Bolehkah shalat sunnah setelah matahari terbit?

Kata isyrâq secara bahasa bermakna terbit, sebagaimana dikatakan: ‘asyraqas syamsu’ yang berarti matahari telah terbit. Shalat Isyraq dalam fiqih adalah shalat yang dilakukan di waktu matahari terbit. Shalat Isyraqjuga disebut shalat Dhahwah Sughra, sementara shalat Dhuha disebut sebagai shalat Dhahwah Kubra.

Menurut Imam al-Ghazali, Imam as-Suyuthi, dan Syekh Alil Muttaqi al-Hindi, shalat Isyraq bukan shalat Dhuha, sedangkan menurut kebanyakan ulama adalah shalat Dhuha. Sebab itu, berdasarkan pendapat yang menyatakan shalat Isyraqbukan shalat Dhuha maka ketentuan hukumnya berbeda dengan shalat Dhuha. (Wizâratul Auqâf was Syu’ûnil Islâmiyyah, al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, XXVII: 132; Muhammad Anwar Syah bin Mu’adhim Syah al-Kasymiri, al-‘Urfus Syadzi Syarhu Sunanit Tirmidzi, II: 33; dan Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jâmi’it Tirmidzi, III: 172).

Dalil yang mendasari kesunnahan shalat Isyraqdi antaranya adalah hadits berikut:

كَانَ إِذَا أَشْرَقَتْ وَارْتَفَعَتْ قَامَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَإِذَا انْبَسَطَتِ الشَّمْسُ وَكَانَتْ فِي رُبُعِ النَّهَارِ مِنْ جَانِبِ الْمَشْرِقِ صَلَّى أَرْبَعًا (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث علي)

Artinya, “Ketika matahari terbit dan mulai naik (satu atau dua tombak) maka Rasulullah ﷺ berdiri dan shalat dua rakaat; dan ketika matahari mulai menjulang tinggi dari arah timur dalam seperempat siang maka beliau shalat empat rakaat.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari hadits Ali t). (Abdurrahman bin Husain al-‘Iraqi, al-Mughni ‘an Hamlil Asfâr fî Takhrîji Mâ fil Ihyâ’ ‘anil Akhbâr pada Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, [Dârul Kutubil Islamiyyah], juz I, h. 197).

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ مِنْ مَطْلَعِهَا قِيْدَ رُمْحٍ أَوْ رُمْحَيْنِ كَقَدْرِ صَلَاِة الْعَصْرِ مِنْ مَغْرِبِهَا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَمْهَلَ حَتَّى إِذَا ارْتَفَعَ الضُّحَى صَلَّى أَرْبَعًا. (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث علي. حسن)

Artinya, “Ketika matahari bergeser dari tempat terbitnya seukuran satu atau dua tombak, sebagaimana ukuran waktu shalat Ashar dari Maghribnya, maka Nabi ﷺ shalat dua rakaat, kemudian beliau diam (tidak shalat) sampai ketika waktu Dhuha naik, maka beliau shalat empat rakaat.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari hadits Ali. Hadits hasan). (‘Ubaidillah bin Muhammad Abdissalam al-Mubarakfuri, Mir’âtul Mafâtîh Syarhu Misykâtul Mashâbîh, 1984, IV: 346-347).

Keutamaan Shalat Isyraq

Keutamaan shalat Isyraq adalah sebagaimana pahala haji dan umrah yang sempurna, yaitu bila dilakukan dalam rangkaian shalat Subuh secara berjamaah, lalu duduk berdzikir sampai terbit matahari, kemudian baru melakukan shalat Isyraqdua rakaat, sebagaimana diriwayatkan:

مَنْ صَلَّى الْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَةٍ تَامَةٍ تَامَةٍ (رواه الترمذي. حسن)

Artinya, “Siapa saja yang shalat subuh secara berjamaah, kemudian duduk dengan berdzikir kepada Allah sampai terbit matahari, kemudian shalat dua rakaat maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR at-Tirmidzi. Hadits Hasan). (Al-‘Iraqi, al-Mughni ‘an Hamlil Asfâr juz I, halaman 337).

Ketentuan Waktu dan Jumlah Rakaat

Waktu shalat Isyraq masuk setelah matahari terbit dan telah naik satu tombak (tujuh hasta atau 2,5 meter) sebagaimana awal waktu shalat Dhuha; dan berakhir hingga jelasnya waktu siang (falaqin nahâr), tidak memanjang sampai menjelang waktu zawâl (saat matahari tergelincir ke arah barat). Akhir waktu shalat Isyraq dibahasakan secara mudah oleh Syekh Bashri dengan kalimat: “Sampai terlepas dari awal waktunya dengan jarak pemisah waktu yang secara umum dianggap lama.” (Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain fi Irsyâdil Mubtadi-în, [Bairut, Dârul Fikr], halaman 103; dan Abdul Hamid as-Syirwani, Hawâsyis Syirwâni ‘ala Tuhfatil Muhtâj, [Bairut, Dârul Fikr], juz II, halaman 237.)

Rakaat dan Bacaan Surat dalam Shalat Isyraq

Rakaat shalat Isyraqadalah dua rakaat; sedangkan surat yang sunnah dibaca setelah al-Fatihah adalah surat ad-Dhuha pada rakaat pertama dan surat as-Syarh (Alam Nasyrah) para rakaat kedua. (Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain, halaman 103).

Tata Cara, Niat, dan Doa Shalat Isyraq

Shalat Isyraq dilaksanakan dua rakaat sebagaimana shalat sunnah lainnya, dengan teknis ebagai berikut:

  1. Mengucapkan niat shalat Isyraq:

    أُصَلِّيْ سُنَّةَ الإِشْرَاقِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

    Ushallî sunnatal isyrâq rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ.

    Artinya, “Saya menyengaja shalat sunnah Isyraqdua rakaat karena Allah ta’ala.”

  1. Niat di dalam hati bersamaan takbîratul Ihrâm, dan seterusnya.
     
  2. Setelah al-Fatihah pada rakaat pertama kemudian membaca surat ad-Dhuha, dan seterusnya.
  3. Setelah al-Fatihah pada rakaat kedua kemudian membaca surat as-Syarh, dan seterusnya sampai salam sebagaimana shalat biasa.

Setelah shalat Isyraq selesai, seseorang dianjurkan membaca doa sebagai berikut:

اَللّهُمَّ يَا نُوْرَ النُّوْرِ بِالطُّوْرِ وَكِتَابٍ مَسْطُوْرٍ فِيْ رِقٍّ مَنْشُوْرٍ وَالبَيْتِ المَعْمُوْرِ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ نُوْرًا أَسْتَهْدِيْ بِهِ إِلَيْكَ وَأَدُلُّ بِهِ عَلَيْكَ وَيَصْحَبُنِيْ فِيْ حَيَاتِيْ وَبَعْدَ الْاِنْتِقَالِ مِنْ ظَلاَم مِشْكَاتِيْ، وَأَسْأَلُكَ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، أَنْ تَجْعَلَ شَمْسَ مَعْرِفَتِكَ مُشْرِقَةً بِيْ لَا يَحْجُبُهَا غَيْمُ الْأَوْهَامِ وَلَا يَعْتَرِيْهَا كُسُوْفُ قَمَرِ الوَاحِدِيَّةِ عِنْدَ التَّمَامِ، بَلْ أَدِمْ لَهَا الْإِشْرَاقَ وَالظُهُوْرَ عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ وَالدُّهُوْرِ. وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللهم اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِإِخْوَاِننَا فِي اللهِ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا أَجْمَعِيْنَ.

Allâhumma yâ nûrannûri bit thûr wa kitâbim masthûrin fî riqqim mansyûrin wal baitil ma’mur, as-aluka an tarzuqanî nûran astahdî bihi ilaika wa adullu bihi ‘alaika wa yashhabunî fi hayâtî wa ba’dal intiqâli min dhalâmi misykâtî, wa as-aluka bissyamsi wa dhuhâha wa nafsin wa mâ sawwâha, an taj’ala syamsa ma’rifatika musyriqatam bî lâ yahjubuhâ ghaimul auhâmi walâ ya’tarîhâ kusûful qamaril wâhidiyyati ‘indat tamâm, bal adim lahâl Isyraqa wad dhuhûra ‘alâ mamarril ayyâmi wad duhûr. Wa shallillâhumma ‘alâ Sayyidinâ Muhammadin khâtamil anbiyâ-i wal mursalîn. Wal hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. Allâhummaghfir lanâ wa liwâlidîna wa li-ikhwâninâ fillâhi ahyâ-an wa amwâtan ajma’în.


Artinya, “Ya Allah, Wahai Cahayanya Cahaya, dengan wasilah bukit Thur dan Kitab yang ditulis pada lembaran yang terbuka, dan dengan wasilah Baitul Ma'mur, aku memohon padamu atas cahaya yang dapat menunjukkanku kepada-Mu. Cahaya yang dapat mengiringi hidupku dan menerangiku setelah berpindah (ke alam lain; bangkit dari kubur) dari kegelapan liang (kubur) ku. Aku meminta kepada-Mu dengan wasilah matahari beserta cahayanya di pagi hari, dan dengan jiwa dan kesempurnaannya, agar Engkau menjadikan matahari ma’rifat kepada-Mu yang seperti matahari cerahnya bersinar menerangiku, tidak tertutup oleh mendung-mendung keraguan, tidak pula terlintasi gerhana pada rembulan kemahaesaan di kala purnama. Tapi jadikanlah padanya selalu bersinar dan selalu tampak, seiring berjalannya hari dan tahun. Berikanlah rahmat ta'dzim Wahai Allah kepada junjungan kami Muhammad, sang pamungkas para nabi dan rasul. Segala Puji hanya milik Allah Tuhan penguasa alam. Ya Allah ampunilah kami, kedua orang tua kami serta kepada saudara-saudara kami seagama seluruhnya, baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal." (Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain, halaman 103).

Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda

Bolehkah shalat setelah matahari terbit?

Sholat syuruq adalah sholat sunnah yang dikerjakan sejak matahari terbit atau setelah terlewatnya waktu yang dilarang untuk sholat. Ibadah sunnah ini dapat dikerjakan dalam dua rakaat diawali dengan membaca niat sholat syuruq. Ibadah holat syuruq disebut juga dengan sholat isyraq.

Kapan waktu yang kita tidak boleh melaksanakan salat sunnah?

Waktu-waktu yang Dilarang Untuk Salat Waktu setelah shalat Subuh sampai terbit matahari. 2. Waktu terbit matahari sampai naik sekitar satu anak panah. 3. Waktu matahari tepat di atas kepala sampai waktu shalat Dzuhur. 4. Waktu matahari berwarna kekuningan hingga terbenamnya matahari.

Apa hukumnya shalat sunnah setelah subuh hingga matahari terbit?

Hukum salat sunnah ini adalah sunnah ghairu muakkad. Artinya, sesuatu yang dikerjakan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak mendapatkan siksa. Artinya: "Tidak ada salat setelah salat subuh hingga matahari terbit. Dan tidak ada salat sesudah salat ashar hingga matahari terbenam," (HR Bukhari Muslim).

Berapa menit setelah matahari terbit boleh sholat?

shalat isyraq dilaksanakan pada saat sesudah matahari terbit dan meninggi satu tombak,yaitu -sekitar 15 sampai 20 menit sesudah terbit- sampai matahari mendekati dipertengahan.