Bagaimana pendapatmu terhadap perilaku tokoh yang terdapat dalam cerpen tersebut

Bagaimana Memulai Menulis Cerpen?

Saya sering mengalami kebingungan dalam mengawali menulis. Apalagi menulis fiksi, yang membutuhkan imajiasi luar biasa. Luar biasa menguras energi psikis saya. Hahahha. Kita memahami bersama bahwa salah satu keterampilan berbahasa adalah Menulis. Menulis termasuk keterampilan berbahasa yang produktif. Menghasilkan tulisan adalah out put dari keterampilan ini.

Anggap saja kita akan memulai menulis cerpen. Apa saja yang harus kita pahami dulu. Secara sederhana kita juga harus memahami konsep dasar menulis cerpen itu. Saya mencoba memaparkan sedikit-sedikit ya.

Pengertian Cerita Pendek [Cerpen]

Secara teori cerpen dimaknai sebagai suatu karangan prosa yang berisi cerita sebuah peristiwa kehidupan manusia pelaku/tokoh dalam cerita tersebut. Sumardjo [2004:91] bahwa cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita, yang di dalamnya merupakan satu kesatuan bentuk utuh, manunggal, dan tidak ada bagian-bagian yang tidak perlu, tetapi juga tidak ada bagian yang terlalu banyak. Semuanya pas, integral, dan mengandung satu arti.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian cerpen adalah cerita fiksi [rekaan] yang memiliki tokoh utama yang sedikit dan keseluruhan ceritanya membentuk kesan tunggal, kesatuan bentuk, dan tidak ada bagian yang tidak perlu.

Unsur-unsur Pembentuk Cerpen

Unsur-unsur pembangun/ pembentuk cerpen lazimnya orang menyebut unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang berasaldari dalam karya sastra itu sendiri [novel, cerpen dan drama]. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, tokoh, alur, sudut pandang, gaya bahasa, suasana cerita.

Selanjutnya unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berasal dari luar karya sastra, misalnya sosial, budaya, ekonomi, politik, agama, dan filsafat. Unsur-unsur pembangun cerpen tersebut diuraikan berikut ini. Mari kita rinci sedikit unsur-unsur itu.

1] Tema

Saya sering menyamakan tema dengan topik. Saya kira itu biasa juga dipahami oleh banyak orang. Walaupun secara etimologis ada perbedaan. Barangkali. Sebelum menulis sebuah cerita, penulis biasanya menentukan pokok persoalan yang menjadi inti cerita. Inti cerita itulah yang disebut dengan tema. Tema dibagi menjadi dua jenis, yaitu tema umum dan tema khusus. Tema umum bersifat universal dan menyeluruh, sedangkan tema khusus lebih sempit dan biasanya mewakili dari persoalan dalam tulisan.

Ada lagi yang mengatakan bahwa tema sering disebut ide pokok, yakni pokok persoalan yang mendominasi suatu karya sastra. Menurut Widyamartaya [2005:103] tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini.

Tema yang terdapat dalam cerpen tidak harus tema yang bersifat besar dan berat. Tema dalam cerpen lebih ditekankan pada tema yang dapat menarik pembaca untuk ikut terbawa dalam pengalaman pengarang.

Menurut Santoso [2006:117] ada beberapa cara untuk menemukan tema cerita, antara lain: [1] permasalahan judul yang mendukung cerita, biasanya judul sudah menyiratkan adanya tema; [2] kejelasan gagasan sentral sebagai pusat permasalahan melalui pencarian isotopi-isotopi;

[3] kata-kata kunci yang sering diulang dalam karya sastra; [4] kesatuan hubungan antar unsur dalam cerita; [5] pengaluran yang logis dan sistematis; [6] penokohan yang kuat; [7] pelataran yang baik; dan

[8] nada suasana penceritaan.

2] Tokoh dan Penokohan

Tokoh atau penokohan juga bagian dari unsur intrinsik cerpen. Peristiwa dalam prosa fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengembangkan peristiwa dalam cerita sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita disebut tokoh. Sedangkan, cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan [Aminuddin, 2004:79]

Mutu sebuah cerpen banyak ditentukan oleh kepandaian si penulis menghidupkan watak tokoh-tokohnya. Kalau katakter tokoh lemah, maka menjadi lemahlah seluruh cerita. Setiap tokoh semestinya mempunyai kepribadian sendiri [ Sumardjo, 2004:64].

Menurut Nurgiyantoro [2000:143] ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan penokohan, antara lain: [1] physical description [melukiskan bentuk lahir tokoh], [2] portayal of thought stream or of concious thought [melukiskan jalan pikiran tokoh atau apa yang terlintas dalam pikirannya, [3] reaction to events [melukiskan reaksi tokoh terhadap kejadian], [4] direct author analysis [ pengarang langsung menganalisis watak tokoh], [5] discussion of environment [pengarang melukiskan keadaan sekitar tokoh], [6] reaction of other about to character [pengarang melukiskan bagaimana pandangan tokoh lain terhadap tokoh utama], [7] conversastion of other about/character [tokoh-tokoh lain memperbincangkan keadaan tokoh utama sehingga pembaca mendapat kesan tentang tokoh utama]

3] Latar [setting]

Pada hakekatnya dalam cerpen pastilah terdapat lukisan peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh suatu atau beberapa tokoh pada suatu waktu di suatu tempat. Harus diakui bahwa manusia atau tokoh cerita itu tidak pernah lepas dari ruang dan waktu, maka tidak mungkin ada cerita tanpa latar. Penempatan waktu dan tempat serta lingkungannyadi dalam cerita fiksi disebut latar atau setting.

Latar atau setting memiliki tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial [Nurgiantoro, 2000:227]. Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa-peristiwa dalam cerita. Serta latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat yang dikisahkan dalam cerita.

4] Alur [Plot]

Dalam cerpen, alur harus selalu ada. Alur menggambarkan bagaimana tindakan-tindakan harus berkaitan dengan yang lainnya dan bagaimana suatu peristiwa dan bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa yang semuanya harus terkait dalam suatu kesatuan yang utuh. Aminuddin [1995:83] menyatakan bahwa dalam setiap alur atau plot [rangkaian cerita] sudah terkandung semua unsur yang membentuk karya sastra [cerita]. Tahapan alur atau plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa yang selalu diemban oleh pelaku-pelaku dangan perwatakan tertentu, memiliki latar cerita tertentu, dan selalu menampilkan suasana tertentu.

Suatu cerita dikatakan bagus dan menarik apabila jalinan peristiwa yang satu dengan yang lain baik dan mudah dipahami oleh pembacanya. Nurgiyantoro [2000:153] membedakan alur berdasarkan kriteria waktu menjadi tiga jenis alur yaitu [1] alur progresif atau alur maju, yaitu rangkaian peristiwa yang bersifat kronologis, peristiwa pertama diikuti peristiwa selanjutnya; [2] alur represif [sorot balik] atau alur mundur, yaitu rangkaian peristiwa yang dimulai dari tahap akhir menuju tahap awal [masa lampau menuju masa sekarang]; [3] alur progresif-represif atau alur campuran, yaitu rangkaian peristiwa yang bersifat tidak kronologis.

Alur dalam cerita fiksi mempunyai tahapan-tahapan. Tahapan-tahapan yang terdapat dalam alur adalah [1] exposition, yaitu tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa-peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita, [2] incitingforce, yaitu tahap timbulnya kekuatan, kehendak, dan perilaku yang bertentangan dari para pelaku, [3] rising action, yaitu situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik, [4] crisi, yaitu situasi yang semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya, [5] climax, yaitu situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi, sehingga para pelaku mendapatkan kadar nasibnya masing-masing, [6] falling action, yaitu kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita mulai mereda sampai menuju tahap berikutnya, [8] conclusion, yaitu tahap penyelesaian cerita [Aminuddin, 2004:84]. Pendapat senada juga disampaikan oleh Sudjiman bahwa struktur dan tahapan alur dibagi atas tiga bagian utama. Bagian awal terdiri atas [a] paparan, [b] rangsangan, [c] gawatan. Bagian tengah terdiri dari [d] tikaian, [e] rumitan, [f] klimaks, dan bagian akhir ditandai adanya [g] leraian dan [h] selesaian [Sudjiman, 2004:30].

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur dalam cerita memiliki tahapan-tahapan yang secara umum dapat dibagi tiga, yakni tahap awal, tahap puncak, dan tahap akhir. Dalam hal ini, setiap tahap masih dapat dibagi menjadi beberapa bagian.

5] Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada para pembacanya [Nurgiyantoro,2000:248]

Sudut pandang dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada pembacanya dibedakan menjadi tiga [3] macam yaitu sebagai berikut.

a. Sudut pandang Persona Ketiga “Dia”

Sudut pandang orang ketiga menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebutkan nama, kata ganti; ia, dia, mereka. Selain itu nama-nama tokoh cerita khususnya yang utama sering disebut sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau yang bertindak.

b. Sudut pandang Persona Pertama “Aku”

Sudut pandang orang pertama “aku”, narator merasa ikut terlibat dalam cerita. Kita sebagai pembaca, menerima apa yang diceritakan oleh si “aku”, maka kita hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat, deketahui, didengar, dialami,dan dirasakan tokoh”aku” tersebut.

c. Sudut pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang campuran ini tergantung pada kreativitas seorang pengarang, bagaimana mereka memanfaatkan berbagai teknik yang ada demi tercapainya efektivitas penceritaan yang lebih.

Pembelajaran Menulis Cerpen di Sekolah

Menulis cerpen pada hakikatnya sama dengan menulis kreatif sastra yang lain. Menulis kreatif sastra adalah suatu proses yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dan pikiran seseorang dalam bentuk karangan baik puisi maupun prosa.

Pembelajaran menulis cerpen merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk membelajarkan siswa dalam kegiatan menulis cerpen, agar nantinya siswa dapat berimajinasi untuk mengembangkan gagasannya sesuai dengan minat, pengalaman, pemgetahuan yang dimilikinya.

Pembelajaran menulis cerpen di sekolah hendaknya dipandang sebagai upaya menumbuhkan semangat produktivitas subjek didik [Endraswara, 2005:162]. Hal tersebut dilakukan karena sebagian besar siswa merasa malas dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menulis cerpen. Padahal,pembelajaran menulis cerpen dapat berlangsung dalam jangka waktu yang relatif pendek atau singkat.

Dalam pembelajaran menulis cerpen terdapat prosedur atau langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung yakni tiga tahapan. Tahapan yang dimaksud yaitu kegiatan awal, inti, dan akhir.

Kegiatan dalam pembelajaran menulis cerpen di sekolah, siswa diharapkan mampu mengungkapkan apa yang dilihat, didengar, dipikirkan, dirasakan, dan diinginkan dalam suatu bentuk tulisan yang memiliki jalinan cerita. Harus diakui secara jujur, dalam proses belajar mengajar saat ini, khususnya dalam pembelajaran menulis cerpen di sekolah masih banyak guru yang menggunakan pola mengajar konvensional. Pola tersebut adalah [1] Siswa dibentuk dalam beberapa kelompok,

[2] Siswa membaca satu model cerita pendek yang disediakan oleh guru, [3] guru menjelaskan tentang unsur-unsur pembangun cerpen, dan

[5] siswa membuat karangan dalam bentuk cerpen. Dengan menggunakan pola mengajar tersebut, akibatnya siswa dalam pembelajaran apresiasi prosa masih kurang dari aspek produktif yaitu menulis cerpen.

Guru sebagai pendidik juga harus mempersiapkan pembelajaran yang dapat menumbuhkan cara berfikir siswa agar menjadi lebih kritis dan kreatif. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menciptakan dan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik dan mampu merangsang minat siswa, khususnya minat untuk menulis cerpen.

Pembelajaran yang bersifat konvensional seperti di atas, dapat menciptakan kondisi yang bisa dikatakan membosankan dan tidak menarik bagi siswa. Akibatnya, siswa tidak mau belajar atau siswa tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik.

Tahapan Menulis Cerpen

Menulis cerpen pada dasarnya menyampaikan sebuah pengalaman kepada pembacanya. Menulis cerpen bukan sekedar memberitahu sebuah cerita. Banyak orang memiliki pengalaman hidup yang merupakan cerita yang menarik karena unik dan spesifik.

Endraswara [2005:165] menyatakan bahwa menulis cerpen merupakan proses kreatif, sehingga penulis harus tanggap terhadap perubahan waktu. Proses kreativitas hendaknya dipelajari, dilatih, dan ditingkatkan.

Menurut Sumardjo [2004:70] ada lima tahap dalam menulis kreatif. Tahap tersebut adalah [1] tahap persiapan, yakni saat penulis menyadari apa yang ingin dia tulis dan bagaimana menuliskannya, [2] tahap inkubasi, yakni tahap perenungan terhadapa ide yang muncul, [3] tahap inspirasi, yakni tahap penulis ingin cepat-cepat menuliskannya, [4] tahap penulisan, yakni tahap penulis mengungkapkan apa yang dia tulis sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, bahan yang dikumpulkan, pembaca yang dituju, juga alat yang tersedia, dan [5] tahap revisi, pada tahap ini pemeriksaan kembali tulisan yang telah dilakukan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses menulis cerpen adalah kegiatan yang berupa tahapan-tahapan menulis untuk menghasilkan suatu karya dalam bentuk cerita pendek. Proses menulis cerpen diawali dengan menentukan ide, mengolah ide dengan membuat garis besar cerita, mengungkapkan ide dengan mulai menulis cerpen dengan memperhatikan kelengkapan unsur-unsur pembangun cerpen. Dan tahapan akhir adalah merevisi kesalahan cerpen yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.

Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP/SMPN 1 Lenteng.

Endraswara, Suwardi. 2005. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra, Sastra Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: Kota Kembeng.

Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sudjiman, Panuti. 2004. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sukardi. 2007. Metodelogi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sumardjo, Jakob. 2004. Seluk Beluk dan Petunjuk Menulis Cerita Pendek. Bandung: Pustaka Latifah.

Widyamartaya. 2005. Kiat Menulis Deskripsi dan Narasi, Lukisan dan Cerita. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề