Bagaimana upaya Pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan

Banjarmasin, InfoPublik - Maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi setiap hari, menjadi perhatian khusus bagi semua pihak terutama pemerintah.

Menyikapi hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2014.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kalsel, Husnul Hatimah saat membuka Sosialisasi Perda Nomor 11 Tahun 2018 dan Pergub Nomor 76 Tahun 2018 di Hotel Roditha, Banjarmasin, Rabu (23/10/2019).

Menurut Husnul, berdasarkan data Simfoni PPA tahun 2019, terjadi sejumlah kasus kekerasan di kalsel yakni 138 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 114 kasus kekerasan terhadap anak.

“Maka pemerintah mengajak partisipasi berbagai stakeholder untuk bersinergi dalam perlindungan perempuan dan anak terutama dalam mengantisipasi tindak kekerasan,” ujarnya.

Lebih lanjut Husnul menerangkan, data survey tahun 2013 menunjukan bahwa pada kelompok umur 18-24 tahun, 1 dari 2 laki-laki dan 1 dari 6 perempuan setidaknya mengalami salah satu pengalaman kekerasan seksual, fisik atau emosional sebelum berumur 18 tahun.

Sedangkan pada kelompok umur 13-17 tahun menunjukkan bahwa tidak lebih dari 30% anak laki-laki maupun perempuan yang melaporkan mengalami paling tidak salah satu jenis kekerasan atau lebih (fisik, seksual, dan emosional).

Oleh karena itu, pemerintah daerah menyusun kebijakan dalam bentuk Peraturan Daerah. Dalam hal ini adalah Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Selain itu, sejak tahun 2016 Kementerian PPPA telah mencanangkan tiga program unggulan bernama three ends, yaitu akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan orang, dan akhiri kesenjangan ekonomi bagi perempuan.

Program unggulan tersebut dicanangkan dengan maksud untuk merespon semakin meluasnya peristiwa kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak.

"Dengan fokus pada tiga program unggulan tersebut, kementerian PPPA berharap mampu mengurangi dan menurunkan angka kekerasan pada perempuan dan anak akhir-akhir ini,” tuturnya.

Husnul berharap para peserta kegiatan dapat menjadi jejaring dalam perlindungan perempuan dan anak di wilayah masing-masing.

Kegiatan tersebut diikuti 45 peserta terdiri atas Dinas PPPA kabupaten/kota, forum anak, tokoh agama, dan masyarakat dengan menghadirkan tiga narasumber yaitu Kepala Dinas PPPA Kalsel, Kabid PPA Riyadi dan Dosen Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Yuliani. MC Kalsel/tgh/AY/toeb)

  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber InfoPublik.id

Dalam rangka memperingati 37 tahun pengesahan Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, Kemen PPPA melaksanakan diskusi bersama Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, UNFPA Indonesia serta unsur lembaga masyarakat lainnya untuk memperkuat komitmen dalam melindungi dan memenuhi hak perempuan korban kekerasan khususnya kekerasan seksual.

Asisten Deputi Bidang Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Margareth Robin menyoroti pentingnya memprioritaskan upaya pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan serta menyediakan akses layanan bagi perempuan korban kekerasan untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan haknya sesuai kebutuhan korban dan ketentuan yang berlaku.

Baca juga: Mensos Apresiasi Langkah Polres Malang Ungkap Korupsi Dana Bantuan PKH

“Kemen PPPA dalam hal ini telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan melindungi perempuan dari kekerasan, di antaranya yaitu mengampanyekan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah domestik melalui gerakan Bersama Jaga Keluarga (BERJARAK), mendorong sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual melaui rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU-PKS), melakukan literasi dan penyadaran publik untuk pencegahan dan penanganan kekerasan, pengembangan pusat layanan SAPA 129 dan Hotline Whatsapp 08111 129 129, mengembangkan model desa ramah perempuan dan peduli anak di 136 Kabupaten/Kota,” ungkap Margareth dalam keterangan Pers, Jakarta, Minggu (8/8).

Margareth menegaskan kerentanan yang dialami perempuan disebabkan bukan karena perempuan tersebut lemah, tapi karena adanya konstruksi sosial dalam masyarakat yang menganggap perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki.

“Setelah 37 tahun CEDAW diratifikasi, inilah momentum yang tepat untuk membuat perubahan positif sekecil apapun itu, dimulai dari diri kita sendiri dan keluarga. Mari bergerak bersama memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi perempuan korban kekerasan karena bagaimanapun mereka berhak diberikan kemudahan akses dalam mendapatkan perlindungan baik sebagai korban ataupun saksi di ruang pribadi maupun ruang publik. Jika perempuan berdaya, anak terlindungi, maka Indonesia maju,” tegas Margareth.

Senada dengan Margareth, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyampaikan peringatan 37 tahun pengesahan CEDAW merupakan momentum bagi bangsa Indonesia untuk meneguhkan komitmen bersama dalam memenuhi hak-hak konstitusional warga, termasuk korban perkosaan, atas rasa aman, perlindungan, kehidupan yang bermartabat, dan bebas dari diskriminasi sesuai dengan prinsip dan norma CEDAW.

“Berdasarkan hasil refleksi dalam laporan Komnas Perempuan dan hasil kajian global dari pelapor khusus PBB semakin menegaskan bahwa pengesahan RUU PKS tak dapat ditunda lagi. Pengesahan RUU PKS sendiri merupakan pelaksanaan mandat CEDAW demi penghapusan sistemik kekerasan seksual dan pemenuhan substantif hak-hak korban pemerkosaan,” tegas Andy. (H-3)

Bagaimana upaya Pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Polhukam, Jakarta – Pemerintah mendorong penuh upaya dalam menghilangkan segala bentuk kekerasan yang ditujukan kepada perempuan. Oleh karena itu, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dinilai penting.

“RUU tersebut merupakan bentuk hadirnya negara dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, mengingat korban kekerasan seksual tertinggi adalah perempuan. Selain itu, pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga akan memberikan jalan keluar untuk perlindungan perempuan sekaligus menjawab rasa keadilan di masyarakat,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam Forum Konsultasi Publik Laporan Pertanggungjawaban Anggota Komisi Paripurna Periode 2015-2019 Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Jakarta, Kamis (19/12/2019).

RUU tersebut diharapkan memutus diskriminasi terhadap perempuan karena mencegah kekerasan seksual, menindak pelaku kekerasan seksual, memulihkan korban, serta meletakkan kewajiban negara dalam penghapusan kekerasan seksual.

“Harapannya, selain mewujudkan keadilan bagi korban kekerasan seksual dan melindungi perempuan dari ancaman kekerasan seksual, RUU tersebut akan memperbaiki kualitas hidup perempuan dan menempatkan perempuan dan laki-laki sama di mata hukum,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam mengatakan bahwa perlindungan perempuan merupakan salah satu bagian penting dalam isu keamanan. Dalam kehidupan bermasyarakat, masih sering dijumpai terjadinya tindak kekerasan yang dialami oleh seorang perempuan dan terjadi diskriminasi. Dengan adanya diskriminasi inilah kemudian banyan pihak terutama perempuan menyadari pentingnya mengangkat isu hak perempuan sebagai salah satu jenis HAM yang harus dapat diakui dan dijamin perlindungannya terutama dalam menjaga keamanan perempuan.

“Sebagai bangsa dan negara yang memegang UUD 1945, kita harus menghargai hak-hak yang dimiliki oleh seseorang termasuk hak perempuan,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Pemerintah juga mendukung Komnas Perempuan sebagai lembaga yang setara dengan Kementerian yang memiliki peran guna mendorong lahirnya kebijakan dan sistem untuk pencegahan kejahatan terhadap perempuan dan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan.

“Sesuai dengan amanat dari konstitusi dan Pancasila sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bahwa kedudukan antara laki-laki dan perempuan di mata negara adalah sama. Sehingga pemenuhan hak perempuan dan laki-laki menjadi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Baca juga:  Menko Polhukam: Perkokoh Terus Wilayah Perbatasan Kita

Biro Hukum, Persidangan, dan  Hubungan Kelembagaan Kemenko Polhukam RI

Terkait

Bagaimana upaya Pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan

Bagaimana upaya Pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan
Lihat Foto

ilustrasi kekerasan terhadap perempuan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (PPPA) mengungkap beberapa strategi untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA Valentina Gintings mengatakan, setidaknya ada 10 strategi yang bisa dilakukan untuk menekan angka kekerasan.

"Strategi dilakukan melalui pendekatan kemitraan dengan kementerian atau lembaga, NGO dan stakeholder terkait," kata Valentina dalam diskusi daring, Selasa (9/3/2021).

Baca juga: Menteri PPPA Minta Dukungan Kemenkumham soal Pengesahan RUU PKS

Adapun 10 strategi tersebut adalah penanganan melalui regulasi peraturan perundang-undangan, penyedian layanan korban, koordinasi, monitoring dan evaluasi.

Kemudian melakukan pencegahan, penguatan kelembagaan, sinkronisasi kebijakan kementerian dan lembaga.

Berikutnya penegakan hukum, sistem pencatatam dan pelaporan, pemberdayaan serta pengembangan model (desa RPLA).

Valentina juga mendukung percepatan pembahasan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Baca juga: Perempuan Selalu Ditempatkan di Posisi Bersalah meskipun Ia Korban...

"Kita sama mendukung percepatan untuk RUU PKS mudah-mudahan ini regulasi ini bisa memperkuat lagi bgm tindakan-tindakan yang harus diberikan kepada para pelaku," ujar dia.

Ia mengatakan, saat ini Indonesia juga telah memiliki beberapa regulasi yang bisa memberi hukuman bagi para pelaku kekerasan seksual.

Valentina berharap aturan tersebut ditambah dengan RUU PKS bisa memberikan efek jera pada pelaku.

"Karena kita sudah tau ada Undang-Undang 17 Tahun 2016 dan PP Kebiri dan mudah-mudahan itu juga memberikan efek jera," ujar dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya