Dibawah ini yang bukan faktor penghambat penumpasan DI/TII di Jawa Barat adalah

KOMPAS.com - Pemberontakan DI/TII terjadi di beberapa daerah, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. 

Kahar Muzzakar memimpin pemberontakan DI/TII di daerah Sulawesi Selatan, Amir Fatah memimpin pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, Kartosuwiryo memimpin pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, dan DI/TII Aceh dipimpin Daud Beureueh. 

Seluruh upaya perlawanan mereka akhirnya dikalahkan pemerintah. Berikut upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di berbagai daerah.

Baca juga: Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Penyebab terjadinya gerakan DI/TII di Jawa Tengah dimulai dari adanya perubahan situasi politik di daerah Tegal-Brebes karena penandatangan Perjanjian Renville. 

Dalam perjanjian tersebut disebutkan satu pasal yang berisi bahwa semua kekuatan pasukan RI yang ada di daerah pendudukan Belanda harus ditarik dan ditempatkan di daerah RI. 

Oleh sebab itu, pasukan RI harus meninggalkan daerahnya, salah satunya Pekalongan yang sudah dikuasai Belanda. 

Akan tetapi, tidak untuk pasukan RI uang ada di Brebes dan Tegal. Mereka tidak meninggalkan daerahnya. 

Para pejuang di Brebes dan Tegal masih bertahan dan berupaya menyusun strategi untuk melakukan perlawanan. 

Mereka kemudian melakukan operasi militer Gerakan Antareja Republik Indonesia (GARI) dan Gerilya Republik Indonesia (GRI).

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah ini dipimpin oleh Amir Fatah. 

Amir Fatah bersama pasukannya menyerang para TNI dan beberapa desa, yaitu Desa Rokeh Djati dan Pagerbarang.

Untuk melemahkan kekuatan Amir Fatah dan pasukannya, upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dilakukan dengan membentuk Gerakan Banteng Nasional (GBN).

GBN dipimpin oleh Letnan Kolonel Sarbini, Letkol Bachrum, dan Letkol Ahmad Yani.

Akhirnya, tanggal 22 Desember 1950, pasukan DI/TII di Jawa Tengah berhasil ditangkap di Desa Cisayong, Tasikmalaya, begitu juga dengan Amir Fatah yang kemudian dipenjara selama dua tahun. 

Baca juga: Pemberontakan DI/TII di Aceh

Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat 

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949. 

Terjadinya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat didasari oleh rasa tidak puas dari Kartosuwiryo terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang waktu itu dibayang-bayangi kehadiran Belanda. 

Awal tahun 1948, Kartosuwiryo pun bertemu dengan Panglima Laskar Sabilillah dan Raden Oni Syahroni, di mana ketiga tokoh ini menentang Perjanjian Renville karena dianggap tidak melindungi warga Jawa Barat.

Wujud penolakannya tersebut ditunjukkan dengan membentuk Negara Islam Indonesia (NII) yang dipimpin Kartosuwiryo.

Setelah NII, ia membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) untuk memerangi pasukan TNI agar dapat memisahkan diri dari Indonesia. 

Hal ini yang menjadi awal terjadinya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan melebar ke daerah-daerah lainnya. 

Untuk menanggulangi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, pemerintah mengeluarkan peraturan No. 59 Tahun 1958 yang berisi tentang penumpasan DI/TII.

Upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilakukan dengan menurunkan pasukan Kodam Siliwangi dan menerapkan taktik Pagar Betis. 

Taktik Pagar Betis dilakukan menggunakan tenaga rakyat dengan jumlah ratusan ribu untuk mengepung tempat persembunyian DI/TII. 

Selain itu, Kodam Siliwangi juga melakukan operasi lain, yaitu Operasi Brata Yudha. 

Operasi Brata Yudha bertujuan untuk menemukan tempat persembunyian Kartosuwiryo.

Kartosuwiryo pun berhasil ditemukan oleh Letda Suhanda, pemimpin Kompi C Batalyon 328 Kujang II/Siliwangi.

Baca juga: Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

Tahun 1950, terjadi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.

Kahar Muzakkar memimpin pemberontakan DI/TII di daerah Sulawesi Selatan bersama kelompok gerakan bernama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). 

Pada 20 Januari 1952, Kahar Muzakkar memutuskan untuk bergabung bersama DI/TII.

Kemudian, tanggal 7 Agustus 1953, ia mengumumkan bahwa Sulawesi Selatan dan sekitarnya merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia. 

Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan yang dipimpin Kahar Muzakkar didasari dengan rasa kecewanya karena banyak anggota KGSS yang ditolak menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). 

Kahar Muzakkar melakukan pemberontakan dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi tahun 1950-1952 dan tahap kedua berlangsung sejak 1953 hingga 1965. 

Sebagai tindak lanjut dari pemberontakan yang dilakukan Kahar Muzakkar, pemerintah pusat pun mengirimkan operasi militer ke Sulawesi Selatan. 

Akhirnya, Februari 1965 Kahar Muzakkar ditembak mati. 

Baca juga: Pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan

Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Aceh

Pemberontakan DI/TII di Aceh terjadi pada 20 September 1953 dipimpin oleh Daud Beureueh.

Pemberontakan DI/TII di Aceh ini terjadi karena adanya pernyataan proklamasi mengenai berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di bawah imam besar Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Selain itu, Daud Beureueh juga merasa kesal karena pada 1948, Presiden Soekarno pernah berjanji bahwa Aceh boleh menerapkan syariat Islam dan tetap menjadi provinsi di Indonesia.

Namun, karena merasa dibohongi, Daud memantapkan diri untuk melancarkan pemberontakan DI/TII.

Tujuan Daud melancarkan pemberontakan yaitu menuntut diberikannya hak otonom untuk Aceh.

Melihat peristiwa ini, pemerintah pun melakukan upaya penumpasan pemberontakan DI/TII di Aceh melalui upaya militer dan diplomasi.

Operasi Militer dilakukan dengan melangsungkan Operasi 17 Agustus dan Operasi Merdeka.

Sedangkan upaya diplomasi dilakukan dengan mengirim utusan ke Aceh untuk berbincang dengan Daud Beureueh. 

Pemberontakan Di/TII di Aceh akhirnya dapat diselesaikan dengan cara damai, di mana pemerintah pusat memutuskan untuk memberikan hak otonomi kepada Aceh sebagai provinsi yang disebut Daerah Istimewa Aceh dan diperbolehkan menerapkan syariat Islam.

Tanggal 18-22 Desember 1962 dilangsungkan upacara besar bernama Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh (MKRA) di Aceh sebagai tanda perdamaian. 

Referensi: 

  • Dijk, C. van Cornelis. (1981). Rebeliion under the banner of Islam: The Darul Islam in Indonesia. Den Haag: M. Nijhoff.
  • Kepustakaan Populer Gramedia. (2011). Daud Beureueh: Pejuang Kemerdekaan yang Berontak. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
  • Agung, Ide Anak. (1991). Renville. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. hlm 71.
  • Dijk, Van. (1995). Darul Islam: Sebuah Pemberontakan. Jakarta: Pustaka Utama Graffiti. hlm 127. 
  • Soraya dan Abdurakhman. (2019). Jalan Panjang Penumpasan Pemberontakan DI/TII Jawa Barat 1942-1962. Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Dibawah ini yang bukan faktor penghambat penumpasan DI/TII di Jawa Barat adalah

Pemberontakan DI/TII- Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah kelompok Islam di Indonesia yang bertujuan untuk pembentukan negara Islam di Indonesia. Ini dimulai pada 7 Agustus 1942 oleh sekelompok milisi Muslim, dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim radikal, yang bernama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Kelompok ini mengakui syariat islam sebagai sumber hukum yang valid. Gerakan ini telah menghasilkan pecahan maupun cabang yang terbentang dari Jemaah Islamiyah ke kelompok agama non-kekerasan. Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Hal ini sesuai Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada 22 Juli 1995.

Langsung saja inEdukasi.com akan menjelaskan latar belakang, tujuan awal, sejarah, pelaksanaan, upaya penumpasan dan fator penghambat.

