Apakah ada sumber hukum Islam selain Alquran dan Hadis?

Merdeka.com - Permasalahan umat manusia yang ada di sekitar kita selalu menarik untuk diamati dan dikritisi. Tak terkecuali dengan hal-hal yang berhubungan dengan syara atau ibadah. Untuk itu, dalam mencari suatu kunci pemecahan masalah para ulama biasanya menggunakan alat antara lain al-Quran, sunnah, ijma dan qiyas.

Di samping itu, mereka juga harus melakukan ijtihad untuk memecahkan masalah tersebut. Sekarang, banyak ditemui perbedaan-perbedaan mazhab dalam hukum Islam yang disebabkan dari ijtihad. Misalnya, muncul aliran seperti Islam liberal, fundamental, ekstremis, moderat dan lain sebagainya.

Itu semua tidak lepas dari hasil ijtihad dan sudah tentu masing-masing mujtahid berupaya untuk menemukan hukum yang terbaik. Justru dengan ijtihad, Islam menjadi luwes, dinamis, fleksibel sesuai dengan dinamika zaman. Dengan ijtihad pula, syariat Islam menjadi tidak bisu dalam menghadapi problematika kehidupan yang kian kompleks.

Oleh karena itu, sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama, yaitu al-Quran dan al-hadis dengan jalan istinbat. Berikut adalah pengertian selengkapnya mengenai ijtihad, fungsi ijtihad dan lain-lain.

2 dari 4 halaman

Pengertian Ijtihad

Kata ijtihad berasal dari kata al-jahd atau al-juhd yang berarti al-masyoqot (kesulitan atau kesusahan) dan athoqot (kesanggupan dan kemampuan) atas dasar pada firman Allah Swt dalam QS. Yunus ayat 9 yang artinya: ..dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan.

Tetapi pengertian ijtihad dapat dilihat dari dua segi baik etimologi maupun terminologi. Dalam hal ini memiliki konteks yang berbeda.

Ijtihad secara etimologi memiliki pengertian: pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit. Sedangkan secara terminologi adalah penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau yang lainnya untuk memperoleh nash yang maqu; agar maksud dan tujuan umum dari hikmah syariah yang terkenal dengan maslahat.

Pengertian lain bahwa ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah Saw. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabiin serta masa-masa selanjutnya sampai sekarang ini.

Sementara Imam al-Amidi mengatakan bahwa ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan untuk mencari hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu. Sedangkan Imam al-Ghazali menjadikan batasan tersebut sebagai bagian dari definisi al-ijtihad attaam (ijtihad sempurna).

3 dari 4 halaman

Dasar-Dasar Ijtihad

Ijtihad bisa dipandang sebagai salah satu metode penggali sumber hukum. Dasar-dasar ijtihad atau dasar hukum ijtihad ialah al-Qur an dan sunnah. Di dalam ayat yang menjadi dasar dalam ber-ijtihad sebagai firman Allah Swt dalam QS. al-Nisa:105 sebagai berikut:

Artinya: Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat.

Demikian juga dijelaskan dalan QS. al-Rum: 21:

Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

4 dari 4 halaman

Fungsi Ijtihad

Adapun fungsi ijtihad, di antaranya adalah:

1) fungsi ijtihad al-ruju (kembali):mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada al-Quran dan sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.

2) fungsi ijtihad al-ihya (kehidupan): menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan Islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.

3) fungsi ijtihad al-inabah (pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran Islam yang telah di-ijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi yang dihadapi.

Begitu pentingnya melakukan ijtihad sehingga jumhur ulama menunjuk ijtihad menjadi hujjah dalam menetapkan hukum berdasarkan firman Allah Swt dalam QS. An-Nisa: 59:

Artinya: Jika kamu mempersengketakan sesuatu maka kembalikanlah sesuatu tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya.

Perintah untuk mengembalikan masalah kepada al-Quran dan sunnah ketika terjadi perselisihan hukum ialah dengan penelitian saksama terhadap masalah yang nash-nya tidak tegas. Demikian juga sabda Nabi Saw:

Artinya: Jika seorang hakim bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad dan bila benar hasil ijtihadnya akan mendapatkan dua pahala.Jika ia bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad dan ternyata hasilnya salah , maka ia mendapat satu pahala (HR. Asy-Syafii dari Amr bin Ash).

Hadis ini bukan hanya memberi legalitas ijtihad, akan tetapi juga menunjukkan kepada kita bahwa perbedaan-perbedaan pendapat hasil ijtihad bisa dilakukan secara individual (ijtihad fardi) yang hasil rumusan hukumnya tentu relatif terhadap tingkat kebenaran.

(mdk/edl)