Contoh akulturasi Islam dan budaya Melayu

Islam begitu menghegomoni masyarakat Melayu

Kamis , 04 Jul 2019, 13:00 WIB

Wikipedia.org

Replika Istana Kesultanan Malaka.

Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Struktur pemerintahan yang sudah Islam sepenuhnya membuat perkembangan Islam maju pesat di Malaka. Dari rajanya yang telah Islam, kemudian instruksi ke bawah yang berlaku adalah yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Baca Juga

Sebagai tempat persinggahan, di Malaka banyak didirikan masjid-masjid, terutama di daerah pesisir. Masjid ini menjadi pusat pendidikan Islam dan menjadi tempat berlangsungnya berbagai kegiatan Islami dan membuat komunitas sendiri. “Tak hanya di pesisir Malaka, Islam kemudian merambah ke pedalaman hingga ke gunung-gunung di semenanjung Malaya ini,” kata Dien.

Penghubung antara daerah pesisir dan wilayah di pegunungan ini adalah sungai. Peran sungai kala itu menjadi sangat besar karena sebagai alat transportasi termudah untuk menjangkau daerah pedalaman, juga menjadi sarana penyebaran Islam.

Hingga kini, Islam melekat pada semua budaya orang Melayu. “Karena masyarakatnya homogen, jadi Islam mudah diterima, mudah disebarkan, dan menjadi kuat. Bahkan, Islam menjadi menjadi salah satu ‘ciri khas’ orang Melayu,” jelasnya.

Pengamat budaya Melayu, Mahyudin Al Yudra, mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat Islam begitu kuat mengakar pada jati diri orang Melayu, termasuk orang di Kesultanan Malaka. Islam adalah agama yang inklusif, sangat terbuka pada berbagai hal, yang masih menghargai tradisi yang berkembang di daerah tersebut. “Jadi, tidak langsung main embat dan memusnahkan budaya sebelumnya,” ujarnya.

Islam bisa mengakomodasi tradisi dan budaya lokal. Jika sebuah adat tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam, yaitu akidah dan tauhid, adat tersebut bisa terus dilakukan. “Inilah mengapa masyarakat setempat bisa merasa enjoy dengan kedatangan Islam,” katanya.

Sifat egaliter dan populis yang dibawa oleh Islam juga disambut baik oleh penduduk setempat. Terutama, bagi yang sebelumnya menganut Hindu yang terpaku pada kasta. Ketika datang Islam dengan ajarannya bahwa di mata Allah semuanya sama, jelas ini menarik para penganut Hindu sebelumnya, terutama bagi yang tidak merasa nyaman dengan pembagian kelas sosial berdasarkan kasta tersebut.

Islam juga mengajarkan budaya tulis-menulis. Itulah mengapa Malaka menjadi pusat kebudayaan Islam yang banyak menghasilkan banyak buku, seperti ratusan ribu naskah dan manuskrip yang ditulis dengan Arab Melayu. Adanya tulisan Arab Melayu yang masih dipakai hingga kini membuktikan bahwa pendidikan menjadi satu hal yang penting dikembangkan dalam penyebaran Islam di Kesultanan Malaka.

Banyak bentuk akulturasi dan asimilasi antara Islam dan budaya sebelumnya yang menghasilkan sebuah budaya baru yang hingga kini dipakai dan disebut sebagai budaya Melayu. “Islam begitu menghegomoni masyarakat Melayu,” katanya

  • kesultanan malaka
  • tanah melayu
  • islam di asia tenggara

sumber : Mozaik Republika

A. Pendahuluan

            Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Melayu di Indonesia terlebih dahulu mendapatkan sentuhan dari ajaran agama Hindu-Budha, pengaruh agama Hindu-Budha bagi masyarakat Melayu sangatlah besar, baik dari aspek politik, ekonomi, sosial dan alam pemikiran masyarakat Melayu. Meski demikian, aliran kepercayaan awal masyarakat nusantara termasuk orang melayu yaitu animisme dan dinamisme tetap ada, kedatangan agama Hindu-Budha tidak serta merta menghapuskan aliran kepercayaan ini, namun dominasi ajaran Hindu-Budha sangat kental dalam kehidupan masyarakat.

            Kondisi di atas terus berlanjut hingga beratus tahun lamanya, namun tatkala kedatangan Islam ke Indonesia, keberadaan ajaran agama Hindu-Budha ini mulai mengalami kemerosotan, bukan berarti pengaruh agama Hindu-Budha terhenti sampai disini, bahkan secara tidak langsung Islam ikut andil dalam melestarikan beberapa budaya agama Hindu-Budha di tengah masyarakat melayu, tetapi tentunya  budaya tersebut telah disesuaikan dengan ajaran-ajaran agama Islam.

Sebenarnya itulah poin yang menjadi letak keunikan budaya Islam dalam masyarakat melayu, sehingga sampai sekarang muncul perdebatan dan pro-kontra mengenai budaya-budaya Islam yang diambil dari budaya non-Islam. Namun, dari fakta sejarah ini, bisa kita ambil suatu pelajaran bahwa perkembangan Islam dilakukan dengan cara-cara yang penuh toleransi, dalam artian pesan agama Islam sebagai rahmatan lil alamin atau rahmat untuk semesta alam, disampaikan dengan cara yang damai dan persuasif, dakwah dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur budaya lokal masyarakat melayu atau dengan cara akulturasi budaya bukan dengan kekerasan. Dengan cara ini ajaran Islam meresap ke dalam masyarakat Melayu. Sehingga muncul idiom cultural yang mengatakan bahwa “Dunia Melayu Dunia Islam dan Budaya Melayu - Budaya Islam”, ini suatu ungkapan yang menyatakan bahwa antara dunia Melayu dan Islam merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.

Bertolak dari pernyataan di atas, maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimanakah wujud akulturasi Islam dan Budaya Melayu tersebut?, sehingga Islam identik dengan Melayu begitupun sebaliknya, padahal sebelumnya  masyarakat melayu sudah kaya akan pengaruh dari kebudayaan agama Hindu-Budha, tetapi tidak ada ungkapan yang mengatakan dunia melayu adalah dunia Hindu-Budha.

Satu hal yang perlu dipahami bersama, sebenarnya kajian akulturasi Islam di Indonesia, tidak hanya meliputi dunia melayu saja. Tidak bisa dipungkiri bahwa contoh akulturasi Islam juga sangat kental dalam masyarakat Jawa. Permasalahannya sekarang adalah apakah etnis Jawa masuk ke dalam ranah masyarakat melayu?, hal ini perlu dijelaskan agar tidak ada kesimpangsiuran mengenai masyarakat melayu yang akan dibahas dalam makalah ini. Namun berdasarkan pendapat Hamka yang menyatakan bahwa secara umum Melayu adalah negeri-negeri Melayu atau pulau-pulau Melayu yang terbentang dari semenanjung Melayu, Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, hingga termasuk di dalamnya Filipina dan Thailand Selatan, maka penulis beranggapan bahwa Jawa termasuk ke dalam ras Melayu.

Berdasarkan pendapat Hamka di atas, maka fokus kajian yang menjadi sampel wujud akulturasi islam dan budaya melayu dalam makalah ini, sebagian besar terfokus pada budaya masyarakat melayu yang ada di sebagian pulau Sumatra dan Jawa, mengingat contoh wujud akulturasi budaya Islam dan budaya masyarakat lokal banyak terdapat di kedua wilayah tersebut.

B. Hubungan antara Agama dan Budaya

1. Pandangan Islam terhadap Kebudayaan

            Islam merupakan ajaran yang diturunkan untuk manusia agar bersosialisasi kemudian melahirkan suatu kebudayaan. Kebudayaan yang mencakup pengetahuan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, serta kebiasaan-kebiasaan yang dibuat manusia sebagai anggota masyarakat, dipandang sebagai  realita yang menjadi sasaran ajaran Islam. Peran agama Islam dalam kebudayaan ini adalah memberikan nilai-nilai etis yang menjadi ukuran nilai.

            Kebudayaan itu sendiri, dalam kerangka Islam, diartikan sebagai proses pengembangan potensi kemanusiaan, yaitu mengembangkan fitrah, hati nurani dan daya untuk melahirkan kekuatan dan perekayasaan. Oleh karena itu, apabila dari segi prosesnya, kebudayaan dalam Islam adalah pendayagunaan segenap potensi kemanusiaan agar manusia mempertahankan dan mengembangkan akal budi yang manusiawi. Adapun dari segi produknya, kebudayaan adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh rekayasa manusia terhadap potensi fitrah dan potensi alam dalam rangka meningkatkan hasil kerja yang menggambarkan kualitas kemanusiaannya. Kerangka pemikiran Islam ini, bersesuian dengan definisi kebudayaan pada umumnya, yang menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. 

2. Pengaruh Islam dalam Masyarakat Melayu

Dari berbagai sumber, disepakati bahwa budaya awal masyarakat Indonesia adalah budaya yang identik dengan animisme dan dinamisme. Animisme ialah suatu paham dimana setiap benda memiliki animus atau jiwa yang diyakini memiliki pengaruh bagi manusia, seperti azimat-azimat, tongkat dan sebagainya. Sedangkan dinamisme ialah kepercayaan dimana setiap benda memiliki kekuatan seperti gunung-gunung, batu-batu dan sebagainya. Pada perkembangannya budaya yang mencirikan budaya primitif ini, mulai beralih ke budaya Hindu-Budha, meminjam istilah dari Taufik Abdullah yang mengatakan bahwa pra-Islam masyarakat terlebih dahulu mengalami yang namanya “Hindunisasi”, proses Hindunisasi ini memberikan landasan yang kuat bagi pondasi kebudayaan masyarakat melayu. Tampilnya Islam, sebagai agama dan kekuatan dagang di tanah melayu, tidak serta merta merusak landasan ini, tetapi secara perlahan-lahan mengubah dasar ideologinya.

Abdul Karim dalam bukunya menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang berubah pasca kedatangan Islam. Pertama, dibidang ketuhanan, ditetapkan tauhid yang patut dipuja dan diyakini memiliki kekuasaan Yang Maha Besar ialah Allah Yang Tunggal. Ke-dua, Manusia dihadapan Allah SWT memiliki derajat yang sama, kemuliaan diperoleh apabila manusia bertawakal kepada Allah SWT, dan taqwa menjadi ukuran kemuliaan. Ke-Tiga, kehidupan manusia dalam masyarakat terikat dalam kesatuan dan persatuan yang terbagi-bagi menurut susunan kemasyarakatan. Ke-empat, kehidupan bermasyarakat diatur oleh aturan-aturan yang dibuat secara bersmusyawarah sesuai dengan kehendak bersama. Ke-lima, nikmat Allah yang tertuang dilangit, bumi, dan diantara keduanya harus dinikmati secara merata.

Pada mulanya kedatangan Islam lebih menekankan atau memperhatikan unsur-unsur yang berhubungan dengan keyakinan dan peribadatan atau ritual, tetapi pada perkembangannya, Islam juga mengarahkan manusia untuk berbudaya, karena Islam menganggap bahwa kebudayaan merupakan bagian dari agama. Seperti pertanyaan HAR Gibb yang dikutip oleh Nasir yang mengatakan bahwa “Islam is indeed much-morew than a system of theology, it is complete civilization”, Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna, lebih lanjut Nasir menambahkan bahwa landasan perdaban Islam adalah kebudayaan Islam, terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan Islam adalah agama, dalam Islam agama bukanlah kebudayaan, tetapi agama dapat melahirkan kebudayaan.

Hal diatas bersesuaian dengan hasil kajian sebagian besar sarjana dan peneliti yang mengkaji islam dikawasan nusantara, mereka sependapat bahwa sejak era formatif pada masa awalnya, Islam memainkan peran penting dalam perjalanan sejarah, sosial budaya, intelektual, politik dan ekonomi Nusantara atau Asia Tenggara umumnya. Dalam konteks ini Judith Nagata, ahli Islam Asia Tenggara, menyimpulkan bahwa “It is almost imposible to think of Malay without reference to Islam”. Hal ini menjelaskan bahwa mustahil rasanya jika memikirkan Melayu tanpa mengkaitkan dengan Islam. Begitu juga Ernest Gellner yang menyatakan Islam telah menjadi cara hidup dan sebagai high culture oleh masyarakat muslim pribumi, termasuk di nusantara. Setidaknya ke-dua ungkapan ini memberikan jawaban bahwa pernyataan “Dunia Melayu adalah Dunia Islam dan Budaya Melayu adalah Budaya Islam”, bukanlah suatu ungkapan yang berlebihan, tetapi memang landasan budaya masyarakat melayu pada saat itu adalah Islam.

3. Akulturasi Islam dan Budaya Melayu

“Kami tidaklah pernah mengutus seorang Utusan pun kecuali dengan bahasa kaumnya, agar ia dapat memberi  penjelasan kepada mereka”. Tentang “bahasa” dalam firman Allah tersebut, ditafsirkan oleh A. Yusuf Ali, tidak hanya bahasa dalam lingusitiknya, tapi juga dalam arti cultural dan bahan cara berfikir. Semua utusan Allah menyampaikan pesan Ilahi kepada kaumnya, selain melalui bahasa linguistiknya, juga bahasa budaya dan cara berfikir mereka. Lebih lanjut Yusuf Ali menjelaskan bahwa

Jika tujuan dari pesan suci [risalah] ialah membuat sesuatu menjadi terang, maka ia harus disampaikan dalam “bahasa” yang berlaku di antara masyarakat, yang kepada mereka utusan itu dikirim. Melalui masyarakat itu pesan tersebut dapat mencapai seluruh umat manusia. Bahkan ada pengertian yang lebih luas untuk “bahasa”, ia tidak semata-mata masalah abjad, huruf atau kata-kata semata. Setiap zaman atau masyarakat atau dunia dalam pengertian psikologis membentuk jalan pikirannya dalam cetakan atau bentuk tertentu, pesan Tuhan karena bersifat universal dapat dinyatakan dalam bentuk semua cetakan dan bentuk, dan sama-sama absah dan diperlukan untuk semua tingkatan manusia, dan area itu harus diterangkan  kepada masing-masing sesuai dengan kemampuannya atau daya penerimanya. Dalam hal ini Al-Qur’an menakjubkan, ia sekaligus untuk orang yang paling sederhana dan untuk orang yang paling maju.”

Bertolak dari pendapat diatas, maka penulis berasumsi bahwa selain dengan menggunakan bahasa dalam artian yang sebenarnya, Islamisasi di tanah Melayu juga melalui media “bahasa” dalam artian “bahasa budaya”. Bahasa budaya yang dimaksud adalah dengan cara pendekatan budaya dalam wujud akulturasi. Sehingga dengan “bahasa budaya” inilah, Islamisasi di tanah melayu meresap hingga ke dalam kehidupan masyarakat, hingga lapisan paling bawah sekalipun.

Untuk memahami lebih lanjut, wujud akulturasi Islam dalam dunia Melayu, terlebih dahulu kita harus mengetahui arti dari Budaya, secara etimologi budaya berasal dari bahsa sansekerta “Budhayah” yaitu bentuk jamak dari kata “Buddhi” atau akal. Jadi budaya atau kebudayaan itu dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Secara lebih jelas Koentjaraningrat menyatakan bahwa hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal tersebut terbagi ke-dalam 7 unsur, yakni sistem organisasi masyarakat, sistem religi, sistem pengetahuan, sistem mata pencariaan hidup dan ekonomi, sistem teknologi dan peralatan, bahasa dan kesenian.

Ketika, membicarakan masalah akulturasi Islam dalam budaya melayu tentu tidak akan terlepas dari konsep 7 unsur budaya di atas. Namun, sulit rasanya jika ingin dijelaskan satu persatu, sehingga dalam makalah ini wujud akulturasi Islam dalam budaya Melayu secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni akulturasi fisik, seperti bentuk bangunan, kesenian dan akulturasi yang sifatnya non-fisik seperti pemikiran politik, bahasa, dll.

a. Akulturasi Fisik

1. Arsitektur

            Diantara hasil seni bangun Islam yang sangat menonjol adalah masjid, masjid dijadikan sebagai pusat kegiatan kegamaan. Model masjidnya berbeda dengan bentuk masjid Negara Islam lainnya, mungkin karena berdekatan masa, bentuk masjid di Indonesia pada mulanya banyak dipengaruhi oleh seni bangun Hindu, masjid tertua yang memperlihatkan ragam seni bangun itu, misalnya Masjid Demak, Kudus, Cirebon, Banten dan Ampel. Di masjid-masjid itulah, menurut sejarah para wali mengajarkan agama Islam. Bentuk masjid itu menjadi model bagi masjid-masjid lainnya. Ciri-ciri model seni bangunan lama yang merupakan bentuk akulturasi dari seni bangun Hindu-Budha adalah sebagai berikut:

a]      Atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan yang paling atas biasanya semacam mahkota. Selalu bilangan atapnya ganjil, kebanyakan jumlah atapnya tiga atau lima. Atap tumpang ini terdapat pada relief candi Jawa Timur.

b]      Tidak adanya menara, sehingga pemberitahuan waktu shalat dilakukan dengan memukul bedug, dari masjid-masjid tua hanya Masjid Kudus dan Banten yang memiliki menara. Terkhususnya menara Masjid Kudus memiliki nuansa akulturasi yang kental antara budaya Islam dan Hindu, karena menara Masjid Kudus tidak lain adalah sebuah candi Jawa Timur yang telah diubah, disesuaikan penggunaannya dan diberi atap tumpang.

Selain pengaruh dari ajaran Hindu-Budha, terdapat pula bangunan yang terdiri dari unsur budaya Islam dan daerah, seperti halnya masjid Minangkabau yang mendapat pengaruh “rumah gadang”. Begitu pula Masjid Agung yang ada di Palembang. Dari sudut arsitektur bangunan mesjid Agung Palembang tidak banyak berbeda dengan masjid-masjid di Indonesia khususnya di Jawa, yaitu bentuk arsitektur tradisional dengan atap berundak dengan limas dipuncaknya [mustaka], yang melambangkan “Ma’rifat” yaitu tingkat mengenal Tuhan Yang Maha Tinggi.

            Bentuknya yang segi delapan, berdasarkan budaya lokal melayu yang mempunyai ketentuan-ketentuan sesuai dengan hukum adat dan ajaran Islam,  yang disebut pucuk larangan yang delapan, isinya adalah:

a]      Sambung Salah, yaitu larangan yang menyangkut masalah perzinahan dan dilarang berdua-duaan bagi kaum laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim

b]      Siak bakar, larangan membakar harta orang lain

c]      Upeah Racun, larangan meracun orang hingga menyebabkan kematian atau sakit

d]     Tikam Bunuh, larangan membunuh hewan peliharaan

e]      Maling Curai, larangan mencuri

f]       Rebut Rampeak, tidak boleh  merampas atau mengambil barang orang secara paksa

g]      Dago Dagi, tidak boleh mengancam atau menantang orang brekelahi

h]      Umbak Umbai, tidak boleh merayu istri atau anak gadis orang dengan jalan menipunya untuk berbuat tidak baik.

2. Seni Hias

            Kebudayaan Islam yang paling awal masuk ke tanah melayu, berupa seni hias atau kaligrafi yang tertera pada batu nisan. Yakni batu nisan makam Sultan Malik As-Shaleh yang wafat pada tahun 1292. Batunya terbuat dari batu pualam putih diukir dengan tulisan arab yang sangat indah berisikan ayat Al-Qur’an dan keterangan tentang orang yang dimakamkan serta hari dan tahun wafatnya. Makam-makam yang serupa dijumpai pula di Jawa, seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.

