Apakah sistem pertahanan dan keamanan yang dianut oleh bangsa Indonesia

Apakah sistem pertahanan dan keamanan yang dianut oleh bangsa Indonesia

Sistem pertahanan yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah?

  1. sistem pertahanan dan keamnanan masyarakat sipil
  2. sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
  3. sistem pertahanan dan keamanan rakyat jelata
  4. sistem pertahanan dan keamanan rakyat merata
  5. Semua jawaban benar

Jawaban: B. sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, sistem pertahanan yang dianut oleh bangsa indonesia adalah sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Pada prinsipnya tujuan pertahanan dan keamanan nasional adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

elangsungan hidup bangsa dan negara (national survival) merupakan tanggung jawab (hak dan kewajiban) setiap warga negara dan bangsa. Tidak ada suatu negara dan bangsa (nation state) yang akan langgeng kalau tidak setiap unsur bangsanya turut membela dan tidak mungkin kita akan meminta bangsa lain membela bangsa dan negara kita tanpa pamrih di belakangnya.

Oleh karena itu, kesadaran dan partisipasi dalam bela negara bagi setiap warga negara sangat penting dan tidak hanya merupakan hak dan kewajiban, tetapi sekaligus merupakan kehormatan bagi setiap warga negara.

Untuk memahami masalah ini, Anda harus mengkaji dan memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Landasan yuridis dan wujud bela negara bagi bangsa Indonesia.

  1. SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA DALAM PEMBELAAN NEGARA

Pada hakikatnya perjuangan bangsa Indonesia dalam pembelaan negara dilakukan oleh rakyat Indonesia secara keseluruhan, bukan oleh pribadi atau kelompok tertentu. Hanya saja dalam perjuangan itu fungsi, peran, dan intensitas. partisipasi masyarakat atau rakyat Indonesia dapat berbeda-beda dalam bela negara. Dalam hal ini, tidak ditutup kemungkinan ada kelompok rakyat yang berpihak pada penjajah, tetapi mayoritas rakyat Indonesia berperan dalam bela negara untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi ini.

Peran tersebut tidak hanya di front pertempuran, tetapi juga di belakang garis pertempuran untuk memberikan dukungan logistik, penanggulangan akibat perang, kegiatan-kegiatan lainnya yang turut menghambat atau memperlemah musuh, kegiatan diplomasi, serta kegiatan-kegiatan dalam pembinaan masyarakat untuk bersatu mendukung mengusir penjajah sesuai dengan bidang profesi dan kemampuan mereka. Pendek kata perang, diplomasi dan dukungan rakyat dalam bidang dan kemampuan masing-masing bersinergi atau saling memperkuat untuk mengusir penjajah di bumi Nusantara ini.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang membentuk pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak mempersiapkan angkatan perang atau tentara nasional secara sempurna untuk melindungi kemerdekaan yang telah diproklamasikan tersebut.

Baru pada tanggal 23 Agustus 1945 diumumkan oleh Presiden RI pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang didasarkan atas keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 23 Agustus 1945. BKR ini berfungsi sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi Komite Nasional Indonesia (KNI). Pada umumnya anggota-anggotanya dari eks mobilisasi pemerintahan militer Jepang, seperti Peta, Heiho, Sienendan, Keibodan, Fujinkei, eks tentara Hindia Belanda (KNIL), dan mobilisasi rakyat.

Dalam hal ini, patut diketahui bahwa pembentukan tentara nasional pada saat itu akan mengundang bentrokan fisik dengan tentara Jepang dan tentara sekutu, dan sementara itu kekuatan nasional dianggap belum cukup mampu menghadapi kedua kekuatan.

Kebijaksanaan pemerintah ini tidak memuaskan beberapa golongan pemuda. Mereka yang tidak puas ini kemudian membentuk badan-badan perjuangan atau laskar-laskar bersenjata, di antaranya Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA), Barisan Banteng, Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Hisbullah, Sabilillah, Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO), Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (BPRI). Di samping itu, terdapat badan-badan perjuangan bersenjata yang bersifat khusus seperti Tentara Pelajar (TP),. Tentara Genie Pelajar (TGP) dan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), serta pelajar pejuang lainnya dalam perkembangannya diintegrasikan menjadi Brigade Tentara Pelajar 17. Para mantan tentara Brigade Tentara Pelajar 17 ini sekarang tergabung dalam Yayasan Pendidikan 17 sebagai monumen hidup. Perjuangan bersenjata diganti dengan perjuangan mengisi kemerdekaan melalui bidang pendidikan di bawah naungan Yayasan Pendidikan 17 tersebut.

Pembentukan badan-badan perjuangan ini juga terjadi di luar pulau Jawa di antaranya Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang kemudian menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Aceh, Pemuda Republik Andalas di Sumatra Utara, Pemuda Andalas di Sumatra Barat.

Selanjutnya, dibutuhkan kesatuan langkah dalam pengamanan dari tindakan agresi dari pihak luar yang tidak menghendaki Republik Indonesia berdiri maka pada tanggal 5 Oktober 1945, dikeluarkan maklumat pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Tugas penyusunan Tentara Nasional diserahkan kepada Oerip Soemohardjo. Pimpinan TKR pertama-tama dipegang oleh Supriyadi bekas pemimpin pemberontakan PETA di Blitar, tetapi ia tidak pernah muncul menempati posnya. Kemudian Kolonel Soedirman (Komando Divisi V Banyumas), terpilih sebagai pemimpin tertinggi TKR, dan pada tanggal 18 Desember 1945. Kolonel Soedirman diangkat sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal dan Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal. Pada bulan Januari 1946 TKR berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) sementara itu badan-badan perjuangan tersebut pada tanggal 10 November 1945 mengadakan kongres dan membentuk badan kongres Pemuda Indonesia, dan peranannya dalam Biro Perjuangan dalam Kementrian Pertahanan. Baru pada bulan Juni 1947 kelompok pejuang; TKR dan badan-badan perjuangan lainnya diintegrasikan dalam TNI. Dengan demikian maka pada tahun 1947, bangsa Indonesia berhasil menyusun, mengkonsolidasikan sekaligus meng-integrasikan alat-alat pertahanan dan keamanan. Hal ini sesuai dengan tuntutan kebutuhan pada saat itu kita menghadapi pemberontakan PKI dikenal dengan Affair Madiun pada tanggal 18 September 1948 dan Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948 yang menguasai ibu kota RI (Yogyakarta) dan menangkap para pemimpin politik bangsa Indonesia.

Strategi perjuangan selanjutnya dilakukan tidak hanya secara militer seperti Serangan Umum 1 Maret 1949, tetapi juga melalui kegiatan diplomasi (mix strategy).

Dalam periode 1945-1949 tersebut pengertian bela negara dipersepsikan identik dengan perang kemerdekaan. Hal ini mengandung arti bahwa penunaian hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara dilaksanakan melalui keikutsertaan warga negara dalam perang kemerdekaan baik secara bersenjata maupun tidak bersenjata.

Pada periode 1950-1965, negara Indonesia menghadapi berbagai gangguan keamanan dalam negeri (pemberontakan), perjuangan Trikora, Pembebasan Irian Barat (sekarang Irian Jaya) dan Dwikora. Dalam periode ini pengertian bela negara dipersepsikan identik dengan upaya pertahanan dan keamanan. Hal ini mengandung arti bahwa penunaian hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara dilaksanakan melalui komponen-komponen hankam, yaitu ABRI, HANSIP, PERLA, SUKWAN dan SUKWATI.

Tahun 1965-sekarang, periode Orde Baru, ternyata ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang dihadapi lebih kompleks dan lebih luas daripada periode sebelumnya. ATHG tersebut dapat muncul dari segenap aspek kehidupan bangsa dalam berbagai bentuk. Untuk menghadapi masalah ini dikembangkan konsepsi tannas yang berpijak pada seluruh aspek kehidupan bangsa baik yang bersifat alamiah (geografi, sumber kekayaan alam dan demografi) dan bersifat sosial (ideologi politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam). Untuk lebih jelasnya hal ini Anda dapat mempelajari kembali Modul 3 tentang “Ketahanan Nasional”. Oleh karena itu, pada periode dewasa ini, bela negara dipersepsikan identik dengan tannas. Dengan demikian, penunaian hak dan kewajiban warga negara di dalam pembelaan negara dapat dilaksanakan melalui kegiatan di bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam sesuai dengan profesi masing-masing warga negara. Jadi, dapat dilihat persepsi makna dan pengertian bela negara berkaitan dengan situasi dan kondisi pada suatu saat serta ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada saat itu.

Sebelum diproklamasikan kemerdekaan RI telah dipikirkan masalah bela negara ini (cq Pertahanan Negara) yang dicantumkan dalam UUD 1945 Bab XII Pasal 30. Inilah yang menjadi landasan hukum bela negara.

Pada Pasal 30 ayat (1) dan (2) UUD 1945 berbunyi:

  1. Tiap warga negara berhak dan wajib dalam usaha pembelaan negara.
  2. Syarat-syarat tentang pembelaan negara diatur dengan Undang-undang.

Ayat (1) tersebut memberikan makna bahwa dalam upaya bela negara kekuatannya berada pada seluruh warga negara (rakyat) yang digunakan untuk menangkal setiap ancaman. Konsep inilah yang melahirkan gagasan seluruh rakyat menjadi tentara untuk membela kepentingan dan tujuan bangsa sekaligus sebagai pencerminan tanggung jawab warga negara dalam pembelaan negara. Pada ayat (2), menjelaskan pengaturan persyaratan bela negara tersebut dengan Undang-undang. Selain itu, pada Pasal 10 UUD 1945 berisikan Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Konsep bela negara di sini diartikan dalam pengertian yang sempit, yaitu bidang Hankam Negara

Atas dasar Pasal 30 ayat (2) UUD 1945 maka telah diundangkan UU   No. 20 Tahun 1982, yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang disempurnakan sekarang dengan UU No. 3 Tahun 2002. Dalam pengalaman sejarah bangsa Indonesia, peraturan perundang-undangan tentang pertahanan dan keamanan negara ini telah diatur. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan UUD 1945, pada tahun 1948 telah diundangkan UU No. 3 Tahun 1948 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara.

Perubahan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia menjadi negara Republik Indonesia Serikat memberlakukan Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat, 1949). Di dalam konstitusi RIS dituangkan tentang Pertahanan dan keamanan Negara, yaitu pada Bab VI, Pasal 179-185 disebut dengan judul Pertahanan Kebangsaan dan Keamanan Umum. Selanjutnya dengan perubahan negara Indonesia Serikat kembali ke negara kesatuan berdasarkan UUD. Sementara (UUDS tahun 1950), masalah pertahanan dan keamanan negara pada UUDS ditentukan pada Bab VI Pasal 124-130 dengan judul Pertahanan Negara dan Keamanan Umum. Atas dasar Bab VI tentang pertahanan negara dan keamanan umum tersebut, pada tahun 1954 telah diundangkan UU No. 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara.

Untuk lebih jelasnya landasan hukum bela negara ini diringkas sebagai berikut:

Apakah sistem pertahanan dan keamanan yang dianut oleh bangsa Indonesia

Gambar 9.4. 

Skematis Urutan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Hankamnas

  1. WUJUD DAN UPAYA BELA NEGARA

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan bukan oleh suatu kelompok masyarakat atau rakyat, tetapi oleh seluruh rakyat Indonesia, dengan mengerahkan segala potensi kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya. Tantangan yang dihadapi di masa lalu tentu sangat berbeda dengan tantangan yang kita hadapi di masa sekarang. Di masa lalu kita harus merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Di masa sekarang kita harus mengisi kemerdekaan dengan bangnas untuk menyejajarkan diri dengan negara bangsa (nation state) yang telah maju.

Dalam bangnas tersebut kita harus berupaya dan mampu mengembangkan potensi sumber daya alam termasuk kedudukan dan kondisi geografi Indonesia, sumber daya manusia Indonesia (dalam sistem tannas disebut Trigatra) dan sumber daya ciptaan (teknologi). Untuk menjadi kekuatan dalam meningkatkan kesejahteraan dan keamanan agar kita bisa sejajar dengan negara bangsa yang telah maju. Oleh karena itu, sangat tepat sekali strategi Bangnas Indonesia dititikberatkan pada pembangunan di bidang ekonomi tanpa mengesampingkan bidang-bidang lainnya. Sementara itu, invasi (perang) antara negara bangsa dewasa ini tidak populer. Hubungan antarbangsa dan negara diletakkan pada landasan kerja sama untuk membangun kesejahteraan bersama. Kendatipun demikian, kita tidak boleh lengah karena ancaman terhadap identitas dan integritas bangsa dan negara. Indonesia tidak hanya datang dari sisi militer, tetapi juga dapat dari sisi ideologi politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Dimensi perang juga sudah berubah tidak harus dengan invasi bersenjata (hankam), tetapi juga dapat dilihat dari invasi, ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Oleh karena itu, konteks bela negara juga harus mencakup semua bidang kehidupan tersebut (pancagatra) yang menjadi tanggung jawab setiap warga negara. Pada bagian ini Anda akan mengkaji bentuk partisipasi warga negara dalam upaya bela negara dalam arti yang lebih sempit yaitu Hankam. Untuk itu, Anda diharapkan terlebih dahulu memahami dan menghayati pengertian Hankam itu sendiri pada bagian terdahulu dan landasan hukumnya berikut ini.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, yaitu UU No. 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara, wujud bela negara dapat dikelompokkan sebagai berikut.

  1. PPPR (P3R) atau Pendidikan Pendahuluan Perlawanan Rakyat.
  2. Wajib Latih Mahasiswa (Walawa).
  3. Rakyat Terlatih (Ratih).
  4. Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
  5. Cadangan Angkatan Perang Republik Indonesia.

Apakah sistem pertahanan dan keamanan yang dianut oleh bangsa Indonesia

Gambar 9.5. 

Skematis P3R dan Pelaksanaannya

Berdasarkan UU RI No. 29 Tahun  1954 di sekolah-sekolah dan di tempat-tempat pendidikan lainnya. Kemudian dengan keputusan bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP No. M/A/19/63 Tahun 1963. Mata pelajaran Hankam negara merupakan bagian dari kurikulum pendidikan tinggi dan sekolah dasar, dan sekolah lanjutan serta pramuka. Selanjutnya, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban di dalam negeri maka dengan UU No. 13 Tahun 1961 kedudukannya yang semula berada di bawah naungan Departemen Dalam Negeri ditarik ke dalam naungan ABRI.

Apakah sistem pertahanan dan keamanan yang dianut oleh bangsa Indonesia

Gambar 9.6. 

Wujud Lembaga Keikutsertaan Warga Negara dalam Bela Negara Berdasarkan UU RI No.20 Tahun 1982

Kemudian di bawah payung UU RI No. 14 Tahun 1962, dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 55 Tahun 1972 dan No. 56 Tahun 1972 tentang pembentukan Pertahanan Sipil dan Perlawanan Rakyat (Hansip/ Wanra), yang kemudian diperbarui dengan UU No. 20 Tahun 1982 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Di dalam UU RI No. 20 Tahun 1982 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara. Komponen-komponen bela negara terdiri dari

Merupakan komponen khusus yang tidak digabungkan dalam Komponen Rakyat Terlatih, ABRI, Cadangan Nasional.Linmas adalah warga negara yang memilih lingkungan ini sebagai tempat berbaktinya yang berfungsi menanggulangi akibat bencana perang, bencana alam dan bencana lainnya.

Namun demikian, sejalan dengan perkembangan kemajuan bangsa dan aspirasi masyarakat dewasa ini mempersoalkan kedudukan POLRI yang dimasukkan ke dalam ABRI. ABRI dalam hal ini Angkatan Darat, Laut, dan Udara berbeda tugas dan fungsinya dengan Kepolisian. Angkatan Darat, Laut dan Udara bertugas menghadapi atau menghancurkan musuh negara (pertahanan), sedangkan Kepolisian sebagai aparat penegak hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Memasukkan Kepolisian ke dalam ABRI membuat perangainya berubah, seperti angkatan-angkatan perang dan tidak selayaknya sebagai aparat penegak hukum serta tidak otonomi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya karena keterikatannya pada birokrasi ABRI komentar berbagai kalangan.

Oleh karena itu, ada kecenderungan tuntutan masyarakat untuk memisahkan Kepolisian dari komponen ABRI. Dalam pemisahan ini apakah Kepolisian kelak akan berdiri sendiri di bawah Presiden (menjadi satu kementerian/departemen) atau berada di bawah Departemen Kehakiman atau bisa pula di bawah Departemen Dalam Negeri. Semuanya ini perlu pengkajian dan tergantung pada aspirasi rakyat Indonesia sendiri (DPR). Jika dipisahkan Kepolisian dari ABRI, ini berarti UU RI No. 20 Tahun 1982 tentang Pertahanan Keamanan Negara perlu disempurnakan lagi.

Apa yang diutarakan adalah pengalaman masa lalu kita sebagai bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan “bela negara”. Prediksi pada saat ditulis modul ini 1997 menjadi kenyataan. Undang-undang No. 20 Tahun 1982 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara disempurnakan dengan UU RI  No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan merupakan wilayah kewenangan TNI.

UU RI No. 28 Tahun 1997 Jo. UU RI No. 13 Tahun 1961 yang masih memacu kepada UU RI No. 20 Tahun 1982 tentang Kepolisian Negara Indonesia disempurnakan dengan UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dengan demikian pada awal tahun 2002 ABRI dilikuidasi menjadi TNI dan Kepolisian Negara Indonesia dan masing-masing berdiri sendiri dengan dasar hukum yang berbeda pula. Permasalahan ini sebagai upaya dalam menjalankan amanat MPR yang dituangkan dalam Ketetapan MPR No.VI/MPR/2002 tentang pemisahan TNI dan Kepolisian Negara Indonesia, dan Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara Indonesia.

Dengan demikian, perihal bela negara mengacu kepada UU RI No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dalam Pasal 9 ayat (1) dinyatakan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya “bela negara” yang diwujudkan dalam penyelenggaraan Pertahanan Negara. Ayat (2) Keikutsertaan Warga negara dalam upaya ”bela negara” sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diselenggarakan melalui.

  1. Pendidikan Kewarganegaraan.
  2.  Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.
  3. Pengabdian sebagai prajurit TNI secara suka rela atau secara wajib.
  4. Pengabdian sesuai dengan profesi.

Jadi, apabila Anda sekarang mempelajari modul Kewarganegaraan ini adalah dalam upaya “bela negara” jika Anda melaksanakan dasar kemerdekaan atau mengabdi sebagai prajurit TNI baik secara wajib atau suka rela, juga upaya Anda dalam bela negara. Bahkan jika Anda mengabdi dalam profesi Anda serta meletakkan kepentingan bangsa dan negara lebih utama maka Anda termasuk telah berpartisipasi dalam “bela negara”.

Secara sederhana dapat digambarkan wujud keikutsertaan warga negara dalam bela negara sebagai berikut:

Apakah sistem pertahanan dan keamanan yang dianut oleh bangsa Indonesia

Gambar 9.7. 

Wujud Keikutsertaan Warga Negara dalam “Bela Negara”

(UU RI No. 3 Tahun 2002)