Bagaimana hubungan faktor x dengan keberhasilan bisnis usaha yang anda jalankan
Entrepreneur seringkali digambarkan sebagai seorang yang tangguh, berani menjalankan usaha mandiri dengan mengorganisasikan seluruh sumberdaya yang dimiliki, yang berarti pula menanggung risiko kegagalan dengan tujuan akhir memperoleh penghasilan/kemakmuran. Dalam pandangan Schumpeterian, entrepreneurship merupakan suatu kegiatan yang disebut sebagai creative distruction, dimana pada dasarnya kegiatan ini merupakan suatu upaya untuk menciptakan ketidakseimbangan melalui berbagai penemuan baru yang kemudian akan menjadi titik keseimbangan baru. Biasanya proses ketidakseimbangan ini dilakukan oleh pendatang baru (new entrants). Sepanjang proses menuju titik keseimbangan baru ini, pendatang baru akan memaksimalkan keuntungan dengan tujuan akhir memaksimalkan penciptaan kemakmuran (wealth creation). Entrepreneurship juga seringkali dipandang sebagai suatu kegiatan realisasi kesempatan (opportunities) yang telah teridentifikasi dengan tujuan akhir juga untuk memaksimalkan kemakmuran. Namun demikian, kegagalan (failure) merupakan fenomena penting dalam entrepreneurship, termasuk apa penyebab dan konsekuensinya bagi individu, organisasi dan masyarakat (Cardon et al. 2011). Hal ini dirasa penting mengingat persepsi masyarakat atas kegagalan dapat mendorong atau mematikan keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur. Demikian pula, persepsi masyarakat atas pekerjaan sebagai entrepreneur dapat menjadi pendorong berkembangnya entrepreneurship. Dutta (2008) mendefinisikan keinginan untuk tumbuh (growth intention) sebagai tujuan atau aspirasi entrepreneur atas tingkat / laju pertumbuhan (growth trajectory) yang diinginkan oleh entrepreneur tersebut. Dalam hal ini pada dasarnya pertumbuhan entrepreneur untuk sebagian besar tergantung pada dirinya sendiri. Dengan demikian, entrepreneur adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut. Sedangkan entrepreneurship dapat dilihat sebagai suatu proses yang meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan suatu organisasi. Lounsbury (2001) mengemukakan bahwa sesungguhnya perhatian utama entrepreneurship adalah “bagaimana kesempatan (opportunities) untuk menghasilkan barang dan jasa dimasa mendatang dapat ditemukan, diciptakan dan dieksploitasi, oleh siapa dan dengan konsekuensi apa”. Ireland et al (2003) menjelaskan bahwa beberapa ahli menganggap / melihat entreprenership terkait kebaruan (newness and novelty) dalam bentuk produk baru, proses baru, serta pasar yang baru sebagai penggerak utama proses penciptaan kemakmuran (wealth creation). Dengan demikian, kemampuan untuk mengidentifikasi adanya kesempatan merupakan inti dari entreprenership. Ahuja dan Lampert (2001) selanjutnya mengatakan bahwa upaya untuk mengetahui faktor penentu terjadinya invensi terobosan (breakthrough invention) juga dipandang penting dari sudut pandang strategi teknologi dan pembelajaran organisasi. Invensi terobosan mecerminkan adanya sumber keunggulan daya saing yang langka (rare), bernilai (valuable), dan sukar untuk ditiru. Upaya mengeksploitasi kesempatan (opportunities) mendorong perusahaan untuk berupaya menciptakan keunggulan daya saing berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Namun demikian, dengan perkembangan lingkungan usaha, seringkali keunggulan daya saing yang tercipta terebut hanya bertahan untuk jangka waktu yang tidak terlalu lama, sehingga keunggulan tersebut tidaklah bersifat sustainable (berkelanjutan) melainkan bersifat sementara (temporary). Di lain sisi, keunggulan daya saing yang mencerminkan perbedaan dalam pemilikan sumber daya dapat menyebabkan situasi berbedanya faktor pendukung keberhasilan entrepreneur yang satu dengan yang lain, baik faktor yang berasal dari lingkungan internal (resources) maupun yang berasal dari lingkungan eksternal termasuk faktor kelembagaan (institutional factors). Baik pada perusahaan yang baru tumbuh (start-up) maupun bagi perusahaan yang telah eksis, proses kewirausahaan (entrepreneurship process) dilakukan guna mengejar kesempatan usaha (business opportunities) yang akan dapat mendorong ekspansi usaha, meningkatkan kemajuan teknologi dan pada gilirannya akan dapat menciptakan kemakmuran (wealth creation). Rumusan Masalah Tujuan Penulisan Batasan Masalah TINJAUAN LITERATUR Gambar 1 : Model Proses Kewirausahaan (Bygrave, 2004) Selanjutnya, dengan memperhatikan gambar diagram tersebut di atas Nassif et al (2010) mengutip Bygrave (2004) menjelaskan bahwa “sebagaimana terjadi pada sebagian besar perilaku manusia, perilaku kewirausahaan (entrepreneurial traits) dibentuk oleh sifat-sifat pribadi (personal attributes) dan lingkungan (environment). Faktor-faktor yang bersifat dimensi pribadi, yang secara inheren berada dalam diri seseorang, merupakan pendorong utama bagi seseorang untuk menjadi entrepreneur dan juga merupakan faktor utama yang mendorong kesuksesan seseorang dalam menjalankan usaha. Faktor lingkungan pada dasarnya merupakan katalisator bagi keberhasilan entrepreneur. Lebih lanjut lagi, Nassif et al (2010) mengutip Bygrave (2004) menjelaskan bahwa entrepreneur memiliki locus of control yang lebih tinggi dibandingkan dengan non entrepreneur, yang berarti bahwa entrepreneur memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk menentukan nasibnya sendiri (…that entrepreneurs have a higher locus of control than non-entrepreneurs, which means that they have a higher desire to be in control of their on fate). Penjelasan perihal karakteristik entrepreneur oleh Bygrave digambarkan dalam 10 Ds sebagai berikut : Secara ringkas, konsep 10 D tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : (i) Dream : mempunyai visi terhadap masa depan dan mampu mewujudkannya, (ii) Decisiveness : tidak bekerja lambat, membuat keputusan berdasar perhitungan yang tepat, (iii) Doers : membuat keputusan dan melaksanakannya, (iv) Determination : melaksanakan kegiatan dengan penuh perhatian, (v) Dedication : mempunyai dedikasi tinggi dalam berusaha, (vi) Devotion : mencintai pekerjaan yang dimiliki, (vii) Details : memperhatikan faktor-faktor kritis secara rinci. (viii) Destiny : bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan yang hendak dicapai. (ix) Dollars : motivasi bukan hanya uang, (x) Distribute : mendistribusikan kepemilikannya terhadap orang yang dipercayai. Penelitian yang dilakukan oleh Nassif et al (2004) di Brazil menunjukkan dominasi aspek afektif seperti ketekunan (perseverance), keberanian (courage), motivasi pribadi, tingkat penerimaan terhadap risiko dan optimisme pada tahap awal pembentukan entitas usaha, khususnya paa tahap konsepsi bisnis. Disebutkan bahwa dominasi aspek afektif hanya terjadi pada tahap awal pembentukan usaha, dan secara bertahap sesuai dengan perkembangan /pertumbuhan usaha bergeser kepada aspek kognitif. Lebih lanjut, disebutkan bahwa faktor lingkungan seperti kultural/budaya, sosial politik dan ekonomi turut memberikan pengaruh dari waktu ke waktu pada aspek afektif dan kognitif. Bosma et al (2000) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya kegiatan kewirausahaan (entrepreneurship) di Negeri Belanda. Riset ditujukan pada perusahaan-perusahaan yang didirikan pada tahun 1994 dan secara terus menerus diikuti perkembangannya. Determinan yang dipergunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan dalam beberapa sumberdaya (resources) yang dalam bobot yang berbeda dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut sewaktu memulai usahanya. Kategorisasi sumberdaya tersebut adalah sumberdaya manusia (human capital) sumberdaya keuangan (financial capital) dan sumberdaya sosial (social capital). Variabel determinan lain yang dipergunakan adalah strategi yang dipergunakan untuk menjaga usahanya. Ukuran keberhasilan dalam hal ini adalah tingkat keuntungan yang diperoleh, tingkat perkembangan lapangan pekerjaan yang diciptakan dan kemampuan/jangka waktu perusahaan untuk bertahan (survival period). Secara umum, penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut : 1. Sumberdaya manusia (human capital)
2. Sumberdaya keuangan (financial capital)
3. Sumberdaya sosial (social capital)
4. Strategi yang dipergunakan untuk menjaga usaha
5. Variabel kontrol
Rose et al (2006) melakukan penelitian atas faktor-faktor yang menunjang kesuksesan entrepreneur di Malaysia. Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:
Terkait dengan aspek individu, dimana motivasi dan semangat membangun pada entrepreneur merupakan salah satu faktor dalam menunjang keberhasilan usaha seorang entrepreneur, Aidis et al (2008) mengkonfirmasi hal tersebut melalui hasil penelitiannya dengan menyebutkan bahwa entrepreneur yang berpandangan optimis (entrepreneurial optimists) memiliki kinerja dalam bentuk profitabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan entrepreneurial pessimists. Ekspektasi awal seorang entrepreneur (owner-manager) berdampak positif terhadap kinerja pertumbuhan aktual di masa mendatang. Lebih lanjut, penelitian Aidis et al (2006) menunjukkan bahwa entitas usaha yang dijalankan oleh entrepreneur yang tidak memiliki pengalaman usaha disebut sebagai (“nascent entrepreneur”) tidak dapat menghasilkan keuntungan yang memadai. Entitas usaha yang paling dinamis adalah yang termasuk dalam “middle category” yaitu dengan pengalaman kewirausahaan antara 2 sampai 16 tahun. KESIMPULAN Dari uraaian di atas, terlihat bahwa untuk dapat berhasil, baik dalam aspek perolehan keuntungan dan tingkat profitabilitas yang memadai, dapat menciptakan lapangan kerja maupun dapat bertahan hidup, tidak hanya diperlukan kemampuan/ketrampilan kewirausahaan (entrepreneurial skills) semata. Penelitian menunjukkan bahwa dua hal utama dalam menunjang kesuksesan entrepreneur adalah faktor individu entrepreneur dan faktor lingkungan. Beberapa faktor yang bersifat individual yang perlu dimiliki oleh entrepreneur adalah :
Selain hal-hal yang bersifat inheren dalam diri entrepreneur, terdapat pula faktor eksternal yang dapat mendukung kesuksesan entrepreneur diantaranya :
REFERENSI Aidis, Ruta, Tomasz Mickiewicz and Arnis Sauka (2008), Why Are Optimistic Entrepreneurs Successful? An Application of the Regulatory Theory, William Davidson Institute Working Paper number 914 Bosma, Niels, Mirjam van Praag and Gerrit de Wit (2000), Determinants of Succesful Entrepreneurship, Scientific Analysis of Entrepreneurship and SMEs, P.O. Box 7001 2701 AA Zoetermeer` Cardon, Melissa S, Christopher E. Stevens and D. Ryland Potter (2011), Misfortunes or Mistakes? Cultural sensemaking of entrepreneurial failure, Journal of Business Venturing 26 79-92 Dutta, Dev K and Stewart Thornhill (2008), The evolution of growth intention : toward a cognition based model, Journal of Business Venturing 23, pages 307-332. Ireland, R. Duane , Michael A. Hitt and David G. Sirmon (2003), A Model of Strategic Entrepreneurship, Journal of Management, 29;963. Nassif, Vânia Maria Jorge, Alexandre Nabil Ghobril, Newton Siqueira da Silva (2010), Understanding the Entrepreneurial Process : a Dynamic Approach, Brazilian Administration Review, Curitiba, vol 7 number 2 article 6. Rose, Raduan Che, Naresh Kumar and Lim Li Yen (2006), Entrepreneurs Success Factors and Escalation of Small and Medium-sized Entreprises in Malaysia. Journal of Social Sciences 2 (3). Science Pulications. Penulis : Roy Kuntjoro (Managing Director) |