Apakah batal wudhu jika bersentuhan dengan keponakan laki-laki

Pertanyaan (Sinta, bukan nama sebenarnya):

Apakah menyentuh lawan jenis anak kecil bukan mahram yang belum mumayyiz (bisa membedakan perkara baik dan buruk) membatalkan wudhu? Bagaimana dengan menyentuh anak yang sudah mumayyiz tapi belum baligh?

Jawaban (Ustadz Muhammad Ishaq, alumnus Daar Al-Mustafa Tarim):

Wudhu adalah salah satu syarat sah shalat. Oleh karena itu, wudhu merupakan perkara penting dalam Islam. Sebagaimana shalat, wudhu juga memiliki beberapa penyebab yang membatalkannya.

Salah satu yang dapat membatalkan wudhu adalah bersentuhan kulit dengan lawan jenis yang bukan mahram (orang yang haram dinikahi). Sebagaimana firman Allah:

اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ

Atau kalian menyentuh perempuan. (QS. Al-Maidah [5]: 6).

Berdasarkan ayat ini, mazhab Syafii menganggap bersentuhan dengan wanita yang bukan mahram membatalkan wudhu, sebagaimana disebutkan didalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja.

Dalil yang melandasi hal ini juga terdapat dalam riwayat Sahabat Abdullah bin Umar ra., dia berkata:

قُبْلَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَجَسُّهَا بِيَدِهِ مِنَ الْمُلاَمَسَةِ فَمَنْ قَبَّلَ امْرَأَتَهُ أَوْ جَسَّهَا بِيَدِهِ فَعَلَيْهِ الْوُضُوءُ

Mencium istri dan menyentuhnya termasuk mulamasah. Siapa yang mencium istrinya atau menyentuhnya maka wajib baginya berwudhu (HR. Malik no. 66).

Menyentuh anak-anak

Kendati demikian, para ulama mengecualikan sentuhan kepada anak kecil bukan mahram yang belum sampai pada usia yang bisa menimbulkan syahwat. Sentuhan pada anak tersebut dianggap tidak membatalkan wudhu.

Berbeda halnya dengan orang yang telah sampai pada usia yang bisa menimbulkan syahwat. Maka, menyentuhnya dapat membatalkan wudhu meskipun orang yang punya wudhu tidak bersyahwat pada orang tersebut.

Tentang batasan usia anak kecil yang tidak membatalkan wudhu, para ulama memberikan pandangan bahwa yang menjadi pijakan adalah urf (kebiasaan masyarakat setempat). Sehingga, tidak ada batasan khusus dalam menentukan usia anak kecil yang tidak membatalkan wudhu.

Namun, sebagian ulama lain ada yang memberikan batasan usia dalam menentukan anak yang sudah tidak masuk dalam kategori di atas. Salah satunya adalah Syekh Yusuf As-Sanbalawini. Menurutnya, usia tujuh tahun adalah batas akhir dari usia anak yang tidak menimbulkan syahwat.

Maka dari itu, pendapat Syekh Yusuf menegaskan bahwa menyentuh anak usia tujuh tahun dapat membatalkan wudhu. Sementara anak usia di bawah lima tahun dianggap tidak menimbulkan syahwat dan bersentuhan dengannya tidak membatalkan wudhu.

Adapun bagi anak yang berusia enam tahun, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan dalam bukunya Mirqah Shu’ud At-Tashdiq bahwa menyentuh anak perempuan yang masih kecil tidak membatalkan wudhu karena mereka tidak layak menjadi objek yang membatalkan syahwat.

Ketika anak berusia lima tahun, maka (menyentuhnya) tidak membatalkan wudhu menurut kesepakatan para ulama. Sedangkan ketika berusia enam tahun, maka terjadi perbedaan pendapat, ada yang berpendapat membatalkan ada pula yang berpendapat tidak membatalkan.

Parameter utama dalam menentukan usia anak yang menimbulkan syahwat dan yang tidak adalah kebiasaan wilayah setempat.  Ketentuan ini juga berpijak pada perwatakan manusia.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa batas usia anak yang tidak membatalkan wudhu sebenarnya ditentukan oleh ‘urf atau common sense sehingga pijakannya bisa berbeda-beda, sesuai dengan budaya masyarakat setempat.

Namun sebagian ulama berpandangan bahwa batas usia akhir anak yang tidak membatalkan wudhu ketika disentuh adalah berusia tujuh tahun. Dengan demikian, kita sebaiknya menghindari menyentuh anak yang sudah berusia tujuh tahun.

Usia Ini termasuk dalam rentang umur di bawah baligh dan mumayyiz, walaupun sejatinya anak tersebut masih belum memunculkan rasa syahwat pada kita. Hal ini dalam rangka mengambil jalan hati-hati (ihtiyath) dalam menyikapi berbagai pandangan ulama.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Referensi: Matan Taqrib Abu Syuja’, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Baihaqi, Mirqoh Shu’ud At-Tashdiq Syekh Nawawi, hal. 44.

###

*Kamu punya pertanyaan lain seputar agama Islam yang mau dibahas lengkap? Coba share di kolom komentar ya, atau hubungi kami di sini: [email protected].

**Kalau kamu suka artikel di aplikasi KESAN, jangan lupa share ya! Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin. Download atau update aplikasi KESAN sekarang!

Apakah wudhu batal jika bersentuhan dengan ponakan?

Hal ini berbeda dengan jika kita bersentuhan dengan ibu, anak, keponakan, bibi, hal itu jelas tidak membatalkan wudhu, karena mereka adalah mahram yang jelas tidak bisa dinikah.

Bersentuhan dengan siapa saja yang dapat membatalkan wudhu?

Para ulama fiqih dari madzhab Syafi'i memandang bahwa bersentuhan kulit secara langsung antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya dapat membatalkan wudhu jika sentuhan itu tidak dihalangi oleh apapun seperti kain, kertas, atau lainnya.

Siapa Saja mahram yang tidak membatalkan wudhu?

Ibu dan nenek, baik dari pihak bapak atau pun ibu dan seterusnya sampai ke atas..
Anak, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah..
Saudara perempuan seibu sebapak, seibu saja atau sebapak saja..
Saudara perempuan dari bapak..
Saudara perempuan dari ibu..
Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya..

Apakah saudara sepupu itu membatalkan wudhu?

Berdasarkan penjelasan ini, maka dapat kita pahami bahwa sepupu bukan termasuk bagian dari mahram. Oleh karena itu, jika seseorang bersentuhan dengan sepupu, maka wudhunya batal, baik sepupu dari jalur ayah maupun sepupu dari jalur ibu.