Bagaimana pendapat tentang pendidikan bahasa jawa

9 perasaan. Sedangkan bahasa Jawa sendiri merupakan bahasa daerah yang digunakan dalam interaksi sehari-sehari oleh masyarakat suku Jawa Jawa Tengah dan DIY Pembelajaran bahasa Jawa menurut penjabaran di atas adalah sebuah sistem proses belajar yang telah dirancang oleh guru dengan mempertimbangkan kondisi sekitar, pada materi mata pelajaran bahasa Jawa. Mata pelajaran bahasa Jawa sesuai dengan KTSP memiliki empat aspek yaitu diantaranya aspek mendengarkanmenyimak, berbicara, menulis dan membaca. Pembelajaran bahasa Jawa merupakan muatan lokal artinya merupakan pelajaran tambahan yang harus dipelajari dan pelajaran tersebut berdasarkan kebijakakan pendidikan dari setiap pemerintah provinsi. Pembelajaran bahasa Jawa di SD dimulai ketika kelas I sampai kelas VI.

1. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Bahasa Jawa

Berdasarkan kurikulum muatan lokal bahasa, sastra dan budaya Jawa 2010:2 pembelajaran muatan lokal bahasa Jawa secara khusus memiliki tujuan agar siswa mampu memahami dan menggunakan bahasa Jawa dengan tepat, berkomunikasi secara efektif dan efisien, baik secara lisan maupun tulisan. Pembelajaran bahasa Jawa memiliki peran yang penting meski sebagai mata pelajaran muatan lokal. Adapun fungsi pembelajaran bahasa Jawa menurut Hutomo Konggres Bahasa Jawa IV, 2006:251 yaitu 1. mengawetkan kekayaan bahasa dan kelangsungan hidup bahasa; 2. untuk mencegah terjadinya inferensi bahasa; 3. untuk pengawetan unsur kebudayaan yang terungkapkan dalam bahasa; 4. pengembangan bahasa, baik dalam perbendaharaan kata maupun dalam struktur bahasa; 5. pengembangan sastra dalam jumlah mutu; 10 6. untuk kelancaran komunikasi dan keteraturan mengemukakan pikiran; 7. sebagai alat pendidikan dan pembelajaran, dan 8. untuk pengembangan unsur kebudayaan lain yang melibatkan bahasa Jawa di dalamnnya. Muatan lokal bahasa Jawa memiliki fungsi sebagai wahana untuk menyemaikan nilai-nilai pendidikan etika, estetika, moral,spritual dan karakter. Selain fungsi, muatan lokal mempunyai tujuan yang penting pula. Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY nomor 64 tahun 2013 pasal 4, dijelaskan beberapa tujuan muatan lokal bahasa Jawa di sekolahmadrasah sebagai berikut. a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika dan tata bahasa. b. menghargai dan menggunakan bahasa Jawa sebagai sarana berkomunikasi, lambang kebanggaan dan identitas daerah; c. menggunakan bahasa Jawa untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan sosial; d. memanfaatkan dan menikmati karya sastra dann budaya Jawa untuk memperhalus budi pekerti dan meningkatkan pengetahuan;dan e. menghargai bahasa dan sastra Jawa sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Berdasarkan pembahasan di atas, pembelajaran bahasa Jawa pada materi wayang diharapkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan intelektual, menghargainya sebagai khazanah budayadan identitas daerah serta memanfaatkan dan menikmatinya untuk memperhalus budi pekerti melalui karya sastra yaitu cerita-cerita wayang.

2. Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa di Sekolah Dasar

Bagaimana pendapat tentang pendidikan bahasa jawa
Dwi Mahdayanti, S.Pd.; Guru Bahasa Jawa SMK PGRI 2 Kudus

BAHASA Jawa merupakan salah satu mata pelajaran yang sarat akan unggah ungguh, budi pekerti, serta sopan santun yang sangat kental oleh sebuah tradisi. Terlepas dari sebuah kemajuan teknologi, bagaimanapun juga pembelajaran bahasa Jawa tak akan pernah bisa terganti. Karena berawal dari pembelajaran bahasa Jawa-lah, peserta didik mendapatkan capaian sebuah karakter yang mumpuni, apabila diterapkan baik di lingkungan formal maupun informal.

Sejalan dengan adanya pandemi, pembelajaran akan tata krama pun juga mengalami kemerosotan. Tidak adanya lagi nilai kesopanan maupun tutur kata yang halus antara anak dengan orang tua, serta antara peserta didik dengan pendidik. Maka sangat jelas menggambarkan bahwa bahasa Jawa adalah hal penting yang harus digunakan untuk berkomunikasi di setiap sekolah.

Pada dasarnya, nilai-nilai pendidikan karakter yang telah tertanam dalam bahasa Jawa antara lain, tan ngutuh (tahu malu), religuis, sembada, saling menghargai, andhap asor (rendah hati), jujur, toleransi, serta disiplin. Semua ini bisa berjalan dengan baik, apabila faktor pendukung dan faktor internal dapat berjalan seimbang.

Faktor pendukungnya, di antaranya lingkungan sekolah itu sendiri serta budaya sekolah yang harus menerapkan program 4S. Yaitu senyum, salam, sapa, dan santun menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan di sini faktor internal yang sering dianggap sebagai penghambat adalah kurang minatnya siswa terhadap pembelajaran bahasa Jawa serta terdapat beberapa peserta didik yang berasal dari pulau Jawa. Tentu saja hal ini apabila kurang menjadi perhatian, bahasa Jawa sebagai pembentukan karakter bagi peserta didik sangatlah sulit diwujudkan.

Alasan strategis mengapa pendidikan karakter ditanamkan kepada siswa terutama dalam hal unggah ungguh basa ini, karena melalui pendidikan formal di sekolah nilai-nilai tersebut, dapat ditanamkan dalam materi pembelajaran yang disampaikan. Metode ini cukup efektif, karena siswa tanpa sadar telah melakukan dua kegiatan sekaligus yaitu menguasai materi tertentu dan meningkatkan kualitas karakternya dalam penggunaan bahasa Jawa, sehingga di harapkan menjadi solusi ideal dalam menghadapi krisis prilaku kesantunan, seperti yang terjadi pada masa sekarang ini.

Selanjutnya, dari kedua faktor yang telah disampaikan, yaitu bahasa Jawa dan metode penerapannya. Sentuhan terakhir yang harus diberikan untuk mengimplementasikan penggunaan bahasa Jawa sebagai pembentukan karakter peserta didik adalah dengan melibatkan elemen pendukung utama.

Apa sajakah elemen pendukung utama tersebut? Tiga elemen pendukung pembentukan karakter dari luar adalah, lingkungan, orang tua, serta sekolah. Ketiga elemen ini, pondasi yang sangat penting dalam pembentukan karakter yang hebat. Faktor lingkungan misalnya, mampu bersosialisasi serta memberikan opini maupun aktif dalam berkomunikasi serta berkegiatan melalui hal-hal yang positif. Maka pelan namun pasti peserta didik akan lebih tertempa jiwa dan karakternya. Karena sejatinya mereka pasti akan mengetahui, apa, bagaimana, dan dengan siapa mereka belajar.

Baca Juga :  Merdeka Belajar dan Teknologi

Kedua, faktor yang ditimbulkan dari orang tua. Peran orang tua dalam pembentukan karakter sudah pasti merupakan hal yang mutlak. Ibarat sebuah pepatah ”Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Pepatah ini menjelaskan bahwa apapun metode komunikasi maupun tingkah laku yang orang tua sampaikan pada anak. Itulah penggambaran sebuah karakter dari orang tuanya.

Ketiga, sekolah. Elemen ini membawa pengaruh besar terhadap pembentukan karakter peserta didik. Dalam sebuah institusi hendaklah tetap mengutamakan kesopanan dibanding dengan penilaian. Pendidik dalam hal pemberian nilai pun juga harus mempertimbangkan nilai karakter yang dimiliki siswa. Cerdas tapi tidak berkarakter sama halnya dengan sebuah pohon yang tidak pernah menghasilkan buah. Berbeda dengan peserta didik yang notabene biasa-biasa saja tingkat kemampuannya tetapi memiliki karakter yang hebat. Di antaranya santun, sopan, andhap ashor, dan berprilaku jujur. Maka sudah dipastikan akan memiliki nilai lebih dari segi softskill.

Unggah ungguh, tingkat tutur, dan andhap asor merupakan tiga elemen pendukung dari dalam (diri sendiri) dari peserta didik yang tidak boleh terpisahkan dalam pembelajaran bahasa Jawa.

Unggah ungguh misalnya, yang memiliki arti tata krama baik itu kesantunan, kesopanan, maupun cara bersikap harus dijaga dan sangat penting di implementasikan langsung melalui pembelajaran di sekolah. Karena dari unggah ungguh inilah orang dapat menilai bagaimana lingkungan mengajari peserta didik bertumbuh kembang.

Begitu juga dengan tingkat tutur yang memiliki arti tingkatan dalam bertutur kata. Dengan siapa peserta didik berbicara haruslah sesuai dengan penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar, yaitu ngoko, krama madya, krama halus.

Elemen pembelajaran bahasa Jawa yang terakhir andhap asor. Memiliki arti sikap rendah hati. Hal ini mengajarkan kepada peserta didik untuk terus tidak sombong dan percaya diri secara berlebihan. Dengan mengajarkan perilaku andhap asor dalam pembelajaran bahasa Jawa, peserta didik akan terus meniru dan belajar bagaimana seharusnya mereka bertindak dan memiliki jiwa yang baik. (*)

BAHASA Jawa merupakan salah satu mata pelajaran yang sarat akan unggah ungguh, budi pekerti, serta sopan santun yang sangat kental oleh sebuah tradisi. Terlepas dari sebuah kemajuan teknologi, bagaimanapun juga pembelajaran bahasa Jawa tak akan pernah bisa terganti. Karena berawal dari pembelajaran bahasa Jawa-lah, peserta didik mendapatkan capaian sebuah karakter yang mumpuni, apabila diterapkan baik di lingkungan formal maupun informal.

Sejalan dengan adanya pandemi, pembelajaran akan tata krama pun juga mengalami kemerosotan. Tidak adanya lagi nilai kesopanan maupun tutur kata yang halus antara anak dengan orang tua, serta antara peserta didik dengan pendidik. Maka sangat jelas menggambarkan bahwa bahasa Jawa adalah hal penting yang harus digunakan untuk berkomunikasi di setiap sekolah.

Pada dasarnya, nilai-nilai pendidikan karakter yang telah tertanam dalam bahasa Jawa antara lain, tan ngutuh (tahu malu), religuis, sembada, saling menghargai, andhap asor (rendah hati), jujur, toleransi, serta disiplin. Semua ini bisa berjalan dengan baik, apabila faktor pendukung dan faktor internal dapat berjalan seimbang.

Faktor pendukungnya, di antaranya lingkungan sekolah itu sendiri serta budaya sekolah yang harus menerapkan program 4S. Yaitu senyum, salam, sapa, dan santun menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan di sini faktor internal yang sering dianggap sebagai penghambat adalah kurang minatnya siswa terhadap pembelajaran bahasa Jawa serta terdapat beberapa peserta didik yang berasal dari pulau Jawa. Tentu saja hal ini apabila kurang menjadi perhatian, bahasa Jawa sebagai pembentukan karakter bagi peserta didik sangatlah sulit diwujudkan.

Alasan strategis mengapa pendidikan karakter ditanamkan kepada siswa terutama dalam hal unggah ungguh basa ini, karena melalui pendidikan formal di sekolah nilai-nilai tersebut, dapat ditanamkan dalam materi pembelajaran yang disampaikan. Metode ini cukup efektif, karena siswa tanpa sadar telah melakukan dua kegiatan sekaligus yaitu menguasai materi tertentu dan meningkatkan kualitas karakternya dalam penggunaan bahasa Jawa, sehingga di harapkan menjadi solusi ideal dalam menghadapi krisis prilaku kesantunan, seperti yang terjadi pada masa sekarang ini.

Selanjutnya, dari kedua faktor yang telah disampaikan, yaitu bahasa Jawa dan metode penerapannya. Sentuhan terakhir yang harus diberikan untuk mengimplementasikan penggunaan bahasa Jawa sebagai pembentukan karakter peserta didik adalah dengan melibatkan elemen pendukung utama.

Apa sajakah elemen pendukung utama tersebut? Tiga elemen pendukung pembentukan karakter dari luar adalah, lingkungan, orang tua, serta sekolah. Ketiga elemen ini, pondasi yang sangat penting dalam pembentukan karakter yang hebat. Faktor lingkungan misalnya, mampu bersosialisasi serta memberikan opini maupun aktif dalam berkomunikasi serta berkegiatan melalui hal-hal yang positif. Maka pelan namun pasti peserta didik akan lebih tertempa jiwa dan karakternya. Karena sejatinya mereka pasti akan mengetahui, apa, bagaimana, dan dengan siapa mereka belajar.

Kedua, faktor yang ditimbulkan dari orang tua. Peran orang tua dalam pembentukan karakter sudah pasti merupakan hal yang mutlak. Ibarat sebuah pepatah ”Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Pepatah ini menjelaskan bahwa apapun metode komunikasi maupun tingkah laku yang orang tua sampaikan pada anak. Itulah penggambaran sebuah karakter dari orang tuanya.

Ketiga, sekolah. Elemen ini membawa pengaruh besar terhadap pembentukan karakter peserta didik. Dalam sebuah institusi hendaklah tetap mengutamakan kesopanan dibanding dengan penilaian. Pendidik dalam hal pemberian nilai pun juga harus mempertimbangkan nilai karakter yang dimiliki siswa. Cerdas tapi tidak berkarakter sama halnya dengan sebuah pohon yang tidak pernah menghasilkan buah. Berbeda dengan peserta didik yang notabene biasa-biasa saja tingkat kemampuannya tetapi memiliki karakter yang hebat. Di antaranya santun, sopan, andhap ashor, dan berprilaku jujur. Maka sudah dipastikan akan memiliki nilai lebih dari segi softskill.

Unggah ungguh, tingkat tutur, dan andhap asor merupakan tiga elemen pendukung dari dalam (diri sendiri) dari peserta didik yang tidak boleh terpisahkan dalam pembelajaran bahasa Jawa.

Unggah ungguh misalnya, yang memiliki arti tata krama baik itu kesantunan, kesopanan, maupun cara bersikap harus dijaga dan sangat penting di implementasikan langsung melalui pembelajaran di sekolah. Karena dari unggah ungguh inilah orang dapat menilai bagaimana lingkungan mengajari peserta didik bertumbuh kembang.

Begitu juga dengan tingkat tutur yang memiliki arti tingkatan dalam bertutur kata. Dengan siapa peserta didik berbicara haruslah sesuai dengan penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar, yaitu ngoko, krama madya, krama halus.

Elemen pembelajaran bahasa Jawa yang terakhir andhap asor. Memiliki arti sikap rendah hati. Hal ini mengajarkan kepada peserta didik untuk terus tidak sombong dan percaya diri secara berlebihan. Dengan mengajarkan perilaku andhap asor dalam pembelajaran bahasa Jawa, peserta didik akan terus meniru dan belajar bagaimana seharusnya mereka bertindak dan memiliki jiwa yang baik. (*)