Apakah ada perpanjangan waktu untuk wajib pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan pajak?

30 April 1998


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 04/PJ.33/1998 TENTANG PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Berdasarkan Pasal 3 ayat [4] Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, atas permohonan Wajib Pajak Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan [SPT] Tahunan Pajak Penghasilan. Untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan di lapangan, dengan ini diberikan penggarisan sebagai berikut :

  1. Syarat permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah :

    1. Permohonan diajukan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan berakhir dengan menyebutkan alasan-alasannya.
    2. Menyampaikan penghitungan sementara Pajak Penghasilan yang terutang dan dilampiri Laporan Keuangan sementara tahun pajak yang berkenaan.
    3. Melampirkan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf b.
    4. Permohonan menggunakan formulir 1770Y/1771Y/1721Y.
  2. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-22/PJ/1995 tanggal 27 Februari 1995, wewenang untuk memberikan keputusan atas permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat [4] Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

  3. Atas permohonan Wajib Pajak dapat diberikan penundaan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 3 [tiga] bulan sejak saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut.

  4. Apabila jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang diberikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sesuai pada butir 3, ternyata Wajib Pajak belum siap untuk menyampaikan SPT-nya, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan lagi untuk jangka waktu paling lama 3 [tiga] bulan dengan menggunakan formulir sesuai angka 1 huruf d dan disertai alasan-alasan penundaan tersebut serta melampirkan Laporan Keuangan sementara yang terakhir dan Surat Setoran Pajak apabila ada tambahan pembayaran.

  5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib memberikan keputusan persetujuan/penolakan atas permohonan Wajib Pajak selambat-lambatnya 7 [tujuh] hari sejak permohonan diterima lengkap, baik atas permohonan pada butir 1 maupun butir 4.

  6. Apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu sesuai butir 5, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.

  7. Wajib Pajak yang belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sesuai batas waktu yang ditentukan dalam Pasal 3 ayat [3] huruf b Undang-undang KUP atau belum menyampaikan dalam batas waktu perpanjangan yang diberikan, agar segera diterbitkan Surat Teguran.

  8. Sesuai dengan Pasal 13 ayat [1] huruf b jo. ayat [3] Undang-undang KUP bahwa Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran, maka Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dianggap tidak dimasukkan, sehingga hanya berfungsi sebagai data dari Wajib Pajak dan dilakukan penetapan secara jabatan.

  9. Surat Edaran ini diberlakukan pertama kali untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 1998.

  10. Surat Edaran ini merupakan penegasan atas pelaksanaan Surat Edaran Nomor : SE-04/PJ.3/1995 tanggal 14 Februari 1995, sedangkan Surat Edaran Nomor : SE-26/PJ.22/1985 tanggal 1 Agustus 1985 dan Nomor : SE-37/PJ.22/1985 tanggal 21 Oktober 1985 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

A. ANSHARI RITONGA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP – 537/PJ./2000

TENTANG

PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 25 ayat [6] Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-hal tertentu;

Mengingat :

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan [Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262] sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 [Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984];
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan [Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263] sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000[Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985];

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU.

Pasal 1

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :

Angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan setiap bulan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Hal-hal tertentu adalah : 1] Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian; 2] Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur; 3] Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan; 4] Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; 5] Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; 6] Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat [2] atau Pasal 31A Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.

Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/ piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta [capital gain] sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.

Pasal 2[1] Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat [2] dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di lur negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dibagi 12 [dua belas] atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.[2] Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat [1] adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522 tanggal 14 Desember 2000 setelah dikurangi dengan kompensasi kerugian.

[3] Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya seperti tersebut dalam ayat [2] menyatakan rugi [lebih bayar atau nihil], besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah nihil.

Pasal 3[1] Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat [2] dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dibagi 12 [dua belas] atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

[2] Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat [1] adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut.

Pasal 4[1] Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahunan pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.[2] Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat [1], besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surat mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.[3] Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat [2] lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat [1], atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat [1] Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.

[4] Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat [2] lebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat [1], atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

Pasal 5[1] Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan.[2] Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat [1], besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surut mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

[3] Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat [2] lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat [1], atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat [1] Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.


[4] Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat [2] lebih kecil dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat [1], atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

Pasal 6[1] Dalam hal Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pembetulan tersebut dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.

[2] Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 setelah pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat [1] lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat [1] Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề