Berikut sumber daya alam yang dihasilkan hutan kecuali

Hutan berperan penting dalam kehidupan manusia. Keberadaan hutan memberikan manfaat bagi kesejahteraan manusia dalam bidang ekologi, sosial, dan ekonomi. Dalam bidang ekologi, hutan memberikan manfaat berupa penjaga siklus air, penyedia oksigen dan cadangan karbon, serta sebagai tempat tinggal flora dan fauna.  Dalam bidang sosial, hutan bermanfaat sebagai lahan pemukiman warga dan penyedia lapangan pekerjaan masyarakat sekitar. Dalam bidang ekonomi hutan memberikan manfaat sebagai  penyedia sumber daya alam yaitu hasil hutan berupa kayu maupun non kayu yang bernilai ekonomi tinggi.

UU No. 41 Tahun 1999 mendefinisikan hasil hutan bukan kayu sebagai hasil hutan yang terdiri dari benda-benda hayati yang berasal dari flora dan fauna. Selain itu termasuk juga jasa, air, udara, dan manfaat tidak langsung dari hutan. Dalam Permenhut No. 35 Tahun 2007  dijelaskan bahwa hasil hutan bukan kayu adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Sehingga dapa disimpulkan bahwa hasil hutan bukan kayu atau yang disebut juga sebagai Hasil Hutan Non Kayu [HHNK] merupakan sumber daya alam yang berasal dari hutan, berupa bahan-bahan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunannya kecuali produk berupa kayu.

Hasil hutan non kayu telah menjadi komponen penting dari kehidupan masyarakat sekitar hutan sejak lama. Masyarakat banyak memanfaatkan hasil hutan non kayu dalam kehidupan sehari-hari dan  beberapa produk HHNK dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sebab memiliki nilai jual yang tinggi. Hasil hutan non kayu saat ini semakin diperhatikan sebab dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dan membuka lapangan pekerjaan serta lebih baik dalam menjaga kelestarian hutan sebab hasil hutan diambil tanpa perlu melakukan penebangan pohon.

Berikut ini beberapa hasil hutan non kayu yang bernilai tinggi :

Pohon Pinus [Pinus merkusii] dapat menghasilkan getah yang dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk turunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada tahun 2015, produksi getah Pinus secara nasional mencapai 108,945.33 ton [Data Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari, 2015]. Getah yang berasal dari pohon Pinus berwarna kuning dan bertekstur lengket, getah tersebut tersusun dari campuran bahan kimia yang kompleks. Unsur-unsur utama yang menyusun getah pinus adalah asam terpen dan asam abietic. Campuran bahan tersebut larut dalam alkohol, bensin, eter, dan sejumlah pelarut organik lainnya, tetapi tidak larut dalam air. Pohon Pinus idealnya dapat memproduksi getah sebanyak 6 kg/tahun tiap pohonnya.

Getah Pinus yang telah disadap kemudian diolah dengan proses destilasi [penyulingan]. Dari hasil penyulingan getah Pinus merkusii rata-rata dihasilkan 64% gondorukem, 22,5% terpentin, dan 12,5% kotoran. Gondorukem merupakan hasil pembersihan terhadap residu proses destilasi uap terhadap getah Pinus, hasil destilasinya sendiri menjadi terpentin. Gondorukem dan terpentin yang biasa digunakan dalam industri batik, sabun, bahan plitur, dan bahan pelarut cat.

Minyak kayuputih merupakan salah satu produk kehutanan yang paling dikenal dan dimanfaatkan masyarakat Indonesia, terutama untuk pengobatan. Minyak kayuputih dapat digunakan sebagai pewangi pada sabun, deterjen, dan parfum serta untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan seperti masuk angin, sakit perut, dan gatal akibat gigitan serangga. Minyak kayuputih dihasilkan dari tumbuhan Melaleuca cajuputi [dalam literatur lama disebut dengan Melaleuca leucadendron]. Kandungan utama dalam minyak kayuputih ialah senyawa 1,8-cineole atau sineol [C10H18O]. Sineol merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan eter sebagai turunan terpenoid yang terdapat dalam minyak atsiri.

Minyak kayuputih berasal dari daun kayuputih yang memiliki kelenjar minyak yang bersifat anti-bacterial dan anti-inflamatory yang jika daunnya diremas akan menghasilkan bau khas kayuputih. Pada tahun 2015, produksi daun kayuputih secara nasional mencapai 45,175.00 ton [Data Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari, 2015]. Minyak kayuputih dihasilkan dari penyulingan [destilasi] daun kayuputih, terdapat tiga metode penyulingan yaitu penyulingan sistem rebus, penyulingan sistem kukus, dan penyulingan dengan uap air. Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia untuk minyak kayu putih ialah memiliki beberapa sifat diantaranya kadar sineol diatas 50%, berat jenis 0.9-0.93 [pada suhu 20°C], bau khas kayuputih, dan warna  dari tidak berwarna, kekuningan atau kehijauan, dan jernih.

Gaharu dihasilkan oleh pohon-pohon yang mengalami infeksi dari genus Aquilaria, Gyrinops dan Gonystilus [famili Thymelaeaceae] yang tumbuh di hutan tropis. Gubal gaharu dihasilkan sebagai reaksi dari masuknya pathogen penginfeksi ke dalam jaringan pohon penghasil gaharu. Pohon yang terinfeksi kemudian memberikan respon dengan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin, yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau pathogen. Senyawa fitoaleksin yang dihasilkan tersebut berupa resin yang berwarna coklat dan berbau harum ketika dibakar. Senyawa inilah yang kemudian dikenal sebagai gubal gaharu [aromatik resin]. Gaharu yang dalam dunia perdagangan dikenal sebagai agarwood umumnya digunakan sebagai bahan industri parfum, dupa, dan obat-obatan.

Kebutuhan dan minat terhadap gaharu semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini, dan Biro Pusat Statistik mencatat selama 1981-1996, Indonesia merupakan negara pengekspor gaharu terbesar di dunia. Dalam kurun waktu tersebut, ekspor gaharu mencapai enam juta USD pertahunnya [Biro Pusat Statistik, 1981-1996]. Gaharu pada awalnya terbentuk dan tersedia secara alami di hutan, akan tetapi karena proses terbentuknya gaharu di alam memakan waktu yang cukup lama serta tindakan eksploitasi yang tak terkendali menyebabkan gaharu menjadi semakin langka. Budidaya tanaman gaharu dengan upaya penyuntikan atau inokulasi kemudian dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan produksi gaharu dari alam serta melestarikan pohon penghasil gaharu di hutan. Teknik inokulasi dilakukan dengan menyuntikkan  pathogen ke batang pohon gaharu yang telah berumur lima tahun atau diameter batang sekitar 15 cm.

Sumber :

Iskandar, Dudi., dan  Ahmad Suhendra. 2012. Uji Inokulasi Fusarium Sp untuk Produksi Gaharu pada Budidaya A. Beccariana. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 14, No. 3 : 182-188

Rimbawanto, Anto., Noor Khomsah Kartikasari., dan Prastyono. 2017. Minyak Kayuputih : Dari Tanaman Asli Indonesia Untuk Masyarakat Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Kaliwangi

Santoso, Erdy., Luciasih Agustini., Irnayuli R. Sitepu., dan Maman Turjaman. 2007. Efektivitas Pembentukan Gaharu dan Komposisi Senyawa Resin Gaharu Pada Aquilaria spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. IV No. 6 : 543-551

Suwaji, Sugianto., Arifuddin Lamusa., dan Dafina Howara. 2017. Analisis Pendapatan Petani Penyadap Getah Pinus di Desa Tangkulowi Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. E-Jurnal Agrotekbis 5 [1] : 127 – 133

Luas hutan di Indonesia hampir separuh daratannya. Hutan terbesar indonesia tersebar di beberapa provinsi ini. Baca artikel ini selengkapnya.

Hutan merupakan kekayaan sumber daya alam Indonesia yang potensial dimanfaatkan negara ini untuk menjadi negara maju. Potensi sumber daya alam hutan di Indonesia  merupakan salah satu yang terbesar di dunia.

Hanya saja, luas hutan di Indonesia terus berkurang setiap tahunnya akibat kerusakan hutan yang mencapai ratusan juta hektare per tahun.

Padahal, potensi hasil hutan di Indonesia cukup tinggi, bahkan negara kita termasuk dalam peringkat tinggi dunia sebagai pengekspor hasil hutan. Hal ini disebabkan hutan di Indonesia kaya akan ragam hayati apabila dibandingkan negara-negara lain.

Nah, yuk simak pembahasan berikut tentang hutan terbesar Indonesia. Provinsi mana saja yang memiliki hutan terbesar?

Potensi Hutan di Indonesia

Terdapat tiga jenis hutan potensial di Indonesia, yaitu hutan konservasi, hutan produksi, dan hutan lindung.

Hutan Konservasi

Merupakan kawasan hutan yang berfungsi menjaga keanekaragaman flora dan fauna beserta ekosistemnya. Di Indonesia, terdapat beberapa kawasan hutan konservasi yang tersebar di beberapa wilayah.

Hutan produksi

Merupakan hutan yang ditanam dengan sengaja guna diambil hasil kayunya, seperti kayu bulat [mahoni, pinus, akasia, jati, dan cendana] dan kayu olahan [plywood, veneer, dan kayu gergajian]. Selain itu, terdapat hasil nonkayu, seperti buah, madu, rotan, getah, resin, minyak kayu putih, damar, terpentin, sutra, dan sagu.

Hutan Lindung

Merupakan kawasan hutan yang memiliki fungsi utama mendukung kehidupan, seperti tata air, mencegah erosi,  atau intrusi air laut.

Itulah tiga hutan yang berpotensi di Indonesia yang dapat diambil manfaat sumber daya alamnya. Selain sebagai penghasil penghasil oksigen, hasil hutan berupa bambu dan kayu bisa dimanfaatkan untuk perlengkapan rumah tangga, bahan obat-obatan, dan sumber bahan pangan buah-buahan dan hewan buruan.

7 Daerah Penghasil Hutan Terbesar di Indonesia

7 Daerah Penghasil Hutan Terbesar di Indonesia

Sebagai negara pengekspor hasil hutan, Indonesia memiliki area hutan dengan luas hampir 50 persen dari seluruh wilayah daratan.  Mengacu data dari Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan [PKTL], total luas hutan yang tersebar di provinsi di seluruh Indonesia mencapai 94,1 juta hektare. Hutan ini terdiri dari hutan produksi, hutan adat, hutan lindung, suaka alam, dan sebagainya.

Berikut ini adalah tujuh daerah penghasil hutan terbesar di Indonesia:

1. Papua

Dengan luas wilayah total mencapai 40.546.360 hektare, Papua dan Papua Barat menjadi wilayah yang menyumbang hutan primer terbesar di Indonesia.

Pasalnya, masih banyak wilayah di Papua yang belum tersentuh oleh tangan manusia. Oleh karenanya, Papua menjadi andalan Indonesia sebagai wilayah penyumbang hutan paling luas di dunia mencapai 319 ribu km2.

 2. Kalimantan Tengah

Area hutan di Kalimantan Tengah mencapai 153,6 ribu km2 atau 15.300.000 hektare  sehingga menjadikan provinsi ini sebagai wilayah dengan hutan terbesar kedua di Indonesia. Kalimantan Tengah mempunyai hutan rawa gambut yang juga berupa taman nasional sehingga kaya flora dan fauna.

3. Kalimantan Timur

Kalimantan Timur memiliki hutan yang sangat luas—mencapai 147,3 km2 atau  14.651.053 hektare dengan 60% lahannya merupakan hutan produksi. Bahkan, di provinsi ini, terdapat empat wilayah ekoregion penuh dengan hutan hujan.

4. Riau

Riau dan Kepri memiliki hutan berupa hutan mangrove, hutan lindung, konversi, cagar alam, hingga hutan produksi. Hutan produksi  tersebut mendukung industri hasil hutan di provinsi ini. Luas hutan di Riau sendiri mencapai 9.456.160 hektare.

5. Kalimantan Barat

Kalimantan Barat memiliki hutan tropis dengan aneka ekosistem dan habitat dengan luas 9.101.760 hektare. Hutan tropis ini pun menjadi Taman Nasional Betung Kerihun dengan beragam flora dan fauna.

6. Maluku dan Maluku Utara

Kepulauan Maluku banyak memiliki hutan lindung dan hutan alam yang belum banyak tersentuh manusia. Luas hutan yang menjadi kebanggaan masyarakat lokal di provinsi ini bahkan mencapai 7.146.109 hektare.

7. Sulawesi Tengah

Sulawesi Tengah memiliki area hutan paling luas jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Sulawesi dengan luas mencapai 4.394.932 hektare.

Baca juga: Sebaran Luas Hutan Produksi di Indonesia beserta pemanfaatannya

Cara Menjaga Kelestarian Hutan

Sebagai bentuk kekayaan alam istimewa, eksistensi hutan perlu dilestarikan secara optimal. Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga kelestarian hutan:

  • Reboisasi. Merupakan upaya menanam hutan kembali yang dilakukan dengan penanaman bibit pohon dalam wilayah hutan untuk menghindari terjadinya hutan gundul.
  • Tebang pilih. Merupakan upaya pemilihan pohon yang layak tebang agar tidak terjadi penebangan liar.
  • Sistem tebang tanam.  Setiap pohon yang telah ditebang akan diganti dengan yang baru agar hutan tidak gundul.
  • Sanksi bagi penebang. Penebang yang melanggar aturan hutan atau penebang liar akan mendapatkan sanksi tegas.
  • Larangan membuang sampah sembarangan di hutan. Aturan ini terlihat sederhana, tetapi dapat mencegah kerusakan hutan.

Nah, itulah beberapa hal penting yang dapat dilakukan agar hutan tetap lestari. Namun, dalam upaya pelestarian hutan yang berkelanjutan, para praktisi pengelola hutan membutuhkan adanya sertifikasi PHPL.

Pengelolaan Hutan Produksi secara Lestari [PHPL]

Pengelolaan Hutan Produksi secara Lestari [PHPL]

Melihat luasnya hutan di Indonesia, kesimpulan yang bisa ditarik adalah betapa pentingnya  pengelolaan hutan secara lestari. Pengelolaan Hutan Produksi Lestari atau PHPL hadir untuk dapat membantu menjaga kelestarian hutan yang berkelanjutan.

Sertifikasi PHPL penting bagi para pengelola hutan yang memiliki izin usaha kehutanan  berdasar pertimbangan sebagai berikut:

  1. Unit pengelola hutan dan industri minimal harus standar PHL sesuai persyaratan pemerintah.
  2. Produk kehutanan harus ramah lingkungan dan sosial sesuai persyaratan Green Buyers [Pasar Internasional].
  3. Green image menjadi tuntutan dari lembaga keuangan bagi para investor.
  4. Produsen produk hasil hutan yang ramah lingkungan dan sosial akan mendapatkan jaminan pasar.
  5. Meminimalisasi risiko dampak jangka panjang bagi lingkungan dan sosial.
  6. Peningkatan dan perbaikan kinerja unit pengelola.

Manfaat Pelatihan PHPL

Pengelola kehutanan dan perusahaan yang memiliki sertifikat PHPL akan mendapatkan nilai lebih sebagai berikut:

  1. Mampu memahami perlunya sertifikasi atau audit PHPL.
  2. Mampu memahami syarat-syarat PHPL.
  3. Mempunyai keterampilan Satuan Pengawasan Internal atau audit internal dasar.
  4. Mendukung organisasinya dalam menciptakan gambaran perusahaan melek  kelestarian hutan.

Ini Cara Mengikuti Pelatihan PHPL

Dengan mengikuti pelatihan PHPL dan mendapatkan sertifikasi, Anda bisa menjadi agen perubahan yang membuat perubahan bagi diri dan perusahaan. Anda bisa mengunjungi situs Mutu Institute untuk mendapatkan informasi selengkapnya serta memilih jenis pelatihan yang dibutuhkan.

Nah, demikian pembahasan tentang potensi hutan di Indonesia, hutan terbesar Indonesia serta informasi dan pentingnya memahami PHPL [Pengelolaan Hutan Produksi Lestari].

Sistem sertifikasi PHPL juga dapat menjadi jembatan antara standar pencapaian PHPL dengan kondisi nyata di lapangan. Selain itu, sertifikasi ini bisa menjadi sebuah ajang pelatihan penting bagi  para pengelola kehutanan yang telah mengantongi izin.

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari pun menjadi pelatihan mendasar dan acuan pemahaman bagi para peserta standar penilaian kinerja PHPL. Daftarkan diri Anda untuk mendapatkan sertifikasi PHPL melalui berbagai aktivitas pelatihan di Mutu Institute yang disusun dengan saksama.

Ingin mengikuti Pelatihan PHPL? namun masih bingung lembaga pelatihan mana yang terpercaya? Segera hubungi kami melalui  atau 0819-1880-0007. Jangan lupa Follow Instagram kami di mutu_institute, untuk mengetahui informasi terbaru dari kami.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề