Dalam pembuatan kompos ada beberapa faktor yang wajib dipenuhi yaitu

Ilustrasi kompos. [Foto: Pixabay]

Editor: Arif Sodhiq - Selasa, 14 Desember 2021 | 19:50 WIB

Sariagri - Bercocok tanam adalah aktivitas yang saat ini banyak dilakukan masyarakat. Selain hobi, menanam aneka sayuran atau buah di pekarangan rumah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari.

Dalam berkebun, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman, salah satunya pemberian kompos. Kompos yang ditempatkan di sekitar tanaman sayuran dan bunga akan memberikan hasil yang menguntungkan.

Untuk kebutuhan kompos bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan organik di sekitar rumah. Namun, tidak semua bahan organik bisa dijadikan kompas.

Meski dapat terurai, beberapa sisa makanan atau bahan organik justru memperlambat proses pengomposan. Beberapa bahan lainnya menarik hewan pengerat atau hama lainnya. Bahkan, ada bahan organik yang dapat menginfeksi tumpukan kompos dan membantu menyebarkan penyakit.

Dilansir This is My Garden, berikut beberapa bahan yang harus dihindari saat membuat kompos:

1. Biji sayuran

Sebelum menempatkan sisa sayuran ke dalam tumpukan kompos, buang inti bijinya. Jika tidak, ratusan benih yang menempel pada inti itu akan menjadi gulma yang tumbuh di kemudian hari. Meski hampir tidak mungkin menghilangkan setiap benih dari sayuran, membuang bagian inti benih dapat memastikan kualitas kompos.

2. Tanaman tomat

Meski sebagian besar dedaunan dan tanaman taman baik untuk ditambahkan ke tumpukan kompos, tomat harus dihindari. Tanaman tomat salah satu yang paling mudah terkena penyakit baik itu hawar, jamur atau lainnya. Tomat dapat dengan mudah menularkan penyakit ke seluruh tumpukan kompos. Karena itu, penting untuk selalu menjauhkan tanaman tomat dari proses pembuatan kompos!

3. Lemak dan minyak

Menambahkan lemak atau makanan berminyak ke tumpukan kompos dapat mengundang hama bahkan hewan pengerat. Tikus mudah tertarik pada tumpukan berminyak dan berlemak. Selain itu, semua lemak dapat menyebabkan bau yang sangat tidak sedap dan dapat memperlambat proses dekomposisi tumpukan kompos. 

4. Daging

Sama seperti lemak dan minyak, daging tidak disarankan untuk pengomposan karena menjadi daya tarik bagi hama.

5 Rumput

Baca Juga: 5 Bahan Ini Harus Dihindari Saat Membuat Kompos
Indonesia akan Ekspor 120 Ton Urea ke Korsel per Tahun

Rumput merupakan salah satu bahan yang harus dihindari dalam pembuatan kompos. Bahan kimia dan herbisida dalam pupuk rumput dapat dengan mudah diteruskan ke seluruh tumpukan kompos.

Video terkait:

Video Terkait

Pembuatan Pupuk Kompos : Persyaratan, Tahapan, Serta Permasalahan Dan Solusinya

ARTIKEL DLH, KULON PROGO – Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 28 disebutkan bahwa setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

Selain itu, Perda tersebut juga memuat larangan membuang atau membakar sampah yang dapat mengakibatkan pencemaran bagi lingkungan.

Salah satu cara mengurangi dan menangani sampah adalah dengan mengolah sampah organik menjadi kompos.

Tahap-tahap dalam pengomposan adalah sebagai berikut:

  1. Menyiapkan alat dan kelengkapan [antara lain : Komposter, pengrajang, pengaduk, cetok/sekop, saringan, dan lain-lain].
  2. Menyiapkan aktivator/bumbu kompos yang dimasukkan dalam tempat tersendiri dan diletakkan dekat dengan komposter.
  3. Menyediakan bahan-bahan yang akan dikomposkan yaitu sampah organik.
  4. Melakukan pengomposan dan perawatan [penaburan aktivator/bumbu kompos atau penyiraman dan pengadukan].
  5. Pemanenan dan pemanfaatan kompos.

Syarat-syarat dalam pengomposan antara lain:

  1. Ukuran sampah organik lebih kurang 2-4 cm.
  2. Pencampuran antara sampah organik yang kering dan basah [C/N rasio lebih kurang 30 : 1].
  3. Kelembaban/kebasahan antara 50 – 60 %.
  4. Pengadukan minimal seminggu sekali [agar kontak dengan udara/oksigen].

Ciri-ciri kompos yang sudah jadi yaitu :

  1. Warna dan baunya seperti tanah
  2. Tidak panas [suhu antara 30 – 35 derajat Celcius]
  3. Apabila digenggam sedikit menggumpal tetapi remah.

Permasalahan yang sering muncul dalam pengomposan dan solusinya

  1. Apabila muncul bau, maka tambahkan bumbu kemudian aduk hingga tercampur merata.
  2. Bila ada belatung, maka taburkan bumbu dan proses pengomposan tetap dilanjutkan agar belatung tidak menjadi pupa.
  3. Jika terlalu basah, maka taburkan bumbu.
  4. Jika terlalu kering, maka tambahkan sampah basah/dapur atau siram dengan air.

Semoga bermanfaat, dan selamat mencoba. Salam Peduli Lingkungan! [Prd]

Pertanianku – Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengomposan, yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran bahan, mikroorganisme yang bekerja, kelembapan dan aerasi, suhu, dan keasaman [pH]. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat antara lain sebagai berikut.

Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat.

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu, bahan organik perlu dicacah hingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5—1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur [banyak air] kurang baik karena kelembapannya menjadi tinggi.

Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme. Dengan demikian, mikroorganisme juga akan mendapatkan bahan makanan lain selain dari bahan organik.

Dalam proses pengomposan, yang akan berperan adalah bakteri, fungi, Actinomycetes, dan protozoa. Selain itu, harus sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat.

Pada umumnya, mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembapan sekitar 40—60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut, baik secara aerobik maupun anaerobik.

Suhu optimal untuk pengomposan sekitar 30—50° C. Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian mikroorganisme. Bila suhu relatif rendah, mikroorganisme belum dapat bekerja atau berada dalam keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan. Namun, ada mikroba yang bekerja pada suhu yang relatif tinggi, yaitu 80° C, seperti Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. Kedua jenis mikroba ini digunakan sebagai aktivator dalam proses pengomposan skala besar atau skala industri, seperti pengomposan tandan kosong kelapa sawit.

Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik untuk pengomposan sekitar 6,5—7,5 [netral]. Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Beberapa aktivator yang tersedia di pasaran antara lain OrgaDec, Stardec, EM4, dan Fix–Up Plus. Semua aktivator tersebut sudah dikemas dalam berbagai ukuran yang siap dipasarkan dalam Proses pengomposan ternyata juga dapat melibatkan hewan lain [organisme makro], seperti cacing tanah yang bekerja sama dengan mikroba dalam proses penguraian. Dalam hal ini, cacing memakan bahan organik yang tidak terurai, mencampur bahan organik, dan membuat rongga-rongga udara sebagai aerasi. Kehadiran cacing tanah dapat mempercepat penghancuran bahan organik oleh mikroorganisme. Penguraian oleh mikroorganisme disebut pengomposan atau composting, sedangkan keterlibatan cacing [vermes] dalam proses pengomposan disebut vermicomposting dan hasilnya disebut casting atau kascing.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề