Firman Allah swt Ayat 82 Surat al qasas menjelaskan kepada kita bahwa akhirnya harta Qarun

[Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu] dalam waktu yang singkat [mereka berkata, "Aduhai! Benarlah Allah melapangkan] yakni meluaskan [rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan membatasinya] menyempitkannya bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya. Lafal Way adalah Isim Fi'il yang artinya aku sangat kagum, dan huruf Kaf mempunyai makna huruf Lam. Maksudnya, aku sangat takjub karena sesungguhnya Allah melapangkan dan seterusnya [kalau Allah tidak melimpahkan harunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita pula] dapat dibaca Lakhasafa dan Lakhusifa [Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari."] nikmat Allah seperti Karun tadi.

Tafsir Surat Al-Qasas: 81-82 Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang [yang dapat] membela [dirinya]. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata, 'Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita [pula]. Aduhai, benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari [nikmat Allah]. Setelah menceritakan keangkuhan Qarun dengan perhiasan yang dikenakannya dan bangga dirinya terhadap kaumnya serta sikapnya yang kelewat batas terhadap mereka, maka Allah menyebutkan bahwa sesudah itu Dia membenamkan Qarun berikut rumahnya ke dalam bumi. Hal ini diterangkan di dalam hadis sahih yang ada pada Imam Bukhari melalui riwayat Az-Zuhri, dari Salim; ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tatkala seorang lelaki sedang menyeret kainnya [dengan penuh kesombongan], tiba-tiba ia dibenamkan [ke dalam bumi], maka dia terus amblas ke dalam bumi sampai hari kiamat. Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya pula melalui hadis Jarir ibnu Zaid, dari Salim, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. dengan teks yang semisal. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Ismail Abul Mugirah Al-Qas, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika seorang lelaki dari kalangan orang yang terdahulu sebelum kalian keluar dengan memakai dua lapis kain burdah berwarna hijau dengan langkah yang angkuh, maka Allah memerintahkan kepada bumi [untuk membenamkannya]. Lalu bumi menelannya dan ia terus terbenam ke dalam bumi sampai hari kiamat. Hadis diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Ahmad dengan predikat yang hasan. Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Mansur, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim, bahwa ia pernah mendengar Ziad An-Numairi menceritakan hadis berikut dari sahabat Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian keluar dengan memakai kain burdah dua lapis dan melangkah dengan penuh keangkuhan, maka Allah memerintahkan kepada bumi [untuk membenamkannya], lalu bumi menelannya dan ia terbenam ke dalam bumi sampai hari kiamat. Al-Hafiz Muhammad ibnul Munzir menyebutkan di dalam kitabnya yang berjudul Al-Aja'ibul Garibah berikut sanadnya dari Naufal ibnu Masahiq yang menceritakan bahwa ia pernah melihat seorang pemuda di dalam masjid Najran. Maka ia memandang pemuda itu dengan pandangan yang kagum karena tubuh pemuda itu tinggi, perawakannya tegap lagi tampan. Pemuda itu menanyainya, "Mengapa engkau selalu memandangku." Naufal ibnu Masahiq menjawab, "Aku kagum dengan ketampanan dan penampilanmu yang menarik." Lalu pemuda itu berkata, "Sesungguhnya Allah benar-benar kagum kepadaku." Naufal ibnu Masahiq mengatakan bahwa ia melihat pemuda itu kian kecil sehingga tingginya tinggal sejengkal. Maka salah seorang kerabatnya menangkapnya dan memasukkannya ke dalam saku bajunya, lalu membawanya pergi. Disebutkan dalam suatu kisah bahwa penyebab kebinasaan Qarun adalah karena doa Nabi Musa a.s. Akan tetapi, latar belakangnya masih diperselisihkan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan As-Saddi, bahwa Qarun mengupah seorang wanita tuna susila dengan imbalan harta yang banyak agar wanita itu membuat suatu kedustaan terhadap Musa a.s di hadapan para pemuka kaum Bani Israil, saat Nabi Musa a.s. sedang berdiri di kalangan mereka membacakan Kitabullah kepada mereka. Lalu wanita tuna susila itu berkata, "Hai Musa, sesungguhnya kamu pernah berbuat anu dan anu [mesum] dengan diriku." Setelah wanita itu mengucapkan pernyataan tersebut di hadapan para pemuka Bani Israil, tubuh Musa a.s. bergetar karena takut, lalu ia mendatangi wanita itu sesudah salat dua rakaat, dan bertanya kepadanya, "Aku meminta kepadamu dengan nama Allah yang telah membelah laut dan menyelamatkan kalian dari Fir'aun serta yang telah melakukan banyak mukjizat, sudilah kiranya engkau menjelaskan kepadaku tentang penyebab yang mendorongmu berani mengucapkan hal tersebut terhadap diriku." Wanita itu menjawab, "Karena engkau telah meminta kepadaku dengan mendesak, maka aku jelaskan bahwa sesungguhnya Qarunlah yang telah memberi aku upah agar aku mengatakan hal tersebut kepadamu, dan sekarang aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya." Saat itu juga Musa menyungkur bersujud kepada Allah Swt. dan memohon kepada-Nya sehubungan dengan fitnah yang dilancarkan oleh Qarun. Maka Allah menurunkan wahyu-Nya yang menyatakan, "Aku telah memerintahkan kepada bumi agar ia tunduk kepada perintahmu." Lalu Musa memerintahkan kepada bumi untuk menelan Qarun berikut rumah dan harta bendanya, maka semuanya amblas ke dalam bumi. Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya ketika Qarun keluar memamerkan dirinya di mata kaumnya dengan segala perhiasan yang dipakainya seraya menunggang begal merahnya, sedangkan semua pelayannya memakai pakaian yang sama dengannya, yaitu pakaian yang mewah di masa itu. Lalu ia dan iringannya itu melalui majelis Nabi Musa a.s. yang saat itu sedang memberikan peringatan kepada kaum Bani Israil akan kekuasaan-kekuasaan Allah. Tatkala orang-orang Bani Israil melihat Qarun, maka wajah mereka berpaling ke arahnya dan pandangan mereka tertuju kepada Qarun dan kemewahannya. Maka Musa memanggil Qarun dan bertanya kepadanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Qarun menjawab, "Hai Musa, ingatlah jika engkau diberi keutamaan di atasku berkat kenabian, maka sesungguhnya aku pun mempunyai kelebihan atas dirimu berkat harta yang kumiliki. Dan sesungguhnya jika kamu suka, marilah kita keluar dan marilah engkau berdoa untuk kebinasaanku dan aku pun berdoa [pula] untuk kebinasaanmu." Maka Musa dan Qarun berangkat keluar dari kalangan kaumnya, lalu Musa a.s berkata, "Apakah engkau dahulu yang berdoa ataukah aku?" Qarun menjawab, "Tidak, akulah yang lebih dahulu berdoa." Maka Qarun berdoa tetapi tidak diperkenankan. Musa berkata, "Sekarang giliranku." Qarun menjawab, "Ya." Lalu Musa berdoa, "Ya Allah, perintahkanlah kepada bumi agar taat kepada perintahku hari ini." Selanjutnya Musa berkata, "Hai bumi, benamkanlah mereka [Qarun dan para pelayannya]." Maka bumi membenamkannya sampai sebatas telapak kaki mereka. Musa berkata lagi, "Benamkanlah mereka," maka bumi membenamkannya sampai sebatas lutut mereka. Musa berkata, "Benamkanlah mereka," maka bumi membenamkannya sampai batas pundak mereka. Kemudian Musa berkata, "Bawakanlah perbendaharaan harta mereka," maka bumi membawakan semua harta benda mereka sehingga mereka dapat melihatnya. Lalu Musa a.s. berisyarat dengan tangannya dan berkata, "Pergilah kamu semua, hai Bani Levi," maka bumi menelan mereka semuanya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa bumi menelan mereka sampai hari kiamat. Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa bumi membenamkan mereka setiap harinya sedalam tinggi tubuh mereka, maka mereka terus-menerus tenggelam ke dalam bumi sampai hari kiamat. Sehubungan dengan kisah ini banyak riwayat yang bersumber dari kisah israiliyat yang aneh-aneh, tetapi kami tidak menganggapnya. Firman Allah Swt.: Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang [yang dapat] membela [dirinya]. [Al-Qashash: 81] Artinya, harta benda yang mereka kumpulkan itu juga pelayan-pelayannya serta para pembantunya tidak dapat memberi pertolongan kepadanya, tidak dapat pula membelanya dari siksa dan azab Allah serta pembalasan-Nya. Qarun pun tidak dapat membela dirinya sendiri, serta tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya. Firman Allah Swt.: Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu. [Al-Qashash: 82] Yakni orang-orang yang menginginkan hal seperti yang diperoleh Qarun yang bergelimang dengan perhiasannya saat mereka melihatnya. Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. [Al-Qashash: 79] Tetapi setelah Qarun dibenamkan, mereka mengatakan: Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. [Al-Qashash: 82] Maksudnya, harta benda itu bukanlah merupakan pertanda bahwa Allah rida kepada pemiliknya. Karena sesungguhnya Allah memberi dan mencegah, menyempitkan dan melapangkan, dan merendahkan serta meninggikan. Apa yang ditetapkan-Nya hanyalah mengandung hikmah yang sempurna dan hujah yang kuat, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan melalui Ibnu Mas'ud: Sesungguhnya Allah membagi akhlak di antara kalian sebagaimana Dia membagi rezeki buat kalian. Dan sesungguhnya Allah memberi harta kepada orang yang Dia cintai, juga orang yang tidak dicintainya; tetapi Dia tidak memberi iman kecuali hanya kepada orang yang Dia sukai saja. Firman Allah Swt.: kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita [pula]. [Al-Qashash: 82] Yakni seandainya tidak ada belas kasihan Allah dan kebaikan-Nya kepada kita tentulah Dia membenamkan kita ke dalam bumi sebagaimana Qarun dibenamkan, sebab kami pernah mengharapkan hal yang semisal dengan Qarun. Aduhai, benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari [nikmat Allah]. [Al-Qashash: 82] Mereka bermaksud bahwa Qarun adalah orang kafir, dan orang kafir itu tidak akan beruntung di hadapan Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Ulama Nahwu berselisih pendapat sehubungan dengan makna lafaz dalam ayat ini. Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa maknanya ialah 'celakalah, ketahuilah olehmu bahwa'; tetapi bentuknya di- takhfif. Pendapat yang lain mengatakan waika, dan harakat fathah yang ada pada an menunjukkan ada lafaz i'lam yang tidak disebutkan. Pendapat ini dinilai lemah oleh Ibnu Jarir. Tetapi pada lahiriahnya pendapat ini kuat dan tidak mengandung kemusykilan, melainkan hanya dari segi penulisannya saja di dalam mus-haf, yaitu berbentuk muttasil. Sedangkan masalah penulisan merupakan masalah idiom dan rujukannya adalah bersumber kepada bahasa Arab. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah sama dengan alam tara [tidakkah kamu perhatikan], demikianlah menurut Qatadah. Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah wai dan ka-anna secara terpisah; wai bermakna ta'ajjub atau tanbih, sedangkan ka-anna bermakna azunnu atau ahtasibu. Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Qatadah, yaitu bermakna alam tara [tidakkah engkau perhatikan]."

Dan orang-orang yang kemarin mengangan-angankan dengan penuh harapan untuk mendapatkan kedudukan seperti kedudukan yang dira-ihnya itu mengulang-ulang kata-kata penyesalan setelah mereka merenungi apa yang menimpa Karun. Mereka berkata, 'Aduhai, benarlah kiranya Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, baik yang mukmin maupun yang kafir, pandai atau tidak, mulia atau hina. Dan sebaliknya, Allah membatasi dan menyempitkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Sekiranya Allah tidak melimpahkan karunia-Nya pada kita, berupa petunjuk kepada keimanan dan menjaga kita dari keterjerumusan dalam kesesatan dan kesombongan, tentu Dia telah membenamkan kita pula sebagaimana dialami oleh Karun. Aduhai, benarlah kiranya tidak akan beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah, baik di dunia maupun di akhirat kelak. '83. Begitulah akhir kisah Karun yang binasa karena keangkuhannya. Kebahagiaan yang hakiki, yaitu di akhirat kelak, tidak akan diperoleh oleh orang seperti Karun. Kenikmatan negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dengan kekuasaan yang dimilikinya dan tidak berbuat kerusakan di bumi dengan melakukan kemaksiatan dan kejahatan. Dan kesudahan yang baik itu, yaitu surga, hanya bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang kalbunya penuh dengan keimanan karena rasa takut kepada Allah, sehingga mereka melakukan apa yang diridai Allah.

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang semula bercita-cita ingin mempunyai kedudukan dan posisi terhormat seperti yang pernah dimiliki Karun, dengan seketika mengurungkan cita-citanya setelah menyaksikan azab yang ditimpakan kepada Karun. Mereka menyadari bahwa harta benda yang banyak dan kehidupan duniawi yang serba mewah, tidak mengantarkan mereka pada keridaan Allah. Dia memberi rezeki kepada yang dikehendaki-Nya, dan tidak memberi kepada yang tidak dikehendaki. Allah meninggikan dan merendahkan orang yang dikehendaki-Nya. Kesemuanya itu adalah berdasarkan kebijaksanaan Allah dan ketetapan yang telah digariskan-Nya. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa Allah telah memberikan kepada manusia watak masing-masing sebagaimana Dia telah membagi-bagikan rezeki di antara mereka. Sesungguhnya Allah itu memberikan harta kepada orang yang disenangi, dan tidak menganugerahkan iman kecuali kepada orang yang disenangi dan dikasihi-Nya. Mereka merasa memperoleh karunia dari Allah karena cita-cita mereka belum tercapai. Andaikata sudah tercapai, tentu mereka dibenamkan juga ke dalam bumi sebagaimana yang telah dialami Karun. Pengertian mereka bertambah mantap bahwa tidak beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah, mendustakan rasul-Nya, dan pahala yang dijanjikan di akhirat bagi orang yang taat kepada-Nya. Mereka akan dimusnahkan oleh azab, firman Allah: Dan sungguh, telah datang kepada mereka seorang rasul dari [kalangan] mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya, karena itu mereka ditimpa azab dan mereka adalah orang yang zalim. [an-Nahl/16: 113]

Akibat Pongah


Ayat 81

“Maka Kami benamkanlah dia dan rumahnya ke dalam bumi." [pangkal ayat 81]. Artinya, di dalam dia melagak, menyombong dan pongah dan tidak memperdulikan nasihat orang lam itu. di dalam dia merasa bahwa harta kekayaan yang didapatnya itu lain tidak adalah karena cerdik pandainya, karena keahliannya berusaha belaka; dalam hal yang demikian datanglah malapetaka yang tidak disangka-sangkanya. Yaitu tiba-tiba bumi tempat dia tegak itu berlobang dan dia terbenam ke dalam lobang itu bersama rumah atau gedung mewah tempat dia berdiam dan tempat tersimpan hartabenda itu. Kian sesaat kian terbenam dan terbenam, dan tidak dapat bangkit ke atas lagi."Maka tidaklah ada baginya suatu golongan pun yang akan menolongnya selain dari Allah." Artinya, segala pengawal, punggawa, pengiring, pegawai, penjaga yang bergalau kiri-kanan selama ini, atau segala “semut" yang berkerumun karena mengharapkan “manisan", tidak seorang pun yang datang lagi buat menolong melepaskannya dari bahaya itu. Tidak seorang pun yang datang lagi buat menolong melepaskannya dari bahaya itu. Tidak seorang pun yang sanggup mencabutkannya naik kembali, terbenamnya pun sudah terlalu jauh. Atau walaupun ada usaha hendak menolong, namun usaha itu percuma. Karena tidak ada kekuasaan manusia yang dapat menghambat kejatuhan itu. Karena dia datang dengan ketentuan dari Allah sendiri. Sebab itu hanya Allah pula yang dapat melepaskannya."Dan tidaklah dia termasuk orang yang dapat membela diri." [ujung ayat 81].

Ada juga orang lain yang terbenam ke dalam bahaya tidak dapat ditolong oleh orang lain, namun dia sendiri sanggup membela dirinya. Namun Qarun tidak dapat membela atau menolong dirinya. Karena sudah lama sekali hubungannya dengan Allah Yang Maha Kuasa itu terputus. Dia terbenam adalah akibat dari salahnya sendiri.

Dalam penafsiran ini kita dapat memahamkannya atas dua rupa.

Pertama benar-benar timbul lobang dalam bumi, sehingga Qarun yang sedang bermegah dengan kekayaannya itu, beserta rumahtangga dan kekayaannya turut terbenam ke dalam lobang itu, kian lama kian jauh ke bawah sehingga tidak dapat ditolong lagi. Tafsir yang kedua ialah sesudah Qarun mencapai puncak tertinggi kemegahan, tiba-tiba dia “jatuh" tersungkur ke bawah. Seumpama diktator dunia yang merasa dirinya tidak akan jatuh-jatuh selama-lamanya. Tiba-tiba datang saja malapetaka di luar perhitungannya. Dia pun tergelincir jatuh.

Dalam penghidupan sehari-hari kerapkali bertemu orang yang mendapat pangkat yang sangat tinggi dan pongah sombong dengan pangkatnya itu, lalu merasa tidak ada lagi musuh-musuhnya yang akan sanggup menggeser kedudukannya; tiba-tiba timbul suatu krisis besar. Dia tumbang, dia terbenam, kian lama kian hilang terbenam dalam lobang kehinaan, tidak ada orang yang dapat menolong.

Ingatlah sejarah Napoleon Kaisar Perancis! Tidaklah dia menyangka bahwa akhir hayatnya ialah dibuang ke pulau St. Helena! Ingatlah kehidupan Diktator Hitler! Tidakiah dia atau orang lain menyangka bahwa dia akan mati membunuh diri dalam lobang perlindungan sesudah seluruh Jennan habis jatuh ke tangan musuhnya! Lihatlah kehidupan Mussolini! Yang dikatakan L ‘Duchche! Akhir hayatnya ialah mati digantung sungsang, kaki ke atas kepala ke bawah!

Rasulullah s.a.w. bersabda;

“Sedang seorang laki-laki'berjalan dengan menyombongkan kainnya, tiba-tiba dia dibenamkan oleh bumi, maka bertambah lucutlah dia hilang, sampai hari kiamat. “ [Riwayat Bukhari]


Ayat 82

“Dan jadilah orang-orang yang mencita-citakan tempatnya kemarin itu." [pangkal ayat 82]. Yaitu orang-orang yang ingin hendak kaya seperti dia, yang terpesona melihat kemegahan dan kelebihan Qarun: “Berkata: “Wahai, benarlah kiranya Allah melapangkan rezeki bagi barangsiapa yang Dia kehendaki daripada hambaNya dan membatasinya." Artinya insaflah mereka yang menyangan-angankan agar mendapat kekayaan seperti kekayaan Qarun itu setelah melihat Qarun terbenam, bahwa pemberian kekayaan berlimpah-ruah kepada seseorang, ataupun jika pemberian Tuhan kepada yang lain hanya sekadarnya saja, bukanlah jadi bukti bahwa pemberian berlipat-ganda itu alamat kasih Tuhan kepada orang itu. Kasih Tuhan dapat saja dicabut jika orang yang diberi kekayaan itu tidak menerimanya dengan syukur dan tidak menafkahkannya dengan selayaknya pada jalan Allah. Sesungguhnya Allah bisa saja memberi dan mencabut pemberian, melapangkan dan menyempitkan, menyangkat dan menurunkan, menating ke atas membenamkan hingga lucut hilang tak bangkit lagi.

Dalam sebuah Hadis marfu* yang dirawikan oleh al-imam Ahmad dari Abdullah bin Mas'ud Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah membagi-bagikan di antara kamu akan akhlak kamu sebagaimana dia membagi-bagi rezeki kamu. Allah memberikan harta kepada orang yang disukainya atau yang tidak disukainya Tetapi tidaklah Dia memberikan iman melainkan kepada barangsiapa yang Dia sukai."

Sebab itu disesuaikanlah hal ini oleh orang Melayu dengan pepatah petua orang tua-tuanya: “Sedang ada janganlah harap, sedang tidak janganlah cemas."

Lalu dikatakan lagi keluhan syukur dari orang berangan-angan yang telah insaf itu demikian: “Kalau tidaklah Allah melimpahkan kurniaNya atas kita, niscaya telah dibenamkanNya pula kita “ Inilah satu kata syukur yang jarang kejadian. Karena dia bersyukur karena tidak kaya seperti Qarun. Karena kekayaan Qarun telah membawa dia terbenam ke dalam bumi. Hilang tidak bangkit lagi. Maka bersyukurlah orang yang telah melihat akibat nasib Qarun itu karena mereka dilepaskan Tuhan dari bahaya seperti Qarun.

Oleh sebab itu biarlah kita terima dengan syukur apa dan berapa yang dianugerahkan Tuhan kepada kita. Biar sedikit asal dari Ridha Allah, daripada banyak padahal membaca bencana dan lupa diri lupa Tuhan.

Dalam hal ini teringatlah ceritera pengalaman saya sendiri seketika Pemerintah Republik bertindak memotong uang kertas atau memotong harganya. Pada tahun 1950 uang kertas yang berharga Rp 1000,-dipotong separuh, sehingga tinggal Rp500,— [limaratus rupiah]. Pada tahun 1959 dipotong sekali lagi. Uang Rp 1000,-dipotong Rp900,-sehingga tinggal Rp 100,-dan pada tahun 1965 dipotong sekali lagi, sehingga uang yang Rp 1000,-tinggal harganya 1 rupiah.

Pada ketiga kejadian itu bersyukurlah saya dan bersyukur juga orang-orang miskin yang tidak menyimpan uang, karena tidak ada yang dipotong. Adapun orang yang kaya banyaklah yang gelisah pada waktu itu. Uang yang seribu ribu [satu jutAl tinggal seribu saja pada tahun 1965.

“Wahai, benarlah tidak akan beruntung orang yang mungkir." [ujung ayat 82]. Mungkir adalah arti juga dari kafir. Orang yang memungkiri jasa Allah terhadap dirinya. Timbulnya kemungkiran atau kekafiran itu ialah karena tidak ingat bahwa nikmat atau anugerah itu satu waktu bisa saja dicabut Tuhan. Tidak ingat dan tidak memperhatikan keadaan orang lain, ada yang sedang di puncak jatuh ke bawah, dan ada juga yang sedang tenggelam di pelambahan tiba-tiba dinaikkan Tuhan ke atas. Yusuf dijemput ke dalam penjara buat dijadikan Menteri Besar.

Kemudian bersabdalah Tuhan sebagai kunci atau patri dari kehidupan Muslim:

Ayat 83

“Itulah dia kampung akhirat." [pangkal ayat 83]. Kampung sebenarnya sebagai perhentian terakhir bagi insan; “Yang telah Kami sediakan dia untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di muka bumi." Mentang-mentang sudah diberi kelapangan hidup oleh Allah lalu lupa kepada Allah, lupa kepada diri, dipandang barang pinjaman Allah kepunyaan diri sendiri, dipandang kecil dan hina orang lain yang tidak mempunyai kekayaan. “Dan tidak pula berbuat kerusakan." Sombong adalah merusak diri sendiri. Tetapi kalau sudah berani berbuat kerusakan, maka tindakan itu telah mulai merugikan masyarakat. Orang yang seperti ini kerjanya mengeruhkan yang jernih, mengusutkan yang selesai. Kesudahan hidup orang yang begini tidaklah akan selamat; “Dan kesudahan yang baik adalah untuk orang-orang yang ber takwa. “ [ujung ayat 83].

Sebab jiwa orang yang bertakwa itu selalu dapat bimbingan Tuhan. Sebab itu dia tidak terombang-ambing oleh pasang naik atau pasang surut kehidupan.


Ayat 84

“Barangsiapa yang datang membawa kebaikan." [pangkal ayat 84]. Yaitu yang datang menghadap Allah jika pulang ke akhirat itu kelak."Maka dia akan mendapat lebih baik dari kebaikannya itu." Satu kebaikan dibalas sepuluh kali ganda, kadang-kadang 700 kali ganda, bahkan kadang-kadang lebih; “Dan barangsiapa yang datang membawo kejahatan, maka tidaklah akan diganjar orang yang berbuat amal yang jahat itu, melainkan [seimbang] dengan apa yang mereka kerjakan jua." [ujung ayat 84].

Begitulah kasih-sayang Allah kepada hambaNya, sehingga tidaklah pantas lagi si hamba mendurhaka.

Menurut Ikrimah, “Menyombongkan diri ialah bersimaharajalela."

Menurut Sufyan ats-Tsauri yang ditenmanya pula dari Muslim Albathin: Menyombong ialah takabbur. Merusak di muka bumi ialah mengambil harta orang tidak dengan jalan yang halal.

Menurut Ibnu Juraij: Menyombong ialah membesarkan diri, merasa tidak ada yang di atas dia lagi. Merusak di muka bumi ialah berbuat maksiat.

Tetapi semata-mata memakai pakaian yang bagus, kendaraan yang bagus dan rumah yang pantas belumlah pasti bahwa orang itu sombong atau merusak di muka bumi. Yang penting dijaga ialah hati supaya tawadhu'. Ada tersebut dalam sebuah Hadis yang shahih daripada Rasulullah s.a.w.:

“Sesungguhnya telah diwahyukan kepadaku, memesankan supaya kamu semua ini bertawadhu" [merendahkan diri] dan janganlah yang seorang membanggakan diri kepada yang seorang dan jangan pula berlaku semau-maunya saja yang satu kepada yang lain."

Tetapi kalau berpakaian bagus semata-mata karena menyukai yang bagus, yang indah, dan yang pantas, tidaklah mengapa. Tersebut pula pada sebuah Hadis .bahwa seseorang datang kepada Rasulullah lalu bertanya: “Ya Rasul Allah! Saya ini suka kalau pakaian saya indah, alas kaki saya pun indah."


Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề