Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berjemur

29 Mei 2020 Internal resty

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berjemur

YUK, KITA BERJEMUR……

Oleh. drg.Monika C. Shinta

“Berada di ruang terbuka dan berjemur di bawah sinar matahari setiap pagi” adalah salah satu himbauan untuk dilakukan saat isolasi mandiri oleh Kementrian Kesehatan dalam Surat Edaran KEMENKES RI tentang protokol isolasi diri sendiri dalam penanganan Corona Virus Disease (COVID-19). Mengapa kita dihimbau untuk berjemur setiap pagi hari? Apa manfaat dari berjemur di masa pandemik COVID-19 ini? Apakah dengan berjemur dapat mematikan virus korona? Jam berapa waktu yang efektif dan aman untuk berjemur?

Sinar matahari mengandung tiga jenis spektrum UV (Ultra Violet). Pertama ada UV A, yang membentuk sebagian besar radiasi ultraviolet di permukaan bumi (90%-99%). UV A memiliki gelombang yang panjang (320-400 nm), dapat berpenetrasi  lebih dalam ke jaringan kulit (sampai ke lapisan dermis) dan menyebabkan kerusakan pada kolagen matriks kulit sehingga UV A bertanggung jawab atas 80% penuaan kulit, dari keriput hingga bintik-bintik penuaan. Selanjutnya ada UV B yang memiliki gelombang menengah-pendek (290-320 nm), mencapai bumi hanya 1%-10%, hanya dapat berpenetrasi sampai bagian atas epidermis kulit. Pembentukan vitamin D pada tubuh adalah hasil paparan sinar matahari yang memiliki kandungan sinar UV B. Apabila terlalu lama terpapar sinar UV B akan memberikan banyak dampak negatif bagi kulit, seperti kulit merah, perih, terasa terbakar, hingga merusak melanin. Ketiga adalah  UV C, memiliki panjang gelombang cahaya yang lebih pendek (200-290 nm) dan lebih energik, sangat baik dalam menghancurkan bahan genetik, baik pada manusia atau partikel virus. UV C diabsorpsi oleh ozon di atmosfer jauh sebelum mencapai kulit kita. UVC diproduksi secara artifisial dalam bentuk lampu ultraviolet  untuk peralatan sterilisasi dan desinfeksi serta untuk proses sanitasi air minum karena beberapa parasit resisten terhadap disinfektan kimia seperti klorin.

Paparan sinar matahari (UV B) akan memicu reaksi fotosintesis pada kulit untuk pembentukan vitamin D dalam tubuh. Fungsi  vitamin D adalah menjaga kadar kalsium dan kadar fosfor dalam tubuh tetap dalam kisaran fisiologis normal untuk mendukung sebagian besar fungsi metabolisme, transmisi neuro-muskuler dan mineralisasi tulang.

Paparan sinar matahari mensintesis vitamin D dari dalam tubuh kita sendiri dan karenanya tubuh akan secara otomatis mengatur level vitamin D dalam batas normal. Vitamin D seperti memiliki saklar ON & OFF  yang dapat hidup atau mati pada proses metabolisme dalam tubuh untuk menjaga tubuh tetap sehat. Dengan hadirnya kadar vitamin D yang cukup dalam tubuh, sistem kekebalan tubuh kita selalu ada untuk menenangkan dan mengingatkan, sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi lebih "pintar". Vitamin D akan mengingatkan atau memfasilitasi sistem kekebalan tubuh untuk dapat  membedakan mana jaringan tubuh kita sendiri, mana virus patogen. Vitamin D tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan tulang, tetapi juga dapat menjaga sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan pertahanan tubuh apabila tubuh mengalami infeksi. Apabila tubuh kekurangan vitamin D, dapat menghambat pertumbuhan dan rentan terhadap virus atau bakteri.

Manfaat lain dari berjemur adalah meningkatkan produksi melatonin dalam tubuh. Saat terkena sinar matahari di pagi hari, produksi melatonin menjadi lebih cepat. Peningkatan fase ritme melatoni oleh karena paparan cahaya pagi yang cerah akan efektif melawan insomnia, dan sindrom pramenstruasi. Menurut pengalaman beberapa ahli, berjemur memberi efek pada endorfin tubuh yang memiliki banyak efek positif diantaranya menimbulkan perasaan senang, nyaman, meredakan rasa nyeri, mencegah cemas dan depresi.

Fakta bahwa virus korona (2019-nCOV) lebih sulit bertahan hidup di cuaca panas belum ditetapkan, walaupun ada beberapa laporan virus pathogen pada saluran  pernapasan akan menghilang saat musim panas. Belum ada bukti bahwa sinar matahari dapat membunuh virus yang mematikan dan sangat menular. Suhu iradiasi matahari tidak dapat mencapai 56° C, dan sinar ultraviolet tidak dapat mencapai intensitas seperti pada lampu ultraviolet yang digunakan untuk desinfeksi udara dan air dari virus. Virus korona (2019-nCOV) tidak dapat mati oleh paparan sinar matahari.

Dalam masa pandemi COVID-19, bagi orang yang masih sehat, aktivitas berjemur akan meningkatkan sistem kekebalan karena kecukupan vitamin D dalam tubuh selalu terpenuhi  sehingga dapat menjadi salah satu cara untuk mencegah penularan virus korona. Sementara bagi yang sudah terinfeksi COVID-19, dengan hadirnya Vitamin D dalam tubuh akan meningkatkan fungsi pertahanan tubuh.  Sel-sel kekebalan tubuh akan lebih aktif dalam memerangi benda asing yang masuk ke dalam tubuh, termasuk virus korona sehingga akan membatu mempercepat proses pemulihan tubuh dari infeksi COVID-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setuju bahwa menikmati matahari di pagi hari dan sebelum sore hari memiliki banyak efek positif dalam masa isolasi mandiri karena dapat meningkatkan sirkulasi darah dan membantu  detoksifikasi. Sinar matahari secara efektif memberi vitamin D yang membantu  tidur menjadi lebih baik, mengurangi stres, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membuat tulang lebih kuat. Endorfin yang dihasilkan tubuh saat berjemur akan meningkatkan mood, membantu mengurangi depresi sehingga mengembalikan semangat untuk sembuh bagi yang sedang terinfeksi COVID-19.

Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam berjemur untuk efisiensi sintesis vitamin D diantaranya adalah letak geografis,  warna kulit, dan warna pakaian yang digunakan saat berjemur, serta usia.

Negara-negara yang dekat dengan garis katulistiwa menerima lebih banyak sinar matahari sepanjang tahun dibandingkan dengan yang jauh dari khatulistiwa. Jakarta terletak pada koordinat 06° LS-106° BT. Intensitas UV B tertinggi terjadi pada pukul 11.00 - 13.00 (WIB). Untuk mendapatkan UV B dengan resiko bahaya paparan yang tergolong kecil tetapi menghasilkan tingkat vitamin D yang memadai, posisi matahari harus pada sudut lebih besar dari 45° tetapi kurang dari 90° dengan bidang horizontal bumi  (45° < α <90°) atau dapat dilihat berdasarkan evaluasi  bayangan yang terbentuk, yaitu ketika bayangan kita lebih pendek dari tinggi badan kita. Posisi matahari tersebut adalah pada saat sekitar jam 10.00-11.00 (WIB) pagi dan jam 14.00-15.00 (WIB) sore.

Bagi kita yang berada di Jakarta pada saat sekitar jam 10.00-11.00 (WIB) pagi dan jam 14.00-15.00 (WIB) sore, lamanya waktu berjemur dipengaruhi oleh warna kulit dan sensitifitas kulit. Semakin putih seseorang, semakin pendek waktu yang dibutuhkan  untuk berjemur yaitu sekitar 5-10 menit. Sebaliknya, pada kulit yang lebih gelap membutuhkan waktu berjemur lebih lama yaitu maksimal 15 menit. Pada kulit yang lebih gelap, jumlah pigmen melanin pada lapisan epidermis lebih banyak.  Hal ini dapat mengurangi kemampuan kulit untuk memproduksi vitamin D dari paparan sinar matahari sehingga diperlukan waktu berjemur yang lebih lama dari yang berkulit putih.  Apabila  berjemur pada jam 11.00-14.00, dimana Intensitas UV B tertinggi terjadi, maka kita harus  mempersingkat durasi berjemur karena harus diingat resiko bahaya paparan UV B yang cukup besar. Tidak perlu berlama-lama terutama sampai menjadi kecokelatan atau terbakar sinar matahari.

Untuk mendapatkan vitamin D yang cukup, disarankan berjemur di ruang terbuka agar lengan, tangan dan kaki, setidaknya 1/3 dari tubuh atau kulit terkena sinar matahari secara langsung. Pakaian yang  disarankan adalah warna terang (putih) untuk meningkatkan penyerapan vitamin D.

Kulit wajah memiliki lapisan yang lebih tipis sehingga tidak akan menghasilkan banyak vitamin D. Untuk menghindari flek, kulit wajah harus dilindungi (gunakan sunblock dan masker). Harap diperhatikan penggunaan obat topikal (obat topikal atau aplikasi pada kulit) karena bisa menyebabkan reaksi foto-alergi.

Usia juga memainkan peran penting dalam mensintesis vitamin D dari paparan sinar matahari.  Pada usia lanjut (lansia), kemampuan tubuh untuk memproduksi vitamin D semakin menurun yang disebabkan oleh penyerapan sinar matahari berkurang seiring dengan proses degenerasi kulit pada lansia, sehingga kulit tidak dapat mensintesis vitamin D secara efektif. Orang dewasa setengah baya memiliki 66% dari potensi anak-anak dalam mensintesis vitamin D.

Setiap orang memiliki kepekaan berbeda terhadap paparan sinar matahari, tergantung pada jenis kulit, kondisi kulit, warna kulit, usia dan warna pakaian yang dikenakan saat berjemur. Mempertimbangkan faktor individu, aktivitas berjemur harus disesuaikan dengan reaksi individu. Karena itu, kenali diri Anda sebaik mungkin sebelum berjemur dan hindari obat-obatan topikal yang bereaksi foto-sensitif atau foto-alergi seperti krim wajah.

“Mari kita tingkatkan sistem kekebalan tubuh dengan berjemur setiap hari di ruang terbuka, pada jam yang tepat, dengan durasi yang cukup, kenakan pakaian yang nyaman dan berwarna terang serta jangan lupa gunakan masker, agar kita terbebas dari COVID-19 ! “

Referensi

  1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Surat Edaran KEMENKES Nomor HK.02.01/MENKES/202/2020 tentang Protokol Isolasi Diri Sendiri dalam Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19).
  2. Prof. DR. Budi Setiabudiawan, Sp.A (K), M.Kes di IG Live bersama IDAI, Kamis 9 April 2020.
  3. Natasa Adelayanti. https://ugm.ac.id/en/news/19216-sunbathing-can-boost-your-body-s-immune-system.
  4. Mark Nathaniel Mead. Benefits of Sunlight: A Bright Spot for Human Health. Environmental Health Perspectives · May 2008.
  5. The Importance of SUN Vitamin and SUN Bath. www.otsuka.go.id.
  6. Karolina M Zielinska-Dabkowska. Vitamin D. The truth about Vitamin D and sun exposure demystified. Finding the balance for personal health. Publication at: https://www.researchgate.net/publication/285056396.
  7. Hataikarn Nimitphong and Michael F. Holick. Vitamin D status and sun exposure in Southeast Asia. Dermato-Endocrinology 2013 Jan 1; 5(1): 34–37.

Sumber : Buletin HATPEN Edisi 1 Tahun 2020