Berikut ini yang bukan unsur unsur konstitutif negara adalah

KOMPAS.com – Negara merupakan organisasi masyarakat tertinggi yang memiliki teritorial dan kekuasaan untuk mengatur dan memelihara rakyatnya di bawah perundang-undangan.

Menurut Konvensi Montevideo tahun 1993, ada syarat-syarat yang harus dimiliki suatu bangsa sebagai bagian dari dunia internasional. Syarat atau unsur inilah yang membentuk suatu negara.

Unsur tersebut ada yang bersifat mutlak atau konstitutif dan tambahan atau deklaratif.

Unsur konstitutif merupakan syarat mutlak yang harus ada. Jika tidak, maka suatu negara tidak akan ada.

Berikut unsur negara menurut Konvensi Montevideo.

Rakyat (a permanent population)

Rakyat adalah kumpulan manusia yang hidup bersama walaupun berasal dari keturunan, kepercayaan, dan suku yang berbeda. Secara khusus, rakyat dapat diartikan sebagai semua orang yang berdiam di dalam suatu wilayah.

Rakyat menjadi unsur terpenting dalam suatu negara karena merupakan penggerak agar organisasi negara dapat berjalan dengan baik.

Wilayah (a defined territory)

Wilayah menjadi unsur mendasar selanjutnya bagi suatu negara. Tanpa adanya wilayah dengan batas-batas tertentu, kedaulatan dan keberadaan suatu negara tidak akan dianggap.

Wilayah negara menjadi tempat rakyat menetap dan pemerintah menyelenggarakan pemerintahannya. Selain itu, wilayah juga menjadi simbol kedaulatan dan integritas kewilayahan.

Wilayah negara terdiri dari darat, laut, udara, dan ekstrateritorial.

Wilayah ekstrateritorial maksudnya adalah walaupun tempat itu terletak di wilayah negara lain, namun, berdasarkan hukum internasional dianggap menjadi wilayah negara yang diwakili.

Misalnya, kantor kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta. Maka, tempat kedudukan kantor kedutaan itu menjadi ekstrateritorial negara Amerika Serikat.

Pemerintah (a government)

Unsur mutlak dari suatu negara selanjutnya adalah pemerintah yang berdaulat. Pemerintah sebagai unsur negara adalah pemerintah dalam pengertian luas, yakni gabungan dari seluruh alat perlengkapan negara.

Kedaulatan pemerintah menjadi kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia.

Pemerintah yang berdaulat berarti diaati oleh rakyatnya dan mampu mempertahankan kemerdekaannya dari ancaman negara lan.

Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain (a capacity to enter into relations with other states)

Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain atau pengakuan dari negara lain bukan merupakan unsur mutlak dari suatu negara. Unsur ini hanya bersifat menerangkan tentang adanya negara.

Ada dua macam pengakuan dari negara lain, yakni:

  • pengakuan de facto, dan
  • pengakuan de jure.

Pengakuan de facto adalah pengakuan atas fakta adanya negara. Pengakuan ini diberikan berdasarkan fakta bahwa suatu masyarakat politik telah memenuhi tiga unsur mutlak negara.

Pengakuan de facto bersifat sementara. Ini dikarenakan pengakuan tersebut diberikan sambil menunggu perkembangan lebih lanjut dari negara yang baru lahir.

Jika negara tersebut berlangsung lama, pemerintahannya dapat mendirikan kekuasaan yang stabil, serta dapat memenuhi kewajibannya sebagai anggota keluarga bangsa-bangsa sedunia, maka akan disusul dengan pengakuan de jure.

Pengakuan de jure adalah pengakuan akan sahnya suatu negara berdasarkan pertimbangan yuridis menurut hukum.

Dengan mendapatkan pengakuan de jure, suatu negara mendapat hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga bangsa-bangsa sedunia.

Referensi:

  • Gadjong, Agussalim Andi. 2019. Ilmu Negara. Makassar: Kretakupa Print.
  • Gatara, Asep Sahid dan Subhan Sofian. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Fokusmedia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sebelumnya, perlu kami luruskan, penggunaan kata ‘konstitusional’ dalam pertanyaan Anda menurut kami kurang tepat, karena istilah konstitusional biasanya dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang berkaitan dengan konstitusi.

Oleh karena itu, barangkali yang Anda maksud adalah apa saja unsur-unsur berdirinya suatu negara atau unsur-unsur terbentuknya negara, yang mana pembahasan unsur-unsur terbentuknya negara lebih banyak dibahas dalam diskusi ilmu negara dan hukum Internasional, yang pembahasannya dimulai dari sebelum adanya konstitusi sebuah negara. Sehingga, penyebutan “unsur-unsur konstitusional berdirinya suatu negara” kurang tepat, melainkan seharusnya “unsur-unsur berdirinya negara” atau “unsur-unsur terbentuknya negara”.

Unsur-unsur Berdirinya Negara

Yang dimaksud dengan unsur-unsur negara adalah elemen dari suatu organisasi negara, atau hal-hal yang dianggap perlu untuk terbentuknya suatu negara.[1]

Dari persepektif hukum Internasional, instrumen yang telah mengatur secara pasti unsur-unsur terbentuknya negara adalah Montevideo Convention yang menyebutkan adanya empat unsur yang menjadi kualifikasi sebuah negara sebagai subjek hukum internasional:[2]

Syarat “tetap” dalam unsur ini bisa diartikan dalam 2 hal. Pertama, penduduk menjadikan wilayah yang ada sebagai dasar untuk menentukan tempat tinggalnya. Kedua, wilayah itu -sebagai tempat tinggal- dapat diajukan tuntutan sebagai lingkungan tertentu. Pada dasarnya tidak ada ketetapan yang pasti mengenai jumlah minimum penduduk untuk membentuk suatu negara. Penentu status penduduk adalah ikatan hukum dalam satu kebangsaan.[3]

Tidak ada ketentuan yang pasti berapa luas minimum suatu wilayah untuk dapat ditetapkan sebagai salah satu unsur yang membentuk sebuah negara. Crawford menyatakan bahwa hak suatu negara yang independen untuk menyusun pemerintahan yang berada dalam suatu wilayah tertentu.[4]

Sebagai catatan, adanya sengketa batas negara tidak mempengaruhi status sebuah negara. Contohnya, Israel pada tahun 1949 diterima sebagai anggota PBB meskipun ada konflik batas negara yang sedang berlangsung ketika itu.[5]

Menurut Crawford juga, persyaratan bahwa sebuah negara yang dianggap ada mempunyai pemerintahan yang efektif bisa dianggap sebagai hal yang sentral dalam klaim telah terbentuknya sebuah negara. Makna pemerintahan sendiri dapat dikaitkan dalam hubungan kepada 2 hal. Pertama, meliputi lembaga-lembaga politik, administratif, dan eksekutif, yang bertujuan untuk melakukan pengaturan dalam komunitas yang bersangkutan dan melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam aturan hukum. Kedua, dengan menggunakan prinsip efektivitas, kriteria pemerintahan menunjuk kepada makna “pemerintahan yang efektif” yang berarti lembaga politik, administratif, dan eksekutif sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya dalam wilayah yang bersangkutan dan diakui oleh penduduk setempat. Supaya efektif, maka pembentukan lembaga-lembaga itu didirikan dan diatur oleh hukum yang ditetapkan setelah terbentuknya negara yang bersangkutan.[6]

Sebagian ahli menyebutkan bahwa syarat yang terakhir ini merupakan unsur deklaratif, dan bukan unsur konstitutif berdirinya suatu negara. Hal tersebut dikarenakan kemampuan menjalin hubungan dengan negara lain lebih merupakan konsekuensi lahirnya suatu negara dibandingkan sebagai syarat pendiriannya. Bahkan, syarat ini tak hanya diperuntukkan bagi negara, akan tetapi juga untuk organisasi internasional, termasuk bagian dari pengaturan konstitusional seperti halnya dalam sistem federasi.[7]

Keempat unsur tersebut sering disebut dengan the traditional criteria.[8] Hal serupa disampaikan oleh Soehino dalam bukunya berjudul Ilmu Negara, syarat ada daerahnya yang tertentu, ada rakyatnya, dan ada pemerintahan yang berdaulat adalah syarat formil suatu negara, bukan syarat materiilnya (hal. 7-8).

Belakangan berkembang juga pendapat dari sebagian ahli yang mensyaratkan adanya syarat-syarat tambahan dari aspek legalitas, yaitu pembentukan negara tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental dalam hukum internasional, di antaranya yaitu prinsip democratically legitimated authority, dan hak menentukan nasib sendiri (right to self-determination). [9]

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

The 1933 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States.

Referensi:

[1] Isrok dan Dhia Al Uyun. Ilmu Negara (Berjalan dalam Dunia Abstrak) (e-book). Malang: UB Press, 2012

[2] Pasal 1 Montevideo Convention

[3] Isharyanto. Ilmu Negara. Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 37

[4] Isharyanto. Ilmu Negara. Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 36

[6] Isharyanto. Ilmu Negara. Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 38

[7] Isharyanto. Ilmu Negara. Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 38-39

[8] Isharyanto. Ilmu Negara. Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 36

[9] Stefan Talmon. The Constitutive Versus The Declaratory Doctrine of Recognition: Tertium Non Datur?. British Year Book of International Law, Vol. 75, 2004, hal. 121-122