            Adapun akulturasi budaya yang nampak pada batu nisan ini adalah corak-corak yang terdapat pada nisan itu sendiri. Dalam dunia Islam seni hias yang mengambil pola geometri dan erat kaitannya dengan kaligrafi adalah hiasan segitiga tumpal, kurawal, segi empat atau belah ketupat, jalinan tali atau tambang, sedangkan budaya local mengikutsertakan hiasan bunga Aceh yang disebut Boengoeng awan si tangke, beragam rosseta dan pola hiasan bunga teratai. Berbagai hiasan dari nisan kubur yang ada di Samudra Pasai dan Aceh tersebut menunjukkan percampuran antara seni hias Islam dengan seni hias lokal yang diambil dari pola floralistik.

b. Akultuasi Non Fisik

1. Pemerintahan

            Satu hal yang perlu diketahui bahwa, sistem pemerintahan dalam masyarakat terbagi menjadi 3 bagian, yakni otoritas tradisional, kharismatik, dan legal rasional. Tidak bisa dipungkiri bahwa pada masa-masa pemerintahan dari budaya animisme-dinamisme, Hindu-Budha maupun Islam, masing-masing menerapkan tipe kepemimpinan tradisional dan kharismatik. Dimana kursi kekuasaan dipegang oleh raja berdasarkan garis keturunan dan raja dianggap orang yang paling berpengaruh dalam masyarakat. Meski demikian, garis keturunan serta kewibawaan ini tidak terlalu bisa diandalkan tanpa adanya pengakuan dari masyarakat, sehingga perlu yang namanya legitimasi kekuasaan.

            Misalkan konsep penguasa dan kekuasaan menurut kebudayaan melayu Palembang, berasal dari suatu doktrin tentang asal-usul kharisma dan legitimasi penguasa Melayu, yang diturunkan dari Bukit Seguntang, hal ini ditandai dengan adanya kontrak atau perjanjian awal [primeval convenant] antara Tuan Hamba [sang penguasa] dan Hamba [rakyat] di Bukit Seguntang. Kontrak ini adalah jaminan perjanjian sepanjang waktu bagaimana sang penguasa berlaku terhadap rakyatnya atau sebaliknya. Perjanjian awal ini melahirkan konsep daulat dan derhaka. Sebagai pemegang kuasa berdasarkan perjanjian, maka Tuan Hamba memiliki daulat, daulat ini dihubungkan dengan karisma raja dan tuah yang dimiliki oleh raja. Pribadi dan tokoh raja yang memerintah dikaitkan pula dengan dengan unsur kesucian yang dimiliki oleh raja tersebut. Menolak perintah raja dan enggan mengakui kedaulatannya akan dianggap sebagai perbuatan mendurhakai raja atau derhaka.   

            Pada perkembangannya, yakni ketika masuknya Islam konsep daulat tetap dipertahankan, namun yang membedakan adalah konsep daulat melayu menganggap raja sebagai orang yang paling suci,  sedangkan pada masa Islam raja dengan gelar Sultan, Malik, dan sebagainya dianggap sebagai manusia yang mulia bukan yang paling suci.

            Konsep daulat ini hanya akan berkembang jika Sultan dikaitkan dengan cerita-cerita mitos mengenai asal-usul Sultan, cerita-cerita ini mengesankan bahwa Sultan adalah sosok yang luar biasa. Dalam budaya melayu, misalnya Hikayat Raja-Raja Pasai, naskahnya berbahasa melayu, tetapi disalin di Demak pada tahun 1814. Buku ini menceritakan bahwa Islam masuk ke Samudra, daerah pertama yang menjadi tempat berdirinya sebuah kerajaan Islam. Batu nisan Sultan yang pertama Malik As-Shaleh, yang bertarikh 1297 M telah dibicarakan. Dalam cerita ini disebutkan bahwa khalifah Mekah mendengar tentang eksistensi Samudra dan memutuskan untuk mengirim sebuah kapal ke sana untuk memenuhi ramalan Nabi Muhammad SAW bahwa kelak pada suatu hari akan ada sebuah kota besar di Timur yang bernama Samudra, yang akan menghasilkan banyak orang suci. Singkat cerita, dijelaskan pula bahwa penguasa Samudra pada saat itu, Merah Silu bermimpi bahwa nabi menampakkan diri kepadanya, mengalihkan secara gaib pengetahuan tentang Islam kepadanya dengan cara meludah ke dalam mulutnya, dan memberinya gelar Sultan Malik As-Shalih. Setelah terbangun, sultan yang baru mendapati bahwa dirinya dapat membaca Al-Qur’an walaupun dirinya belum pernah belajar Al-Qur’an.

            Selain itu ada pula, cerita lainnya yang terangkum dalam Sejarah Melayu, salah satu kutipannya yang menguatkan legitimasi para Sultan adalah   “Kita bukanlah keturunan Jin dan Peri, kita adalah Keturunan dari Raja Iskandar Zulkarnain”. Kutipan ini menghadirkan klaim keturunan dari Iskandar Zulkarnain, seorang raja muslim yang termasyhur. Dalam tradisi politik melayu, genealogi dipertahankan sebagai tanda kebesaran para raja Melayu. Cerita Iskandar bisa membuat para raja mampu membangun kesan heroik, yang dibutuhkan dalam rangka membangun kekuasaan politik yang berpusat pada raja dalam masyarakat yang telah terislamkan.          

            Adapun poin yang perlu diperhatikan antara legitimasi raja pada masyarakat melayu Hindu-Budha dan pada masa Islam adalah pola dari keduanya, yakni sama-sama melegitimasikan kekuasaan melalui faktor keturunan dari seseorang yang dianggap Suci. Seperti pola kekuasaan Melayu Palembang Hindu-Budha yang diceritakan berasal dari sosok suci yang turun ke Bukit Seguntang, begitu pula ketika Islam masuk legitimasi masih didasarkan pada keturunan, misalkan dalam Sejarah Melayu yang mengklaim keturunan melayu merupakan keturunan dari Iskandar Zulkarnain. Jadi pada masa Islam pola legitimasi Hindu-Budha tetap dipertahankan, namun cerita-ceritanya memuat unsur-unsur dan ajaran-ajaran Islam.

2. Tulisan dan Bahasa

            Salah satu aspek yang paling menonjol dalam kehidupan masyarakat melayu yang mencirikan budaya Islam adalah perkembangan tulisan dan bahasa arab, Arab yang merupakan salah satu bangsa yang ikut serta dalam menyebar luaskan Islam ke kawasan nusantara, tidak hanya membawakan ajaran-ajaran keagamaan, tetapi juga mengajarkan keterampilan untuk menulis.

            Salah satu kutipan yang bisa dijadikan rujukan mengenai pengenalan tulisan Arab ke Asia Tenggara, adalah kutipan Mohd. Yatim, yang menyatakan bahwa diantara sumbangan besar Islam bagi rakyat di kepulauan Melayu-Indonesia adalah dampaknya bagi perkembangan bahasa Melayu. Dengan masuknya kerajaan-kerajaan Melayu ke agama Islam, maka tulisan Arab dan Jawi dikenalkan dan diterima oleh orang-orang Melayu sebagai media penulisan bahasa melayu. Tulisan Jawi sendiri adalah aksara Arab-Melayu, yakni tulisan dengan menggunakan huruf Arab untuk mengeja teks berbahasa Melayu. Orang-orang Melayu pada saat itu banyak menulis dengan menggunakan huruf Arab yang dimodifikasi agar sesuai dengan alphabet bahasa mereka.

3. Adat

            Wilayah yang masih kental dengan unsur melayu dan erat kaitannya dengan Islam adalah daerah Minangkabau. Waktu agama Islam masuk di Minangkabau, adat Minangkbau tidak hancur, disebabkan adat Minangkabau adalah berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang terdapat pada alam, “Alam Takambang Jadi Guru”, ungkapan ini menyatakan tunduk kepada hukum alam, ketika bertemu dengan hukum Islam, Islam tinggal memberi ruh, itulah sunnatullah, karena yang menciptakan dan mengatur alam dan tingkah laku alam adalah Allah SWT.

            Oleh sebab itu agama Islam menerima kenyataan adat Minangkabau. Malahan kedatangan agama Islam kemasyarakat Minangkabau merupakan penyempurnaan adat itu. Adat Minangkabau itu adalah suatu pandangan hidup yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan yang nyata dan terdapat pada alam yang nyata, dan ditangkap oleh faktor yang nyata terdapat dalam diri manusia yaitu, pikiran dan rasa.

            Untuk menyempurnakan adat itu agama Islam memberikan ketentuan dan isi pada keyakinan, adat hanya sanggup mencapai pikiran dan rasa yang terdapat dalam diri manusia dan tidak sanggup memberikan kepuasan, agama Islam telah memberi isi yang baru dan sempurna terhadap kepuasan keyakinan dalam diri manusia. Penyempurnaan agama Islam terhadap adat Minangkabau adalah adat Minangkabau yang selama ini merupakan pandangan hidup, mengenai pergaulan hidup di dunia saja, sekarang telah disempurnakan oleh agama melalui keyakinan terhadap dunia dan akhirat.

C. Kesimpulan

Pada kenyataannya, antara Islam dan Melayu sulit untuk dipisahkan, sehingga muncul ungkapan bahwa “Dunia Melayu adalah Dunia Islam dan Budaya Melayu adalah Budaya Islam”. Masuknya Islam ke tanah melayu, banyak membawa perubahan, terutama dari segi kepercayaan, yang awalnya percaya kepada dewa-dewa berpindah menjadi kepercayaan Tauhid, yakni percaya kepada satu Tuhan Allah SWT. Disamping itu, pengaruh ajaran Islam juga menyentuh ke aspek budaya masyarakat melayu.

            Islam yang menawarkan konsep ajaran rahmatan lil alamin, disebarkan melalui dengan cara damai, budaya-budaya awal masyarakat melayu yang didominasi oleh ajaran Hindu-Budha perlahan-lahan diubah, dan digantikan dengan unsur – unsur Islam, dengan kata lain menggunakan cara akulturasi. Dengan cara ini ternyata, proses Islamisasi berjalan lebih mudah, karena dengan pendekatan budaya, masyarakat melayu tidak merasa terintimidasi atau cultural shock, justru pada kenyataannya Islam sangat diterima oleh masyarakat, berbagai kebudayaan yang dihasilkan selalu dilandasi dengan ajaran Islam, baik berupa bangunan, kesenian, paham politik, tulisan, bahasa dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Buku:

Azra, Azyumardi. 2013. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Burhanudin, Jajat. 2012. Ulama dan Kekuasaan Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia. Jakarta: Mizan Publika.

Hanafiah, Djohan. 1995. Melayu- Jawa Citra Budaya dan Sejarah Palembang. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Karim, M. Abdul. 2007. Islam Nusantara. Yogyakarta : Pustaka Book Publisher.

Majid, Nurcholis, dkk. 1995. Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah. Jakarta : Penerbit Paramadina.

Marsden,William. 2013. Sejarah Sumatra. Jakarta: Komunitas Bambu.

Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.

Ricklefs, M.C. 2011. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Sunanto, Musyrifah. 2014. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2009. Api Sejarah Buku yang Akan Mengubah Drastis Pandangan Anda Tentang Sejarah Indonesia. Bandung : Salamadani Pustaka Semesta.

Sutrisno, Budiono Hadi. 2009. Sejarah Wali Songo Misi Pengislaman di Tanah Jawa. Yogyakarta : Graha Pustaka

Tjandarasasmita, Uka. 2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Yusuf, Ali Anwar. 2003. Wawasan Islam. Bandung : Penerbit Pustaka Setia.

Panitia Renovasi Masjid Agung Palembang._____. 261 Tahun Masjid Agung Dan Perkembangan Islam di Sumatra Selatan._____.

Jurnal:

Mohammad Ali, ___, Sumbangan Tamadun Islam dalam Kehidupan Masyarakat di Alam,_______




Tiga tipe kepemimpinan menurut Max Webber, yaitu: 1. otoritas tradisional yang dimiliki berdasarkan pewarisan atau turun temurun, 2. otoritas karismatik, yaitu berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi, 3. otoritas legal rasional yang dimiliki berdasarkan jabatan serta kemampuannya. Bernard Raho, 2007, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, hlm. 31

Page 2

Blog ini memuat beberapa artikel sejarah, budaya, dan filsafat yang diperuntukkan bagi teman-teman sekalian. Mudah-mudahan bisa bermanfaat

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề