Apa yang terjadi bila nilai-nilai pancasila tidak dijalankan dalam kehidupan sehari-hari

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paska era Reformasi, yang ditandai pencabutan Tap MPR tentang P-4 [Pendidikan, penghayatan dan Pengamalan pancasila] membuat Pancasila tidak lagi digdaya. Tak ada lagi pembekalan penanaman nilai Pancasila untuk siswa baru di sekolah-sekolah. Mata pelajaran Pancasila pun digabung dalam PKn [Pancasila dan Kewarganegaraan] dengan jumlah jam yang terbilang sedikit. Akibatnya nilai Pancasila tidak tertanam dan diamalkan dengan baik oleh generasi muda.

Saat ini pemahaman Pancasila yang dimiliki anak-anak sekarang terindikasi sangat minim. Hal itu diungkapkan oleh Anggota DPD RI asalal DIY, Gusti Kanjeng Ratu Hemas di Balaidesa Pandowan Galur Kulon Progo, DIY  [3/6/2015] seperti dikutip Detiknews.

GKR Hemas menjelaskan, telah menjadi kesepakatan bersama bahwa Pancasila menjadi dasar Negara Republik Indonesia, namun saat pelajaran Pancasila mulai dihilangkan sejak reformasi tahun 1998, pemahaman anak-anak terhadap Pancasila sangat minim. Oleh karena itu, GKR Hemas ingin generasi muda dapat memahami arti penting Pancasila bagi masyarakat Indonesia.
” Indonesia saat ini sedang menghadapi problem yang besar yaitu pemahaman dan pengamalan Pancasila semakin menurun terutama generasi muda, sehingga masyarakat perlu diberi pemahaman mengenai pentingnya menjaga kesatuan Negara Indonesia,” tambah Hemas.

Lahirnya era Reformasi diikuti dengan keluarnya Tap MPR RI Nomor XVIII/MPR/ 1998 tentang Pencabutan Tap P-4. Dicabutnya ketetapan tentang P-4 [Pedoman Pelaksanaan dan Pengamalan Pancasila] tidak terlepas dari suasana batin kebangsaan saat itu yang menganggap bahwa pelaksanaan P-4 sudah mengalami distorsi. Anggapan ini muncul karena pada kenyataannya, teori-teori dalam P-4 berbeda jauh dengan pelaksanaan di lapangan.

Sejak diberlakukannya ketetapan ini, kita sempat “alergi” terhadap Pancasila, sebuah ideology yang kita sepakati berdasarkan amanat dalam Pembukaan UUD 1945. Sejak diberlakukannya ketetapan ini juga muncul berbagai wacana untuk mencari ideology baru pengganti Pancasila. Cara berpikir kita menjadi terbalik, kita menyalahkan Pancasila dan bukan manusia yang harus melaksanakan nilai-nilai yang ada pada Pancasila.

Persoalan muncul ketika reformasi disikapi secara berlebihan. Sosialisasi kewaspadaan nasional dituduh sebagai maneuver pemerintah untuk kembali pada cara Orde Baru dalam mengendalikan perpolitikan nasional yang bergaya indoktrinasi sehingga sebagian masyarakat alergi mendengar kewaspadaan nasional. Padahal, sejatinya kewaspadaan nasional adalah bentuk upaya pemerintah mengajak masyarakat bangsanya agar lebih waspada terhadap ancaman yang ada yang memengaruhi tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bahaya Pengabaian Pancasila

Saling bermunculannya modernisasi, globalisasi, menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Salah satu contoh dampak negatif yang kini sangat signifikan terlihat adalah mulai pudarnya rasa cinta Pancasila dan selalu mengamalkan dan menghayatkan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam pengamalan dan penghayatan pancasila kurang menjadi perhatian yang penting bagi kalangan remaja. Nilai-nilai pancasila dianggap kurang menarik untuk diterapkan, bahkan yang lebih parahnya lagi, remaja semakin mengarah kepada paham kebebasan yang sebebas-bebasnya. Seolah-olah mereka telah lupa memiliki dasar negara, pedoman hidup berupa pancasila.

Pengabaian terhadap Pancasila juga menimbulkan ancaman itu berasal dari luar dan dalam negeri. Misalnya yang terjadi saat ini seperti : Timbulnya konflik horizontal dan vertical serta konflik yang bernuansa politis, munculnya aksi-aksi terror yang dilakukan oleh kelompok tertentu, timbulnya disintegrasi bangsa dan munculnya dukungan internasional secara terselubung kepada kelompok separatis, meningkatnya sentiment keagamaan, kedaerahan, kesukuan, ego, sektoral, dan kepentingan kelompok dan tidak harmonisnya hubungan kemitraan dan komunikasi antara pemerintah dan legislatif.

Kondisi masyarakat saat ini dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ideologi Pancasila sangat mempengaruhi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan integritas NKRI di masa yang akan datang, karena penyelenggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia, Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat. Maksudnya adalah bahwa Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara yang makin hari makin perlu dipahami, dihayati dan diamalkan. Namun, kedudukan formal Pancasila yang sangat kuat tidak selalu sejajar dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sosial sehari-hari.

Page 2

Paska era Reformasi, yang ditandai pencabutan Tap MPR tentang P-4 [Pendidikan, penghayatan dan Pengamalan pancasila] membuat Pancasila tidak lagi digdaya. Tak ada lagi pembekalan penanaman nilai Pancasila untuk siswa baru di sekolah-sekolah. Mata pelajaran Pancasila pun digabung dalam PKn [Pancasila dan Kewarganegaraan] dengan jumlah jam yang terbilang sedikit. Akibatnya nilai Pancasila tidak tertanam dan diamalkan dengan baik oleh generasi muda.

Saat ini pemahaman Pancasila yang dimiliki anak-anak sekarang terindikasi sangat minim. Hal itu diungkapkan oleh Anggota DPD RI asalal DIY, Gusti Kanjeng Ratu Hemas di Balaidesa Pandowan Galur Kulon Progo, DIY  [3/6/2015] seperti dikutip Detiknews.

GKR Hemas menjelaskan, telah menjadi kesepakatan bersama bahwa Pancasila menjadi dasar Negara Republik Indonesia, namun saat pelajaran Pancasila mulai dihilangkan sejak reformasi tahun 1998, pemahaman anak-anak terhadap Pancasila sangat minim. Oleh karena itu, GKR Hemas ingin generasi muda dapat memahami arti penting Pancasila bagi masyarakat Indonesia.
” Indonesia saat ini sedang menghadapi problem yang besar yaitu pemahaman dan pengamalan Pancasila semakin menurun terutama generasi muda, sehingga masyarakat perlu diberi pemahaman mengenai pentingnya menjaga kesatuan Negara Indonesia,” tambah Hemas.

Lahirnya era Reformasi diikuti dengan keluarnya Tap MPR RI Nomor XVIII/MPR/ 1998 tentang Pencabutan Tap P-4. Dicabutnya ketetapan tentang P-4 [Pedoman Pelaksanaan dan Pengamalan Pancasila] tidak terlepas dari suasana batin kebangsaan saat itu yang menganggap bahwa pelaksanaan P-4 sudah mengalami distorsi. Anggapan ini muncul karena pada kenyataannya, teori-teori dalam P-4 berbeda jauh dengan pelaksanaan di lapangan.

Sejak diberlakukannya ketetapan ini, kita sempat “alergi” terhadap Pancasila, sebuah ideology yang kita sepakati berdasarkan amanat dalam Pembukaan UUD 1945. Sejak diberlakukannya ketetapan ini juga muncul berbagai wacana untuk mencari ideology baru pengganti Pancasila. Cara berpikir kita menjadi terbalik, kita menyalahkan Pancasila dan bukan manusia yang harus melaksanakan nilai-nilai yang ada pada Pancasila.

Persoalan muncul ketika reformasi disikapi secara berlebihan. Sosialisasi kewaspadaan nasional dituduh sebagai maneuver pemerintah untuk kembali pada cara Orde Baru dalam mengendalikan perpolitikan nasional yang bergaya indoktrinasi sehingga sebagian masyarakat alergi mendengar kewaspadaan nasional. Padahal, sejatinya kewaspadaan nasional adalah bentuk upaya pemerintah mengajak masyarakat bangsanya agar lebih waspada terhadap ancaman yang ada yang memengaruhi tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bahaya Pengabaian Pancasila

Saling bermunculannya modernisasi, globalisasi, menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Salah satu contoh dampak negatif yang kini sangat signifikan terlihat adalah mulai pudarnya rasa cinta Pancasila dan selalu mengamalkan dan menghayatkan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam pengamalan dan penghayatan pancasila kurang menjadi perhatian yang penting bagi kalangan remaja. Nilai-nilai pancasila dianggap kurang menarik untuk diterapkan, bahkan yang lebih parahnya lagi, remaja semakin mengarah kepada paham kebebasan yang sebebas-bebasnya. Seolah-olah mereka telah lupa memiliki dasar negara, pedoman hidup berupa pancasila.

Pengabaian terhadap Pancasila juga menimbulkan ancaman itu berasal dari luar dan dalam negeri. Misalnya yang terjadi saat ini seperti : Timbulnya konflik horizontal dan vertical serta konflik yang bernuansa politis, munculnya aksi-aksi terror yang dilakukan oleh kelompok tertentu, timbulnya disintegrasi bangsa dan munculnya dukungan internasional secara terselubung kepada kelompok separatis, meningkatnya sentiment keagamaan, kedaerahan, kesukuan, ego, sektoral, dan kepentingan kelompok dan tidak harmonisnya hubungan kemitraan dan komunikasi antara pemerintah dan legislatif.

Kondisi masyarakat saat ini dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ideologi Pancasila sangat mempengaruhi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan integritas NKRI di masa yang akan datang, karena penyelenggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia, Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat. Maksudnya adalah bahwa Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara yang makin hari makin perlu dipahami, dihayati dan diamalkan. Namun, kedudukan formal Pancasila yang sangat kuat tidak selalu sejajar dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sosial sehari-hari.


Lihat Dongeng Selengkapnya

Page 3

Paska era Reformasi, yang ditandai pencabutan Tap MPR tentang P-4 [Pendidikan, penghayatan dan Pengamalan pancasila] membuat Pancasila tidak lagi digdaya. Tak ada lagi pembekalan penanaman nilai Pancasila untuk siswa baru di sekolah-sekolah. Mata pelajaran Pancasila pun digabung dalam PKn [Pancasila dan Kewarganegaraan] dengan jumlah jam yang terbilang sedikit. Akibatnya nilai Pancasila tidak tertanam dan diamalkan dengan baik oleh generasi muda.

Saat ini pemahaman Pancasila yang dimiliki anak-anak sekarang terindikasi sangat minim. Hal itu diungkapkan oleh Anggota DPD RI asalal DIY, Gusti Kanjeng Ratu Hemas di Balaidesa Pandowan Galur Kulon Progo, DIY  [3/6/2015] seperti dikutip Detiknews.

GKR Hemas menjelaskan, telah menjadi kesepakatan bersama bahwa Pancasila menjadi dasar Negara Republik Indonesia, namun saat pelajaran Pancasila mulai dihilangkan sejak reformasi tahun 1998, pemahaman anak-anak terhadap Pancasila sangat minim. Oleh karena itu, GKR Hemas ingin generasi muda dapat memahami arti penting Pancasila bagi masyarakat Indonesia.
” Indonesia saat ini sedang menghadapi problem yang besar yaitu pemahaman dan pengamalan Pancasila semakin menurun terutama generasi muda, sehingga masyarakat perlu diberi pemahaman mengenai pentingnya menjaga kesatuan Negara Indonesia,” tambah Hemas.

Lahirnya era Reformasi diikuti dengan keluarnya Tap MPR RI Nomor XVIII/MPR/ 1998 tentang Pencabutan Tap P-4. Dicabutnya ketetapan tentang P-4 [Pedoman Pelaksanaan dan Pengamalan Pancasila] tidak terlepas dari suasana batin kebangsaan saat itu yang menganggap bahwa pelaksanaan P-4 sudah mengalami distorsi. Anggapan ini muncul karena pada kenyataannya, teori-teori dalam P-4 berbeda jauh dengan pelaksanaan di lapangan.

Sejak diberlakukannya ketetapan ini, kita sempat “alergi” terhadap Pancasila, sebuah ideology yang kita sepakati berdasarkan amanat dalam Pembukaan UUD 1945. Sejak diberlakukannya ketetapan ini juga muncul berbagai wacana untuk mencari ideology baru pengganti Pancasila. Cara berpikir kita menjadi terbalik, kita menyalahkan Pancasila dan bukan manusia yang harus melaksanakan nilai-nilai yang ada pada Pancasila.

Persoalan muncul ketika reformasi disikapi secara berlebihan. Sosialisasi kewaspadaan nasional dituduh sebagai maneuver pemerintah untuk kembali pada cara Orde Baru dalam mengendalikan perpolitikan nasional yang bergaya indoktrinasi sehingga sebagian masyarakat alergi mendengar kewaspadaan nasional. Padahal, sejatinya kewaspadaan nasional adalah bentuk upaya pemerintah mengajak masyarakat bangsanya agar lebih waspada terhadap ancaman yang ada yang memengaruhi tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bahaya Pengabaian Pancasila

Saling bermunculannya modernisasi, globalisasi, menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Salah satu contoh dampak negatif yang kini sangat signifikan terlihat adalah mulai pudarnya rasa cinta Pancasila dan selalu mengamalkan dan menghayatkan Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam pengamalan dan penghayatan pancasila kurang menjadi perhatian yang penting bagi kalangan remaja. Nilai-nilai pancasila dianggap kurang menarik untuk diterapkan, bahkan yang lebih parahnya lagi, remaja semakin mengarah kepada paham kebebasan yang sebebas-bebasnya. Seolah-olah mereka telah lupa memiliki dasar negara, pedoman hidup berupa pancasila.

Pengabaian terhadap Pancasila juga menimbulkan ancaman itu berasal dari luar dan dalam negeri. Misalnya yang terjadi saat ini seperti : Timbulnya konflik horizontal dan vertical serta konflik yang bernuansa politis, munculnya aksi-aksi terror yang dilakukan oleh kelompok tertentu, timbulnya disintegrasi bangsa dan munculnya dukungan internasional secara terselubung kepada kelompok separatis, meningkatnya sentiment keagamaan, kedaerahan, kesukuan, ego, sektoral, dan kepentingan kelompok dan tidak harmonisnya hubungan kemitraan dan komunikasi antara pemerintah dan legislatif.

Kondisi masyarakat saat ini dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Ideologi Pancasila sangat mempengaruhi terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, bahkan integritas NKRI di masa yang akan datang, karena penyelenggaraan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Bagi masyarakat dan negara Republik Indonesia, Pancasila adalah kenyataan yang tidak dapat diganggu gugat. Maksudnya adalah bahwa Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara yang makin hari makin perlu dipahami, dihayati dan diamalkan. Namun, kedudukan formal Pancasila yang sangat kuat tidak selalu sejajar dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan sosial sehari-hari.


Lihat Dongeng Selengkapnya

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề