Bagaimana menurut nasabah tentang kpr bank syariah

Foto: businesstoday.com

Kredit Pemilikan Rumah [KPR] adalah salah satu opsi yang paling banyak diambil masyarakat ketika membeli rumah.

Selain KPR di bank konvensional, tidak sedikit juga orang yang tertarik dengan KPR syariah.

Beberapa orang menganggap kalau KPR syariah memiliki lebih banyak keunggulan dibanding KPR konvensional. 

Masyarakat juga menilai bahwa mengajukan KPR lewat skema syariah lebih aman karena tidak memakai bunga dan cicilannya lebih stabil.

Namun, benarkah seperti itu?

Untuk mengetahui perbedaannya, kita akan membahas KPR syariah secara menyeluruh, mulai dari pengertian, perbedaan, keuntungan hingga simulasi KPR-nya.  

Perbedaan KPR Syariah dan KPR Konvensional

Foto: Unsplash

Singkatnya, KPR syariah adalah produk perbankan untuk pembiayaan kepemilikan rumah yang sesuai dengan prinsip syariah.

KPR syariah dan KPR konvensional memiliki beberapa perbedaan, mulai dari skema pinjaman hingga besaran cicilan setiap bulannya.

Keduanya juga berbeda dari sistem kredit. Jika KPR konvensional menawarkan cicilan dengan bunga, KPR syariah menawarkan cicilan tanpa bunga alias flat.

Inilah yang membuat banyak orang menganggap kalau KPR syariah lebih menguntungkan daripada KPR konvensional. 

Apa Keuntungan KPR Syariah?

Ada beberapa keuntungan jika Anda menggunakan KPR syariah. 

Pertama dan paling penting, KPR syariah memberikan kepastian untuk jumlah cicilan yang dibayarkan setiap bulannya.

Angsuran yang dibayarkan selama masa cicilan pun tetap, sehingga dapat membantu cash flow keuangan dengan baik.

Lalu, bagaimana bank mendapat keuntungan dari sistem ini? 

Nah dalam skema KPR syariah, bank mendapatkan untung dari selisih jual-beli rumah dan kerja sama bagi hasil antara pembeli dan bank.

Semuanya tergantung dengan akad atau perjanjian antara bank dan Anda sebagai kreditur.

Akad KPR sendiri ada beberapa jenis berbeda, dua yang paling umum adalah akad Murabahah [Jual Beli] dan Musyarakah Mutanaqisah [Kepemilikan Bertahap].

Secara luas, ada empat skema atau istilah dari bank syariah dalam pengajuan KPR, yaitu KPR iB Jual Beli [Murabahah], KPR iB Kepemilikan Bertahap [Musyarakah Mutanaqisah], KPR iB Sewa [Ijarah], dan KPR iB Sewa Beli [Ijarah Muntahiya Bittamlik-IMBT].

Fitur lain yang ditawarkan KPR syariah adalah memiliki proses permohonan yang cepat, serta bisa fleksibel untuk membeli rumah baru maupun bekas.

Selain itu, KPR syariah memiliki jangka waktu pembiayaan yang panjang.

Baca juga:

3 KPR Bank Syariah, Pilihan Menarik untuk Kredit Rumah

Syarat Mengajukan KPR Syariah

Setelah mengetahui keunggulan KPR syariah, berikut ini prosedur yang perlu dipersiapkan untuk mengajukan KPR, di antaranya:

Warga Negara Indonesia

Berusia minimal 21 tahun dan maksimal 55 tahun pada saat jatuh tempo pembiayaan

Fotokopi KTP, Kartu Keluarga dan Surat Nikah

Fotokopi rekening koran

Slip gaji

Perlu diketahui, khusus untuk kepemilikan unit pertama, KPR syariah diperbolehkan atas unit yang belum selesai dibangun atau inden. 

Namun, kondisi tersebut tidak diperkenankan untuk kepemilikan rumah selanjutnya.

Bank Mana Saja yang Menawarkan KPR Syariah?

Dewasa ini, sudah banyak perbankan yang menawarkan produk KPR syariah.

Bank-bank konvensional juga mulai menggalangkan produk KPR syariah di Indonesia karena memiliki potensi yang besar.

Berikut sejumlah bank yang menawarkan produk KPR syariah di Indonesia:

- Bank Syariah Indonesia 

- BTN Syariah

- BCA Syariah

- Cimb Niaga Syariah

Tentunya, masing-masing bank memiliki keunggulan. Untuk mencari KPR syariah termurah, Anda hanya perlu menyesuaikan skema KPR syariah dengan kebutuhan dan bujet Anda. 

Jenis-Jenis Akad KPR Syariah

Foto: lpropertylawyers.co.uk

Seperti yang telah dijelaskan, umumnya bank-bank syariah hanya menyediakan dua jenis akad saja, yakni KPR iB Jual Beli [Murabahah] dan akad KPR iB Kepemilikan Bertahap [Musyarakah Mutanaqisah].

Lalu, apa perbedaan antara keduanya? Mari kita bahas satu persatu beserta simulasinya. 

KPR Syariah Akad Murabahah

Murabahah merupakan istilah yang dipakai dalam sistem perbankan syariah, di mana ada perjanjian jual beli antara bank dan juga nasabah atau pembeli.

Pada akad Murabahah, bank syariah akan membeli barang yang diperlukan oleh nasabah, atau dalam hal ini rumah.

Kemudian, bank akan menjual kembali rumah tersebut kepada nasabah. Nah, di sinilah bank biasanya menambahkan margin keuntungan.

Selisih nilai yang dibayarkan oleh bank dan juga jumlah yang nasabah bayarkan kepada bank adalah margin keuntungan yang akan diambil bank.

Misalnya, Anda ingin membeli rumah seharga Rp500 juta. Pertama, Anda akan membayar DP sebesar 20 persen atau sebesar Rp100 juta kepada pihak pengembang.

Sisanya, Anda akan meminjam dari bank dengan skema KPR syariah akad Murabahah.

Dari sini, pihak bank akan membeli rumah tersebut dan menjual kembali kepada Anda, tentunya ditambah dengan margin keuntungan yang sudah ditetapkan bersama.

Misalnya, setelah negosiasi Anda dan bank sepakat untuk menentukan margin sebesar 5 persen dengan jangka tenor 15 tahun.

Maka, perhitungannya menjadi seperti di bawah ini:

[[harga beli bank x [keuntungan bank x tenor] + harga beli bank] : bulan tenor

[[400.000.000 x [5% x 15]] + 400.000.000] : 180 bulan

Total: Rp 3.163.200 per bulan

Jadi, Anda harus membayar Rp3,1 jutaan setiap bulannya, tanpa ada kenaikan atau penurunan cicilan. 

KPR Syariah Akad Musyarakah Mutanaqisah

Skema yang satu ini sedikit berbeda dengan akad Murabahah. Akad Musyarakah Mutanaqisah sendiri lebih menitikberatkan penawaran kerjasama atau bagi hasil antara nasabah dan pihak bank.

Dalam hal ini, Anda sebagai nasabah dan pihak bank akan membeli rumah yang diinginkan secara bersama-sama.

Biaya yang harus dibayar masing-masing akan disesuaikan seperti kesepakatan keduanya.

Misalnya, Anda dan bank sudah sepakat dalam pembayaran rumah, di mana Anda membayar 20 persen dari harga rumah sedangkan pihak bank 80 persen.

Lalu, rumah tersebut akan disewakan kepada Anda. Karena bank mempunyai porsi pembayaran rumah lebih besar, hak kepemilikan rumah akan terlihat seperti masih milik bank.

Karena itu, Anda menempati rumah tersebut dengan status sewa. Kegiatan sewa rumah yang Anda lakukan adalah untuk melunasi cicilan yang telah dibayarkan oleh bank. 

Jadi, biaya sewa tersebut sama saja seperti Anda membayar biaya cicilan KPR.

Misalnya, Anda membeli rumah dengan harga Rp300 juta. Apabila kesepakatannya 20 persen dan 80 persen, maka bank akan membayar sekitar Rp240 juta.

Dana milik Anda dan bank akan dikumpulkan untuk membeli rumah tersebut. Setelahnya, rumah tersebut disewakan dengan harga sewa yang disepakati sekitar Rp1,6 juta per bulan.

Selama masa tenor, misalnya 10 tahun, Anda harus membayar biaya sewa sebesar Rp1,6 juta per bulan. Namun, ada satu hal yang harus diperhatikan.

Biasanya, pihak bank akan menambah biaya keuntungan bank pada biaya sewa rumah per bulannya. Sehingga, harga sewa tersebut masih bisa bertambah.

Nah, itu tadi penjelasan, perbedaan, serta simulasi KPR syariah dan konvensional. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda yang hendak membeli rumah, ya! 

Anda juga bisa memilih hunian dengan tema syariah di Rumah123 seperti Cendana Residence, Pesona Asih Village,dan masih banyak lagi. 

Selamat mencoba!

Baca juga:

Plus Minus Kredit Rumah Syariah Lewat Developer dan Bank

Author:

Ferry Fadhlurrahman

Di negara yang mayoritas berpenduduk muslim seperti Indonesia, kehadiran produk-produk yang memenuhi syariat Islam pun menjadi suatu kebutuhan. Tak terkecuali untuk produk keuangan. Demi memenuhi kebutuhan tersebut, bank pun meluncurkan berbagai produk syariah, mulai dari tabungan, kartu kredit, asuransi, sampai KPR syariah.

Sebenarnya apa yang membedakan produk keuangan syariah dengan produk konvensional? Perbedaan utamanya terletak pada prinsip hukum yang menjadi landasan produk tersebut. Jika produk keuangan konvensional harus memenuhi ketentuan dan aturan perbankan, produk syariah selain harus memenuhi aturan tersebut juga harus mengikuti syariat Islam.

Dalam hal produk KPR atau kredit pemilikan rumah syariah, tentunya ada pula yang membedakannya dengan KPR konvensional. Untuk mengetahui lebih lanjut soal KPR syariah, berikut ini ulasan lengkapnya.

Pengertian KPR Syariah

KPR syariah merupakan produk pembiayaan perbankan yang berlandaskan prinsip syariah dan ditujukan untuk pembelian rumah atau hunian. Dasar hukum KPR syariah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Selain itu, KPR syariah juga harus mengikuti sejumlah aturan fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Utama Indonesia [MUI].

Jika dibandingkan dengan KPR konvensional, perbedaan utama yang paling mencolok dari dua jenis KPR ini terletak pada sistem bunganya. Karena berlandaskan syariat Islam yang mengharamkan bunga, maka KPR syariah pun tidak mengenakan bunga kepada nasabah KPR. Sebagai gantinya, imbalan jasa kepada pihak bank diberikan dalam empat bentuk, tergantung akad yang disepakati.

Bentuk imbalan atau pengambilan keuntungan dalam KPR syariah, meliputi:

  • Profit margin: jika akad yang dipakai adalah murabahah atau jual beli
  • Jasa [ujrah / fee]: jika akad yang dipakai adalah istishna’ atau pesan bangun.
  • Fee sewa: jika akad yang digunakan adalah ijarah muntahiyah bi tamlik [sewa beli]
  • Bagi hasil keuntungan: jika akad yang digunakan adalah musyarakah mutanaqishah

Akad KPR Syariah

Dalam KPR syariah, terdapat empat jenis akad atau perjanjian jual-beli yang biasanya ditawarkan oleh bank.

1. Akad murabahah atau jual beli

Akad murabahah dalam KPR syariah merupakan perjanjian jual-beli antara bank dengan pembeli rumah atau calon nasabah KPR. Dalam akad ini, bank akan membeli rumah yang kita inginkan, lalu menjualnya kembali kepada kita dengan harga yang sudah ditambah dengan keuntungan untuk pihak bank.

Harga tersebut harus disepakati di awal perjanjian akad, sehingga kita sebagai calon debitur KPR akan mencicil harga rumah sesuai dengan kesepakatan itu. Artinya, cicilan yang kita bayarkan tiap bulan pun akan bersifat tetap, tidak naik-turun seperti halnya KPR konvensional yang mengikuti suku bunga Bank Indonesia [BI].

2. Akad istishna’ atau pesan bangun

Dalam akad istishna’, pembiayaan KPR syariah dilakukan dalam bentuk pesan bangun. Kita sebagai nasabah akan membeli rumah sesuai dengan pesanan yang disepakati atau inden. Biasanya terdapat dua metode yang ditawarkan bank untuk akad jenis ini, yaitu metode selesai-bayar dan metode progresif.

Metode pesan-bayar artinya kita diharuskan membayar rumah ketika pembangunan selesai. Namun, bank akan meminta kita untuk membuat rekening dan kita diwajibkan mengisinya selama masa pembangunan berjalan. Sementara metode progresif berarti kita diharuskan membayar kepada bank sesuai progres pembangunan rumah.

Akad istishna’ bisa dibilang jarang ditawarkan oleh bank di Indonesia. Akad ini justru lebih umum ditawarkan oleh developer atau pengembang rumah syariah, di mana kita mencicil harga rumah langsung kepada pengembang tanpa melalui bank.

3. Akad ijarah muntahiyah bi tamlik atau sewa beli

Akad ijarah muntahiyah bi tamlik atau yang disebut juga dengan akad sewa beli merupakan perjanjian dalam KPR syariah, di mana kita dianggap “menyewa” rumah yang ingin kita beli sampai periode waktu yang ditentukan, dan pada akhirnya bank akan menjual atau menghibahkan rumah tersebut kepada kita saat masa sewa berakhir.

Contoh kasusnya begini:

Budi ingin membeli rumah seharga Rp 500 juta. Dia pun menandatangani akad sewa beli untuk KPR syariah dari Bank X. Berdasarkan akad ini, maka Bank X akan membeli rumah tersebut dan menyewakannya kepada Budi untuk jangka waktu 20 tahun.

Budi pun diwajibkan membayar uang sewa selama masa perjanjian. Uang sewa yang harus dibayarkan tiap bulan itu terdiri atas manfaat sewa sekaligus keuntungan untuk bank X. Saat masa sewa berakhir, yakni 20 tahun kemudian, maka kepemilikan rumah tersebut akan berpindah dari Bank X kepada Budi.

4. Akad musyarakah mutanaqishah atau kongsi

Akad terakhir dalam KPR syariah adalah akad musyarakah mutanaqishah atau kongsi. Akad ini menetapkan skema bagi hasil antara pembeli rumah dengan pihak bank.

Dalam akad musyarakah, pembeli dan bank sama-sama patungan membeli rumah, misalnya dengan porsi 20%:80%. Status rumah tersebut kemudian menjadi milik berdua, yakni pembeli dan bank.

Pembeli kemudian akan “menyewa” rumah tersebut dari bank selama jangka waktu tertentu, sehingga secara bertahap mengurangi porsi kepemilikan pihak bank. Pembayaran sewa ini akan terus dilakukan oleh pembeli hingga porsi kepemilikan bank menjadi 0% di akhir masa perjanjian, dan rumah pun 100% resmi dimiliki oleh pihak pembeli.

Kelebihan KPR Syariah Dibanding KPR Konvensional

1. Tidak ada sistem bunga, cicilan tetap

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, KPR syariah tidak mengenakan sistem bunga bagi nasabah. Alih-alih, bank akan mengenakan biaya jasa dalam bentuk profit margin atau bagi hasil.

Keuntungannya, nasabah KPR pun tidak perlu was-was soal cicilan ketika kondisi ekonomi tidak stabil dan suku bunga BI naik-turun. Karena margin bank sudah ditetapkan di awal, maka cicilan KPR yang harus kita bayar tiap bulan pun sifatnya tetap dan tidak berubah-ubah.

2. Margin transparan

Tidak seperti KPR konvensional yang bunga KPR-nya mengikuti pergerakan suku bunga BI, keuntungan atau profit margin untuk KPR syariah sudah ditentukan di awal masa pinjaman. Kita pun jadi tahu pasti berapa keuntungan yang akan diambil bank untuk pinjaman KPR kita, sehingga kita bisa mengukur mahal-murahnya KPR syariah dengan lebih mudah.

3. Bebas riba

Bagi umat muslim, riba merupakan sesuatu yang diharamkan. Hal ini pula yang mendorong munculnya produk-produk perbankan syariah, termasuk KPR syariah. Bagi Anda yang tidak ingin melakukan riba, maka KPR syariah merupakan solusi tepat untuk pembiayaan rumah Anda.

4. Lebih sehat bagi keuangan dalam jangka panjang

Karena tidak ada sistem bunga dalam KPR syariah, cicilan KPR Anda tiap bulan pun jumlahnya bersifat tetap. Tentunya ini akan memudahkan dalam perencanaan keuangan untuk masa depan. Sebab Anda bisa mengalokasikan dana yang pasti untuk cicilan rumah dan juga pos-pos keuangan lainnya.

5. Tidak ada denda dan penalti

Dalam KPR konvensional, Anda akan dikenakan denda apabila telat membayar cicilan. Anda juga diharuskan membayar penalti apabila melunasi pinjaman lebih cepat dari waktu jatuh tempo. Hal ini tidak berlaku dalam KPR syariah.

Untuk KPR syariah, denda dan penalti haram hukumnya. Oleh karena itu, tidak ada dua istilah tersebut dalam produk keuangan ini. Sebagai gantinya, bank dan nasabah KPR akan melakukan musyawarah untuk ganti rugi jika pihak nasabah mengalami kesulitan pembayaran yang berdampak kepada telat membayar cicilan.

Adapun untuk pelunasan pembayaran dipercepat, bank juga tidak akan mengenakan penalti. Nasabah hanya diwajibkan membayar sisa utang KPR beserta dengan margin yang telah disepakati.

Kekurangan KPR Syariah Dibanding KPR Konvensional

Semua hal di dunia ini pasti punya kelebihan dan kekurangan, begitupun dengan KPR syariah. Berikut ini sejumlah kekurangan KPR syariah yang perlu Anda ketahui:

  1. Banyaknya jenis akad sehingga terkesan rumit dan kerap membuat calon nasabah bingung
  2. Biaya dokumentasi, seperti pembuatan akad yang biasanya lebih mahal dibanding KPR konvensional
  3. Tenor pinjaman lebih singkat. KPR konvensional bisa menawarkan tenor hingga 30 tahun, sementara KPR syariah umumnya hanya menawarkan tenor pinjaman maksimal 15 tahun.
  4. Tidak adanya kesempatan menikmati penurunan bunga. Jika pada KPR konvensional ada kemungkinan nasabah menikmati penurunan cicilan karena bunga BI sedang turun, tidak begitu halnya dengan KPR syariah yang cicilannya sudah dipatok tetap sejak akad.

Syarat dan Cara Pengajuan KPR Syariah

Secara umum, syarat dan cara pengajuan KPR syariah sebenarnya tidak berbeda dari KPR konvensional. Berikut ini sejumlah syarat pengajuan yang perlu Anda penuhi:

  1. Warga negara Indonesia [WNI]
  2. Bagi karyawan, usia minimal adalah 21 tahun dan maksimal 55 tahun
  3. Bagi wiraswasta dan profesional, usia minimal adalah 21 tahun dan maksimal 65 tahun
  4. Punya penghasilan rutin tiap bulan
  5. Sudah bekerja minimal 2 tahun untuk karyawan
  6. Sudah menjalankan usaha minimal 3 tahun untuk wiraswasta dan profesional
  7. Menyerahkan dokumen-dokumen pendukung yang dibutuhkan, seperti KTP, NPWP, slip gaji, dan lain-lain.

Adapun untuk cara pengajuannya, berikut ini langkah-langkah yang perlu Anda lakukan:

  1. Riset dan bandingkan produk-produk KPR syariah di Indonesia
  2. Pilih kurang lebih 3 produk yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial Anda
  3. Hubungi bank-bank yang sudah Anda pilih tersebut
  4. Siapkan dan kirim dokumen-dokumen persyaratan yang diminta
  5. Tunggu pihak bank melakukan proses appraisal rumah dan verifikasi data Anda
  6. Jika disetujui, bank akan menghubungi Anda untuk membicarakan detail akad, skema pembiayaan, dan sebagainya
  7. Jika Anda dan bank sudah setuju mengenai skema pembiayaan KPR, maka selanjutnya proses akad pun dapat dilaksanakan
  8. Tanda tangan akad
  9. Pinjaman KPR cair

Keputusan untuk memilih KPR konvensional atau KPR syariah, semuanya ada di tangan Anda. Masing-masing produk memiliki kelebihan dan kekurangan, tinggal Anda yang menentukan mana yang paling pas dengan kebutuhan dan kemampuan finansial. Agar lebih yakin, Anda juga bisa meminta bantuan konsultan KPR, contohnya Mortgage Master.

Mortgage Master merupakan konsultan KPR online yang dapat memandu Anda dalam menentukan KPR yang paling tepat. Dengan tim yang berpengalaman, mereka akan merekomendasikan sejumlah produk KPR yang memang sesuai dengan profil Anda. Semuanya dilakukan tanpa dipungut biaya sepeserpun alias gratis!

Mungkin Anda lebih cocok dengan KPR konvensional karena optimis kondisi ekonomi Indonesia akan membaik dan bunga kredit bisa turun. Atau Anda lebih nyaman dengan KPR syariah karena menjanjikan cicilan tetap hingga masa pinjaman berakhir. Apapun alasannya, pilihlah produk KPR dengan matang dan hati-hati agar tidak menyesal di kemudian hari ya.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề