. Charles Irish, Prof. Susan Katcher. Juga kepada Prof. Bill
Whitford yang benar-benar membuka cakrawala berpikir dan cara
mengajarkan hukum yang menarik kepada mahasiswa. Pengalaman yang
berharga saya dapat ketika Fulbright Scholarship memberikan saya
kesempatan untuk belajar, meneliti dan menulis selama 7 bulan di bawah
bimbingan seorang intelektual pemikir yang berpengalaman di dunia
Antitrust, Prof. Peter C. Carstensen yang dengan sabar memberikan teori dan
ilmu Hukum Persaingan dari dasar.
Pengalaman berharga dan ucapan terima kasih saya juga khususnya saya
sampaikan kepada Prof. Gary Goodpaster dari UC Davis, California yang
bersedia menjadi Co-Promotor Doktor saya dan hubungan kekeluargaan,
kerja sama penelitian serta diskusi intelektual yang berlangsung sampai saat
ini. Penerimaan Prof. Goodpaster dan Ibu Gracy Goodpaster selalu membuat
saya berkeinginan kembali ke Davis, California.
Saya berterima kasih kepada keluarga besar saya di Canberra, Australia,
keluarga James dan Virginia Buchanan beserta adik-adik saya, Katherine,
Serena dan Emily atas penerimaan mereka yang hangat ketika tinggal
bersama di Australia. Juga keluarga John dan Margaret Moltmann di
Canberra, Australia yang menjadi counselor ketika saya mengikuti program
AFS pada tahun 1980 – 1981 dan putri mereka, Lyn Kalligirou yang saat ini
tinggal di Pulau Sifnos, Yunani. Persahabatan dan kekeluargaan yang tetap
terjalin dengan kunjungan di antara kita semoga dapat kita jalin selamanya.
Secara khusus saya menghaturkan terima kasih tak terhingga untuk keluarga
Anthony & Kathryn, Andrew dan Riana Bovill dan Keluarga Brineman di
Springfield, Virginia, Amerika Serikat. Saya selalu menemukan tempat
berlabuh yang sangat aman, penerimaan kekeluargaan di mana selalu ada
tempat untuk beristirahat dan “re-charge” sesudah kesibukan yang
menjenuhkan di tanah air. Keluarga Brineman yang sudah sepuh bahkan
bersedia menjadi kawan menghabiskan waktu ketika saya di Washington
untuk beberapa acara yang saya ikuti termasuk menghantar dan menjemput
dari stasiun Metro. Kami sekeluarga mengucapkan terima kasih atas
hubungan kekeluargaan dan persahabatan yang telah terjalin sejak 30 tahun
yang lalu saat saya masih di SMA 1 Negeri Medan ketika Kathy Bovill
melakukan penelitian Fulbright-nya untuk disertasi doktornya di Medan. Saat
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
29
di SMA dan menjadi responden penelitiannya, saya ingat betul bahwa Kathy
mengatakan bahwa suatu saat nanti saya akan mendapatkan beasiswa
Fulbright dan berangkat ke Amerika untuk bersekolah, terima kasih atas
dukungannya terhadap saya selama ini.
Sahabat-sahabat saya ketika bersekolah di Amerika Serikat, Janine Coye di
New York, Amerika Serikat, Nicole Leotaud di Trinidad dan Lou Kindschi di
Oregon, Wisconsin, Amerika Serikat yang sampai saat ini masih tetap
menjalin hubungan komunikasi yang intens dan menjalin persahabatan
walapun jarak jauh dan waktu memisahkan kami.
Sahabat saya Colleen Loughlin di Chicago yang telah tetap menjaga
hubungan baik kami sejak perkenalan kami dan komunikasi serta kunjungan
tetap kami jalankan walau waktu, jarak dan kesibukan membatasi kami.
Doa, bantuan serta kesabaran mendengarkan segala cerita tentang
pekerjaan dan cita-cita bersamalah yang membuat kami mampu
mempertahankan persahabatan ini.
Demikian juga keluarga besar Royden Hurlburt dan Sylvia Sofyan di
Bridgeport, Connecticut, Amerika Serikat, bahkan beserta keluarga Dr.
Sofyan Abdulilah di Medan. Hubungan persahabatan yang istimewa membuat
adanya kewajiban untuk saling mengunjungi setiap ada kesempatan bahkan
saya diberikan ruang dan pelayanan yang istimewa oleh sahabat saya Sylvia
ketika membutuhkan tempat untuk menyelesaikan pekerjaan nun jauh di
negara seberang. Pengertian mereka terhadap beban pekerjaan yang saya
bawa sehingga sering waktu untuk berlibur akhirnya dikorbankan karena
menunggu pekerjaan selesai, terima kasih Royden dan Sylvia untuk
persahabatan yang tidak dibatasi oleh jarak dan waktu selama ini.
Khusus untuk keluarga Prof. Regula Meier yang menerima saya dengan
kehangatan dan memberikan tempat yang sangat tenang dan kekeluargaan
di Norfolk, Virgina dalam setiap kunjungan saya ke Amerika Serikat. Dari
berbagai tempat yang saya kunjungi di berbagai belahan dunia, kunjungan
ke Norfolk selalu memberikan alasan untuk kembali karena kehangatan
penerimaan keluarga Prof. Meier.
Secara khusus saya mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar
Adhanto Hasibuan Wiatmadja Law Firm yang selama ini telah bersama-sama
melalui perjuangan dan kebersamaan untuk berkarya di kantor law firm
tersebut. Terima kasih atas pengertian dan kesempatan membagi
pengalaman menerapkan penegakan hukum dalam realita.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
30
Demikian juga berbagai kesempatan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak dalam rangka kerja sama bekerja, mengajar maupun meneliti dari:
a. USAID dan US Embassy di Jakarta dengan berbagai program selama ini
terutama semasa program Partnership for Economic Growth [PEG]
b. AUSAID & IALDF Australia: Prof. Tim Lindsey, Bapak Stewart Fenwick,
Ibu Terry Lamsihar
c. JICA Jepang: Bapak Sozaburo Kawata
d. ICL GTZ Jerman di Jakarta: Bapak Alfred Hannig dan Bapak Dr. Iur.
Soendoro Soepringgo
e. Japan Fair Trade Commission [JFTC] di Tokyo: Mr. Toshiyuki Nanbu & Mr.
Osamu Igarashi
f. US Federal Trade Commission di Washington DC, Amerika Serikat: Bapak
Timothy Hughes, Bapak Joel Schrag, Bapak Nick Franczyk, Bapak Markus
Meier, Bapak David Newman, Bapak Kenneth Davidson, Bapak David
Pender dan Ibu Maria Coppola Tineo
g. Asian Competition Forum di Hongkong: Dr. Mark Williams di Hongkong
Polytechnic School, Hongkong
h. Board of Asian Law Institute [ASLI] Conference di Singapore: Prof. Gary
Bell dan Prof. Alan Tan
i. The Asia Foundation di Jakarta: Bapak Douglas Ramage, Bapak Rod
Brazier dan Bapak Agus Loekman
j. USINDO di Washington DC: Ambassador [Ret] Al Laporta dan Bapak Tom
Spooner
k. Ibu Colleen Loughlin di Lexecon Chicago, Illinois, Amerika Serikat
l. US Consulate di Medan: Bapak David DiGiovanna dan Bapak Paul S. Berg
m. Organisasi American Field Service [AFS] Chapter Sumatera Utara, Ibu Ifa
Fachruddin dan kawan-kawan alumni AFS yang lain di Medan dan Jakarta
n. Friedrich Neumaan Stiftung di Jakarta: Bapak M. Husni Thamrin
o. Freedom Institute di Jakarta
p. PTPN III di Medan
q. PTPN IV di Medan
r. PT Bridgestone [Goodyear] di Pematang Siantar
s. PT Unilever Indonesia di Jakarta: Ibu Erna Sidhi Prasena
t. Badan Perlindungan Konsumen Nasional/YLKI: Ibu Indah Sukmaningsih
u. Rekan-rekan sejawat di ex Yayasan Rally Indonesia: Bapak Indrajit
Sarjono, Bapak Jeffrey JP, Bapak Elwin Siregar, Bapak John Lubis dan
Bapak Yanto Pasaribu, Bapak Elfino Tanjung dan Bapak Hendy Sibuea
Terima kasih yang tidak terhingga kepada kawan-kawan dari berbagai LSM
yang telah menjadi bagian dari kehidupan dan pengabdian saya sehari-hari.
Di tengah kesibukan berbagai aktivitas di kampus, maka dunia LSM tetap
memberikan peringatan kepada batin saya bahwa dengan keilmuan saya
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
31
harus tetap melihat ke bawah dengan hati nurani karena masalah rakyat,
masalah sosial, masalah kemanusiaan dan proses demokrasi merupakan
pekerjaan dan tanggung jawab kita. Hari ini secara pribadi saya
mengucapkan terima kasih atas kesediaannya mengajak sejak awal beberapa
tahun yang lau dan mengajarkan tentang dunia LSM yang sangat
memperkaya pengalaman dan batin, khususnya kepada sahabat saya Edi
Ikhsan SH, MA. Demikian juga kepada Deni Purba, Marasamin Ritonga serta
seluruh kawan-kawan di Pusaka Indonesia.
Saya berterima kasih kepada Bitra Indonesia yang telah memberikan
kesempatan periode yang kedua kalinya berkarya di Bitra bersama dengan
para pendiri Bitra [Sukirman, Job Purba, Sebastian Saragih, Wahyudi, dan
Sabirin]. Bitra dan seluruh kawan-kawan di Badan Pengawas [Ibu Rusdiana,
Ibu Lyestiani, Bapak Swaldi, Bapak Ir.Darun] telah menjadi bagian dari hidup
saya sejak tahun 2000 dan memperkaya pengalaman saya mengenai politik,
ekonomi, sosial, organisasi sekaligus jaringan yang telah terbangun melalui
interaksi di Bitra selama ini. Terima kasih saya kepada BPR Guna Rakyat di
Lubuk Pakam atas kesempatan membantu BPR. Terima kasih juga kepada
EED, INSUFA [Heinz & Gabrielle Fischer-Wilms dan Nelda Riskawaty] di Bali
atas beberapa kesempatan yang telah diberikan untuk menyumbangkan
pemikiran dan energi saya untuk dunia LSM.
Juga kepada kawan-kawan saya di Partnership for Business Competition:
Hamid Chalid [UI] dan Laode Syarif [UNHAS] yang kemudian menjadi
sahabat saya di bidang akademik serta Syarifuddin di UNHAS, Ayudha
Prayoga di LPEM FE-UI.
Untuk seluruh kawan-kawan yang berada di Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia [PSHK], Hukumonline dan LEIP yang selama ini menjadi
kawan intelektual dalam berbagai kegiatan dan telah memberikan akses
setiap saat kepada saya untuk melakukan kegiatan dan membangun jaringan
dan kerja sama bersama. Terima kasih yang khusus kepada Bivitri Susanti
dan Aria Suyudi, semoga kerja sama kita tetap akan berlanjut untuk masa
yang akan datang dalam rangka mendukung pembaruan hukum di
Indonesia.
Lembaga lain yang tidak terlupakan adalah Yayasan Sumber Hukum
Indonesia [Bapak Bobby Rahman] dan MAPPI FH-UI [Asep Rahmah Fajar,
Nissa Istiani, Desita Sari, Diah Lestari Pitaloka, Ali] yang telah memberikan
kesempatan bekerja sama dalam berbagai penelitian untuk membantu
Mahkamah Agung beserta Ibu Tuti Handayani, terima kasih atas kesempatan
melakukan pengabdian bersama-sama. Demikian juga untuk Ibu Wiwik
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
32
Awiati dari Tim Pembaruan Mahkamah Agung, terima kasih untuk
persahabatan dan kerja samanya.
Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih dari lubuk hati saya yang paling
dalam untuk seluruh staf di Program Studi Ilmu Hukum Magister S2 dan
Doktor S3 Sekolah Pascasarjana USU, Ketua Program Studi Prof.Dr. Bismar
Nasution, SH, MH dan Ibu Dr. Sunarmi, SH, MHum. Saya mohon maaf dan
pengertiannya bila ada karakter yang kurang berkenan selama menjalankan
tugas sehari-hari dan marilah kita bersama-sama bertekad untuk menjadikan
Program Studi Ilmu Hukum sebagai program terbaik di lingkungan Sekolah
Pascasarjana USU. Bila kita melakukannya bersama-sama, maka dengan
pimpinan Prof. Bismar Nasution, saya yakin kita akan berhasil dengan baik.
Secara khusus saya sampaikan terima kasih kepada Ir. Nurlisa Ginting, MSc
dan keluarga besar Prof. Dr. Bachtiar Ginting, MPH almarhum untuk
persahabatan yang telah terjalin selama ini. Lisa menjadi tetangga, kawan
sejak kecil dan sampai saat ini menjadi tempat bertukar pendapat, bertukar
pikiran, berseberangan pendapat bahkan berargumentasi. Saya berterima
kasih atas pengertiannya terhadap keresahan, kegelisahan, keletihan, cita-
cita serta pembelaannya terhadap saya dan kami membagi bersama
kebahagiaan dan kebanggaan untuk setiap peristiwa dalam hidup keluarga
kami. Semoga persahabatan ini dapat kami harungi lebih lama lagi.
Kepada Keluarga J.A. Ferdinandus, saya mengucapkan terima kasih atas
izinnya memberikan tempat sebagai anggota keluarga baik di Medan dan
terutama di Jakarta. Dari rumah di Pondok Indah setiap kali berangkat
menyelesaikan berbagai tugas di Jakarta dan saya selalu menemukan tempat
berteduh dengan rasa aman. Khusus untuk Suzy Ferdinandus yang
memberikan saya tempat dan waktu untuk berbagi cerita tentang tugas-
tugas saya dan dibarengi “perintah” agar saya berpikir lebih dalam tentang
makna hidup ini. Saya mengenang sahabat saya, dr. Alexander Ferdinandus
[alm] dan Carlo Warella untuk semua diskusi kami yang mendalam tentang
kehidupan dan persabahatan yang telah kami pelihara di berbagai tempat
dan waktu. Tuhan Yesus yang Maha Baik yang akan membalas budi baik
bapak/ibu semuanya.
Dalam hidup ini, saya sangat beruntung bertemu dan berkenalan dengan
berbagai pihak yang bukan berasal dari dunia akademik. Mereka semualah
yang telah memperkaya hidup saya dengan berbagi pengalaman dan cerita
panjang tentang realita kehidupan di luar kampus. Saya menghaturkan
terima kasih untuk persahabatan serta keikhlasan menerima saya
sebagaimana apa adanya, dengan hormat saya sampaikan kepada:
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
33
a. Ibu Gusti Kanjeng Ratu Hemas di Yogyakarta
b. Ibu Nini Maramis & Bapak Sarwono Kusumaatmadja di Jakarta
c. Ibu Prof. Mieke Komar dari MA di Jakarta
d. Bapak Karel Ottens dan Ibu Mariaty Simatupang dan keluarga di Bandung
Dalam kehidupan saya yang penuh warna sejak kecil, di mana kami tumbuh
menjadi dewasa di Kampus USU membuat tidak ada hal lain yang saya lihat
sehari-hari kecuali rutinitas orang tua kami mengajar, ujian, buku, penelitian
dan membimbing mahasiswa. Para tetangga yang terpaksa maklum melihat
kenakalan kami ketika remaja, saya mohon maaf kami telah banyak
menyusahkan para orangtua kami. Masa kecil kami yang kompetitif di
bangku sekolah membuat hampir semua kami diterima di berbagai
universitas di Indonesia dan hari ini, saya berterima kasih karena beberapa
kawan saya dari masa kecil hadir menyaksikan pengukuhan ini [Ibu dr. Tetty
Hutabarat dan Ibu Dian Rachmawaty]. Khusus untuk Keluarga Liston Siregar,
Lisa, Juang dan Matta yang selalu memberikan tempat setiap saya
berkunjung ke London dan terima kasih untuk kesediaan Liston membantu
mempublikasikan beberapa tulisan/cerita pendek saya di www.ceritanet.com.
Juga kepada sahabat-sahabat saya yang selalu menyediakan waktu dan
senantiasa mendoakan saya dengan setia. Saya percaya bahwa segala
sesuatu yang kita raih adalah karena iman dan doa para sahabat. Terima
kasih juga karena secara rohani kawan-kawan telah membantu saya
menemukan jalan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Bila karena kesibukan
dan waktu yang memisahkan kami, tetapi saya yakin bahwa iman dan doa
tetap menjaga persahabatan kami:
a. Ibu DR. Cyccu Mariani Tobing, MSc dan keluarga
b. Ibu Norma & Nina Hutagalung dan keluarga
c. Ibu Drg. Minenda Bangun dan keluarga
d. Bapak Pendeta Ruddin Aruan
Bila Hillary Clinton mengatakan: “it takes a village to raise a child”,
sebaliknya saya menyampaikan bahwa: “it takes the whole society to raise a
child”. Saya yakin bahwa apa yang dicapai seseorang, apakah itu
keberhasilan atau kegagalan adalah produksi dan interaksi dengan
masyarakat yang ada di sekelilingnya. Untuk itu saya mohon maaf bila ada
kawan, sahabat, kolega, pihak yang terluput dari ucapan terima kasih yang
tidak saya ucapkan dalam acara pengukuhan ini. Dengan sejujurnya deretan
nama-nama yang alpa saya tuliskan di buku pengukuhan ini tidak
mengurangi rasa hormat dan terima kasih saya karena telah mendukung
perjalanan karier dan menjadi bagian hidup saya yang seutuhnya.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
34
Hadirin yang mulia,
Hari ini saya mengenang suatu percapakan di tengah keluarga kami sekitar
tahun 1980-an yang lalu. Ketika itu Bapak mendapat kesempatan untuk
melanjutkan studi Doktor di IKIP Malang. Suatu keputusan yang teramat sulit
dilakukan karena Bapak dengan tanggungan 8 orang anak yang sedang
kuliah dan bersekolah, sedangkan dengan pendapatan seorang dosen akan
sukar meninggalkan kami semua keluarganya di Medan. Maka dengan berat
hati akhirnya kesempatan itu ditolak Bapak. Saya menyadari diam-diam
Bapak menyimpan keinginan bahwa suatu hari nanti dia akan melihat salah
satu di antara kami anak-anaknya akan berhasil lebih dari apa yang sudah
dicapainya. Waktu itu ejekan dan hardikannya terasa sangat menyakitkan,
apalagi ketika menantang saya, apakah saya akan sanggup mendapat
beasiswa Fulbright ke Amerika Serikat seperti yang pernah diraihnya?
Sekarang saya sadari bahwa tantangannyalah yang kerap membuat saya
berpikir dan bekerja keras bahwa suatu hari nanti kelak, saya akan
mengalahkannya. Hari ini, bukan hanya beasiswa Fulbright saja yang telah
saya dapatkan, tetapi pengukuhan menjadi Guru Besar adalah suatu hadiah
untuk Bapak dan saya berharap bapak tahu bahwa saya berbuat lebih jauh
dari apa yang sudah ditantangnya hampir 25 tahun yang lalu. Jiwa pantang
menyerah, kecintaan terhadap buku, membaca dan menjadi seorang pekerja
keras adalah yang saya terima sebagai warisan dari Bapak. Semoga Bapak
dapat melihat kami semua berkumpul di hari yang bersejarah dalam
kehidupan keluarga besar kita.
Demikian juga kepada ibu saya, Siti Posma Nainggolan yang dengan sangat
penuh kesabaran setiap hari menghadapi karakter, kepribadian dan
keputusan-keputusan yang tidak pernah terduga yang saya lakukan.
Kesabaran untuk menunggu hari ini serta terutama doanya setiap hari adalah
rahmat Tuhan yang terbesar dalam hidup kami semua anak-anaknya.
Semoga Tuhan memberikan umur panjang dan kesehatan agar masih
diizinkan untuk tetap dapat bersama kami semua anak-anaknya.
Untuk seluruh keluarga kakak, abang, adik, ipar yang tetap memberikan
saya ruang, waktu serta pengertian menghadapi saya, terima kasih atas
kesabarannya. Terutama untuk seluruh keponakan yang memberikan
kebahagiaan dalam kehidupan saya. Terima kasih karena kehadiran dan
dukungan seluruh anggota keluarga besar Ompung Johannes Sirait dan
Keluarga Abang Freddi Sirait, sampai saya berhasil menjadi Guru Besar:
a. Kel. Dr. John G. Lubis, SpA & Dr. Sondang Maryutka Sirait, SpPK di
Jakarta
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
35
b. Kel. Ir. Mauritz Napitupulu & Dr. Susanty Natalya Sirait, SpM, MKes di
Bandung
c. Dra. Quarta Meyana Sirait di Bandung
d. Kel. M. Arif & Quinta Sirait di Medan
e. Drs. Prima Manggala Sirait di Jakarta
f. Gandha Wijaya Sirait, SIP di Medan
g. Kel. Daniel Situmorang & Bunbunan Sirait, SE di Medan
h. Kel. Liong Indra Salim di Medan
i. Kel. Karim Sitepu di Tebing Tinggi
Saya juga berterima kasih kepada dukungan keluarga besar Sirait yang hadir
hari ini dan dari keluarga ibu saya, Nainggolan. Puncak dari perjuangan
untuk sampai ke mimbar yang terhormat hari ini merupakan bukti bahwa
segala sesuatu yang saya raih adalah karena kasih dan karunia Tuhan
semata [Sola Gratia]. Terima kasih karena menjadi sahabat sejati dalam
perjalan hidup saya.
IV. Penutup
Akhirnya saya mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kesabaran
hadirin sekalian dalam mengikuti acara prosesi pengukuhan ini dan mohon
maaf bila ada yang alpa saya sebut atau tuliskan tetapi sejujurnya semua
orang-orang dalam kehidupan sayalah yang telah berjasa mengantarkan
saya sampai dikukuhkan sebagai Guru Besar hari ini.
Syalom, Tuhan memberkati, Amin.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
36
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala dan A.Chandrawulan, Masalah-Masalah Hukum Dalam
Perdagangan Internasional, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
Asch, Peter, Industrial Organization and Antitrust Policy, John Willey & Sons
Inc, Canada, 1983.
Bannock, Graham, et al., The Penguin Dictionary of Economics, 7
th
edition,
The Penguin Books, England, 2003.
Black, Henry Campbell., Black’s Law Dictionary, Defenition of the Terms and
Phrases of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern.,
St. Paul, Minnesota, West Publishing Co., 1990.
Blake, Harlan M. & William K.Jones, In Defense of Antitrust, Columbia Law
Review, Volume 65, March 1965, No.3.
Bork, Robert and Ward S. Bowman, The Crisis in Antitrust, Columbia Law
Review, Volume 65, 1965.
Bork, Robert H., The Antitrust Paradox, A Policy at War with Itself, Basic
Books Inc, New York, 1978.
-----------------, The Goals of Antitrust Policy, The American Economic
Review, Volume 57, Issue 2, Papers and Proceedings fo the Seventy-
ninth Annual Meeting of the American Economic Associations, May
1967.
Brewer, Anthony, Kajian Kritis, Das Kapital Karl Marx, Teplok Press,
November 1999.
Burgess, Giles Burges, Jr. The Economic of Regulation and Antitrust, Harper
Collins College Publishers, 1995.
Burke, T. et.all, Competition in Theory and Practice, Routledge, Chapman
and Hall, Inc, 1991.
Carlton, Dennis W. dan Jeffrey M.Perloff, Modern Industrial Organization,
Harper Collins, 1994.
Clay, Henry, World Development Report 2002.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
37
Easterbrook, Frank H., The Limits of Antitrust, Texas Law Review, Volume
63, 1984.
Flyin, John J. Antitrust Policy and The Concept of a Competitive Process,
New York Law School Law Review, 1990.
Fox,
Eleanor, Equality, Discrimination and Competition Law: Lessons from
and for South Africa and Indonesia, Harvard International Law
Journal, Volume 41, 2000.
---------------- Memorandum Kepada Pembuat Kebijakan di Indonesia,
paper tidak dipublikasikan, 1999.
Frances Hanks et all, A Competition Law For Indonesia, Report for the Elips
Project of the Coordinating Ministry for Economy, Finance and
Development Supervision of the Republic Indonesia, Maret 1996.
Fukuyaman, Francis, Trust, The Social Virtues and The Creation of
Prosperity, Free Press Paperbacks, 1995.
Gie, Kwiek Kian, Saya Bermimpi Jadi Konglomerat, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1993
------------------, Ekonomi Indonesia dalam Krisis dan Transisi Politik, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1999.
Glossary of Industrial Organization Economics and Competition Law, English
Version, OECD, Paris, 1996.
Harian Kompas, Arah APEC Pada Pertemuan Puncak 2004 di Chille, 9
November 2004.
Harian Kompas, ASEAN Berencana Menjadi “Pasar Tunggal”. 7 October
2003.
Harian Kompas, Deklarasi APEC dari Waktu ke Waktu, 9 November 2004.
Harian Kompas, Demokrasi Tak Sekedar Mengubah Konstitusi, 29 Desember
2004.
Harian Kompas, Fokus Kebijakan Ekonomi Pemerintah Perlu Lebih
Dipertajam, 19 Agustus 2006.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
38
Harian Kompas, Pemerintah Habibie Menggolkan 69 Undang-undang, 24
September 1999.
Harian Kompas, Prospek Perekonomian Global 2004, 16 Januari 2004.
Harian Suara Merdeka, Reformasi Ekonomi Dimulai 1 Februari, 21 Januari
1998.
Hill, Hal, Indonesia’s New Order. The Dynamics of Socio-Economic
Transformation, Allan &Unwin, St.Leornards, 1994.
Hill, Hall, The Indonesian Economy, Cambridge University Press, 2
nd
Edition,
2000.
Hovenkamp, Herbert, Distributive Justice and The Antitrust Laws, 51 George
Washington Law Review, November 1982.
Kartee, Wolfgang et al., Undang-undang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, GTZ, Deperindag dan Lembaga
Pengkajian Hukum Ekonomi UI, 2000.
Katz, Avery Wiener, Foundations of the Economic Approach to Law, Oxford
University Press, 1998.
Khemani, R. Shyam, A Framework For the Design and Implementation of
Competition Law and Policy, World Bank, Washington DC, USA &
OECD, Paris, tanpa tahun.
Klodt, Henning, Jalan Menuju Tatanan Persaingan Global, Disunting oleh
Institut Liberal Friedrich-Naumann-Stiftung, Volume 10, 2003.
Kotler, Philip, Somkid Jatuspiritak and Suvit Maesincee, The Marketing of
Nations, A Strategic Approach to Building National Wealth, The Free
Press, 1997.
Lambsdorff, Otto Graf, Kebebasan – Obat Paling Mujarab Melawan
Kemiskinan, Seri Makalah Berkala, Liberales Institute, Friedrich
Naumann Foundation, 2004.
Lande, Robert H., Chicago’s False Foundation: Wealth Transfers [Not Just
Efficiency] Should Guide Antitrust, Antitrust Law Journal, Volume 58,
1989, hal. 631.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
39
--------------------, Proving The Obvious: The Antitrust Laws Were Passed to
Protect Consumers [Not Just To Increase Efficiency], 50 Hastings Law
Journal, April 1999.
--------------------, Wealth Transfer as the Original and Primary Concern of
Antitrust: The Efficiency Interpretation Challenged, Hasting Law
Journal, Volume 34, 1982.
Lane, Jan-Erik & Svante Ersson, Comparative Political Economy: A
Development Approach, PINTER 1997.
Main, Robert S. & Charles W.Baird, Elements of Microeconomics, West
Publishing Company, 1981.
Mallarangeng, Rizal, Mendobrak Sentralisme Ekonomi, Indonesia 1986-
1992, Kepustakaan Popular Gramedia bekerjasa sama dengan
Freedom Institute, 2004.
Mansfield, Edwin, Principles of Microeconomics, WW Norton & Company,
New York, 3
rd
Edition, 1980.
Mead,
John W. Pengantar Umum Hukum Ekonomi, Elips, 1997.
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, BPFE Jogjakarta, Edisi Pertama,
2000.
Nicolaidis, Kalypso & Raymond Vernon, “Competition Policy and Trade Policy
in the European Union,” in Global Competition Policy, Institute for
International Economics, Washington DC, December, 1977.
Ormerod, Paul, The Death of Economics, John Wiley & Sons, Inc.
Pangestu, Mari et al., Indonesia dan Tatanan Ekonomi Global, Centre for
Strategic and International Studies, Jakarta, 2003.
Pierce, Jr Richard, & Ernest Gellhorn, Regulated Industries in a Nutshell,
West Group, St. Paul Minnesota, 1999.
Pigou, A.C, The Economics of Welfare, 4
th
edition, Mac Millan, London, 1932.
Porter, Michael E., Competitive Strategy, The Free Press, London, 1980.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
40
Posner, Richard A., The Economic of Justrice, Harvard University Press,
1983.
Ramli, Rizal, “Deregulasi: Suatu Evaluasi Kritis”, Kertas Kerja, Center for
Policy and Impementation Studies, 27 Februari 1993.
Rawls, John, A Theory of Justice, Harvard University Press, 2005.
Raworth, Philip & Linda C. Reiff, The Law of the WTO, A Final Text of the
GATT Uruguay Round Agreements, Summary, Oceana Publications
Inc, 1995.
Samuelson, Paul. A. & William D.Nordhaus, Economics, Irwin McGrath Hill,
International Edition, 1998.
Scherer, F.M., Competition Policies for an Integrated World Economy, The
Brookings Institution, Washington DC, 1994.
Schwarz, Adam, A Nation in Waiting, Indonesia in the 1990s, Westview
Press, 1995.
Seth, Manisha M.Formulating Antitrust Policy in Emerging Economies, 86
Georgetown Law Journal, November 1997.
Shauki, Achmad,”Masalah Persaingan di Indonesia” paper pada Seminar
FEUI “Sumbangan Pemikiran FEUI pada Reformasi dan Pemulihan
Ekonomi,” November 1998.
Smith, Adam, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nations, London, George Routlege, 1900.
Sobri, Ekonomi Internasional, Teori, Masalah dan kebijaksanaannya, BPFE
UII Jogjakarta, 1997.
Song, Bing, Competition Policy in Transitional Economy: The Case of China,
Stanford Journal of International Law, Volume 31, 1995.
Source, World Economic Forum, Global Competitiveness Report, October,
2004.
Stigler, George, Perfect Competition, Historically Contemplated, The Journal
of Political Economi, Volume 65, Issue 1, Februari, 1957.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
41
Stigliz, Joseph, The Roaring Nineties, Penguin Books, 2003, hal. 202 – 240.
Sullivan, E.Thomas & Jeffrey L.Harrison, Understanding Antitrust and Its
Economic Implications, Mathew Bender & Co, Inc, 1998.
Sullivan, Lawrence A & Warren S. Grimes, The Law of Antitrust: An
Integrated Handbook, West Group, St.Paul Minn, 2000.
Team Freedom Institute, Memperkuat Ekonomi Pasar, Usulan Agenda Kerja
100 Hari Pemerintahan Baru, Freedom Institute & Friedrich Neumann
Stiftung, October 2004.
The Jakarta Post, APEC Summit 2004 and Regional Trade Agreements,
Thursday, 23 November 2004.
Trebilcock, Michael J. and Robert Howse, The Regulation of International
Trade, Routletge, London, 1995.
Wheelan, Charles, Naked Economics, Undressing The Dismal Science, W.W.
Norton and Company, London, 2002.
Wie, Thee Kian, Pembangunan, Kebebasan dan Mukjizat Orde Baru, Esai
Esai, Freedom Institute dan Kedutaan Besar Denmark, 2004.
Williamson, Oliver E., Allocative Efficiency and the Limit of Antitrust,
American Economic Review, Issue 2, Papers and Proceedings of the
Eighty first Annual Meeting of the American Economic Association,
May 1969.
------------------------, Economies as an Antitrust Defense: The Welfare
Tradeoffs, The American Economic Review, Volume 58, Issue 1 Mar
1968.
Wilson, James Soemijantoro, Why Foreign Aid Fails: Lessons from
Indonesia’s Economic Collapse, Law and Policy in International
Business, Volume 33, Number 1, Fall 2001.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
42
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama : Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI
NIP : 131 835 567
Pangkat : Pembina/IVa
Tempat/Tgl. Lahir : Bandung, 17 Januari 1962
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : [Alm.] Drs. Bistok Sirait, MSc
Nama Ibu : Siti Posma Nainggolan
Nama Saudara : Dr. Sondang Maryutka Sirait, SpPK
Dr. Susanty Natalya Sirait, SpM, MKes
Dra. Quarta Meyana Sirait
Quinta Sirait
Drs. Prima Manggala Sirait
Gandha Wijaya Sirait, SIP
Bunbunan Sirait, SE
Alamat : Taman Setia Budi Indah, Block G – No. 76,
Medan 20132, Sumatera Utara, Indonesia
Kantor : Program Doktor [S3] Ilmu Hukum,
Jalan Abdul Hakim No. 4, Kampus USU,
Medan 20154
Jabatan : Sekretaris, Program Doktor [S3] Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana USU
B. PENDIDIKAN
1. Lulus SD Perguruan Kristen Methodist, Medan tahun 1973.
2. Lulus SMP Perguruan Kristen Methodist, Medan tahun 1976.
3. Lulus SMA Negeri 1 Medan, tahun 1980.
4. Memperoleh Diploma Year 12 Certificate dari Copland College,
Canberra Australia tahun 1981 dalam Program AFS.
5. Memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum USU tahun
1987.
6. Mendapat beasiswa dari Elips program dan memperoleh gelar Master
of Legal Institution dari Law School University of Wisconsin, Madison,
Amerika Serikat pada tahun 1996.
7. Mendapat Beasiswa dari Fulbright Scholarship Researcher di
University of Wisconsin pada bulan Oktober 2000 – Mei 2001.
8. Memperoleh gelar doktor dalam bidang ilmu hukum dari Program
Doktor [S3] Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU pada tahun 2003
dengan predikat Cum Laude.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
43
C. PEKERJAAN
1. Dosen, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sejak tahun
1989 s.d. sekarang, mengajar mata kuliah Organisasi Internasional,
Transaksi Bisnis Internasional, Kontrak, dan Hukum Persaingan
Usaha.
2. Dosen, Program Studi Ilmu Hukum [S2] Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2001 s.d. sekarang,
mengajar mata kuliah Hukum Perusahaan, Kontrak, Transaksi Bisnis
Internasional, Hukum Persaingan Usaha, Hukum Perlindungan
Konsumen.
3. Dosen, Program Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara
sejak tahun 2001 s.d. sekarang, mengajar mata kuliah Hukum Bisnis.
4. Dosen, Program Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, sejak tahun 2002 s.d. sekarang, mengajar Hukum
Perusahaan dan Kontrak.
5. Dosen, Program S2 Master Akuntansi, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, sejak tahun 2004 – sekarang, mengajar
mata kuliah Etika Bisnis.
6. Partner pada AHW Law Firm sejak tahun 1998 – sekarang.
7. Konsultan Senior paruh waktu pada International IDEA sejak Januari
2004 – Agustus 2006.
8. Sekretaris Program Doktor [S3] Ilmu Hukum, Sekolah Pascasarjana
USU, Desember 2005 – sekarang.
D. PENELITIAN
1. Penelitian tentang Eksistensi dan Efektivitas Organisasi Internasional
di Medan [Studi Kasus AFS], Lembaga Penelitian USU, 1992.
2. Penelitian APEC, APEC dan prospeknya di Masa Depan, Lembaga
Penelitian USU, 1995.
3. Penelitian, Prospek Gerakan Non Blok di Masa Depan, Lembaga
Penelitian USU, 1995.
4. Penelitian Prostitusi Anak di Medan, Lembaga Penelitian USU, 1997.
5. Penelitian Kesiapan Pelaku Usaha Menghadapi UU Larangan Praktek
Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat No.5/1999 di 5 Kota Besar
di Indonesia, Partnership of Business Competition & Georgetown
University, Washington DC, Medan 2000.
6. Penelitian tentang Major Market in Film and Cooking Oil in 5 Cities in
Indonesia, Partnership of Business Competition & Georgetown
University, Washington DC, Medan, 2000.
7. Penelitian tentang Perilaku Asosiasi Pelaku Usaha, Universitas
Sumatera Utara, 2002.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
44
8. Penelitian/Senior Researcher, AUSAID, Mahkamah Agung, KPPU &
Partnership for Business Competition Rancangan Peraturan
Mahkamah Agung [Perma] Nomor 01 Tahun 2003 tentang Tata Cara
Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU.
9. Penelitian Rancangan Perda untuk Pengadaan Barang, Partnership
for Governance Reform, Medan Office, 2003.
10. Penelitian Penelitian Rancangan Perda untuk Koperasi, Dinas
Koperasi, Mei 2004.
11. Ketua Tim/Senior Researcher, JICA – Mahkamah Agung, YSHI &
MAPPI Untuk Teknis Administrasi dan Teknis Yudisial atau Buku I, II,
& III Mahkamah Agung, Oktober 2004 – Februari 2006.
12. Ketua Tim/Senior Researcher, IALDF – AUSAID & Mahkamah Agung,
YSHI Peraturan Mahkamah Agung [Perma] No.1/2006 tentang Tata
Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK [Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen] September 2005 – Desember
2005.
13. Penelitian Tim Kajian UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan,
USU, UI, UNPAD, UGM & UNHAS & Menko Ekuin, Juli 2006.
E. PUBLIKASI [BAHAN PENGAJARAN]
1. Pengantar Ilmu Negara, Fakultas Hukum USU, 1991 – untuk
kalangan sendiri.
2. Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Fakultas Hukum USU,
1992 & 1997 – untuk kalangan sendiri.
3. Hukum Lingkungan, untuk kalangan sendiri, Fakultas Hukum USU,
2000.
4. Hukum Perusahaan untuk kalangan sendiri, Program Magister [S2]
Ilmu Hukum & Program Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera
Utara, 2004.
5. Hukum Persaingan Usaha, untuk kalangan sendiri, Program Magister
[S2] Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2004.
6. Kontrak Bisnis Internasional, untuk kalangan sendiri, Program
Magister [S2] Ilmu Hukum dan Program Magister Kenotariatan,
Universitas Sumatera Utara, 2004.
7. Transaksi Bisnis Internasional, untuk kalangan sendiri, Program
Magister [S2] Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2004.
8. Hukum Perlindungan Konsumen, untuk kalangan sendiri, Program
Magister [S2] Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2004.
9. Etika Bisnis, untuk kalangan sendiri, Program Magister Akuntansi,
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
45
F. PUBLIKASI [BUKU, JURNAL, DAN TULISAN LAIN]
1. Asosiasi Pelaku Usaha dan Perilakunya, Jurnal Hukum Bisnis, Volume
19, Mei – Juni 2002.
2. Penegakan Law No.5/1999 dan Kepastian Hukum Bagi Pelaku Usaha,
Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Januari – Februari 2003.
3. Asosiasi Pelaku Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Buku,
September 2003.
4. Peran Lembaga Peradilan Dalam Menangani Perkara Persaingan
Usaha, Buku, ditulis bersama dengan beberapa penulis lainnya, PBC
2003.
5. Menjual Rugi [Predatory Pricing] Analisisnya Menurut UU No.5/1999,
Jurnal Hukum Bisnis, Volume 23, April 2004.
6. Hukum Persaingan di Indonesia dan UU No.5/1999, Buku, Oktober
2004.
7. Berbagai Aspek Mengenai Hukum Persaingan, Kumpulan Tulisan –
Buku, Oktober 2004.
8. Asosiasi Pelaku Usaha dan Kegiatannya Dalam Aturan Hukum
Persaingan, Program Magister Hukum Sekolah Pascasarjana USU,
Volume 01, No.1 Tahun 2005.
G. PELATIHAN DAN PROGRAM BELAJAR LAINNYA
1. Summer Training in the American Political System, Southern Illinois
University at Carbondale, June – August 1993, International Visitor
Program, USAID & USIS.
2. Introduction to American Law, UC Davis, CA USA, 9 July – 5 August,
1995.
3. Advance USA Law Program, UC Davis, CA USA, 6 – 19 August, 1995.
4. Advance USA Law Program, The Global Trading System: Substance
and Dispute Resolution, 11 – 24 August, 1996.
5. Training on Legal Research Methodology, University of Wisconsin,
July – August, Summer, 2003.
H. WORKSHOP/SEMILOKA, KONFERENSI, SEMINAR, DISKUSI
1. Peserta, 50
th
Anniversary, Antitrust Spring Meeting, Washington DC,
April 2002.
2. Peserta, Fordham Corporate Law Institute, 27
th
Annual Conference of
International Law & Policy, New York, October, 2000.
3. Peserta, 1995 International Law Weekend, Emerging Markets:
Technological and Geographic, 28-29
th
, July 1995, San Francisco, CA
USA.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
46
4. Peserta, National Women Law Student’s Association [NWLSA]
conference, February 29
th
– March 3, 1996, Madison, WI USA.
5. Peserta, Workshop on Alternative Dispute Resolution, Association of
American Law Schools, January 4
th
, 1996, San Antonio, Texas, USA.
6. Peserta, Workshop on Public Private Partnership Against Corruption,
Manila, Philiphines, 2 October 1999, USAID & Management System
International.
7. Pembicara, American Studies, USU & USIS, Medan, May 1994.
8. Pembicara, American Studies, USU & USIS, Medan, November 1994.
9. Moderator, Seminar on the Intellectual Property Right, USU, WIPO &
UNDP, Medan 1990.
10. Moderator, Seminar on the American Political System, USU & USIS,
Medan 1994.
11. Peserta, Workshop with Persahi, May 1990, Medan.
12. Moderator, Workshop for Teaching Method, Medan, April 1995, Elips
& USU.
13. Penyelenggara/Peserta, Scenario Building, Berastagi, Agustus 1999,
Komnas HAM & Bitra.
14. Moderator & Peserta untuk beberapa kegiatan seminar dan diskusi
dalam kerja sama dengan berbagai lembaga seperti Bitra, LAAI,
GMKI, HMI, ISWI, KOHATI, dan lain-lain.
15. Pembicara/Fasilitator, Yayasan Sada Ahmo, Capacity Building,
Medan, 21-24 Oktober 2002.
16. Pembicara, UU Yayasan dan Implementasinya di Organisasi, Bitra,
Medan 4 November 2002.
17. Pembicara untuk beberapa kegiatan [seminar, workshop]
Partnership for Governance Reform di Medan dari tahun 2002 –
2004.
18. Moderator untuk beberapa kegiatan [seminar, workshop] Partnership
for Governance Reform di Medan dari tahun 2002 – 2004.
19. Pembicara, UU Hukum Perusahaan No.1/1995 untuk SP BUN, PTPN
IV Medan, 20 Januari 2004.
20. Pembicara, UU Hukum Perusahaan No.1/1995 dan Good Corporate
Governance, SP BUN, PTPN III Medan, Juli, 2004.
21. Peserta, Half Day National Conference - Why is DPD so Important for
the 2004 General Election? Jakarta, 27 Januari, 2004
22. Fasilitator, Workshop “Election Strategies for Women Candidates to
the DPD” on 27 – 29 Januari, Jakarta, 2004.
23. Fasilitator, Designing Draft Interim Standing Orders [ISOS] For the
DPD, & International IDEA and MPR Secretariat, Maret 2004.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
47
24. Pembicara, Paper: The 1
st
Inaugural ASIAN Law Institue [ASLI
Conference] on “The Development of Indonesia’s Competition Law
and Its Challenges Ahead, Mei, 2004.
25. Fasilitator, International IDEA, To support the Women’s Caucus
already established by the elected women members of the DPD,
Jakarta, 20 Juni 2004.
26. Fasilitator, International IDEA, Induction of new DPD members and
Development of DPD – Regional Autonomy Body – Induction Course,
Hotel Hilton Jakarta, Juni 2004.
27. Fasilitator, International IDEA, Workshop for Financial and Budget
Role of DPD, Bogor, Maret 2005
28. Fasilitator, International IDEA, Workshop for Financial and Budget
Role of DPD, Bogor, April 2005
29. Kunjungan Belajar [Study Visit] ke NCOP in Cape Town &
Johannesburg, Afrika Selatan dengan DPD – RI & International IDEA,
April 2005.
30. Pembicara, Paper: The 2
nd
ASIAN Law Institue [ASLI Conference] on
“The Importance of Competition Law in Indonesia’s Transition to
Market Economy System”, Mei, 2005.
31. Fasilitator, International IDEA, Workshop for Financial and Budget
Role of DPD, Bogor, Mei 2005.
32. Fasilitator, International IDEA, Workshop for Effective
Communications Between DPD, DPRD and Provincial Government,
Medan, 9 – 12 Agustus 2005.
33. Fasilitator, International IDEA, Workshop for Effective
Communications Between DPD, DPRD and Provincial Government,
Balikpapan 1 – 3 Oktober 2005.
34. Moderator, Seminar USU & DEPLU, “Introducing Opportunities to
Work at the International Organizations” Medan, 17 November 2005.
35. Fasilitator, International IDEA, Workshop for Effective
Communications Between DPD, DPRD and Provincial Government,
Lombok, NTB, 25 – 27 November 2005.
36. Kunjungan Belajar [Study Visit] ke Senat Australia dengan DPD – RI,
dan International IDEA, Canberra, Australia, 3 – 9 Desember 2005.
37. Peserta, Workshop Bentuk Hukum Implementasi UU No.7 tahun
1994, Komite Anti Dumping Indonesia, Dept. Perdagangan RI, Hotel
Bidakara, 21 Desember 2005, Jakarta.
38. Fasilitator, Hearing Inquiries, DPD RI on implementation of national
budget and planning for draft budget next year, Cirebon, 16 – 18
Maret 2006.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
48
39. Fasilitator, Hearing Inquiries, DPD RI on implementation of national
budget and planning for draft budget next year, Palembang, 4 – 7
April, 2006.
40. Fasilitator, Hearing Inquiries, DPD RI on implementation of national
budget and planning for draft budget next year, Ternate, Maluku
Utara, 24 – 27 April, 2006.
41. Peserta, Workshop Penyebaran Informasi Safeguard, KPPI, Fakultas
Hukum USU, Disperindag, Medan, Hotel Tiara, 9 Mei 2006.
42. Pembicara, Workshop tentang Demokratisasi Yayaswan, dengan
Yayasan Trukadjaya, EED & Partners, Salatiga, 15 – 17 Mei, 2006.
43. Pembicara, Paper: The 3
rd
ASIAN Law Institute [ASLI Conference]
on “The Development of Law in Asia: Convergence versus
Divergence?” on the paper: “The Role of Judiciay in Competition Law
Enforcement: Experience from Indonesia”, Shanghai, China, 26 May
2006.
44. Peserta, Seminar: “Sinergi Membangun Rezim Anti Pencucian Uang
yang Efektif di Indonesia [Money Laundering Seminar], Medan, 7
Juni 2006.
45. Pembicara, Workshop on Democratization on Yayasan Law, dengan
Lembaga Petrasa, Medan, 24 Juni 2006.
46. Peserta, National Seminar on Anti Money Laundering, Program S3
Ilmu Hukum USU, Medan 15 Juli 2006.
47. Pembicara/Trainer untuk Tim Building, Pelatihan Supervisor &
Mentor Sejajaran Polda Sumut, Medan, 14 – 19 Juli 2006.
48. Narasumber, Pertemuan INSUFA & Contact Person, Bali, 27 – 28 Juli
2006
49. Fasilitator, Peluncuran Rekomendasi PAH IV DPD-RI kepada Publik,
Jakarta, 22 Agustus 2006.
I. PENELITIAN, PELATIHAN, SEMINAR TENTANG HUKUM
PERSAINGAN USAHA
1. Panelis, Drafting Indonesian Competition Law with Asia Foundation,
Pupuk, Bitra, Pirac and Waspada Daily, Medan, August, 1998.
2. Peserta, Seminar on Drafting Indonesian Competition Law with Asia
Foundation, Pupuk, Bitra, Pirac, November, Jakarta 1998.
3. Peserta, Training for Trainers on the Competition Law and Policy, Bali
June 27
th
– July 10
th
, 1999, Partnership for Economic Growth, Elips
and USAID.
4. Penulis dan Editor, Laporan Penelitian Mengenai Persaingan Usaha
dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, Elips Project, February
2000.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
49
5. Anggota Tim Peneliti & Penerjemah, USAID Project on “Indonesian
Competition Policy”, December 1999.
6. Peneliti, Research on the Business Actor’s Awareness of the New
Indonesian Competition Law, Partnership of Business Competition &
Georgetown University, Washington DC, 2000.
7. Pembicara untuk berbagai diskusi dan talk show dengan GKPB,
Radio, KADIN Mengenai UU Hukum Persaingan di Indonesia, 1999.
8. Pembicara, Seminar Indonesian Competition Law & Small Medium
Business, Medan, September 1999, Asia Foundation & Bitra.
9. Pembicara, Seminar on the Indonesian Competition Law & Small
Medium Business, Palembang, October 1999, Asia Foundation &
Yayasan Kaffah.
10. Peserta, Training for Economic Law & Competition Law Issues,
August 3 – 16, 2002, DAAD & German Embassy, Hotel Mandarin,
Jakarta.
11. Pembicara, Law Enforcement for Law No.5/1999, Monopoly Watch,
Jakarta, 5 November 2002, Hotel Shangri La, Jakarta.
12. Peserta, Asean Conference on Fair Competition Law & Policy in the
Asean Free Trade [AFTA], Bali, March 2003.
13. Pembicara, Perma Draft for Law No.5/1999, Hotel Shangri La
Jakarta, April 2003.
14. Pembicara, Pertemuan Kajian Undang-Undang No.5/1999 & KPPU
Jumat, 10 Oktober 2003, Hotel Horison, Jakarta.
15. Pembicara, Trainer & Narasumber, Fact Pattern Workshop for KPPU
staff & investigators, Elips Project, KPPU & US Federal Trade
Commission, Jakarta 16 – 19 Maret 2004.
16. Pembicara, Training for Judges for Indonesian Competition Law,
Supreme Court & Federal Court of Australia, Bali 3 – 4 Februari
2004.
17. Pembicara, Training for Judges for Indonesian Competition Law,
Supreme Court & Federal Court of Australia, Medan 16 – 17 Februari
2004.
18. Peneliti, Guideline Pasal 14 tentang Integrasi Vertikal, UU No.5/1999
dengan KPPU, Maret 2004.
19. Pembicara, Training for Supreme Court Judges for Indonesian
Competition Law, Supreme Court & US Federal Trade Commision &
USAID, Jakarta 19 April 2004.
20. Pembicara, Training for Judges for Indonesian Competition Law,
Supreme Court Research & Development Department, Medan 17 Mei
2004.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
50
21. Pembicara, Training for Judges for Indonesian Competition Law,
Supreme Court & US Federal Trade Commission, Jakarta 8 Juni
2004.
22. Pembicara, KPPU & Brawijaya University for Training for East Java
Judges on Competition Law and Law No.5/1999, Agustus 2004.
23. Pembicara, PT Unilever Compliance Manual for Competition Law and
Law No.5/1999, Jakarta Agustus 2004.
24. Pembicara, PT Semen Andalas Indonesia, Compliance Manual for
Competition Law and Law No.5/1999, Jakarta, 20 September 2004.
25. Penulis, Association and Its Anticompetitive Behavior, Buku, Oktober
2003
26. Penulis, Indonesian Competition Law and Law No.5/1999, Buku, Juli
2004.
27. Penulis, Berbagai Aspek Mengenai Hukum Persaingan, Kumpulan
Tulisan, Agustus 2004.
28. Peserta, Competition Policy and for Development, The Role of
Competition Agency and the Judiciary in the Implementation of
Competition Law, UNCTAD & KPPU, Bogor 25 – 26 November 2004.
29. Peserta, Meeting with Supreme Court, KPPU and UNCTAD on “The
Role of Competition Agency and the Judiciary in the Implementation
of Competition Law”, Bogor 27 November 2004.
30. Peserta, The Asian Competition Law Forum, KPPU & JFTC, OECD,
Bogor, May 2005.
31. Pembicara, Paper for Program on Competition Law Enforcement for
Asian Countries [ASCL] in Tokyo from April 18 – 22, 2005.
32. Training for Competition Law in Industrial Organization – Tokyo,
JFTC April 2005.
33. Pembicara, Paper on Indonesian Competition Law, ASLI Conference,
Bangkok, May 25 – 27, 2005.
34. Pembicara, Paper, Competition Policy and Law Conference,
Implementing Competition Regimes in Asia: Challenges and
Opportunities [Experiences From Indonesia] Hong Kong, December
12, 2005.
35. Reviewer, Drafting Law No.5/1999 Amendment with KPPU, Medan 9
Januari 2006.
36. Peserta, Judges Training with JFTC, JICA and KPPU, Cikarang, March
20 – 21, 2006.
37. Pembicara/Tutor Judges Training with KPPU, Supreme Court of
Republic of Indonesia, GTZ, Makassar, April 27 – 28, 2006.
38. Peneliti, KPPU Guidelines for Article 19 d, Law No.5/1999, May –
September 2006.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
51
39. Pembicara, Workshop for Young Journalist [7
th
], Cooperation
between Freedom Institute, GTZ, Friedrich Naumann Stiftung, Lido
Lake, Sukabumi, June 9 – 11, 2006.
40. Peserta, Judicial Training – Seminar for Judges on Competition Law
and Policy, GTZ, KPPU & UNTACD and Supreme Court of Republic of
Indonesia, Le Meridien in Bali, June 13 – 14, 2006
41. Peserta, 2
nd
ASEAN Conference on Competition Policy & Law, Le
Meridien, UNCTAD, KPPU, USAID, GTZ, Friedrich Naumann Stiftung,
New Zealand Economic Development in Bali, June 14 – 16, 2006.
42. Peserta, Judges Training for Law No.5/1999, GTZ & Mahkamah
Agung, Bali, 31 Juli – 1 Agustus 2006.
43. Pembicara, Kunjungan Prof. Joachim Bornkamm, ICL GTZ di
Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, 3 Agustus 2006.
44. Pembicara, Judicial Training on Standard of Proof of Competition Law
Infringements, JICA & Japan Fair Trade Commission [JFTC] & KPPU,
Karawaci, Tangerang, 29 – 30 Agustus 2006.
J. PENGALAMAN/RIWAYAT PEKERJAAN
1. PT Caltex Pacific Indonesia, Medan Office, 1985.
2. Beca Worley International, Medan Power Project with PLN, 1986 –
1987.
3. Medan Urban Transport Project, 1987 – 1989.
4. General Affairs, Yayasan Rally Indonesia.
5. AHW Consultant and Law Office, 1998 – sekarang.
6. Konsultan World Bank untuk KPPU Strategic Planning, Februari – April
2003.
7. Konsultan UNCTAD untuk KPPU Country Review for Indonesia
Competition Law [Law No.5/1999], Juni 2004.
8. Konsultan Paruh Waktu, International IDEA Senior Project Consultant,
Januari 2004 – Agustus 2006.
K. ORGANISASI DAN KEGIATAN SOSIAL LAINNYA
1. American Field Services, Alumni & Board for Medan Chapter, 1981 –
sekarang.
2. Sekretaris, Departemen Organisasi dan Lembaga, [ADI] 1999 –
2005.
3. Anggota, Yayasan Persahabatan Indonesia – Amerika, 1998 –
sekarang.
4. Anggota Badan Warisan Sumatera BWS, 2002.
5. Ketua Badan Pengawas Yayasan Bitra Indonesia [LSM], 2002 – 2010.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
52
6. Pendiri Yayasan Pusaka Indonesia [LSM], 2001 – sekarang.
7. Pendiri/Team Coach USU Jessup Moot Court, 2003 – sekarang.
8. Menulis cerita pendek/Free Lance di www.ceritanet.com
9. Menulis cerita pendek dan menerbitkan buku bersama dengan penulis
lainnya “Keping Kenangan – Kumpulan Memoar Orang Biasa”,
Penerbit Ceritanet.com, 2004.
Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Internasional
53