Berapa lama efek samping vaksin sinopharm

JawaPos.com – Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati mengemukakan efek samping dari penggunaan vaksin Sinopharm secara umum tidak memerlukan pengobatan dan lebih cepat membaik.

“Karena memiliki platform yang sama dengan vaksin Sinovac, maka profil efek sampingnya juga mirip. Dimana frekuensi kejadian efek sampingnya adalah 0,01 persen atau terkategori sangat jarang,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (21/6), seperti dikutip dari Antara.

Zullies mengatakan efek samping yang dijumpai dalam uji klinik adalah efek samping lokal yang ringan, seperti nyeri atau kemerahan di tempat suntikan, dan efek samping sistemik berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan batuk.

Efek samping tersebut, katanya, segera membaik dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. Vaksin Sinopharm merupakan vaksin buatan tiongkok dan telah diujikan di beberapa negara. Vaksin Sinopharm telah masuk dalam list Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) dan mendapatkan Izin Penggunaan Darurat (EUA) di Tiongkok, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir dan Yordania, serta di Indonesia.

Vaksin tersebut menggunakan platform yang sama dengan vaksin Sinovac, yaitu virus yang diinaktivasi. Dalam uji klinik di Uni Emirat Arab, efikasi vaksin Sinopharm mencapai 78 persen, dan vaksin ini dapat digunakan pada populasi usia 18 tahun ke atas sampai lansia. “Secara umum, dari hasil eveluasi terhadap uji klinik yang telah melibatkan ribuan orang di berbagai negara, manfaat vaksin jauh melebihi risiko efek sampingnya,” katanya.

Zullies menambahkan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) secara umum bersifat ringan sampai sedang dan bersifat individual, dan adanya KIPI juga menunjukkan bahwa vaksinnya sedang bekerja. Namun jika ada KIPI yang dirasa berat, kata Zullies, segera dilaporkan kepada kontak yang sudah diberikan petugas vaksinasi untuk bisa segera mendapatkan penanganan.

Editor : Dinarsa Kurniawan

Reporter : Antara

Vaksin Sinopharm ini menambah daftar vaksin COVID-19 yang telah mengantongi izin penggunaan darurat dari BPOM. Ini juga menjadi jenis vaksin COVID-19 ketiga yang mendapat izin darurat di Indonesia, setelah vaksin Sinovac dan AstraZeneca.

Berikut beberapa fakta soal vaksin Corona Sinopharm yang perlu diketahui:

1. Platform inactivated virus
Vaksin COVID-19 Sinopharm dikembangkan dengan platform inactivated virus, yaitu virus yang sudah dimatikan. Metode atau platform juga digunakan oleh Sinovac untuk membuat vaksin COVID-19 CoronaVac.

2. Efikasi 78 persen Berdasarkan hasil uji klinis fase III di Uni Emirat Arab, efikasi vaksin Sinopharm mencapai 78 persen. Hasil efikasi ini didapatkan dengan melibatkan sebanyak 42 subjek peneliti.

Adapun pengukuran imunogenitas setelah 14 hari pemberian dosis kedua vaksin Sinopharm memiliki netralitas yang cukup besar. Pada orang dewasa mencapai 99,52 persen, sementara pada lansia 100 persen.

Vaksin Covid-19 Sinopharm memiliki platform yang sama dengan vaksin Sinovac.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati mengemukakan, orang yang mengalami efek samping dari penggunaan vaksin Covid-19 produksi Sinopharm secara umum lebih cepat membaik. Mereka pun tidak memerlukan pengobatan.

"Karena memiliki platform yang sama dengan vaksin Sinovac, maka profil efek sampingnya juga mirip," tutur Prof Zullies dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Prof Zullies menjelaskan, frekuensi kejadian efek sampingnya adalah 0,01 persen. Artinya, terkategori sangat jarang.

Dalam uji klinis, menurut Prof Zullies, ditemukan efek samping lokal yang ringan, seperti nyeri atau kemerahan di tempat suntikan. Sementara efek samping sistemik berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan batuk.

Vaksin Covid-19 Sinopharm merupakan buatan China dan telah diujikan di beberapa negara. Vaksin Sinopharm telah masuk dalam list Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) dan mendapatkan Izin Penggunaan Darurat (EUA) di China, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir dan Yordania, dan Indonesia.

sumber : Antara

Efek Samping dan Interaksi Obat Vaksin COVID-19 Sinopharm general_alomedika 2021-07-22T15:30:40+07:00 2021-07-22T15:30:40+07:00

Efek samping vaksin sinopharm atau BBIBP-CorV kebanyakan bersifat lokal seperti nyeri pada tempat suntikan, sedangkan efek samping sistemik jarang terjadi. Vaksin sinopharm dilaporkan memiliki profil keamanan yang baik, dan belum ada data interaksi pemberian vaksin sinopharm dengan vaksin untuk penyakit lain.[1,5,6]

Efek Samping

Vaksin sinopharm bukan merupakan obat, tetapi produk biologi berasal dari virus yang dinonaktifkan. Penggunaannya bersifat memberikan perlindungan tubuh terhadap virus SARS Cov-2, penyebab COVID-19. Jika terdapat kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) maka harus dilaporkan ke Komnas KIPI.[5,9,13]

Efek samping yang paling sering terjadi adalah nyeri pada tempat suntikan (>1/10). Efek samping lokal lainnya adalah kemerahan, bengkak, gatal, dan indurasi pada tempat suntikan. Efek samping lainnya tersebut jarang terjadi (≥1/1.000 sampai <1/100).[5,9,13]

Efek samping sistemik yang paling sering terjadi adalah sakit kepala (>1/10). Efek samping lain yang cukup sering dilaporkan adalah demam, fatigue, mialgia, atralgia, batuk, dispnea, nausea, diare, dan pruritus (≥1/100 sampai <1/10). Sedangkan efek samping sistemik yang paling jarang adalah hilangnya rasa pengecap, parestesia, asma, iritasi tenggorokan, tonsilitis, dan nyeri leher.[5,9,13]

Syok anafilaksis tidak diketahui kejadiannya dan tidak dapat diperkirakan dari data yang tersedia.[5,9,13]

KIPI ringan atau koinsiden (tidak berhubungan dengan imunisasi) dari vaksin sinopharm misalnya nyeri pada tempat suntikan, demam, lemas, ngantuk, dan rasa lapar. Pemberian paracetamol, minum lebih banyak, atau kompres dingin pada tempat suntikan dapat dilakukan jika terjadi KIPI ringan.[5,9,13]

Interaksi Obat

Belum tersedia data yang cukup terkait interaksi vaksin sinopharm dengan vaksin penyakit lain. Pemberian dengan vaksin lain sebaiknya diberi jarak minimal 14 hari.[6]

Penggunaan agen imunosupresif, obat kemoterapi, obat antimetabolit, agen alkilasi, obat sitotoksik, dan kortikosteroid bersamaan dengan vaksin ini dapat mengurangi respon imun terhadap vaksin sinopharm. Sedangkan penggunaan bersama dengan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dilaporkan dapat meredam respon inflamasi dan juga produksi antibodi, sehingga pemberiannya sebelum pemberian vaksin tidak dianjurkan.[14-16]

1. WHO. WHO lists additional COVID-19 vaccines for emergency use and issues interim policy recommendations. 7 May 2021. https://www.who.int/news/item/07-05-2021-who-lists-additional-covid-19-vaccine-for-emergency-use-and-issues-interim-policy-recommendations 5. Abu-Hammad O, et al. Side Effects Reported by Jordanian Healthcare Workers Who Received COVID-19 Vaccines. Vaccines 2021, 9, 577. https://doi.org/10.3390/vaccines9060577 6. WHO. COVID-19 Vaccine (Vero Cell), Inactivated (Sinopharm). 24 May 2021. News release Review and a Pharmacovigilance Study. Pharmaceuticals, 9. Xia S, et al. Safety and immunogenicity of an inactivated SARS-CoV-2 vaccine, BBIBP-CorV: a randomised, double-blind, placebo-controlled, phase 1/2 trial. Lancet Infect Dis 2020; 21: 39–51 13. Kemkes RI. Frequently Ask Question (FAQ) Seputar Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COVID__call_center.pdf 14. KPCPEN. Reaksi Pascavaksinasi COVID-19: Kebanyakan Hanya Pegal, Lapar, dan Ngantuk. 21 Jan 2021 https://covid19.go.id/p/masyarakat-umum/reaksi-pascavaksinasi-covid-19-kebanyakan-hanya-pegal-lapar-dan-ngantuk 15. WHO. Background document on the inactivated COVID-19 vaccine BIBP developed by China National Biotec Group (CNBG), Sinopharm. 7 May 2021

16. Chen J, et al. Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs Dampen the Cytokine and Antibody Response to SARS-CoV-2 Infection. Journal of Virology, 2021; 95:7

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Vaksin booster Covid-19 yang digunakan di Indonesia semakin bertambah. Pada Rabu (2/2/2022), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA) sebagai vaksin dosis lanjutan atau booster bagi vaksin Sinopharm.

Dalam keterangan tertulisnya yang dilansir dari laman setkab.go.id, Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan, sesuai persyaratan penggunaan darurat, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap aspek khasiat dan keamanan mengacu pada standar evaluasi vaksin Covid-19 untuk vaksin Sinopharm sebagai dosis booster homolog untuk dewasa 18 tahun ke atas.

"Keputusan ini menjadikan Vaksin Sinopharm menjadi vaksin ke-6 yang digunakan sebagai dosis booster di tanah air," jelasnya.  

Adapun lima vaksin COVID-19 yang sebelumnya telah mendapat izin penggunaan darurat untuk digunakan sebagai vaksin booster adalah vaksin CoronaVac produksi PT Bio Farma, vaksin Pfizer, vaksin AstraZeneca, vaksin Moderna, dan vaksin Zifivax.

Baca Juga: Kasus Omicron Meningkat, Epidemiolog Sarankan Sekolah Tutup Februari-Maret 2022

Vaksin Sinopharm ini telah didaftarkan PT Kimia Farma untuk penggunaan booster homolog pada usia dewasa 18 tahun atau lebih yang telah mendapatkan dosis primer lengkap sekurang-kurangnya enam bulan.

Efek samping Sinopharm

Berdasarkan aspek keamanan, penggunaan Vaksin Sinopharm sebagai booster umumnya dapat ditoleransi dengan baik. 

Frekuensi, jenis, dan keparahan reaksi sampingan atau kejadian yang tidak diharapkan (KTD) setelah pemberian booster lebih rendah dibandingkan saat pemberian dosis primer. 

Baca Juga: Panduan Memilih Vaksin Booster dari Kemenkes, Tak Perlu Bingung Lagi

Adapun KTD yang sering terjadi merupakan reaksi lokal seperti:

  • Nyeri di tempat suntikan
  • Pembengkakan dan kemerahan
  • Sakit kepala
  • Kelelahan
  • Nyeri otot 

Adapun tingkat keparahan KTD vaksin Sinopharm adalah grade 1-2.

Dari aspek Imunogenisitas, peningkatan respons imun humoral untuk parameter pengukuran antibodi netralisasi dan anti IgG masing-masing sebesar 8,4 kali dan 8 kali lipat dibandingkan sebelum pemberian booster. 

Baca Juga: Orang yang Sudah Divaksin dan Booster Berpotensi Terinfeksi Omicron, Ini Gejalanya

Respons imun setelah pemberian booster ini lebih tinggi dibandingkan respons imun yang dihasilkan pada saat vaksinasi primer.

“Persetujuan EUA Vaksin Sinopharm ini menambah alternatif vaksin booster homologus untuk platform inactivated virus. Karena itu, kami kembali menyampaikan apresiasi kepada Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19 termasuk ahli di bidang farmakologi, metodologi penelitian dan statistik, epidemiologi, kebijakan publik, imunologi, kemudian ITAGI serta asosiasi klinisi atas kerja samanya yang memungkinkan vaksin ini segera rilis ke masyarakat,” pungkas Penny.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie