Apakah perbedaan antara keadaan darurat dan pembelaan darurat

Noodweer

  1. Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

  2. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Syarat-syarat pembelaan darurat menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 64-65), yaitu:

  1. Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya. Untuk membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain.

  2. Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang diri sendiri atau orang lain.

  3. Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.

R. Soesilo (hal. 65) memberi contoh “pembelaan darurat” yang diatur dalam Pasal 49 yaitu seorang pencuri yang akan mengambil barang orang lain, atau pencuri yang ketahuan seketika mengambil barang orang lain kemudian menyerang orang yang punya barang itu dengan pisau belati dan sebagainya. Di sini orang itu boleh melawan untuk mempertahankan diri dan barangnya yang dicuri itu, sebab si pencuri telah menyerang dengan melawan hak. Selanjutnya, serangan itu harus sekonyong-konyong atau mengancam ketika itu juga. Tapi, jika si pencuri dan barangnya itu telah tertangkap, maka orang tidak boleh membela dengan memukuli pencuri itu, karena pada waktu itu sudah tidak ada serangan sama sekali dari pihak pencuri, baik terhadap barang maupun orangnya.

Kemudian menurut Andi Hamzah, sebagaimana pernah dikutip dalam artikel Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa Sebagai Alasan Penghapus Pidana, unsur-unsur suatu pembelaan terpaksa (noodweer) adalah:

  1. Pembelaan itu bersifat terpaksa.

  2. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.

  3. Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu.

  4. Serangan itu melawan hukum.

Lebih lanjut, Andi Hamzah (hal. 158-159), menjelaskan bahwa pembelaan harus seimbang dengan serangan atau ancaman. Serangan tidak boleh melampaui batas keperluan dan keharusan. Asas ini disebut sebagai asas subsidiaritas (subsidiariteit). Harus seimbang antara kepentingan yang dibela dan cara yang dipakai di satu pihak dan kepentingan yang dikorbankan. Jadi, harus proporsional.

Menurut Pompe, jika ancaman dengan pistol, dengan menembak tangannya sudah cukup maka jangan ditembak mati. Pembelaan terpaksa juga terbatas hanya pada tubuh, kehormatan kesusilaan, dan harta benda. Tubuh meliputi jiwa, melukai dan kebebasan bergerak badan. Kehormatan kesusilaan meliputi perasaan malu seksual.

R. Sugandhi, S.H., terkait Pasal 49 KUHP, mengatakan bahwa agar tindakan ini benar-benar dapat digolongkan sebagai “pembelaan darurat” dan tidak dapat dihukum, maka tindakan itu harus memenuhi tiga macam syarat sebagai berikut:

  1. Tindakan yang dilakukan itu harus benar-benar terpaksa untuk mempertahankan (membela) diri. Pertahanan atau pembelaan itu harus demikian perlu sehingga boleh dikatakan tidak ada jalan lain yang lebih baik;

  2. Pembelaan atau pertahanan yang harus dilakukan itu hanya terhadap kepentingan-kepentingan diri sendiri atau orang lain, peri kesopanan, dan harta benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain;

  3. Harus ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak (pada saat itu juga). Untuk dapat dikatakan “melawan hak”, penyerang yang melakukan serangan itu harus melawan hak orang lain atau tidak mempunyai hak untuk itu, misalnya seorang pencuri yang akan mengambil barang orang lain, atau pencuri yang ketahuan ketika mengambil barang orang lain kemudian menyerang pemilik barang itu dengan senjata tajam. Dalam keadaan seperti ini, kita boleh melawan untuk mempertahankan diri dan barang yang dicuri itu sebab si pencuri telah menyerang dengan melawan hak.

Noodweer Exces

Noodweer Exces itu adalah pembelaan darurat yang melampaui batas. Hal ini diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP. Menurut R. Soesilo (hal. 66), sama halnya dengan pembelaan darurat, Noodweer Exces harus ada serangan yang sekonyong-konyong dilakukan atau mengancam pada saat itu juga. Di sini batas-batas keperluan pembelaan itu dilampaui. Misalnya orang membela dengan menembakkan pistol, sedangkan sebenarnya pembelaan dengan memukul kayu sudah cukup. Pelampauan batas-batas ini oleh undang-undang diperkenankan, asal saja disebabkan karena perasaan tergoncang hebat yang timbul lantaran serangan itu. Perasaan tergoncang hebat misalnya jengkel atau marah sekali biasa dikatakan mata gelap.

Misalnya seorang agen polisi yang melihat istrinya diperkosa oleh orang, lalu mencabut pistolnya yang dibawa dan ditembakkan beberapa kali pada orang itu, boleh dikatakan ia melampaui batas-batas pembelaan darurat, karena biasanya dengan tidak perlu menembak beberapa kali, orang itu telah menghentikan perbuatannya dan melarikan diri. Apabila dapat dinyatakan pada hakim, bahwa bolehnya melampaui batas-batas itu disebabkan karena marah yang amat sangat, maka agen polisi itu tidak dapat dihukum atas perbuatannya tersebut.[1]

Hal senada juga disampaikan oleh Pompe yang dikutip oleh Lamintang dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 502), perbuatan melampaui batas itu dapat berkenaan dengan perbuatan melampaui batas keperluan dan dapat pula berkenaan dengan perbuatan melampaui batas dari pembelaannya itu sendiri. Batas-batas dari keperluan itu telah dilampaui yaitu baik apabila cara-cara yang telah dipergunakan untuk melakukan pembelaan itu telah dilakukan secara berlebihan, misalnya dengan membunuh si penyerang padahal dengan sebuah pukulan saja orang sudah dapat membuat penyerang tersebut menjadi tidak berdaya, maupun apabila orang sebenarnya tidak perlu melakukan suatu pembelaan, misalnya karena ia dapat menyelamatkan diri dengan cara melarikan diri.

Batas-batas dari sutu pembelaan itu telah dilampaui yaitu apabila setelah pembelaan yang sebenarnya itu telah selesai, orang masih tetap menyerang si penyerang, walaupun serangan dari si penyerang itu sendiri sebenarnya telah berakhir. Perbuatan memukul penyerang, walaupun perbuatan tersebut tidak dapat lagi disebut sebagai suatu pembelaan, sesuai dengan ketentuan pidana, tidak membuat pelakunya menjadi dapat dihukum.[2]

Persamaan dan Perbedaan Antara Noodweer dan Noodweer Exces

Masih bersumber dari artikel Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa Sebagai Alasan Penghapus Pidana, terkait pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces), menurut Andi Hamzah (hal. 159-160), ada persamaan antara pembelaan terpaksa (noodweer) dengan pembelaan terpaksa yang melampaui batas (noodweer exces), yaitu keduanya mensyaratkan adanya serangan yang melawan hukum, yang dibela juga sama, yaitu tubuh, kehormatan kesusilaan, dan harta benda, baik diri sendiri maupun orang lain.

Perbedaannya ialah:

  1. Pada pembelaan terpaksa yang melampau batas (noodweer exces), pembuat melampaui batas karena keguncangan jiwa yang hebat. Oleh karena itu, perbuatan membela diri melampaui batas itu tetap melawan hukum, hanya orangnya tidak dipidana karena guncangan jiwa yang hebat. Lebih lanjut maka pembelaan terpaksa yang melampaui batas menjadi dasar pemaaf.

  2. Pembelaan terpaksa (noodweer) merupakan dasar pembenar, karena melawan hukumnya tidak ada.

Jadi menjawab pertanyaan Anda, Noodweer Exces itu merupakan pembelaan darurat yang melampaui batas sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP. Noodweer Exces dengan noodweer sebenarnya sama-sama pembelaan terpaksa, namun yang membedakannya adalah pada noodweer exces, pembelaan terpaksa dilakukan dengan melampaui batas  dimana pembuat melampaui batas karena keguncangan jiwa yang hebat.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Referensi:

  1. Andi Hamzah. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta.

  2. Lamintang. 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

  3. R. Sugandhi. 1980. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya. Usaha Nasional: Surabaya.

  4. R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.

Apakah perbedaan antara keadaan darurat dan pembelaan darurat

Jawaban:

keadaan darurat adalah situasi yg menimbulkan risiko langsung (spontan) mislny terhadap kesehatan, keamanan, properti, atau lingkungan seseorang.

Sedangkan, pembelaan darurat adalah salah satu alasan penghapus pidana. Terdakwa dinyatakan hakim lepas dari segala tuntutan hukum jika terbukti perbuatan yang dilakukan adalah untuk membela diri dalam keadaan terpaksa.