Bagaimana proses pembuatan undang-undang yang rancangannya diusulkan oleh Presiden?

Foto: Lamhot Aritonang

Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengisyaratkan bahwa kemungkinan Presiden Joko Widodo [Jokowi] tidak akan menandatangani Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD [UU MD3]. Padahal Undang-undang tersebut sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 12 Februari 2018 lalu. Menkum HAM terlibat juga dalam pembahasan UU MD3 tersebut bersama DPR.Seperti apa alur pembuatan sebuah undang-undang?Undang-undang Dasar 1945 pasal 20 ayat 1 menyebut bahwa, kekuasaan untuk membentuk UU ada di Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian di pasal 20 ayat 2 disebutkan bahwa setiap rancangan UU [RUU] dibahas oleh DPR bersama Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Nah, untuk proses pembentukan undang-undang diatur dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pasal 16 sampai 23, pasal 43 sampai 51 dan pasal 65 sampai 74. Berdasar ketentuan tersebut seperti inilah proses pembentukan sebuah undang-undang. 1. Sebuah RUU bisa berasal dari Presiden, DPR atau DPD. 2. RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait. 3. RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional [prolegnas] oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun. 4. RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN], RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang [Perpu] menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu.5. Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk dan membagikan ke seluruh anggota dewan dalam sebuah rapat paripurna. 6. Di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU disetujui, disetujui dengan perubahan atau ditolak untuk pembahasan lebih lanjut. 7. Jika disetujui untuk dibahas, RUU akan ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan. 8. Pembicaraan tingkat pertama dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus. 9. Pembicaraan tingkat II dilakukan di rapat paripurna yang berisi: penyampaian laporan tentang proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I; pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.10. Apabila tidak tercapai kata sepakat melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak11. Bila RUU mendapat persetujuan bersama DPR dan wakil pemerintah, maka kemudian diserahkan ke Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan. Dalam UU ditambahkan kalimat pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik Indonesia.

12 Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 [tiga puluh] hari terhitung sejak RUU disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan. [erd/jat]

Berdasarkan Pasal 20 ayat [1] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang [“UU”] ada pada Dewan Perwakilan Rakyat [“DPR”]. Selanjutnya, di dalam Pasal 20 ayat [2] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur bahwa setiap Rancangan Undang-Undang [“RUU”] dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Proses pembentukan UU diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan [“UU 12/2011”] sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan [“UU 15/2019”]. Selain itu, proses pembentukan UU juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [“UU MD3”] dan perubahannya.

Berdasarkan Pasal 10 ayat [1] UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui UU adalah:

  1. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;
  2. perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;
  3. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
  4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
  5. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

pembentukan peraturan perundang-undangan melalui tahapan yang panjang. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan pertama-tama harus dengan melakukan perencanaan, atas dasar hukum yang lebih tinggi serta aspirasi dan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan dalam Program Legislasi Nasional [Prolegnas].

Rancangan peraturan perundang-undangan yang diusulkan eksekutif dan legislatif  di bahas bersama-sama di dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Badan Anggaran, Rapat Panitia Khusus, dan Paripurna.. Setelah rancangan undang-undang disetujui oleh legislatif, rancangan undang-undang tersebut diberikan kepada legislatif untuk disahkan menjadi undang-undang.

Secara Garis Besar  berikut tahapan yang harus dipenuhi dalam pembentukan undang-undang:

  • Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan

Perencanaan untuk penyusunan undang-undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional yang merupakan skala prioritas untuk pembentukan UU dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Selanjutnya undang-undang dapat diajukan berasal dari eksekutif ataupun legislatif.

  • Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang.

Pembahsan tentang RUU ini dilakukan oleh eksekutif dengan legislatif. Rancangan undang-undang yang telah disepakati bersama oleh legislatif dan eksekutif diajukan oleh legislatif kepada eksekutif untuk disahkan menjadi undang-undang.

Peraturan perundang-undangan harus disahkan secara resmi dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Penyebarluasan dilakukan oleh DPR Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, Penyusunan  Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, Pembahasan Peraturan Perundang-Undangan, hingga Pengundangan Undang-Undang. Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta pemangku kepentingan.

Berdasarkan tahapan tersebut, secara lebih detail proses pembentukan undang-undang sebagai berikut:

  1. Perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam Program Legislasi Nasional [Prolegnas] yang disusun oleh DPR, Dewan Perwakilan Daerah [“DPD”], dan pemerintah untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan RUU. Lihat Pasal 16 UU 12/2011 jo. Pasal 20 ayat [1] dan [2] UU 15/2019
  2. RUU dapat berasal dari DPR, presiden, atau DPD. Lihat Pasal 163 ayat [1] UU MD3
  3. Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk RUU anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang [“Perpu”] menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu. Llihat Pasal 43 ayat [3] dan [4] UU 12/2011
  4. RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi. Lihat Pasal 164  ayat [1]
  5. RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR dan usulannya berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Lihat Pasal 165 UU MD3
  6. Materi muatan RUU yang diajukan oleh DPD serupa dengan yang dapat diajukan oleh presiden yang telah diterangkan di atas. RUU tersebut beserta naskah akademiknya diajukan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR. Lihat Pasal 166 ayat [1] dan [2] UU MD3
  7. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan. Lihat Pasal 168 UU MD3
  8. Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus. Lihat Pasal 169 huruf a UU MD3
  9. Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini. Lihat Pasal 170 ayat [1] UU MD3
  10. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berisi:    Lihat Pasal 171 ayat [1] UU MD3
    1. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
    2. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
    3. pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang ditugaskan.
  11. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak. Lihat Pasal 171 ayat [2] UU MD3
  12. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan presiden diserahkan kepada presiden untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Lihat Pasal 72 ayat [1] dan Pasal 73 ayat [1], [3], dan [4] UU 12/2011
  13. Apabila pembahasan RUU telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas jangka menengah dan/atau Prolegnas prioritas tahunan. Lihat Pasal 71A UU 15/2019

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề