Berikut yang bukan merupakan guru kh. ahmad dahlan adalah….

  1. Home /
  2. Archives /
  3. Vol. 1 No. 1 (2021): Terbitan Maret /
  4. Articles

Perjalanan sejarah Islam di Indonesia adalah para pemuka kaum muslimin yang berpengaruh terhadap perkembangan dan pemeluknya. Di antara tokoh yang dimaksud adalah KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari, dua figur ulama ini berpengaruh dan memiliki andil yang tidak kecl terhadap perjalanan sejarah Islam di Indonesia, terutama dilihat dari sisi pendidikan.Pengaruhnya dapat dicermati gagasan pemikiran keagamaan dan kiprahnya dalam organisasi kemasyarakatan.KH. Ahmad Dahlan melalui wadah organisasi Muhammadiyah dengan identitasnya sebagai organisasi pemurni Islam dari segala bentuk tahayul, bid’ah,dan khurafat serta bercorak tajdid. Sedangkan KH.Hasyim Asy’ari dengan organisasi Nahdatul Ulama’ yang menampilkan corak sebagai organisasi pemelihara tradisi keagamaan yang sudah mapan sehingga dengan demikian dikatakan sebagai organisasi tradisional. Dalam Aspek kependidikan, di antara keduanya terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah disamping memilih organisasi sebagai media pengembangan gagasannya, keduanya sama-sama konsisten untuk memajukan umat Islam. Sedangkan perbedaannya, KH. Ahmad Dahlan memilih tajdid sebagai spirit perjuangannya dan tidak terikat pada mazhab dalam menemukan kebenaran agama, melainkan langsung merujuk pada sumber Al Quran dan Sunnah. Sedangkan KH.Hasyim Asy’ari mempertahankan tradisi  keagamaan yang sudah mapan, disamping itu selalu konsisten berpegang pada paham ahlus sunnah wal jama’ah.

Kata Kunci : Pemikiran KH. Ahmad Dahlan,  KH. Hasyim Asy’ari, Pendidikan Islam.

Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta : Bumi Aksara, 2008.

Arifin, MT.Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah Dalam Pendidikan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1987.

A. Steenbrink, Karel. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern,Alih Bahasa Oleh Abdurrahman, Jakarta: LP3ES, 1986.

Choirul Fuad Yusuf dan Ahmad Syahid, Pemikiran Pendidikan Islam.Jakarta:Pena Citasatria, 2007.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2007.

Ensiklopedi Islam II .Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994.

Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Peta Bumi Intelektualitas Islam Di Indonesia. Bandung : Mizan, 1994.

Mulkhan,Abdul Munir.Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta:Sipress, 1993.

Nata, Abudin Nata. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta :Logos, 1997.

Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1996.

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Salam, Yunus, Riwayat Hidup KH.Ahmad Dahlan dan Perjuangannya. Jakarta: Depot, Pengajaran Muhammadiyah, 1968.

Shihab, M.Quraish. Membumikan Al Quran; Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 2002.

Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam,Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2006.

Wirjosukarto, Amir Hamzah. Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam. Jember:Mutiara Offset, 1985.

Berikut yang bukan merupakan guru kh. ahmad dahlan adalah….
Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim Bersahabat. Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan (kiri) dan Pendiri NU, KH Hasyim Asyari (kanan) adalah dua orang sahabat yang belajar pada guru yang sama. Foto: Tangkapan layar.

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Masyarakat awam melihat Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah tidak pernah sejalan. Masalah khilafiyah di ilmu fiqih seolah-olah menjadi pemisah antara dua ormas terbesar di Indonesia tersebut. Padahal, jika mundur ke belakang, pendiri NU dan pendiri Muhammadiyah lahir dari rahim guru yang sama.

KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dan KH Hasyim Asyari sebagai pendiri NU adalah dua orang sahabat. Tidak hanya bersahabat, keduanya dua kali pernah belajar dari satu guru yang sama, alias "satu guru satu ilmu".

BACA JUGA: KH Ahmad Dahlan Lelang Sarung, Baju, Hingga Lemari untuk Menggaji Guru Muhammadiyah

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kendati berbeda pada beberapa hal prinsip tentang ajaran agama Islam, ternyata pendiri kedua organisasi Islam terbesar di Nusantara ini punya kedekatan sejak kecil. Tidak hanya bersahabat, melainkan juga dua kali pernah belajar pada satu guru alias ‘satu guru satu ilmu’.

Mbah Dahlan dan Mbah Hasyim keduanya pernah menjadi santri KH Soleh Darat di Semarang. Bahkan, KH Ahmad Dahlan yang memiliki nama lahir Muhammad Darwisy itu pernah satu kamar asrama pesantren dengan KH Hasyim Asy’ari.

BACA JUGA: Mengapa Orang Muhammadiyah tidak Tahlilan?

Keduanya juga pernah dipertemukan saat berguru ke Haji Rosul alias H Abdul Karim Amrullah (pendiri Sumatra Thawalib, sekolah Islam modern pertama di Indonesia) dan Syekh Muhammad Djamil Djambek. Kedekatan keduanya pun bisa dilihat dengan panggilan Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim.

Darwis muda yang lebih tua dua tahun memanggil Hasyim Asy’ari dengan sebutan “Adi (Adik) Hasyim”. Sementara Hasyim Asy’ari memanggil Darwis dengan sebutan “Mas (kakak) Darwis”.

BACA JUGA: Gus Dur Nonton Wayang Ngumpet-Ngumpet karena Takut Diomelin Mbah Hasyim

Ikatan persaudaraan keduanya tidak hanya terjadi saat belajar di Indonesia saja. Saat menimba ilmu di Mekkah, Arab Saudi pada 1903, keduanya sama-sama belajar dari guru yang sama, yakni Syekh Ahmad Khatib, Imam Besar Masjidil Haram.

Karena itu, meski ketika kembali ke Tanah Air keduanya memilih jalan perjuangan yang berbeda, nyatanya Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim mendapatkan ilmu dari sumber mata air yang sama. Maka rasanya tak perlu lagi ada saling ejek antara warga Muhammadiyah dengan kaum Nahdliyin.

JANGAN LEWATKAN ARTIKEL MENARIK LAINNYA:> Logo Halal Gunungan Wayang, Muncul Logo Halal Seperti Lambang Rumah Makan Nasi Padang> 7 Menu Jagoan Nasi Padang yang Diharamkan> Rendang Nasi Padang Makanan Terenak Nomor Satu di Dunia, Yakin Mau Diharamkan?> Restoran Nasi Padang Ada Sejak Zaman Belanda, Kok Baru Sekarang Diharamkan> Humor Gus Dur: Jauh-Jauh ke Eropa Makannya Rendang Nasi Padang, Kapan Spagetinya?

TONTON VIDEO PILIHAN UNTUK ANDA:

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: . Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.

Antara

Kiprah KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan.

Red: Achmad Syalaby

Oleh Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, Tokoh ulama asal Jawa Tengah ini sangat terkenal khususnya di bidang pendidikan agama pada awal tahun 1900-an. Para ulama kondang semisal KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan, adalah beberapa di antara para muridnya.

KH Saleh Darat Semarang dilahirkan di desa Kedung Cemlung, Jepara, Jawa Tengah pada tahun 1820. Ayahnya adalah seorang ulama terkemuka, yakni KH Umar yang tercatat pernah bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro saat melawan kompeni Belanda. Dengan bimbingan sang ayah, Saleh kecil belajar berbagai ilmu agama, termasuk membaca Alquran. 

Pendidikan agama tak sebatas didapat dari ayahnya. Beberapa ulama yang bermukim di sekitar desa itu, pernah pula menjadi gurunya. Salah satunya adalah KH Syahid, seorang ulama dari Waturojo, Pati. Beberapa lama kemudian setelah selesai menimba ilmu di Pati, ayahnya membawa Saleh ke Semarang untuk belajar pada sejumlah kiai, yakni KH Muhammad Saleh Asnawi Kudus, KH Ishaq Damaran, KH Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni, KH Ahmad Bafaqih Balawi, dan KH Abdul Gani Bima. 

Usai merampungkan pendidikan di Semarang, berangkatlah dia ke Singapura bersama ayahnya pula. Dari sana, mereka lantas melanjutkan perjalanan ke Tanah Suci Makkah guna menunaikan ibadah haji. Tak lama setelah tiba di Makkah, KH Umar meninggal dunia. Seorang diri, Saleh kemudian memutuskan untuk tinggal sementara waktu di Makkah dan menuntut ilmu kepada beberapa orang ulama. 

Disebutkan dalam buku Ensiklopedi Islam, bahwa guru agamanya ketika di Makkah antara lain Syekh Muhammad al-Murqi, Syekh Muhammad Sulaeman Hasbullah, Syekh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syekh Zahid, Syekh Umar as-Syani, Syekh Yusuf al-Misri serta Syekh Jamal Mufti Hanafi. Tak hanya itu, teman-teman belajarnya juga merupakan ulama kondang seperti KH Muhamad Nawawi Banten (Syekh Nawawi al-Jawi) dan KH Cholil Bangkalan. 

Saleh termasuk murid cerdas. Tak lama dia pun mampu menyelesaikan pendidikannya. Terkesan dengan kepandaian pemuda ini, guru-gurunya sepakat memberi dia kesempatan mengajar di Makkah. Nah salah satu muridnya saat mengajar adalah KH Hasyim Asyari, pendiri NU. 

Komitmennya untuk memajukan pendidikan agama sangat kuat. Pun ketika beberapa tahun kemudian dia kembali ke tanah air, langsung mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Darat, yang letaknya berada di pesisir pantai kota Semarang. Dari situlah selanjutnya ulama ini akrab dengan panggilan KH Saleh Darat Semarang. 

Pondok pesantren tersebut dengan cepat menjadi terkenal. Banyak muridnya datang dari luar daerah. Sejumlah murid KH Saleh Darat pun lantas menjadi ulama terkemuka pula, seperti misalnya KH Mahfuzd (pendiri Ponpes Termas, Pacitan), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Idris (pendiri Ponpes Jamsaren, Solo), KH Sya'ban (ulama ahli falaq dari Semarang), Penghulu Tafsir Anom dari Keraton Surakarta dan KH Dalhar (pendiri Ponpes Watucongol, Muntilan). 

Dunia pendidikan agama memang sudah mendarah daging bagi KH Saleh Darat. Selain memberikan pengajaran langsung, kiprahnya juga mencuat dalam berbagai karya tulisnya. Beberapa yang terkenal adalah karya berjudul Majmu'ah asy-Syariah al-Kafiyah li al-Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), Kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya Ulum ad-Din, Kitab al-Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Lata'if at-Taharah (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj(Buku tentang Manasik Haji) dan lain-lain. 

Buku-buku tersebut banyak digunakan sebagai buku pegangan di sejumlah pesantren serta majelis taqlim di wilayah Jawa Tengah. Bahkan hingga kini, beberapa bukunya masih terus diterbitkan. Sebagian besar karya tersebut ditulis menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab (pegon) dan hanya beberapa saja yang ditulis dengan bahasa Arab. Ini dilakukan agar karyanya tersebut dapat dipahami oleh masyarakat luas. KH Saleh Darat merupakan ulama pertama di Jawa Tengah yang mempelopori penulisan buku agama serta Alquran dalam bahasa Jawa. 

Semasa hidupnya, KH Saleh Darat juga terkenal sebagai pemikir di bidang ilmu kalam. Dari penuturan cendekiawan Muslim Prof DR Nurcholis Madjid, tokoh agama ini sangat kuat mendukung paham teologi Asy'ariyah dan Maturidiah. Pembelaan terhadap paham ini tertuang jelas dalam buku Tarjamah Sabil al-Abid ala Jauharah at-Tauhid. 

Dalam buku tersebut dia mengemukakan penafsirannya terhadap sabda Nabi Muhammad SAW bahwa akan terjadi perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan akan selamat. Dan yang dimaksud Rasulullah dengan golongan yang selamat adalah mereka yang berkelakuan seperti yang dilakukan Rasulullah. Yaitu melaksanakan akaid, pokok-pokok kepercayaan Ahlusunnah Waljamaah, Asy'ariyah, dan Maturidiah.

  • kh saleh darat semarang
  • kh hasyim asyari
  • kh ahmad dahlan