Latar Belakang

Berikut ini adalah latar belakang secara umum terjadinya DI/TII.
  1. Kekecewaan Kartosuwiryo terhadap perjanjian Renville.
  2. Adanya kekosongan kekuasaan militer di Jawa Barat lalu dimanfaatkan Kartosuwiryo untuk memproklamasikan berdirinya Negara Islam di Indonesia.
  3. Perjuangan Kartosuwiryo bermula dari upaya gagasan ingin menggunakan Islam sebagai dasar negara.
Dibawah ini yang bukan faktor penghambat penumpasan DI/TII di Jawa Barat adalah
Masa Pemerintahan Belanda 

Tujuan Awal

  • Untuk menentang penjajah Belanda di Indonesia.
  • Adanya keinginan mendirikan negara Islam.

Sejarah

Berikut ini adalah beberapa kejadian penting selama terbentuknya DI/TII yang dianggap sebagai sejarah terbentuknya DI/TII
  • Masa pendudukan Jepang Kartosuwiryo menjadi sekretaris Partai Masyumi di Jawa Barat.
  • tahun 1942 mengeluarkan idemendirikan NII di Pesantren Sulfah Malangbong dengan pasukan Hisbullah dan Sabillah.
  • Setelah Ageresi Militer 1 pada 14 Agustus 1987 menyatakan perang sabil terhadap Belanda.
  • Pada tahun 1948 di Konforensi Cisayong memutuskan mengubah gerakan dari kepartaian menjadi partai kenegaraan.

Upaya Penumpasan

Meski pun cukup sulit namun akhirnya dapat ditumpas oleh pemerintah RI. Berikut adalah kutipan hari-hari penting ditumpasnya pemberontakan DI/TII.
  • 25 Januari terjadi kontak senjata antara TNI dengan DI/TII saat pasukan Divisi Siliwangi  melakukan hijrah ke Jawa Tengah.
  • 27 Agustus 1949 diadakan operasi militer dengan taktik PAGAR BETIS .
  • Jalan damai.

Faktor Penghambat penumpasan

Mungkin banyak yang bertanya mengapa mendirikan negara Islam pada masa itu dilarang? Bukankah menjalankan syari'at Islam adalah hal yang wajib sesuai dengan isi Piagam Jakarta 22 Juli 1945 ? Benar. Mungkin secara sekilas penuntutan menjadikan NKRI menjadi negara islam tidak masalah. Tapi dengan mengubah dasar negara dari Pancasila menjadi dasar yang sesuai syari'at Islam itulah yang mungkin jadi inti pokok permasalahannya. Mungkin karna mayoritas penduuduk Indonesia yang beragama islam, tentu banyak yang mendukung rencana Kartosuwiryo ini.

Baiklah inEdukasi.com akan memberi jawaban secara singkat faktor yang menjadi penyebab penghambat dalam penumpasan pemberontakan ini.

  • Tempat tinggal
  • Penduduknya banyak
  • Politik
  • Ekonomi memburuk
  • keamanan belum stabil.

Setelah membahas sekilas secara umum mengenai pemberontakan DI/TII, kali ini inEdukasi.com akan membahas secara spesifik tentang pemberontakan di berbagai daerah yang berkaitan DI/TII. Berikut ini adalah penjelasan beberapa pemberontakan DI/TII di berbagai daerah.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Dibawah ini yang bukan faktor penghambat penumpasan DI/TII di Jawa Barat adalah
S. M. Kartosuwiryo, pimpinan DI/TII di Jawa Barat

Diantara banyak pemberontakan di Indonesia, DI/TII menjadi salah satu pemberontakan besar yang diakui negara sebagai pemberontakan besar yang sangat merugikan negara. Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat yang didirikan oleh Soekarmadji Maridjan Kartosuwiryo yang dipandang sebagai seorang tokoh partai Islam pada masa pendudukan Jepang, tepatnya Partai Masyumi. Beliau juga terpilih menjadi Komisaris Jawa Barat merangkap Sekretaris I.

Selama hidupnya, Kartosuwiryo selalu bercita-cita ingin mendirikan negara Islam. Dan langkah pertamanya di mulainya dari mendirikan sebuah Pesantrem yang terletak di Malangbong, Garut. Pesantren tersebut diberi nama Pesantren Sufiah. Selain menjadi tempat menimpa ilmu keagamaan, tempat itu juga digunakan sebagai pelatihan kemiliteran Fisbullah dan Sabillah.

Tepat pada 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dengan itu mereka leluasa mendirikan Tentara Islam Indonesia dengan menguasai pegunungungan sekitar karena saat itu TNI hijrah ke Jawa Tengah. Sekitar empat ribu pasukan Hisbullah-Sabillah mampu menguasi medan pertempuran.

Menanggapi masalah serius, awalnya pemerintah menempuh jalan damai sebagai pilihan pertama. Dengan melibatkan Ketua Masyumi yang bernama Moh. Natsir. Namun usaha tersebut sia-sia.

Meski pun sudah berulang kali gagal, namun pada akhirnya Kartosuwiryo dapat dilumpuhkan pada tanggal 4 Juni 1965 di Gunung Geber, Majalaya oleh pasukan resmi Indonesia, Divisi Siliwangi dalam operasi Barata Yudha. Setelah ditangkapnya Kartosuwiryo, berakhirlah DI/TII di Jawa Barat.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Latar Belakang :

  1. Akibat persetujuan Renville daerah Pekalongan-Brebes-Tegal ditinggalkan

Setelah berakhirnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, muncullah gerakan baru di daerah lain. salah satunya di Jawa Tengah. Gerakan ini dipimpin oleh Amir Fatah. Beliau terkenal sebagai Komandan Laskar Hisbullah di Mojokerto, Jawa Timur. Ia juga bergabung dengan TNI lalu masuk di Batalyon 52 yang dipimpin Mayor Moh. Bachrin di Wonosobo.

Seiring berjalannya waktu Balityon bisa terpengaruh oleh Amir Fatah sehingga bertambahnya pengikut Amir Fatah. Setelah merasa memiliki banyak pengikut yang dianggapnya kuat, pada tanggal 23  Agustus 1949 di Desa Pangarasan, Tegal dan menyatakan diri bergabung Kartosuwiryo.

Dibawah ini yang bukan faktor penghambat penumpasan DI/TII di Jawa Barat adalah

Akibatnya ada pemerintahan ganda di Brebes-Tegal yang membuat bingung rakyat sekitar. Apalagi setelah pasukan Amir Fatah mulai menyerang pusat-pusat TNI dan Brimob.

Masih satu daerah dengan Jawa Tengah, di Kebumen terdapat aksi yang masih satu aliran darah dengan DI/TII yang dipimpin yang dipimpin oleh Mohammad Mahfudh Abdulrachman (Kiai Somalangu). Gerakan ini juga disebut gerakan yang kuat karna mendapat dukungan dari Batalyon 423 dan Baltyon 426 yang ada di Kedu dan Magelang.

Untuk menupas gerakan itu, pemerintah membentuk pasukan baru yang diberi nama Banteng Raiders di Kebumen, Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) di bawah Letkol Sarbini menumpas DI/TII di Berbes Tegal. Akhirnya melalui operasi Guntur tahun 1954 gerakan mereka dilumpuhkan oleh TNI.

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

Kahar Muzakar menghimpun dan memimpin bekas pejuang kemerdekaan serta laskar-laskar dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Ia tekenal sebagai Komandan Tentara Republik Indonesia (TRI) Persiapan Resimen Hasanuddin yang bermarkas di Yogyakarta. Ia pulalah, bersama Andi Matalata dan M. Saleh Lahade yang merintis pembentukan TRI di Sulawesi. Pada tanggal 30 April 1950 ia mengirim surat kepada pemerintah dan pimpinan APRIS yang berisi tuntutan agar semua anggota KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Namun tuntutan ini ditolak oleh pemerintah karena demi profesionalisme angkatan perang, pemerintah menerapkan seleksi yang ketat. Hanya yang lulus penyaringan yang bisa diterima sebagai anggota APRIS. Ada dua solusi yang ditawarkan pemerintah, yaitu menyalurkan eks gerilyawan itu ke dalam Korps Cadangan Nasional dan memberi pangkat acting Letnan Kolonel kepada Kahar Muzakar. Namun, saat akan dilantik tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar bersama anak buahnya melarikan diri ke hutan dengan membawa peralatan dan senjata yang baru didapatkannya. Pada tahun 1952 ia menyatakan daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari NII pimpinan Kartosuwirjo.

Penguasaan medan dan dukungan persenjataan membuat gerakan Kahar Muzakar sulit dijinakkan. Akhirnya, setelah lebih kurang 14 tahun bergerilya Kahar Muzakar berhasil ditangkap pada bulan Februari 1965 oleh pasukan Divisi Siliwangi. Gerakan Kahar Muzakar praktis bisa dipadamkan setelah pembantu utamanya Gerungan juga berhasil ditangkap pada bulan Juli 1965.

Pemberontakan DI/TII di Aceh

Meski dilumpuhkan berkali-kali DI/TII masih saja muncul bagai virus kanker yang bilamana dilenyapkan berganti, menjalar ke tempat lain dan semakin parah.  Setelah DI/TII di Jawa berhasil ditumpas, beralihlah gerakan DI/TII di pulau Sumatera, tepatnya di Aceh.

Semua orang tau, Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Dikenal Serambi Mekkah karena Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Tak heran bila Aceh ikut bergabung dalam DI/TII pimpinan Kartosuwiryo.

Muncullah gerakan Mohamad Daud. Pria yang lahir pada 17 September 1899 di Dusun Beureuh, Aceh, Pidie. Banyak orang mengenalnya sebagai Daud Beureuh. Dan pada tanggal 21 September 1953 ia memproklamasikan bahwa Aceh bagian dari DI/TII.

Latar belakang gerakan ini adalah

  • Aceh tidak mau digabungkan menjadi satu provinsi dengan Sumatera Utara
  • Menuntut otonomi daerah
  • Pertentangan antar golongan
  • Adanya perbedaan antara para ulama dengan kaum adat
  • Tidak lancarnya mobilisasi dan modernisasi daerah
  • Kurang memperhatiakn tingkat kesejahteraan rakyat  di Aceh
  • Hasil sumber daya di Aceh 
Pelaksanaan
  1. Pada tanggal 20 September 1953 Tengku Daud Beueruh memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan Kartosuwiryo
Penumpasan
  • Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombinasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah yang diprakasai PanglimaKodam I Iskandar Muda Kolonel M. Yasin berhasil dilaksanakan MUSYAWARAH KERUKUNAN RAKYAT ACEH tanggal 17-28 Desember 1962 keamanan di daerah Aceh pulih kembali.
  • Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Benteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini.

Namun, pada tanggal 8 Agustus 1950 Dewan Menteri RIS memutuskan bahwa wilayah Indonesia terbagi menjadi sepuluh daerah provinsi. Dan salah satu dari sepuluh daerah itu, Provinsi Aceh dilikuidasi menjadi satu kesatuan di dalam Provinsi Sumatra Utara.

Rakyat Aceh yang mempunyai andil besar saat-saat awal berdirinya Republik Indonesia pun melawan. Apalagi janji penerapan syariat Islam yang pernah diucapkan Presiden Ir. Soekarno saat berkunjung ke Aceh tanggal 16 Juni 1949, tidak pernah ditepati. Hal itulah yang membuat rakyat Aceh marah dan melakukan banyak penuntutan.

Daud Beureueh sendiri akhirnya mau turun gunung dan mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh tanggal 17–28 Desember 1962. Pergolakan mulai surut setelah Daud Beureueh kembali ke tengah-tengah masyarakat.

Kalimantan Selatan

Pimpinan Latar belakang
  1. Tidak puas terhadap kebijaksanaan mendemobilisasi mantan pejuang gerilya dan merasionalisasi anggota TNI
  2. Tidak puas atas keputusan KMB bahwa tanggung jawab militer diserahkan pada APRIS
  3. Ketentuan UU Darurat No. 4 / 1950 yang menerima di APRIS adalah Warga negara RIS bekas Angkatan perang

Pelaksanaan

  • Di daerah Kalimantan Selatan, Ibnu Hajar beserta dengan pasukan yang diberi nama kesatuan

Upaya penumpasan
  1. Ibnu Hajar berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman tgl 22 Maret 1965
  2. Ibnu Hajar tidak mau menyerah maka pemerintah terpaksa mengambil tindakan tegas guna menumpas gerombolan Ibnu Hajar


Page 2