kegiatan menceritakan kembali harus melalui tahap membaca atau menyimak. Dengan demikian, untuk merumuskan konsep menceritakan kembali diambil dari
konsep bercerita. Oleh karena itu, Keterampilan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca mengarahkan siswa agar mampu mengemukakan ide secara lisan
dengan lancar, runtut, lengkap, dan jelas. Agar ide dapat disampaikan kepada pendengar, maka dalam menceritakan kembali cerita anak yang dibaca siswa
harus menjaga bahasa, suara, intonasi, dan dapat menggambarkan gagasannya dengan baik.
Dapat dikatakan bahwa menceritakan kembali adalah penyampaian ulang cerita secara lisan dari pencerita kepada pendengar dengan menggunakan
bahasanya sendiri.
2.2.3.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Menceritakan Kembali
Menceritakan kembali merupakan kegiatan mengungkapkan kembali cerita yang di baca atau di dengar. Oleh karena itu, kegiatan yang menjadi
hasilnya adalah penceritaan kembali. Dengan demikian, konsep kegiatan menceritakan kembali dapat di adopsi dari rentetan kegiatan bercerita.
Adapun hal-hal yang diperhatikan saat bercerita menurut Majid 2001: 45 adalah 1 Tempat bercerita, bercerita tidak selalu dilakukan di dalam ruangan,
tetapi boleh juga di luar ruangan yang dianggap baik oleh pencerita agar anak bisa duduk dan mendengarkan cerita; 2 posisi duduk, sebelum cerita dimulai,
pendengar dalam posisi duduk santai tetapi terkendali, posisi duduk pencerita juga harus diperhatikan agar tidak terkesan monoton dan menarik perhatian pendengar;
3 bahasa cerita, pencerita menggunakan bahasa yang dekat dengan bahasa pendengar sehingga pendengar dengan mudah memahami isi cerita yang telah
diceritakan oleh pencerita; 4 intonasi pencerita, perubahan naik turunnya cerita harus sesuai dengan peristiwa dalam cerita, intonasi harus diatur agar cerita yang
disampaikan dapat menarik; 5 pemunculan tokoh-tokoh, dalam bercerita pencerita harus dapat menggambarkan setiap tokoh dengan gambaran yang
sesungguhnya, dan memperlihatkan karakternya seperti dalam cerita; 6 penampakan emosi, saat bercerita pencerita harus dapat menampakkan keadaan
jiwa dan emosi para tokohnya dengan memberi gambaran kepada pendengar seolah-olah hal itu adalah emosi pencerita sendiri; 7 peniruan suara, pencerita
diharapkan dapat menirukan suara sesuai dengan cerita, agar cerita lebih menarik dan tidak monoton; 8 penguasaan terhadap siswa yang tidak serius, perhatian
siswa di tengah cerita haruslah dibangkitkan sehingga mereka bisa mendengarkan cerita dengan senang hati dan berkesan; 9 menghindari ucapan spontan,
mengucapkan kata yang tidak perlu harus dihindari pada saat bercerita, karena bisa memutuskan rangkaian peristiwa dalam cerita.
Dalam praktik bercerita, seseorang harus mampu mengembangkan kreatifitas dan kemampuan improviasasi sejauh tidak menyimpang dari struktur
cerita secara keseluruhan. Penghayatan terhadap keseluruhan cerita diperlukan agar dapat mengekspresikan dengan baik. Pengekspresian ini berhubungan
dengan kalimat, gerak, dan mimik. Pencerita harus mampu menjalin kontak mata dengan pendengaran dan memperhatikan reaksi pendengar. Yang terpenting
adalah pencerita ahrus menggunakan efek suara yang tepat.
Dengan demikian pembelajaran menceritakan kembali merupakan pembelajaran bercerita dari cerita yang dibaca atau didengar. Dalam pembelajaran
menceritakan kembali cerita yang diceritakan tidak harus persis dengan cerita aslinya, tetapi tidak boleh menyimpang dari struktur cerita secara utuh. Selain itu,
dalam menceritakan kembali harus menggunakan efek suara dan ekspresi yang tepat. Pembelajaran menceritakan kembali dapat mendorong siswa untuk lebih
kreatif. Berdasarkan uraian di atas untuk melatih siswa dalam menceritakan
kembali harus memperhatikan dua hal, yaitu: pencerita dan saat menceritakan kembali. Hal-hal yang perlu dilakukan pracerita yaitu 1 memahami isi cerita dan
memahami karakter tokoh. Seorang pembicara yang baik harus memberikan kesan bahwa pembicara menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik
yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran, 2 latihan bercerita yang intensif dan latihan olah vokal. Selain menguasai topik, seorang pembicara
harus berbicara mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian
pendengar. 3 menyiapkan alat atau media apabila diperlukan, 4 menghafalkan garis besar cerita atau membuat catatan atau ringkasan cerita. Dalam berbicara
yang harus diungkapkan adalah isi pembicaraan harus seuiai dengan topik yang telah dipersiapkan sebelumnya., serta 5 memahami kondisi pendengar.
Adapun yang perlu diperhatikan saat bercerita adalah 1 mampu membuat kontak mata pendengar. Ketika berbicara jangan memandang hanya kepada satu
titik biarkan mata menjelajah kemana-mana untuk mengetahui intensitas
ketertarikan audiens. Hal pertama yang dilakukan seorang pembicara yang baik adalah menatap lawan bicara dan mengambil jeda untuk memulai sebuah
pembicaraan. Ini merupakan salah satu cara yang membantu untuk menciptakan kesan baik pada lawan bicara. Usahakan mempertahankan kontak mata sepanjang
pembicaraan, agar lawan bicara kita tidak merasa diabaikan., 2 Menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan menghindari pengulangan kata yang
berlebihan. agar dapat mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pikiran secara tepat, dalam berbahasa baik lisan maupun tulis, pemakai bahasa hendaknya dapat
memenuhi beberapa kriteria dalam pemilihan kata, yaitu ketepatan, kecermatan, dan keserasian., 3 Variatif dalam bercerita tanpa meninggalkan unsur-unsur
cerita. Dalam berbicara, harus mampu mengembangkan kreativitas dan kemampuan improvisasi sejauh tidak menyimpang dari struktur cerita secara
keseluruhan. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan
masalahnya menjadi menarik. Tapi jika nada, tekanan pembicaraan biasa dan datar-datar saja maka masalah kejemuan akan muncul dalam pembicaraan
tersebut, 4 Ekspresif dan penuh penghayatan. Penghayatan terhadap keseluruhan cerita diperlukan agar dapat mengekspresikan dengan baik. Pengekspresian ini
berhubungan dengan kalimat, gerak, dan mimik. Gerak-gerik yang tepat bisa meningkatkan keefektifan berbicara. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi,
artinya tidak kaku. Tetapi jangan menggunakan gerak-gerik yang berlebihan, kerena bisa saja menjadikan pesan kurang dipahami., 5 Suara nyaring dan
intonasi tepat. Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-
bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektifan
berbicara. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik atau setidaknya
dapat mengalihkan perhatian pendengar, 6 Memahami emosi audiens. Niat yang sungguh-sungguh untuk menghargai lawan bicara secara positif dan tanpa syarat,
menghargai, dan mendengarkan dengan baik apa yang ingin dia katakan sebelum kita memulai percakapan, maka akan ada kemungkinan yang lebih besar bahwa
interaksi yang kemudian terjadi akan menjadi produktif, menyenangkan dan memuaskan bagi semua pihak yang terkait, serta 7 Percaya diri. Saat
mengemukakan isi pembicaran harus sesuai dengan topik yang dibicarakan, semakin dalam pemahaman terhadap topic, maka kepercayaan diri akan semakin
besar dan akan semakin mantap dalam berbicara. Kemampuan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca dapat
ditingkatkan dan dikembangkan melalui latihan dengan sungguh-sungguh. Menurut Asfandiar 2007: 209 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
kegiatan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca, yaitu : 1
Baca cerita dengan penuh pemahaman, 2
Hafalkan garis besar ceritanya. Hayatilah pesan utamanya, serta jangan lupa membayangkan kapan harus melakukan improvisasi.
3 Latih vokal, gerak, dan mimik muka.
4 Bersikaplah secara wajar dan tidak melakukan gerakan yang dibuat-buat dan
jangan terlalu sering mengulang gerakan yang sama.
5 Libatkan perasaan saat brcerita. Tampakkan ekspresi wajah sesuai dengan
cerita marah, menangis, tertawa, kecewa, kaget 6
Usahakan pandangan mata tertuju pada semua pendengar, tidak hanya satu arah.
7 Siapkan suara dengan baik.
8 Perhatikan intonasi suara kapan harus tinggi, rendah, cepat dan lambat,
konsentrasi pada cerita. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada hal-hal yang
perlu diperhatkan dalam menceritakan kembali meliputi: memahami isi cerita dan karakter tokoh, berlatih vokal secara ekspresif, menggunakan bahasa yang mudah
dipahami, suara nyaring dan intonasi tepat, dan variatif dalam menceritakan kembali.
2.2.4 Teknik Demonstrasi
Bab VIII ~ Hiburan
235
Latihan Latihan
Carilah sebuah buku atau majalah carilah informasi yang penting dengan menemukan gambaran umum
3. Menceritakan Kembali Sebuah Bacaan yang Telah Dibaca
Sebuah kegiatan membaca belum dapat dikatakan berhasil apabila seseorang tidak mampu mengungkapkan kembali teks yang telah dibacanya
tersebut. Setelah Anda melakukan beberapa tahapan dalam membaca, kita harus dapat melanjutkan pada tahap berikutnya, yaitu menceritakan kembali teks
bacaan yang telah dibaca tadi. Tentu saja apa yang akan Anda ceritakan harus sama dengan isi teks bacaan tersebut. Misalnya, kesamaan dalam hal isi cerita,
alur, pokok-pokok permasalahan, dan tidak boleh keluar dari isi bacaan tersebut. Anda akan menceritakan teks tersebut, sebaiknya diceritakan secara kronologis
atau berurutan sehingga maksud cerita tersebut mudah diterima dan dipahami para pendengarnya.
Mari kita bersama-sama menjawab pertanyaan di bawah ini 1.
Kegiatan membaca belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak sanggup menceritakan kembali isi teks bacaan yang telah dibaca. Benarkah
pernyataan tersebut? Mengapa? 2.
Hal-hal apa sajakah yang harus diperhatikan ketika akan menceritakan kembali sebuah teks bacaan yang telah dibaca? Jelaskan
E. Menyusun Rangkuman Diskusi Panel atau
Seminar
Pernahkan Anda mengikuti diskisi panel atau seminar yang dilakukan di lingkungan sekolah atau di luar lingkungan sekolah? Pernahkah Anda mencoba
untuk merangkum diskusi yang dilakukan? Pada pembelajaran berikut, Anda akan berlatih menyusun rangkuman diskusi panel atau seminar yang disaksikan melalui
televisi atau secara langsung.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa
236
1. Mencatat Pokok-pokok yang Dibicarakan
Diskusi panel yaitu percakapan antara dua orang atau lebih yang membicarakan satu masalah dalam satu waktu dengan pendapat atau latar
belakang ilmu yang berbeda. Diskusi panel ini dipandu oleh seorang moderator yang bertugas membagi waktu bagi masing-masing narasumber untuk
mengungkapkan pendapatnya secara bergantian. Dalam diskusi panel ini, peserta dapat atau tidak diberikan waktu untuk bertanya kepada narasumber, tergantung
kepada moderator.
Seminar yaitu suatu pertemuan yang menghadirkan seorang narasumber untuk membahas suatu masalah tertentu. Seminar dipandu oleh seorang
moderator yang bertugas membagi waktu dalam menyampaikan materi dari narasumber, dan membagi waktu bagi para peserta seminar untuk menanggapi
pendapat yang telah disampaikan atau bertanya kepada narasumber. Antara narasumber dan peserta seminar terjadi interaksi.
Langkah-langkah yang dapat Anda lakukan ketika mencatat pokok-pokok yang dibicarakan dalam diskusi panel dan seminar yang disaksikan melalui
televisi atau secara langsung adalah: a.
dengarkan apa yang dibicarakan oleh pembicara, b.
catatlah bagian pendahuluan, isi, dan penutupnya secara kronologis, c.
tulislah hal-hal yang penting-penting saja, d.
gunakan bahasa yang jelas, baik, dan benar, e.
berikan kesimpulan. Dalam menuliskan rangkuman diskusi panel atau seminar, perlu Anda perhatikan
hal-hal sebagai berikut: a.
tulislah rangkuman secara singkat dan jelas, b.
tulislah masalah-masalah pokok yang dibicarakan, c.
gunakanlah kalimat berita dalam penulisan, d.
cantumkan pendapat dan saran dari narasumber atau dari peserta yang disetujui narasumber.
Berikut ini contoh rangkuman seminar bahasa
Tantangan Hidup dan Mati: Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
pada Era Globalisasi
oleh: Demas Marsudi Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar sampai saat
ini masih dililit berbagai problematika. Dengan adanya aturan kebahasaan, sebagian orang merasa terkebiri pikirannya, terpasung
dalam pengungkapan maksud tertentu, tidak bebas berartikulasi, dan masih banyak lagi alasan lain yang mengarah pada pernyataan tidak
setuju dengan adanya aturan kebahasaan.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Bab VIII ~ Hiburan
237
Di sisi lain, para pemerhati bahasa bersikeras untuk selalu merawat, meneliti, dan menghimbau agar masyarakat mampu dan mau
berbahasa dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dua sikap pro dan kontra dalam menyikapi norma bahasa itu hidup dan bertumbuh
di tengah masyarakat pemakai bahasa. Melihat dikotomi tersebut, pada Bulan Bahasa ini penulis ingin mengungkap beberapa fenomena,
menganalisis, dan menawarkan beberapa solusi atas permasalahan yang ada.
Historika Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai sejarah panjang, baik eksistensinya, kuantitatif masyarakat pemakainya, maupun norma-
norma yang mengaturnya. Menurut sejarahnya, bahasa Indonesia diambil dari bahasa Melayu yang
digunakan sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Beberapa prasasti yang dapat ditemukan sebagai bukti, antara lain: Kedukan Bukit 683, Talang
Tuwo 684, Telaga Batu, Kota Kapur, Karang Berahi 686.
Penggunaan bahasa Melayu saat itu sangat pesat karena didukung letak Selat Melaka yang strategis bagi jalur perdagangan maupun
penyebar agama; baik dari masyarakat lokal maupun bangsa asing, misalnya bangsa Portugis, Cina, India, Belanda, dan sebagainya. Karena
kepraktisannya itulah, bahasa Melayu digunakan sebagai lingua franca di seluruh Nusantara.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia mengadakan kongres di Jakarta. Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah
menobatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai pemersatu bangsa khususnya kaum muda dalam menghadapi
penjajah saat itu.
Singkat cerita, setelah bangsa Indonesia memprokla- masikan kemerdekaan tahun 1945, mulai saat itu bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa negara yang secara hukum tercantum di dalam Undang- Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Adapun fungsi praktisnya,
bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi dalam menjalankan pemerintahan.
Dalam pertumbuhannya sampai saat ini, bahasa Indonesia mengalami penyempurnaan yang berulang-ulang oleh pihak yang
terkait. Proses itu bukanlah pekerjaan yang ringan, sebaliknya merupakan pekerjaan besar yang menyita banyak pikiran, waktu, tenaga,
bahkan dana yang secara kuantitatif serta kualitatif terhitung besar.
Oleh sebab itu, apabila masyarakat pemakai bahasa tidak mau berusaha merawat atau mengembangkannya, sejarah panjang itu akan
menjadi sia-sia dan tidak ada artinya.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa
238
Implikasi Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk praktis homo social dan homo practicus, kita membutuhkan sarana untuk berinteraksi
dengan sesama. Dalam perkembangan peradaban manusia selama ini, sarana komunikasi yang relatif langgeng “dapat bertahan lama” adalah
bahasa.
Untuk menciptakan komunikasi yang harmonis, pemerhati bahasa berusaha seoptimal mungkin meneliti dan mengembangkan bahasa
sembari menentukan suatu aturan dan tuntunan untuk berbahasa dengan santun.
Pada masa orde baru, Presiden Soeharto mencanangkan sebuah himbauan yang berbunyi, “Pakailah bahasa Indonesia yang baik dan
benar” Baik artinya kata-kata yang digunakan oleh seorang komunikator sesuai dengan situasi dan kondisi komunikasi sehingga
komunikan dapat menangkap konsep yang sama dan dapat memberikan respon yang cocok. Sedangkan benar artinya kata-kata yang digunakan
oleh komunikator tidak menyalahi norma bahasa yang berlaku.
Jadi, implementasi pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar mempunyai pengertian bahwa penyampaian bahasa tersebut dapat
dipahami oleh kedua belah pihak yang berkomunikasi dengan cara yang tidak menyalahi norma bahasa yang sudah distandardisasikan.
Fenomena Bahasa, Analisis, dan Solusinya
Setiap berbicara tentang bahasa baku atau normatif, sebagian masyarakat baik itu orang awam maupun terpelajar menjadi traumatis.
Mereka bertanya tanya, “Apakah bahasa Indonesia yang baik dan benar itu dapat terwujud? Apakah semua itu bukan sekadar slogan semata
yang hanya pantas ditanyakan di dunia antah-berantah dunia khayal?” Untuk menjawab semua itu, perlu kita telusuri fenomena bahasa yang
berkembang di tengah masyarakat pemakainya.
Suatu kasus terjadi, seseorang yang bernama Samudra berkata kepada seorang bapak yang berdagang es, “Pak … tolong minta esnya
satu gelas dong” “Baik Mas Samudra” Setelah es diberikan dan dibayar Samudra pun berlari-lari sambil berucap, “Terima kasih Pak … makasih
… ” Pada kasus ini terjadi pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi jelas tidak benar menurut norma bahasa Indonesia.
Kata minta menurut W.J.S. Poerwadarminta mempunyai pengertian berharap supaya diberi atau mendapat sesuatu. Samudra dan
pedagang es itu dapat mengadakan komunikasi dengan lancar dan keduanya mendapatkan kepuasan karena mereka tahu benar proses
interaksi itu: Samudra menyadari bahwa pedagang itu menjual es untuk mencari nafkah dan pedagang pun tahu bahwa kata minta itu
dimaksudkan untuk membeli.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Bab VIII ~ Hiburan
239
Barangkali reaksi seorang bapak itu menjadi lain apabila yang datang adalah anak yang lusuh, haus, dan berkata, “Pak … tolong minta
esnya satu gelas, dong” Barangkali jawabnya menjadi, “Minta … beli, dong” atau seorang bapak itu menjawab ya sambil membuat es, tetapi
dalam hati kecilnya tidak akan mengharapkan uang dari anak tersebut. Kasus lain terjadi, seorang mahasiswa fakultas pertanian mengadakan
penelitian dan penyuluhan ke kampung dan berbincang-bincang dengan para petani awam yang tidak terpelajar. Mahasiswa tersebut berkata,
“Wah, bagus sekali tanaman Bapak-Bapak. Tanaman Bapak-Bapak ini mengandung banyak klorofil yang sangat bermanfaat untuk mengadakan
fotosintesis. Sebaiknya Bapak-Bapak merawat tanaman ini dengan lebih intensif sehingga Bapak-Bapak dapat memperoleh hasil secara
maksimal.” Mendengar kata-kata mahasiswa itu, petani pun mengangguk-angguk sembari memberikan senyuman. Akan tetapi, di
balik itu semua ada kenyataan yang menggelikan, yaitu banyak petani yang belum mengerti penyuluhan itu karena ada “kata-kata kampus”
yang dilontarkan tanpa disadari siapa pihak lain yang diajak berbicara. Kata-kata itu antara lain klorofil, fotosintesis, dan intensif. Dalam
kasus ini ucapan mahasiswa tersebut memang benar. Akan tetapi, penggunaan kata-kata tersebut tidak baik karena situasi dan kondisi
pihak-pihak yang diajak berbicara kurang mendukung.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita temukan penggunaan kalimat yang tidak benar menurut aturan bahasa, misalnya:
1. Masa gua harus ngerjain kerjaan itu sih. Emang gua adik elu
2. Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk
3. Oleh karena barang-barang ilegal yang disimpan itu diminta
polisi, gembong perampok itu segera ambil dan serahkannya kepada polisi.
4. Kepada
Yth. Bapak Kepala Sekolah SMU Negeri 1 Jalan Monginsidi no. 54
Surakarta.
5. Kepada semua warga Sumber Nayu RT 01 RW XII dimohon
mengibarkan bendera mulai tanggal 10 - 31 Agustus 2003. Dengan mengkaji beberapa contoh tersebut, dapat kita rasakan
bahwa penggunaan bahasa yang baik belum tentu benar. Sebaliknya, penggunaan bahasa yang benar belum tentu baik.
Menurut pengamatan penulis, ada dua kelompok besar yang menjadi pangkal munculnya kesalahan berbahasa, yaitu: pertama,
masyarakat bahasa yang belum mengetahui norma bahasa, dan yang kedua yaitu masyarakat bahasa yang sudah mengetahui norma bahasa.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa
240
Dari masyarakat yang belum mengetahui norma bahasa, munculnya kesalahan dapat disebabkan sikap yang belum tahu itu
berkembang dalam ketidaktahuannya. Artinya, orang yang berbicara itu sekadar mengandalkan kemampuan yang dimilikinya, yang penting
dapat mencapai maksud. Akan tetapi, kemungkinan lain dapat terjadi bahwa orang yang belum tahu norma bahasa itu selalu berusaha untuk
mengungkapkan bahasa yang tepat dan benar, namun karena keterbatasannya itulah dia tetap belum dapat benar.
Dari masyarakat yang sudah mengetahui norma bahasa, munculnya kesalahan berbahasa disebabkan dua sikap, yaitu: pertama,
sikap pemakai bahasa yang tidak mau diatur, dia ingin selalu bebas. Walaupun tahu pemakaian bahasanya salah, orang itu akan membiarkan
begitu saja karena itulah yang diinginkannya. Orang gaul mengatakan bahwa cuek is the best; sikap kedua yaitu orang yang sudah mengetahui
norma bahasa dan selalu berusaha untuk benar. Namun demikian, usaha itu kandas karena keterbatasan kemampuannya.
Dengan mencermati uraian di atas, kita dapat menemukan beberapa faktor penghambat langkah perkembangan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional. Faktor yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
1. Kurang Sadar
Video yang berhubungan