Di bawah ini merupakan perbedaan karakter wisatawan dewasa dan tua yaitu

32 2. Aktivitas : perlu ada rencana yang matang mengenai aktivitas wisatawan dalam menikmati kegiatan wisatanya. 3. Promosi dan teknologi : promosi yang tepat dan intensif sangat menentukan keberhasilan pengembangan suatu produk wisata. Pemanfaatan sistem information teknologi yang tepat dalam melakukan promosi akan berhasil mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya. 4. Kelembagaan : kelembagaan ini berkaitan dengan promosi yang harus dilakukan. Promosi pariwisata dapat dibuat oleh suatu lembaga swasta, lembaga yang berkait dengan promosi, dan terutama lembaga yang dapat mengakses ke calon customer atau calon wisatawan, sehingga dapat langsung di akses oleh calon wisatawan tersebut. Menurut Mathiesen dan Wall dalam Fandeli:1995 tuntutan kebutuhan orang melakukan kegiatan wisata terutama dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, dan teknologi, serta termasuk di dalamnya adalah 1. Meningkatnya pendapatan dan kemampuan daya beli yang semakin tinggi 2. Keinginan orang melepaskan diri dari tekanan hidup sehari-hari di kota, keinginan mendapatkan perubahan suasana dan memanfaatkan waktu senggang sesudah bekerja 3. Bertambahnya kemajuan-kemajuan dalam bidang transportasi mengakibatkan perjalanan lebih mudah, cepat dan nyaman, serta kemudahan-kemudahan dalam mobilitas. 33 4. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan meningkatkan pula keinginan orang untuk melihat dan memperoleh pengalaman baru mengenai masyarakat dan tempat yang ingin dikunjungi. Menurut Wahab, Crampon dan Rothfied Cooper et.al:2005, Swarbrooke dan Horner:1999, setiap wisatawan memiliki konsep perilaku pembelian dengan keunikan keputusan pembelian karena berwisata adalah kegiatan pengembalian modal tidak nyata no tangiable return on investment, berhubungan erat dengan pendapatan dan pengeluaran, tidak dipesan secara instan kecuali wisatawan bisnis dan melibatkan perencanaan keputusan. Ismayanti, 2010:25 Pada proses pemilihan perjalanan, pemasaran merupakan pemberi warna utama dan pendorong pertama hingga seseorang ingin tahu lebih banyak tentang suatu destinasi wisata. Cohen dalam Swarbrooke dan Horner 1998:86 mengidentifikasi empat jenis wisatawan seperti berikut ini. 1. Wisatawan massal kelompok atau Organised Mass Tourist, karakteristiknya adalah: a. Hanya mau membeli paket wisata ke daerah tujuan wisata terkenal atau popular. Ia memilih destinasi yang sudah berkembang dan dipromosikan melalui media massa; b. Memilih bepergian dengan rombongan dan dikelola oleh pemimpin perjalanan serta didampingi oleh pramuwisata; c. Selalu melakukan perjalanan pergi-pulang melalui jalur yang sama; dan d. Memilih jadwal perjalanan yang tetap dan sebisa-bisanya tidak terjadi perubahan acara selama berwisata. 34 Wisatawan tipe massal kelompok sangat sulit melakukan lintas budaya karena ia kurang suka bersosialisasi dengan orang baru yang asing dan dengan masyarakat setempat. 2. Wisatawan massal individu atau individual mass tourist, karakteristiknya adalah: a. Membeli paket wisata yang memberikan kebebasan berwisata; b. Kreatif merancang paket wisata sesuai dengan selera dan membuat keputusan perjalanan sendiri; c. Mirip dengan wisatawan massal kelompok, ia cenderung memiliki daerah tujuan wisata yang sudah dikenal. Namun, ia juga masih mau mencoba mendatangi daerah-daerah tujuan baru selama daerah itu bukan merupakan daerah asing; d. Bergantung pada ketersediaan fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan oleh usaha wisata; dan e. Masih berada dalam lingkungan gelembung. Hal ini membuat wisatawan dalam kelompok ini memiliki pengalaman wisata yang terbatas. Wisatawan massal individu mau melakukan lintas budaya berinteraksi dengan masyarakat setempat. Namun, ia akan sangat memilih masyarakat mana yang akan diajak berinteraksi karena ia tidak ingin salah dan mendapatkan pengalaman buruk. Ia hanya mau melakukan kontak sosial dengan budaya yang sudah dikenal atau budaya yang dianggap mirip dengan budayanya. 35 3. Penjelajah atau explorer Bagi wisatawan dalam kelompok ini, ia selalu membuat rencana perjalanan sendiri. Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas dan pelayanan dari usaha wisata cenderung lebih rendah dibandingkan jenis wisatawan kelompok dan individual. 4. Petualang dan drifter Wisatawanini selalu mencoba dapat diterima di lingkungan asing dan baru. Wisatawan ini tidak merencanakan perjalanan, tetapi ia tetap menggunakan usaha wisata dengan sistem langsung datang ke hotel atau bandar udara untuk membeli kebutuhannya. Dalam buku Ismayanti 2010:41-45, dari berbagai pengelompokan, setiap wisatawan memiliki sifat yang unik dan dapat dilihat dari berbagai pendekatan Kotler,2006 dan Cooper, 2005 diantaranya: 1. Karakteristik wisatawan berdasarkan psikografi Dalam psikografi,wisatawan dipilah-pilah berdasarkan kepribadian individu, gaya hidup dan kelas sosial a. Kepribadian, Plog dalam Cooper et.al. 2005:56 dan dalam Mclntosh dan Goeldner 2003:546 mengemukakan klasifikasi wisatawan menjadi lima sifat yang disebut psikosentrik, mendekati psikosentrik, mindsentrik, mendekati allosentrik dan allosentrik. 1 Psikosentrik, wisatawan ini biasanya memfokuskan perjalanan pada satu tema, topik dan tujuan. Ia memilih daerah wisata yang sudah dikenal dan tergolong dalam pendapatan rendah. Ia tidak hanya 36 memiliki jiwa petualang dan menuntut fasilitas yang sangat memadai, tetapi juga ia cenderung enggan melakukan lintas budaya. 2 Allosentrik, wisatawan dalam klasifikasi ini senang dengan banyak kegiatan wisata. Ia mencari perbedaan budaya dan lingkungan. Ia berasal dari pendapatan tinggi. Jiwa petualang hrus ditantang, bahkan jika harus berinteraksi dengan budaya baru, semangat wisatanya menggebu-gebu. Ia sedikit sekali memanfaatkan fasilitas wisata dn menikmati tinggal dengan masyarakat setempat. 3 Midsentrik adalah pertengahan dari allosentrik dan psikosentrik, yaitu wisatawan yang melakukan kegiatan wisata untuk relaksasi dan pleasure. 4 Mendekati psikosentrik, wisatawan yang memilii ciri mirip dengan psikosentrik yang menyukai daerah tujuan wisata yang sama untuk setiap kunjungan dan setiap berwisata harus memiliki tema tersendiri. 5 Mendekati allosentrik, wisatawan yang salah satu motivasi perjalanannya adalah berziarah keagamaan, menyukai kegiatan yang aktif dan menantang, dan lebih senang melihat teater dan mencari gaya hidup baru. b. Gaya Hidup, beberapa pakar mengelompokkan karakteristik wisatawan dengan memadukan nilai dengan gaya hidup dalam Values and Lifestyles VALS. Nilai dan gaya hidup menggambarkan pengaruh kombinasi antara kebutuhan, sikap dan keinginan terhadap sifat-sifat wisatawan. Dalam VALS, sifat wisatawan dibedakan menurut: 37 1 Kelompok yang didorong oleh kebutuhan need-driven Wisatawan dalam kelompok ini memiliki dua tipe gaya hidup yaitu gaya hidup berjuang survivor yang memiliki gaya hidup apa adanya, kenyamanan yang dicari tidak perlu maksimal tetapi tetap sesuai dengan kebutuhan. Tipe gaya hidup yang lain adalah gaya hidup bertahan sustainer yang memiliki gaya hidup bertahan yang mengikuti dan menginginkan perubahan. 2 Kelompok yang diarahkan dari luar atau outer-directed Wisatawan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Pendapat seseorang menjadi hal penting untuk menentukan pilihan wisata. Penampilannya di mata orang lain dan persepsi orang lain terhadap dirinya menjadi hal yang selalu dipertimbangkan. 3 Kelompok yang diarahkan dari dalam atau inner-directed Wisatawan dalam kelompok ini menonjolkan kepuasan dalam diri, bahkan lingkungan tidak banyak mempengaruhinya. Gaya hidup ini memiliki empat tipe gaya hidup yaitu gaya hidup saya-aku I-am-me yang mengikuti kata hati yang bisa dilihat pada saat membuat keputusan perjalanan, ia akan mendominasi keputusan bahkan harus mengikuti apa yang ia senangi. Gaya hidup coba-coba experiental yaitu wisatawan dengan sifat penasaran sehingga senang mencoba sesuatu yang baru, senang mencampurbaurkan hal-hal yang unik. Gaya hidup peduli sosial societally conscious yang mengutamakan dampak positif dari kegiatannya baik terhadap lingkungan alam 38 maupun masyarakat, baik dalam ekonomi, sosial budaya dan lingkungan fisi. Serta tipe gaya hidup kendali diri self-directed lifestyle yaitu wisatawan yang mengutamakan penghargaan emosional. Namun, tidak didorong oleh pandangan eksternal atau penghargaan material seperti uang. 4 Kombinasi gaya hidup yang diarahkan dari dalam dan dari luar Kelompok gabungan ini memiliki gaya hidup terbuka dan tertutup. Wisatawan dengan gaya hidup ini tergolong mapan dan bisa bertoleransi pada segala kondisi. c. Kelas Sosial, wisatawan bisa mengalami perubahan kelas sosial dari yang rendah menjadi ke kelas yang lebih tingga atau sebaliknya. Indonesia menggunakan penggolongan masyarakat menjadi tiga golongan sebagai berikut. 1 Kelas atas A dan A+, wisatawan dari kelas sosial atas memiliki daya beli tinggi. Pola hidupnya cenderung konsumtif, bahkan ia sering membeli ha-hal yang tidak dibutuhkan. Pola konsumsi menunjukkan gengsi. 2 Kelas menengah B dan B+, wisatawan dari kelompok ini termasuk berkecukupan namun belum bisa dikatakan mapan. Wisata pun belum menjadi kebutuhan utama tetapi wisata menjadi pilihan dalam kehidupan dan investasi. 3 Kelas Bawah C dan C+, kelompok ini merupakan golongan yang tidak berkecukupan dan tidak berkemampuan. Berwisata hanya 39 dilakukan jika memiliki dana ekstra atau dilakukan bila ada kesempatan gratis. Pilihan tempat wisata bergantung pada orang yang memberikan peluang wisata. 2. Karakteristik Wisatawan Berdasarkan Aspek Sosio-Ekonomi Klasifikasi wisatawan dibedakan berdasarkan demografi, yaitu berdasarkan usia, latar belakang pendidikan, pendapatan, jenis kelamin dan siklus keluarga. a. Usia Sifat wisatawan erat berkait dengan umur karena berdampak pada kegiatan wisata yang dilakukan. Pengelompokan usia wisatawan dapat dibagi menjadi tujuh generasi, yaitu: USIA CIRI WISATAWAN Kanak-kanak 0 – 9 tahun - dipengaruhi teknologi - individual dan ‘egosentris’ - mengharapkan kemudahan Remaja 9 – 16 tahun - interaksi sosial pada lingkungan - berkelompok dan wisata diorganisir - menyukai tantangan dan bereksperimen Anak Muda diatas 17 tahun - keterbatasan waktu wisata karena pekerjaan - ingin mengenal daerah wisata lebih mendalam - tingkat permintaan pelayanan tinggi Dewasa sekitar 24-50 tahun - tingkat penghasilan tinggi - daerah wisata tradisional kurang menarik - mengutamakan sosialisasi - wisata dengan keluarga Setengah baya wisatawan dewasan yang sangat mapan0 - awal pensiun - senang bersosialisasi - belajar dari pengalaman wisata sebelumnya Senior diatas 50 tahun - pengalaman hidup sudah banyak - Senang membayar tunai dan tawar-menawar - Mengutamakan kekeluargaan Sumber : Adaptasi dari Mili 2006 dan Kotler 2006 dalam Ismayanti 2010: 57-58 40 b. Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan erat kaitannya dengan preferensi dalam pemilihan kegiatan wisata tersendiri. Ia yang berpendidikan rendah biasanya: 1 Memiliki kemampuan dan pendapatan yang rendah sehingga ia cenderung mempunyai keterbatasan dalam pemilihan kegiatan wisata. 2 Ia bersifat pasif dan pasrah terhadap pelayanan dan fasilitas yang disediakan 3 Ia cenderung tidak fleksibel terhadap pilihan daerah wisata dan lebih tidak mampu menangani permasalahan yang tidak diharapkan. 4 Ia lebih jarang membangun hubungan dengan masyarakat setempat karena ia cenderung pemalu dan memiliki kemampuan sosial yang rendah. Sedangkan ia yang memiliki pendidikan tinggi cenderung: 1 Memiliki pendapat yang lebih tinggi dan mempunyai variasi pilihan wisata. 2 Ia berminat untuk mendalami segala sesuatu, cenderung bersikap arogan dan sulit ditangani. 3 Ia sangat fleksibel dengan perubahan dan dapat mengatasi masalah mendadak. 4 Ia lebih bersosialisasi dengan penduduk setempat dan lebih agresif. 41 5 Ia lebih banyak meminta dan memiliki standar kebutuhan yang lebih tinggi. Ia ingin fasilitas dan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan apa yang dikeluarkannya. c. Pendapatan Wisata merupakan kegiatan yang menggunakan pendapatan sisa disposable income sehingga dalam penggunaannya perlu dianggarkan. Penghasilan adalah faktor penting dalam membentuk permintaan wisata. Biaya yang dikeluarkan tidak hanya untuk perjalanan, namun juga untuk pelayanan sebelum, saat dan sesudah berwisata. Pendapatan seseorang secara umum berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan dan usia, dengan kata lain, ia yang berpenghasilan tinggi cenderung memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, dengan jenis pekerjaan yang tetap dan usia tertentu. Pengaruh pendapatan terhadap pola wisata sangat erat terutama berkaitan dengan waktu yang tersedia untuk berwisata. Wisatawan usia muda memiliki waktu wisata yang cukup banyak namun ia memiliki keterbatasan anggaran, begitu pula dengan wistawan usia tua, memiliki waktu wisata namun anggarannya terbatas. Kondisi yang ideal melakukan perjalanan wisata, yaitu wisatawan yang memiliki waktu wisata yang cukup dan anggaran wisata yang memadai. Biasa ini dialami oleh wisatawan usia muda dan usia dewasa tanpa anak. 42 d. Jenis Kelamin Identitas gender menjadi hal penting dalam melihat karakteristik wisatawan. Dalam berwisata, minat wisata antara pria dan wanita kadang kala memiliki kemiripan. Ia sama-sama menyukai sesuai yang unik dan aktif tetapi ia memiliki kekhususan yang berbeda seperti Ismayanti, 2010:61-63: 1 Wanita cenderung menyukai kegiatan wisata yang mempelajari peranan wanita dalam kebudayaan, interaksi dengan masyarakat terutama dalam tema kewanitaan menjadi hal yang menarik untuk dikupas. 2 Ia cepat berempati, mudah luluh dan tersentuh dengan keadaan. 3 Ia kurang menyukai tema-tema kekerasan dalam kebudayaan yang dicerminkan dalam tari-tarian ataupun musik. 4 Ia memperhatikan kualitas fasilitas dan pelayanan serinci mungkin, bahkan ia sering membandingkan ketersediaan fasilitas da pelayanan dengan apa yang ia dapatkan atau miliki sehari-hari. 5 Wanita lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang. Ia akan memperhitungkan secara matang, keuntungan dan kerugian dari setiap sen yang dikeluarkan. Ia tidak segan menawar ketika berbelanja. 6 Jika melakukan perjalanan dalam kelompok wisata, wanita cenderung lebih dapat menunjukkan ekspresi emosi dan merasa nyaman apabila bisa menyampaikan isi perasaannya. Namun, ia juga cepat kehilangn minat dan rasa antusias terutama berkaitan dengan kegiatan yang memang tidak disukainya. 7 Wisatawan wanita ingin selalu dimanjakan. Ia menuntut disediakan kenyamanan fasilitas dan pelayanan. Bahkan sekarang ini, hotel dengan lantai khusus wanita telah tersedia. Sedangkan pria memiliki karakteristik seperti: 1 Ia senang berlama-lama melakukan satu kegiatan wisata atau bahkan menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk suatu kegiatan. Ia bisa berolahraga seharian. Ia bisa berkendaraan seharian. 2 Ia cenderung kurang memperhatikan pengeluarannya. Ia tidak segan- segan menghabiskan uang untuk sesuatu yang memang dapat memuaskan kebutuhannya. 3 Bagi pria, menunjukkan emosi berarti bersikap tidak konsisten terhadap citra jantan sehingga ia mudah luluh atau kasihan. 4 Secara alami pria kurang bisa membaca dan mengidentifikasi emosi orang lain. Ia tidak begitu peka terhadap perasaan orang lain sehingga ketika berinteraksi dengan orang lain, ia lebih menggunakan logika daripada perasaan. 43 5 Ia memperhatikan kualitas fasilitas dan pelayanan tetapi tidak seteliti wanita. Ia lebih mudah mentolerasi setiap pelayanan dan fasilitas wisata yang diluar pengharapannya. 6 Kegiatan wisata dengan tema budaya dan alam menjadi pilihan wisatawan laki-laki. Apapun bentuk kegiatan selama sesuai dengan minat, ia tidak keberatan. Tema atau tontonan yang menunjukkan kejantanan cenderung disukai. 7 Kegiatan wisata bagi wisatawan pria adalah untuk murni bersenang- senang dan santai. Ia tidak ingin waktu wisatanya disibukkan dengan kegiatan keseharian. Wisatawan pria cenderung menikmati penuh perjalanan wisata mulai dari berangkat hingga pulang. e. Siklus Keluarga Siklus keluarga mempengaruhi sifat kegiatan wisata seseorang dan berubah sesuai dengan perjalanan kehidupan. Konsep siklus keluarga sebenarnya menggambarkan tahapan kehidupan seseorang dalam pengaruhnya terhadap ciri-ciri wisatawan. Siklus ini memberikan peluang kegiatan wisata yang beragam. Wisatawan lajang cenderung lebih banyak melakukkan kegiatan wisata di luar rumah daripada wisatawan yang sudah berkeluarga.perkawinan memberikan perubahan pada pola perjalanan wisata. 3. Karakteristik Wisatawan Berdasarkan Aspek Geografi Wisatawan dibedakan berdasarkan geografi atau wilayah asal kedatangan. Daerah asal wisatawan merupakan aspek penting dalam memahami karakteristik wisatawan karena hal tersebut berkaitan dengan kebudayaan, nilai, sikap, kepercayaan dan sistem. Wisatawan ini dipengaruhi oleh: a. Jarak ruang, daerah asal wisatawan yang jauh dari daerah-daerah lainnya akan membuat seseorang enggan melakukan perjalanan. Berwisata 44 merupakan hal yang harus dipertimbangkan dengan matang karena ia harus mengorbankan banyak waktu dan biaya. b. Arus pergerakan, pola pergerakan wisatawan di dunia dalam diamati dan terbukti bahwa arus kunjungan internasional berlangsung lebih cepat daripada arus kunjungan domestik, dikarenakan semakin besar keinginan seseorang untuk mengetahui daerah-daerah yang berbeda dengan tempat tinggalnya. c. Peluang perjalanan, globalisasi yang terjadi membuka kesempatan perjalanan tanpa batas, dimana wisatawan tidak lagi khawatir mengenai masalah visa kunjungan dan ia akan dengan leluasa bergerak ke daerah tujuan wisata yang menarik. d. Populasi, timbul kecenderungan bahwa wisatawan yang berasal dari daerah yang padat penduduk memilih berwisata ke daerah yang sepi dan sebaliknya. Hal ini dikarenakan salah satu motivasi perjalanan adalah melepaskan diri dari rutinitas dan mengunjungi daerah-daerah baru. e. Musim, masyarakat yang berdomisili dari daerah berhawa panas lebih memilih berwisata ke daerah berhawa dingin, begitupula sebaliknya. 4. Karakteristik Wisatawan Berdasarkan Pola Perjalanan Wisatawan memiliki ciri yang unik ketika ia melakukan perjalanan wisata dan dapat dibedakan berdasarkan manfaat perjalanan, tujuan kunjungan, fasilitas yang digunakan, kematangan perjalanan, tingkat loyalitas dan tingkat penggunaan. Manfaat perjalanan yang dicari oleh setiap orang beragam diantaranya karena kualitas, beberapa wisatawan mencari mutu yang 45 tinggi dan ia rela membayar berapapun untuk mendapatkan kualitas yang menurut ia memadai. Pelayanan adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memenuhi kepuasan wisatawan-perasaan dimana produk atau jasa telah mencapai harapan yang diinginkan. Wisatawan juga mengingikan manfaat ekonomis dari perjalanan wisata. ia sangat memperhitungkan keuntungan dan kerugian dari setiap keputusan perjalanan wisata. Selain itu, manfaat perjalanan yang dibutuhkan adalah kecepatan dan ketepatan, terutama dalam penyediaan jasa. Kebutuhan wisatawan dalam melakukan perjalanan juga didasari oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai keinginan wisatawan. Transportasi dan akomodasi sangat dibutuhkan dalam sebuah perjalanan. Transportasi yang bisa digunakan meliputi angkutan udara, angkutan darat dan angkutan air. Sedangkan sarana akomodasi sangat dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata, karena kegiatannya membutuhkan waktu lebih dari 1 hari. Seluruh akomodasi umumnya menyediakan jasa pelayanan penginapan yang dilengkapi dengan pelayanan makan dan minum serta jasa lain namin dalam wujud yang beragam. Perjalanan wisata merupakan kegiatan yang perlu dipersiapkan mengingat sumber dana kegiatan berasal dari pendapatan sisa sehingga wisatawan pun bisa dikelompokkan berdasarkan kematangan perjalanannya. Kematangan yang dimaksud dalam tingkat persiapannya terhadap kegiatan wisata. Wisatawan juga bisa dilihat dari tingkat loyalitas dan tingkat penggunaan pelayanan wisata. 46

E. KERANGKA BERPIKIR

Pariwisata adalah kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan dan tinggal untuk sementara waktu dengan maksud bersenang-senang, bersantai, rekreasi, atau keperluan-keperluan lainnya diluar kegiatan mencari nafkah. Pada masa ini kegiatan pariwisata telah mengalami perubahan bersamaan dengan perubahan minat dan motivasi wisatawan untuk melakukan perjalanan. Saat ini, motivasi dan minat wisatawan selalu berubah menyesuaikan perkembangan pariwisata, termasuk pengembangan wisata kuliner yang mencakup usaha jasa boga yang menjual produk makanan sebagi objek yang dapat dinikmati oleh para wisatawankonsumen. Produk makanan biasanya tersaji di restoran yang berskala tinggi hingga warung makan yang produk makanannya yang dijual lebih sederhana daripada restoran dan toko atau pusat jajanan yang khusus menjual kudapan. Banyaknya aneka ragam obyek wisata dan kuliner makanan dan minuman yang ditawarkan menyebabkan wisatawan memberikan persepsi mereka tentang hal tersebut, hal ini menyesuaikan karakter wisatawan dan pola perilaku wisatawan. Karakter wisatawan dilihat dari segi : 1 usia, 2 pendidikan, 3 jenis pekerjaan, 4 jenis kelamin, 5 asalras, dan 6 penghasilan. Sedangkan untuk pola perilaku wisatawan terhadap obyek wisata dan kuliner dilihat dari segi : 1 perolehan informasi tentang tempat wisata, 2 frekuensi kunjungan, 3 budaya jajan, 4 selera jajan dan 5 oleh-oleh. Setelah mengetahui hal-hal diatas, maka bisa diketahui bagaimana persepsi wisatawan terhadap wisata kuliner yang dinilai dari beberapa aspek, yaitu: 1 aspek harga, 2 aspek variasi, 3 aspek kualitas, 4 47 aspek penampilansuasana tempat, 5 aspek penyajian dan pelayanan, 6 aspek sarana dan prasarana, dan 7 aspek aksesibilitas. Dari ketujuh aspek ini memegang penting untuk mengetahui bagaimana persepsi wisatawan terhadap wisata kuliner. Sehingga bisa diketahui bagaimana potensi wisata kuliner di Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Untuk lebih jelasnya dibawah ini disajikan bagan alur pemikiran yang menjadi dasar penelitian ini. KOTAWARINGIN BARAT Destinasi Pariwisata Wisata Kuliner Obyek Wisata Karakteristik Wisatawan Memetakan Potensi Makanan Khas Potensi Makanan KhasKuliner Gambar 1. Bagan kerangka berpikir Studi Potensi Wisata Kuliner di Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah Wisata Alam Wisata Budaya Wisata Buatan Manusia 48

F. PENELITIAN YANG RELEVAN

Penelitian yang dilakukan oleh Fajri Kurniawan 2008, tentang “Potensi Wisata Kuliner dalam Pengembangan Pariwisata di Yogyakarta”, menunjukkan bahwa wisata kuliner memiliki potensi dalam pengembangan pariwisata di Yogyakarta. Pemerintah Yogyakarta terus berupaya melakukan pengembangan wisata kuliner, salah satu contohnya dengan diselenggarakannya kembali acara tahunan Festival Makanan Tradisional FMT ke-10. Melalui bantuan pemerintah berupa pembinaan untuk mempertahankan dan melestarikan makanan khas Yogyakarta menjadi salah satu produk unggulan. Kesimpulan yang dapat diambil bahwasannya dengan mengangkat makanan khas sebagai icon wisata, kuliner menjadi salah satu keunggulan di sector pariwisata Yogyakarta. Wisata kuliner di Yogyakarta merupakan hasil karya manusia sebagai asset budaya yang perlu di pertahankan dan dilestarikan keberadaannya guna untuk menjadi daya tarik pariwisata. Wisata kuliner mempunyai potensi besar untuk dikembangkan maka perlu penanganan dan pengelolaan lebih baik lagi dari sekaran dan dilakukan secara professional. Penelitian yang dilakukan oleh Minta Harsana dan Maria Tri Widayati 2009, yang berjudul “Persepsi Wisatawan Terhadap Wisata Kuliner di Kabupaten Sleman”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wisatawan yang datang ke sentra-sentra kuliner dan obyek wisata di Kabupaten Sleman terbanyak usia 21- 35 tahun, berstatus pelajar dan mahasiswa. Terjadi kecenderungan bahwa jenis wisata kuliner lebih banyak diminati perempuan daripada laki-laki, berasal dari wilayah DIY terutama dari wilayah Kabupaten Sleman sendiri dengan penghasilan yang bervariasi. Mayoritas wisatawan memperoleh informasi dari 49 temankeluarga, sehingga promosi yang paling efektif adalah promosi dari mulut ke mulut. Mereka kebanyakan datang bersama rombongan baik bersama keluarga, teman, maupun kelompok masyarakatinstansi, wisatawan individual masih sangat sedikit, dan rata-rata akan mengulangi kunjungannya lebih dari 1 kali. Mayoritas wisatawan belum memiliki budaya jajan dalam perjalanannya. Mereka memilih membawa bekal dari rumah dengan pertimbangan penghematan biaya dan penghematan waktu perjalanan. Hidangan ikan, sotobakso, gudeg dan ayam, serta minuman teh dan jeruk merupakan makanan dan minuman yang menjadi favorit wisatawan yang berkunjung. Sebagai oleh-oleh, buah salak segar masih menjadi favorit. Wisatawan menjadikan komponen harga menjadi mayoritas utama pemilihan tempat makan. Dari semua penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Sleman sangat layak dikembangkan sebagai tujuan wisata kuliner. Penelitian yang dilakukan oleh Maria Tri Widayati dan Minta Harsana 2007, yang berjudul “Pengembangan Taman Kuliner Condong Catur Sebagai Tujuan Wisata Kuliner di Kabupaten Sleman”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Taman Kuliner Condong Catur memiliki potensi wisata kuliner yang besar yang dapat dikembangkan sebagai tujuan wisata kuliner. Namun kurangnya variasi menu, suasana yang kurang nyaman karena sangat panas, tidak ada makanan khas, performance pedagang, sedikitnya jumlah kios yang buka, sulitnya mencari sponsor penyelenggara event menjadi kendala utama yang menghambat. Sementara masyarakat pedagang dan wisatawanpengunjung memberikan apresiasi yang sangat bagus dan sangat mendukung terhadap pengembangan Taman Kuliner Condong Catur sebagai tujuan wisata kuliner di Kabupaten