Bagaimana eceng gondok menyesuaikan diri dengan tempat hidupnya agar ia dapat tumbuh mengapung
Theresia Widyantini Kamis, 30 Juli 2020 | 09:03 WIB
Bobo.id - Setiap jenis tumbuhan mempunyai habitat yang berbeda-beda. Nah, untuk bisa bertahan hidup di habitatnya atau di lingkungan tempat hidupnya, tumbuhan harus bisa beradaptasi. Bagaimana caranya? Yuk, kita lihat bagaimana adaptasi setiap jenis tumbuhan itu! Ada 5 cara tumbuhan beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu: 1. Xerofit Ini adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya yang panas dan kering. Tumbuhan ini sangat tahan dengan udara yang kering dan kurang air. Ciri-ciri tumbuhan xerofit adalah:
Beberapa contoh tumbuhan xerofit adalah kaktus, kurma, lidah buaya, adenium, sansiviera, adenium, dan buah naga. Baca Juga: Inilah Ciri-Ciri Tumbuhan Xerofit Beserta Contoh Tumbuhannya Page 2
Page 3
Pixabay
Bobo.id - Setiap jenis tumbuhan mempunyai habitat yang berbeda-beda. Nah, untuk bisa bertahan hidup di habitatnya atau di lingkungan tempat hidupnya, tumbuhan harus bisa beradaptasi. Bagaimana caranya? Yuk, kita lihat bagaimana adaptasi setiap jenis tumbuhan itu! Ada 5 cara tumbuhan beradaptasi dengan lingkungannya, yaitu: 1. Xerofit Ini adalah tumbuhan yang beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya yang panas dan kering. Tumbuhan ini sangat tahan dengan udara yang kering dan kurang air. Ciri-ciri tumbuhan xerofit adalah:
Beberapa contoh tumbuhan xerofit adalah kaktus, kurma, lidah buaya, adenium, sansiviera, adenium, dan buah naga. Baca Juga: Inilah Ciri-Ciri Tumbuhan Xerofit Beserta Contoh Tumbuhannya Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Eceng gondok[1] (Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe.[2]
Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil.[3]
Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
TumbuhanWarna bungaViolet TaksonomiDivisiTracheophytaSubdivisiSpermatophytinaKladAngiospermaeKladmonocotsKladcommelinidsOrdoCommelinalesFamiliPontederiaceaeGenusEichhorniaSpesiesEichhornia crassipes Solms Tata namaBasionimPontederia crassipes (en) Eceng gondok sedang berbunga Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.[2] Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air.[4] Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.[4] Kolam yang dipenuhi eceng gondok yang sedang berbunga Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain:
Karena eceng gondok dianggap sebagai gulma yang mengganggu maka berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain:
Sungai yang dipenuhi eceng gondok Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya ia berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia antara lain oleh Widyanto dan Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen.[8] Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida.
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Eichhornia crassipes.
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Eceng_gondok&oldid=21595843" |