Apa yang terjadi jika tumbuhan dan hewan punah?

Suara.com - Hewan punah dari muka bumi bisa karena diburu oleh manusia ataupun terjadi secara alami. Misalnya saja, perkelahian antara kuda nil jantan untuk memperebutkan wilayah sungai.

Kuda nil yang menang akan dianggap sebagai yang terkuat di wilayah tersebut. Sedangkan kuda nil yang kalah akan terluka parah lalu mati. Perkelahian itu disebut interaksi kompetisi yang mengakibatkan perubahan pada jumlah populasi.

Perubahan itu biasa disebut dinamika populasi yaitu perubahan jumlah populasi di suatu daerah. Dikutip dari Ruang Guru, perubahan jumlah populasi tidak harus selalu berkurang, tapi bisa juga meningkat, tergantung faktor yang mempengaruhinya.

Selain kompetisi, faktor biotik yang mempengaruhi dinamika populasi yaitu interaksi predasi. Contohnya, meningkatnya populasi tikus sawah akibat perburuan burung elang yang dilakukan oleh manusia.

Baca Juga: Peran Newt dan Hewan Magisnya di Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore

Pada rantai makanan, elang sebagai konsumen II memakan tikus sebagai konsumen I. Jika manusia memburu burung elang, maka burung elang yang akan memakan tikus jumlahnya berkurang. Hal itu akan membuat populasi tikus di sawah jadi meningkat.

Sedangkan contoh dinamika populasi yang dipengaruhi oleh faktor abiotik salah satunya bisa karena perubahan iklim yang dapat menyebabkan terjadinya global warming.

Suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi yang makin meningkat berisiko mempengaruhi jumlah populasi makhluk hidup lain. Seperti, hewan-hewan yang hidup di daerah kutub jadi kehilangan tempat tinggalnya.

Hidup beruang kutub sangat bergantung pada laut yang tertutup es untuk berburu dan berkembang biak. Jika perubahan iklim semakin ekstrim dan menyebabkan es terus meleleh, hal itu bisa membuat jumlah populasi beruang kutub berkurang dan dalam bahaya kepunahan.

Dinamika Populasi Pada Tumbuhan

Baca Juga: Taman Kelinci Ciwidey, Tempat Asyik untuk Jalan-jalan Sekaligus Bermain dengan Hewan

Tidak hanya pada hewan, tumbuhan juga mengalami dinamika populasi. Melimpahnya ketersediaan unsur hara di dalam tanah akibat pemberian pupuk mempengaruhi jumlah populasi tanaman.

Jakarta -

Dalam beberapa dekade terakhir, isu lingkungan menjadi hal paling mengkhawatirkan bagi kehidupan di Bumi. Salah satu penyebabnya tak lain karena keterlibatan manusia dan perubahan iklim yang menciptakan habitat tidak cocok untuk banyak spesies satwa liar.

Sebuah studi dari International Union for Conservation of Nature [IUCN] Red List of Threatened Species dan BirdLife International, menemukan bahwa bumi mungkin berada di ambang peristiwa kepunahan massal.


Punah dalam 20 Tahun ke Depan


Para ilmuwan memperkirakan bahwa 99% dari semua organisme hidup yang pernah hidup di bumi sekarang telah punah. Hal ini karena ekosistem alami planet ini terus berkembang dan seiring perubahan lingkungan, spesies tertentu yang lebih tua akan mulai memudar.

Situasi kepunahan tersebut juga berlangsung hingga saat ini. Bahkan menurut catatan dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences, lebih dari 500 spesies hewan darat di seluruh dunia hampir punah dan bisa hilang dalam 20 tahun ke depan.

Jumlah kepunahan yang diperkirakan dalam dua dekade mendatang sebenarnya memiliki kemungkinan akan punah dalam ribuan tahun jika bukan karena dampak negatif kemanusiaan.


Peran Manusia dalam Kepunahan Massal

Senada dengan hal itu, penelitian dari University of Hawai'i di Mānoa dan Muséum National d'Histoire Naturelle di Paris juga mengungkapkan bahwa ancaman kepunahan ini dimotori oleh aksi manusia dan bukan bencana alam.

Penelitian mengungkapkan bahwa 7,5% hingga 13% dari dua juta organisme hidup berbeda yang menghuni planet ini kini telah punah. Bahkan secara lebih detail, para peneliti menghitung sekitar 150 ribu hingga 260 ribu spesies di darat, laut, atau udara tidak ditemukan lagi pada tahun 2022.

"Tingkat kepunahan spesies yang meningkat drastis dan penurunan kelimpahan banyak populasi hewan dan tumbuhan didokumentasikan dengan baik, namun beberapa menyangkal bahwa fenomena ini sama dengan kepunahan massal," kata Robert Cowie, peneliti utama dan profesor riset di UH Mānoa Pacific Biosciences Research Center, dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat [4/2/2022].


Apakah Kepunahan Massal Perlu Dikhawatirkan?

Para ilmuwan menjelaskan bahwa kepunahan massal ini tidak boleh diremehkan. Mereka memperkirakan kepunahan satu ini dapat terjadi dalam jangka waktu yang tidak seperti banyak kepunahan massal sebelumnya.

Jika sebelumnya membutuhkan waktu jutaan tahun, untuk yang dihadapi saat ini bisa berubah secara besar-besaran hanya selama satu masa hidup manusia saja. Hal ini mengarah pada serangkaian kepunahan dalam waktu dekat, yang dapat menimbulkan efek bencana pada ekosistem alam.

Bukti terdekat telah ditunjukkan IUCN bahwa 388 spesies vertebrata darat memiliki populasi kurang dari 5.000, dan 84% terutama ditemukan di daerah di mana spesies lain memiliki populasi kurang dari 1.000.

Dengan ancaman ini, para ahli memperingatkan bahwa 'kepunahan melahirkan kepunahan' karena spesies yang hidup juga turut menanggung efek pada bentuk kehidupan yang telah punah.

Simak Video "Kabar Baik! Tren Peduli Lingkungan Makin Tinggi"



[faz/pal]

Grace Eirin Kamis, 21 Oktober 2021 | 08:45 WIB

Apa dampak yang akan terjadi jika kita tidak melakukan kewajiban untuk melestarikan hewan langka? [Pexels/Ted McDonnell]

Bobo.id - Melestarikan hewan-hewan langka merupakan kewajiban semua warga negara. 

Pelestarian hewan langka juga sudah diatur dalam berbagai peraturan hukum yang diberlakukan pemerintah. 

Hewan langka adalah spesies hewan-hewan yang sudah sulit ditemukan di alam sekitar kita. 

Hewan-hewan langka yang jumlahnya sedikit di alam, harus dilestarikan agar tidak punah. 

Namun, karena ulah perburuan liar dan perubahan iklim, flora dan fauna yang dilindungi bisa mengalami kepunahan.

Baca Juga: Cari Jawaban Kelas 4 SD Tema 3, Mengapa Kita Perlu Melestarikan Hewan Langka?

Padahal kita wajib untuk menjaga, melestarikan, dan menjamin kehidupan yang layak untuk hewan-hewan langka ini. 

Itulah mengapa dibuat tempat perlindungan satwa liar dan langka seperti taman nasional, suaka marga satwa, dan cagar alam.

Teman-teman, pada pelajaran kelas 4 SD Tema 3, kamu akan belajar mengenai hewan langka.

Terdapat salah satu pertanyaan yang berbunyi, apa yang akan terjadi jika kewajiban terhadap pelestarian hewan langka tidak dilaksanakan?

Yuk, cari jawaban pertanyaan tersebut dari penjelasan berikut ini!

Page 2

Page 3

Pexels/Ted McDonnell

Apa dampak yang akan terjadi jika kita tidak melakukan kewajiban untuk melestarikan hewan langka?

Bobo.id - Melestarikan hewan-hewan langka merupakan kewajiban semua warga negara. 

Pelestarian hewan langka juga sudah diatur dalam berbagai peraturan hukum yang diberlakukan pemerintah. 

Hewan langka adalah spesies hewan-hewan yang sudah sulit ditemukan di alam sekitar kita. 

Hewan-hewan langka yang jumlahnya sedikit di alam, harus dilestarikan agar tidak punah. 

Namun, karena ulah perburuan liar dan perubahan iklim, flora dan fauna yang dilindungi bisa mengalami kepunahan.

Baca Juga: Cari Jawaban Kelas 4 SD Tema 3, Mengapa Kita Perlu Melestarikan Hewan Langka?

Padahal kita wajib untuk menjaga, melestarikan, dan menjamin kehidupan yang layak untuk hewan-hewan langka ini. 

Itulah mengapa dibuat tempat perlindungan satwa liar dan langka seperti taman nasional, suaka marga satwa, dan cagar alam.

Teman-teman, pada pelajaran kelas 4 SD Tema 3, kamu akan belajar mengenai hewan langka.

Terdapat salah satu pertanyaan yang berbunyi, apa yang akan terjadi jika kewajiban terhadap pelestarian hewan langka tidak dilaksanakan?

Yuk, cari jawaban pertanyaan tersebut dari penjelasan berikut ini!

Dirjen Perdaglu Kemendag Terjerat Kasus Mafia Minyak Goreng, Dampaknya?

Oleh Liputan6.com pada 25 Feb 2019, 12:03 WIB

Diperbarui 25 Feb 2019, 12:03 WIB

Perbesar

Ilustrasi makanan. Sumber foto: unsplash.com/Jay Wennington.

Liputan6.com, Jakarta - Masa depan persediaan pangan disebut sangat terancam, sebab jumlah hewan dan spesies tanaman lenyap dengan cepat. Demikian menurut laporan PBB pada Jumat, 22 Februari 2019.

Sementara dunia bergelut bagaimana memberi makan penduduk yang terus bertambah.

Orang bergantung pada spesies yang semakin berkurang untuk pangan, kata Organisasi Pangan dan Pertanian PBB [FAO], membuat sistem produksi rentan pada goncangan seperti pes atau penyakit, kemarau, serta peristiwa ekstrem lain terkait cuaca akibat perubahan iklim.

Walaupun ada sekitar 6 ribu spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk pangan, kurang dari 200 yang umumnya dimakan dan hanya sembilan yang menghasilkan sebagian besar jumlah pangan dunia, kata FAO dalam laporan pertama sejenis dalam mengkaji biodiversitas sistem pangan.

"Hilangnya keanekaragaman hayati bagi pangan dan pertanian sangat merongrong kemampuan untuk memberi makan penduduk dunia yang terus bertambah," kata Direktur FAO Jose Graziano da Silva dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu [24/2/2019]. 

"Kita perlu menggunakan biodiversitas dalam bentuk berkesinambungan supaya dapat memberi tanggapan yang lebih baik terhadap perubahan iklim dan memproduksi pangan dalam cara tidak merugikan alam lingkungan," katanya.

Saksikan juga video berikut ini: 

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Bramble Cay, hewan mamalia pertama yang dinyatakan punah akibat perubahan iklim [AFP]

Sementara itu, pemerintah Australia, bersama dengan para ilmuwan, mengabarkan tentang punahnya jenis mamalia, yang diketahui sebagai kasus pertama akibat perubahan iklim.

Bramble Cay--nama mamalia tersebut--adalah sejenis tikus kecil berwarna cokelat, yang merupakan endemik sebuah pulau di sisi utara Great Barrief Reef, kawasan ekosistem lindung terbesar di Australia. 

Dikutip dari CNN pada Kamis, 21 Februari 2019, mamalia tersebut hidup di area seluas lima hektare, yang berlokasi di tengah Selat Torres, antara negara bagian Queensland dan Papua Nugini.

Mamalia tersebut tidak lagi terlihat selama hampir 10 tahun dan sempat lebih dulu dinyatakan punah setelah upaya "konservasi menyeluruh" gagal, tulis sebuah laporan yang diterbitkan oleh University of Queensland, pada 2016 lalu.

Temuan itu baru dikonfirmasi oleh pemerintah Australia pada Senin, 18 Februari.

Penyebab kepunahannya adalah "karena genangan laut" akibat naiknya permukaan air laut selama satu dekade terakhir, yang telah menyebabkan "hilangnya habitat secara dramatis," menurut laporan 2016 itu.

"Ini bukan keputusan yang mudah," ujar Geoff Richardson, asisten sekretaris untuk komisi lingkungan dan energi, di hadapan anggota Senat Australia.

"Ketika sesuatu terdaftar sebagai punah, pada dasarnya tamparan kepada kami untuk meninjau ulang kebijakan perlindungan alam liar," lanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề