Dalam melakukan Analisis faktor keamanan PEMILIHAN lokasi properti adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pengembang dalam pemilihaln lokasi perumahan dan faktor yang paling dominan dalam menentukan lokasi perumahan bagi pengembang diwilayah Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di wilayah Yogyakarta yang meliputi Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman. Pengambilan data dengan menyebar kuesioner dilakukan pada bulan Desember 2004 sampai Maret 2005. Kuesioner yang dianalisis sebanyak 102 sampel. Teknik pengambilan sampel (sampling) yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan Exploratory Factor Analysis dan analisis deskriptif. Sedangkan alat analisis instrumen dengan menggunakan product moment person untuk uji validitas, dan uji reliabilitas dengan menggunakan cronbach 's alpha. Hasil uji validitas yang diperoleh adalah semua item dinyatakan valid, ini dibuktikan dengan hasil Corrected Item Total Correlation lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis koefisien korelasi. Nilai kritis koefisien korelasi dengan derajat signifikansi 5% dengan jumlah sampel 30 adalah 0,361. Sedangkan basil uji reliabilitas untuk instrumen penelitian diperoleh koefisien untuk Alpha Cronbach's sebesar 0,%1 ini sudah di atas nilai kritis sebesar 0,60, maka instrumen penelitian ini dinyatakan reliable. Hasil penelitian berdasarkan Exploratory Factor Analysis diperoleh enam faktor yang mempengaruhi pengembang dalam melakukan pemilihan lokasi perumahan, yaitu: I) Faktor ekstemal, terdiri atas: arah perkembangan kota, kedekatan dengan pusat kota, keamanan disekitar lokasi., kenyamanan lokasi, aspek legalitas, dan kompetitor, 2) Faktor faktor kondisi fisik, terdiri atas: luas lahan, bentuk lahan, jenis tanah, kualitas air tanah; 3) Faktor aksesibilitas, terdiri atas: kedekatan dengan sarana pendidikan dan kesehatan, kedekatan dengan pusat perbelanjaan, kedekatan dengan tempat peribadatan; 4) Faktor kemudahan transportasi, terdiri atas: akses jalan menuju lokasi, adanya fasilitas transportasi menuju lokasi, kedekatan dengan jalan utama; 5) Faktor utilitas, terdiri atas: adanya jaringan listrik, adanya jaringan telepon, adanya jaringan air bersih; 6) Faktor harga tanah. Urutan peringkat faktor yang mempengaruhi pengembang dalam melakukan pemilihan lokasi perumahan adalah faktor harga tanah (mean=4,54), faktor aksesibilitas (mean=4,32), faktor utilitas (mean=4,30), factor kondisi fisik (mean=4,20), faktor kemudahan transportasi (meall=4,03), dan factor eksternal (mean = 4,00). Dengan demikian faktor yang paling dominan mempengaruhi pengembang dalam pemilihan lokasi perumahan adalah factor harga tanah Hasil uji t untuk mengetahui apakah ada perbedaan faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan dalam pemilihan lokasi perumahan untuk proyek: perumahan pertama dengan proyek perumahan kedua diperoleh babwa factor-faktor yang berbeda signifikan adalah harga tanah, aksesibilitas, dan transportasi.

Kata Kunci : Kebijakan Investor, fungsi dan struktur sistem ekonomi isolated-state, pemilihan lokasi, kebijakan Investasi, penilaian property, Kebijakan Investasi, Corrected Item Total Correlation, Kebijakan Pengembangan Perumahan, Harga tanah, aksesibilitas, Transpo

Investasi properti masih menjadi investasi yang menjanjikan. Salah satunya adalah karena ketersediaan lahan. Jumlah lahan yang tersedia di bumi terbatas, sedangkan manusia terus bertambah jumlahnya. Harga tanah dan properti pun akhirnya akan mengalami peningkatan. Dengan pertimbangan seperti ini, tidak mengherankan jika banyak yang memilih untuk melakukan investasi properti.

Meski demikian, Anda tidak bisa sembarangan berinvestasi properti. Ada beberapa aturan yang wajib dipatuhi agar return investasi bisa besar. Aturan utama yang harus dipatuhi adalah tentang lokasi. Properti yang baik setidaknya harus memenuhi empat kriteria lokasi seperti di bawah ini.

Punya akses yang baik menuju pusat kota

Usahakan untuk memilih lokasi yang memiliki akses menuju pusat kota. Lokasi yang dekat dengan pusat kota akan menarik lebih banyak orang untuk membeli properti Anda. Mereka pasti mempertimbangkan bahwa semakin dekat ke pusat kota, maka mobilitas pun menjadi semakin mudah dan hemat biaya.

Akses yang baik menuju pusat kota tidak harus berarti lokasi tersebut tepat berada di sekitar pusat kota. Anda bisa memilih lokasi yang terhubung dengan pusat kota melalui infrastruktur seperti jalan tol. Terlebih saat ini di Indonesia juga mulai dikembangkan kawasan hunian dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) seperti Citra Maja Raya dari Ciputra Group. Properti yang berada pada kawasan ini bisa dijadikan pertimbangan karena terhubung dengan pusat kota melalui transportasi.

Melakukan investasi properti pada sunrise property

Anda mungkin menilai bahwa investasi properti yang sukses hanya bisa dilakukan pada properti pada kawasan mapan. Padahal tidak ada salahnya juga untuk menanam investasi pada lokasi yang baru berkembang atau lebih sering disebut dengan sunrise property. Properti yang masuk dalam kategori sunrise bukan sekadar properti yang baru dikembangkan, tetapi juga merupakan properti dengan potensi ekonomi tinggi.
Contohnya adalah properti yang dikembangkan pada kota-kota satelit Jakarta seperti Tangerang.

Jika Anda mengamati pergerakan masyarakat yang bekerja di ibu kota, mulai terdapat pergeseran dari tinggal di Jakarta menjadi tinggal di kawasan kota satelit. Di tahun 2017 saja tercatat ada 30% pekerja Jakarta yang tinggal di kota satelit. Berangkat dari fakta ini, maka tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan investasi properti pada kota satelit.

Dekat dengan infrastruktur utama

Salah satu nilai jual properti adalah kemudahan akses menuju infrastruktur utama. Properti yang dekat dengan infrastruktur utama seperti jalan tol atau bandara umumnya lebih banyak peminatnya. Untuk itu, ada baiknya Anda memilih properti yang dekat dengan infrastruktur utama di Indonesia.

Anda juga bisa mengincar lokasi-lokasi yang dekat dengan proyek pengembangan infrastruktur pemerintah. Terlebih lokasi yang menjadi prioritas pembangunan pemetintah. Di sekitar Jakarta, lokasi seperti ini bisa ditemukan pada kawasan Maja, barat Jakarta.

Berada pada arus masuk

Poin terakhir ini bisa dibilang sebagai kriteria yang paling penting dalam memilih lokasi untuk investasi properti. Dengan memilih lokasi yang berada pada arus masuk, properti tersebut akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Arus masuk di sini diartikan sebagai area yang menjadi tujuan manusia secara demografis. Pergerakan manusia cenderung mendekati area tersebut alih-alih menjauhinya. Biasanya area ini satu jalur dengan daerah industri atau berada di antara pelabuhan dan pusat kota.

Itulah beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebuah lokasi investasi properti. Jika sebuah properti mampu memenuhi empat kriteria tersebut, maka bisa dipastikan returm yang diberikan nantinya juga akan tinggi. Di mana Anda bisa menemukannya? Citra Maja Raya adalah jawabannya. Kawasan hunian berbasis TOD ini hanya berjarak 500 Meter dari Stasiun Maja, dengan menggunakan KRL Anda dapat terhubung dengan berbagai lokasi penting di pusat kota Jakarta.

Segera miliki rumah RS siap huni di Citra Maja Raya dengan harga mulai Rp 156 Juta (All In), tersedia juga rumah tipe RE terbaru di cluster Green Ville, Citra Maja Raya.

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 15 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Page 19 is not shown in this preview.

Pengertian dan Fungsi Rumah:

Menurut John F.C. Turner (1976:151), rumah memiliki dua arti, yaitu sebagai kata benda (produk/komoditi) dan sebagai kata kerja (proses/aktivitas). Rumah sebagai kata benda menunjukan bahwa tempat tinggal (rumah dan lahan) sebagai suatu bentuk hasil produksi atau komoditi, sedangkan sebagai kata kerja menunjukan suatu proses dan akttifitas manusia yang terjadi dalam pembangunan maupun selama proses menghuninya.

Pengertian rumah sebagai produk atau komoditi lebih diarahkan pada kriteria pengukuran standar-standar fisik rumah  sedangkan dalam pengertian rumah sebagai proses aktivitas kriteria pengukurannya adalah faktor kepuasan.

Kemudian Turner (1976, 212-213), juga mengidentifikasikan tiga fungsi utama rumah sebagai tempat bermukim, yaitu :


  1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah (the quality of shelter provide by housing). Kebutuhan akan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat berlindung/berteduh agar terlindung dari iklim setempat.
  2. Rumah sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi atau fungsi pengaman keluarga. Fungsi ini diwujudkan dalam lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.
  3. Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya keadaan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of tenure).

Fungsi ketiganya berbeda sesuai dengan tingkat penghasilan, bagi golongan berpenghasilan tinggi atau menengah keatas faktor identity menjadi tuntutan utama, sedangkan pada masyarakat golongan menengah faktor security yang diprioritaskan, pada golongan berpenghasilan rendah atau menengah kebawah faktor opportunity merupakan yang terpenting.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic need) manusia, sesudah pangan dan sandang. (Budihardjo, 1994:57) menguraikan tingkat intensitas dan arti penting dari kebutuhan manusia terhadap rumah berdasarkan hirarki kebutuhan dari Maslow, dimulai dari yang terbawah sebagai berikut :


  • Rumah memberikan perlindungan terhadap gangguan alam dan binatang, berfungsi sebagai tempat istirahat, tidur, dan pemenuhan fungsi badani.
  • Rumah harus bisa menciptakan rasa aman, sebagai tempat menjalankan kegiatan ritual, penyimpanan harta milik yang berharga, menjamin hak pribadi.
  • Rumah memberikan peluang untuk interaksi dan aktivitas komunikasi yang akrab dengan lingkungan sekitar : teman, tetangga, keluarga.
  • Rumah memberikan peluang untuk tumbuhnya harga diri, yang disebut Pedro Arrupe sebagai : “Status Conferring Function”, kesuksesan seseorang tercermin dari rumah dan lingkungan tempat huniannya.
  • Rumah sebagai aktualisasi diri yang “diejawantahkan” dalam bentuk pewadahan kreativitas dan pemberian makna bagi kehidupan yang pribadi.

Menurut Undang-Undang RI No. 4 tahun 1992, tentang perumahan dan permukiman, arti rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

Perumahan adalah hal yang langsung menyangkut berbagai aspek kehidupan dan harkat hidup manusia. Beberapa faktor yang berpengaruh pada pembangunan perumahan saat ini adalah : kependudukan, pertanahan, daya beli masyarakat, perkembangan teknologi dan industri jasa konstruksi, kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan, swadaya dan swakarsa serta peran serta masyarakat dalam pembangunan perumahan (Yudhohusodo, 1991:85-96).

Faktor perubahan nilai-nilai budaya masyarakat juga sangat berpengaruh pada pembangunan perumahan, hal ini jelas terlihat pada masyarakat perkotaan, karena sifatnya yang dinamis dan pluralistis, masyarakat kota mempunyai ciri budaya yang beraneka ragam.

Dalam membuat keputusan tentang rumah, manusia akan memperhitungkan antara nilai rumah yang ada dengan kebutuhan masing-masing individu, meliputi : prosedur, barang dan pelayanan. Hal yang paling penting adalah tentang lokasi dan akses kepada masyarakat dan tempat-tempat lain, biaya sewa dan kemudahan untuk dipindah tangankan, serta privasi dan kenyamanan (Turner, 1976 : 64).

Kriteria Pembangunan Perumahan

Berdasarkan  petunjuk Rencana Kawasan Perumahan Kota yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1997,  suatu kawasan perumahan selayaknya memenuhi persyaratan dasar untuk pengembangan kota, yakni :


  • Aksesibilitas, yakni kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan perumahan dalam bentuk jalan dan transportasi.
  • Kompatibilitas, yakni keserasian dan keterpaduan antara kawasan yang menjadi lingkungannya.
  • Fleksibilitas, yakni kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana.
  • Ekologi, yakni keterpaduan antara tata kegiatan alam yang mewadahinya.

Sedangkan prasarana dan sarana yang perlu disediakan adalah :

Prasarana

Sarana

Air bersih dan listrik.

Pembuangan air hujan dan air kotor (limbah)

Jalan lingkungan.

Pembuangan sampah

Pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP dan SMA

Kesehatan, seperti : Balai pengobatan, RS Bersalin (BKIA), Puskesmas, praktek dokter dan apotik.

Perniaagaan dan industri.

Pemerintahan dan pelayanan umum

Kebudayaan dan rekreasi.

Peribadatan

Olahraga dan taman

Sumber : Dep. PU : Standar-standar Rencana Perkampungan, 1984 dan Pedoman Perencanaan  Lingkungan, 1983.

Identifikasi Faktor dalam  Menentukan Lokasi Perumahan

Perumahan mempunyai fungsi dan peranan yang penting, Rees dalam Yeates dan Garner (1980:291) berpendapat bahwa terdapat tiga elemen yang mempengaruhi keputusan seseorang atau sebuah keluarga dalam menentukan pilihan lokasi tempat tinggal, yaitu:


  • Posisi keluarga dalam lingkup sosial, mencakup status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan).
  • Lingkup perumahan, mencakup: nilai, kualitas dan tipe rumah.
  • Lingkup komunitas.
  • Lingkup fisik atau lokasi rumah.

Hubungan antara perilaku manusia di dalam area perkotaan dengan ruang sosial di perkotaan telah banyak diteliti, sampai saat ini para ahli geografi telah mengidentifikasikan bahwa gaya hidup, status sosial, dan tingkat kehidupan sangat berpengaruh di dalam hubungan antar tingkah laku individu dengan lingkungan spasial. (Golledge & Stimson, 1990:267).

Perpindahan manusia dari satu lokasi ke lokasi lain di perkotaan memegang peranan penting dalam membentuk area sosial perkotaan. Penilaian lokasi perumahan antara individu pasti berbeda, hal ini disebabkan latar belakang tingkat kebutuhan dan kepentingan yang berbeda-beda. (Knox, 1989:171-173).

Pengetahuan tentang lokasi perumahan diperoleh dari interaksi antar individu, setelah berproses, informasi yang diperoleh tersebut akan mempengaruhi pandangan tentang populasi dan pendapat/persepsi tempat tinggalnya. Individu tersebut akan membentuk kelompok yang membentuk variasi kluster. Kluster dari individu-individu yang mempunyai persamaan di dalam ekonomi, sosial dan politik akan mempunyai referensi yang sama tentang lokasi tempat tinggal. Kerangka dari referensi ini merupakan hasil dari beberapa faktor termasuk usia, latar belakang sosial, kepercayaan (agama) dan latar belakang etnis.

Menurut H.R. Koestoer (1997:24), bahwa faktor sosial dan fisik sangat menentukan dalam pilihan terhadap lokasi tempat tinggal. Dalam studi pengambilan keputusan keluarga terhadap pilihan daerah, ditemukan bahwa faktor aksesibilitas merupakan pengaruh utama dalam pemilihan lokasi tempat tinggal, yaitu kemudahan transportasi dan kedekatan jarak. Faktor lain seperti kaitan tali kekeluargaan (kinship), juga turut mempengaruhi pengambilan keputusan pemilihan tempat tinggal.

Sementara itu para ahli geografi mengembangkan model-model tingkah laku rumah tangga dalam memilih lokasi rumahnya, yang diklasifikasikan menjadi dua kategori:


  • Asumsi pertama adalah pilihan lokasi tempat tinggal dapat dijelaskan di dalam pengertian “trade off” antara biaya transportasi dan harga rumah.
  • Asumsi kedua adalah model  perilaku makro, aksesibilitas bukan syarat utama tetapi kenyamanan lingkungan, sosial ekonomi, psikologi dan waktu adalah syarat utama untuk memilih lokasi tempat tinggal.

Analisa mengenai kepuasan terhadap tempat tinggal terpusat pada “kepuasan” sebagai konsekuensi dari karakteristik keluarga, namun hal ini bukan satu-satunya variabel yang memberi efek rasa puas terhadap tempat tinggal, akan tetapi faktor fisik lingkungan juga turut berpengaruh terhadap rasa puas. Faktor-faktor yang menjadi latar belakang rasa puas terhadap tempat tinggal (Morris & Winter, 1978:156-157):


  • Faktor demografi dan sosial ekonomi, meliputi: tingkat kehidupan, status sosial ekonomi dan struktur keluarga.
  • Ketidakpuasan terhadap tempat tinggal yang lama.
  • Pengaruh dari kondisi perumahan.

Hubungan dari ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Dalam melakukan Analisis faktor keamanan PEMILIHAN lokasi properti adalah


Faktor demografi dan sosial ekonomis dipengaruhi oleh tingkat kehidupan, status sosial dan struktur keluarga, maksudnya adalah semakin tinggi tingkat kehidupan seseorang, dengan sendirinya akan mempengaruhi status sosial ekonominya, sehingga individu tersebut akan melalukan penyesuaian perumahan untuk mencocokan dengan status sosial ekonominya. Penyesuaian ini bisa juga dipengaruhi oleh struktur keluarga maksudnya adalah semakin bertambah anggota keluarga maka individu akan menyesuaikan kondisi  perumahannya.

Penyesuaian juga akan dilakukan apabila individu tersebut merasa tidak puas dengan tempat tinggal yang lama atau bisa juga karena pengaruh dari kondisi disekeliling perumahan.

Kualitas lingkungan mencerminkan kualitas hidup manusia yang ada di dalamnya. Menurut Amos Rapoport (1977: 60-61) komponen kualitas lingkungan dapat dibagi menjadi:


  • Variabel lokasi: jarak ke pusat pelayanan, iklim dan topografi.
  • Variabel fisik: organisasi ruang yang jelas, udara bersih dan tenang.
  • Variabel psikologis: kepadatan penduduk dan kemewahan.
  • Variabel sosial ekonomi: suku, status sosial, tingkat kriminalitas dan sistem pendidikan.

Faktor lokasi rumah yang dekat dengan daerah industri juga menjadi pertimbangan, karena masyarakat lebih menyukai tinggal di daerah yang jauh dari daerah industri.

Selain itu menurut Drabkin (1980:68) ada juga beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan lokasi perumahan, yang secara individu berbeda satu sama lain, yaitu


  • Aksesibilitas, yang terdiri dari kemudahan transportasi dan jarak ke pusat kota.
  • Lingkungan, dalam hal ini terdiri dari lingkungan sosial dan fisik seperti kebisingan, polusi dan lingkungan yang nyaman.
  • Peluang kerja yang tersedia, yaitu kemudahan seseorang dalam mencari pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya.
  • Tingkat pelayanan, lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang memiliki pelayanan yang baik dalam hal sarana dan prasarana dan lain-lain. 

Faktor lingkungan yang juga menjadi pertimbangan di dalam memilih lokasi perumahan  menurut (Bourne,1975:205) adalah:


  • Aksesibilitas ke pusat kota: jalan raya utama, sekolah dan tempat rekreasi.
  • Karakteristik fisik dan lingkungan permukiman: kondisi jalan, pedestrian, pola jalan dan ketenangan.
  • Fasilitas dan pelayanan: kualitas dari utilitas, sekolah, polisi dan pemadam kebakaran.
  • Lingkungan sosial: permukiman bergengsi, komposisi sosial ekonomi, etnis dan demografi.
  • Karakteristik site rumah: luas tanah, luas bangunan, jumlah kamar dan biaya pemeliharaan.

Berkaitan dengan pemilihan lokasi, Luhst (1997:128) menyebutkan bahwa kualitas kehidupan yang berupa kenyamanan, keamanan dari suatu rumah sangat ditentukan oleh lokasinya. Daya tarik dari suatu lokasi ditentukan oleh dua hal yaitu aksesibilitas dan lingkungan. Aksesibilitas merupakan daya tarik ditentukan oleh kemudahan dalam pencapaian ke berbagai pusat kegiatan seperti pusat perdagangan, pusat pendidikan, daerah industri, jasa pelayanan perbankan, tempat rekreasi, pelayanan pemerintahan, jasa profesional dan bahkan merupakan perpaduan antara semua kegiatan tersebut.

Perkembangan Kota dan Penentuan Lokasi Perumahan

Kota adalah kawasan permukiman yang jumlah dan kepadatan penduduk yang relatif tinggi, memiliki luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, tempat sekelompok orang-orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan individualistis (Kamus Tata Ruang, 1997 : 52).

Menurut Budihardjo (1996:11) kota merupakan hasil cipta, karsa dan karya manusia yang paling rumit dan muskil sepanjang sejarah Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa begitu banyak masalah bermunculan silih berganti di perkotaan, akibat pertarungan kepentingan berbagai pihak yang latar belakang visi, misi dan motivasinya berbeda satu sama lain. Kota merupakan suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya (Daljoeni, 1998 : 28).

Secara teoritis terdapat tiga cara perkembangan kota, (Zahnd, 1994:24) yairu :

  1. Perkembangan horisontal, artinya daerah bertambah sedangkan ketinggian bangunan dan intensitas lahan terbangun (coverage) tetap sama.
  2. Perkembangan vertikal, artinya daerah pembangunan dan kualitas lahan terbangun sama, sedangkan ketinggian bertambah.
  3. Perkembangan interstial, artinya  daerah dan ketinggian bangunan-bangunan rata tetap sama, sedangkan kuantitas lahan terbangun (coverage) bertambah.

Perkembangan kota pada umumnya terdiri dari dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan suatu kekuatan yang terbentuk akibat kedudukan kota dalam kontelasi regional atau wilayah yang lebih luas, sehingga memiliki kemampuan untuk menarik perkembangan dari daerah sekitarnya yang selanjutnya diakomodasikan dalam kekuatan ekonomi kota. Faktor internal adalah kekuatan suatu kota untuk berrkembang dan ditentukan oleh keuntungan geografis, letak, fungsi kota. (Branch, 1996:40).

Daldjoeni (1998:203) juga mengemukakan bahwa proses berekspansinya kota dan berubahnya struktur tata guna lahan sebagian besar disebabkan oleh adanya daya sentrifugal dan data sentripetal pada kota. Yang pertama mendorong gerak ke luar dari penduduk dan berbagai usahanya, lalu terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan zone-zone kota, yang kedua mendorong gerak ke dalam dari penduduk dan berbagai usahanya sehingga terjadilah pemusatan (konsentrasi) kegiatan manusia.

Sujarto  (1996:81), mengatakan bahwa perkembangan kota dan pertumbuhan kota sangat dipengaruhi oleh faktor manusia, faktor kegiatan manusia dan faktor pola pergerakan manusia antar pusat kegiatan.

Kota merupakan pusat perkembangan dalam suatu wilayah dimana pusat kota tumbuh dan berkembang lebih pesat dibandingkan dengan daerah sekelilingnya. (Edger, M. Hoover, 1977:85). Pada umumnya suatu kota tumbuh dan berkembang karena kegiatan penduduknya, perkembangan kota dapat ditinjau dari beberapa aspek yang dapat menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota, yaitu :


  • Perkembangan penduduk perkotaan menunjukan pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota.
  • Kelengakapan fasilitas yang disediakan oleh kota dapat menunjukan adanya tingkat pelayanan bagi masyarakatnya.
  • Tingkat investasi kota dimana hasilnya dapat menunjukan tingkat pertumbuhan kota yang dapat tercapai dengan tingkat ekonomi yang tinggi.

Perkembangan kota juga dapat ditinjau dari peningkatan aktivitas kegiatan sosial ekonomi dan pergerakan arus mobilitas penduduk kota yang pada gilirannya menuntut kebutuhan ruang bagi permukima, karena dalam lingkungan perkotaan, perumahan menempati presentasi penggunaan lahan terbesar dibandingkan dengan penggunaan lainnya, sehingga merupakan komponen utama dalam pembentukan struktur suatu kota.

Menurut Horton dan Reynold dalam Bourne (1982:159), perkembangan kota selain dilihat dari perkembangan geografis, dapat juga dilihat dari sisi “Behavior approach” artinya melihat dari sisi pengambil keputusan, yang dimaksud dalam permasalahan ini adalah pengembang. Dalam hal memilih lokasi untuk perumahannya pengembang  lebih menekankan pada unsur mencari keuntungan, tanpa memikirkan akibat yang terjadi di kemudian, sehingga perkembangan kota dapat saja mengikuti kemauan pengembang.

Persepsi perumahan lebih banyak dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan lokasi perumahan menurut masyarakat. Menurut teori struktur internal perkotaan dari Burgess, dijelaskan bahwa faktor lokasi sangat penting bagi tingkat penghasilan. Pilihan lokasi akan hunian umumnya akan berusaha mendekati lokasi aktivitasnya, namun dalam perkembangan penggunaan lahan di perkotan lebih dititik beratkan pada segi ekonomis lahan.

Karena semakin dekat dengan pusat aktivitas maka semakin tinggi tingkat aksesibilitas lokasi, guna lahan yang berkembang diatasnya juga akan semakin intensif, yang akibatnya sangat mempengaruhi peruntukan lahan bagi perumahan.

Setiap kegiatan manusia memerlukan ruang tertentu, seseorang yang ingin memiliki lahan yang baik dan kondisi lingkungan yang baik serta dekat dengan tempat yang lain untuk kepentingan tertentu, sangat bergantung kepada harga lahan, harga lahan menentukan permintaan atas lahan serta mempengaruhi intensitas persaingan untuk mendapatkan lahan.

Selama ini yang dianggap sebagai pemeran utaama pembangunan perumahan adalah tiga besar, yaitu pemerintah swasta dan masyarakat. Menurut Menurut Budihardjo (1998:45),  pembangunan perumahan dilaksanakan oleh dua sektor yaitu sektor formal dalam hal ini pemerintah, swasta dan hibrida, dan sektor informal yaitu masyarakat dan hibrida, sedangkan aktor-aktor yang terkait dalam pembangunan perumahan adalah seperti tabel dibawah ini

Dalam melakukan Analisis faktor keamanan PEMILIHAN lokasi properti adalah

Dari tabel diatas terlihat bahwa sektor swasta kurang banyak terlibat dalam pembangunan perumaahan untuk kelompok berpenghasilan rendah dan sangat rendah, namun pembangunan perumahan telah dilakukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perumahan seluruh lapisan masyarakat dari kelas atas sampai kelas paling rendah.

Sampai saat ini belum jelas apa kriteria dan persyaratan pembangunan perumahan oleh real estate, dalam praktek begitu banyak kejanggalan seolah-olah real estate hanya memberi prioritas bagi warga yang berduit, memberi keuntungan berlipat ganda bagi para spekulan tanah secara langsung dan tidak langsung “menggusur rakyat kecil dari permukiman semula (Marbun, 1990:80),  sedangkan menurut Gallion (1992-153) bahwa dalam prakteknya,  real estate menganggap tanah sebagai suatu komoditi untuk dibeli dengan harga rendah dan dijual dengan harga tinggi.

Menurut Budihardjo (1997:24), bila lahan dibiarkan sebagai komoditi ekonomi yang ditarungkan secara bebas, maka mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan akan semakin terpuruk dan semakin tidak mampu menjangkau atau memiliki rumah yang layak, yang dibangun oleh pihak swasta, dan jika hal tersebut dibiarkan maka pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar di perkotaan selalu dihadapkan pada masalah tanah yang makin mahal dan langka serta perlu dikendalikan. (Lukita, 1992)

Dalam pemilihan tempat untuk lokasi perumahan, developer/pengembang akan mencari lokasi bangunan yang sesuai dengan cara menyeleksi beberapa tempat. Dari banyak kriteria yang mempengaruhi pemilihan tempat, menurut Catanese (1996:296) yang paling utama adalah :

  • Hukum dan lingkungan, akankah hukum yang berlaku mengijinkan didirikannya gedung dengan ukuran tertentu, persyaratan tempat parkir, tinggi maksimum gedung, batasan-batasan kemunduran dan berbagai kendala lain yang berkaitan.
  • Sarana, suatu proyek membutuhkan pemasangan air, gas, listrik, telepon, tanda bahaya (alaram), jaringan drainase.
  • Faktor teknis, artinya bagaimana keadaan tanah, topografi dan drainase yang mempengaruhi desain tempat atau desain bangunan.
  • Lokasi, yang dipertimbangkan adalah pemasarannya, aksesibilitas, dilewati kendaraan umum dan dilewati banyak pejalan kaki.
  • Estetika, yang dipertimbangkan adalah view yang menarik.
  • Masyarakat, yang dipertimbangkan adalah dampak pembangunan real estate tersebut terhadap masyarakat sekitar, kemacetan lalu lintas dan  kebisingan..
  • Fasilitas pelayanan, yang dipertimbangkan adalah aparat kepolisian, pemadam kebakaran, pembuangan sampah, dan sekolah.
  • Biaya, yang dimaksud dengan biaya adalah harga tanah yang murah.

Dengan banyaknya dan beragam kriteria yang ada, maka terjadilah persaingan antara pengembang dalam memilih lokasi untuk membangun perumahannya, hal ini menunjukan bahwa menentukan lokasi untuk perumahan bukan hal yang mudah.

Turner, John F.,  Housing By People – Towards Autonomy In Building Environments, Marion Boyars Publishers Ltd, London, 1976

Bourne, L.S., Internal Structure of the City - Readings on Space and Environment, Oxford University Press. Inc., Oxford, 1975

Bourne, L.S., Internal Structure of the City - Readings on Urban Growth and Policy, Oxford University Press. Inc., Oxford, 1982

Budihardjo, Eko, Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1998

Budihardjo, Eko, Tata Ruang Perkotaan, Penerbit Alumni, Bandung, 1997

Catanese, Anthony J., and James C. Snyder, Perencanaan Kota, Erlangga, Jakarta, 1996

Daldjoeni, N,. Geografi Baru, PenerbitAlumni, Bandung, 1992

Daldjoeni, N,. Geografi Kota dan Desa, PenerbitAlumni, Bandung, 1998

Drabkin, Haim Darin, Land Policy and Urban Growth, Great Britain, Pergamen Press, 1980

Gallion, Arthur, B. & Simon Eisher, Pengantar Perancangan Kota, Erlangga, Jakarta, 1992

Golledge, Reginald George & Stimson Robert J., Analytical Behavioral Geography. Routledge, 1990

Hoover, Edgar, An In Introduction to Regional Economics, Second Edition, Alfret A., 1977

Koestoer,  Raldi Hendro, Dimensi Keruangan Kota, Teori dan Kasus, UI Press, Jakarta, 2001

Knox, Paul, Urban Social Geography, Longman Scientific & Technical, 1989

Luhst. K. M.,  Real Estate Evaluation, Principles Aplication Press,USA, 1997

Lukita Enggartiasto, Sistem Penyediaan Perumahan Di Perkotaan – Khususnya Jakarta, Makalah Seminar Nasional Information On Urban Housing Jurusan Arsitektur dan Program Studi Real Estate Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1992

Marbun. B. N., Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek, Erlangga, Jakarta 1990

Morris Earl W. & Winter Mary, Housing, Family and Society,  Jhon Willley & Sons Inc. 1978

Rapoport, Amos,  Human Aspects Of Urban Form, Pergamon Press,  1977

Sujarto, Djoko, Penataan Ruang Dalam Pengembangan Kota Baru, BPPT,  Jakarta, 1996

Yudohusodo, Siswono, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, Yayasan Padamu Negeri, Jakarta. 1991

Yeates, Maurice & Garner Barry,  The North American City,  Harper & Row Publisher, New York. 1980

Zahnd, Markus, Perancangan Kota Secara Terpadu, Kanisius, Yogyakarta, 1999

Kebijakan dan Peraturan

Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, Dep. PU, Jakarta, 1977

Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992, Tentang Perumahan Dan Permukiman.

Kamus Tata Ruang, Dirjen Cipta karya, Dep. PU dan IAP, Jakarta. 1977

Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2010

Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 1985-2005

Jakarta Planing Atlas, Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 1995

Jakarta Selatan Dalam Angka, BPS, 2001

RP4D Jakarta Selatan, Dinas Perumahan DKI Jakarta, 2002

Tesis R. Nuzulina  Ilmiaty  Ismail, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Perumahan Di Jakarta Selatan (Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas Diponegoro Semarang)


--- --- --- ---
Untuk mendapatkan Versi Lengkap dari Abstraksi Penelitian ini, plus 766 judul penelitian terkait lainnya, silahkan kunjungi Halaman Cara Pembelian File Kampus, dan Halaman Harga File Kampus. Alamat Facebook File Kampus:


Page 2