Gambar di kelapa acara 7 bulanan

Blora, Harianblora.com – Seiring bergulirnya roda zaman, banyak masyarakat Kabupaten Blora, Pati, warga Rembang, Grobogan, warga Kudus, Demak, Semarang dan sekitarnya yang meninggalkan warisan leluhur, termasuk dalam mengabadikan budaya tingkepan. 

 

Gambar di kelapa acara 7 bulanan
Cengkir gading (kelapa muda) yang digambar saat tingkepan atau mitoni. Foto: harianblora.com.

Budaya tingkepan merupakan salah satu budaya Jawa yang dilakukan saat hamil usia 7 bulan anak pertama. Uniknya, sampai detik ini masih banyak masyarakat Blora melestarikan cengkir gading kelapa bergambar Janaka Srikandi dalam upacara adat tingkepan tersebut.

Tiap daerah, memiliki keunikan budayanya sendiri. Budaya Blora, tentu berbeda dengan budaya Pati, budaya Grobogan, budaya Rembang dan sekitarnya di Jawa Tengah.

Sebelum acara kondangan atau puncak mitoni 7 bulanan, cengkir tersebut dipecah dan dijadikan rujak untuk disuguhkan saat selamaten.

Makna Cengkir Gading

Menurut Mbah Samirah (62) salah seorang warga Blora, mengatakan bahwa budaya menggambar Janaka dan Srikandi dalam adat tingkepan di Blora sudah berjalan saat ia masih kecil dulu. “Biasanya yang melakukan tingkepan pihak istri, tapi ada juga pihak suami yang melakukan kondangan atau selamaten,” ujarnya kepada Harianblora.com, Selasa (24/3/2015).

Kalau arti dan maknanya, Samirah mengatakan bahwa agar bayi yang lahir itu memiliki ruh kejawen. “Kalau anaknya lahir laki-laki biar seperti Janaka, dan kalau perempuan biar seperti Srikandi,” paparnya.

Tiap orang, memiliki pemaknaan dan representasi sendiri dalam memaknai sebuah budaya, termasuk memaknai kelapa bergambar saat adat tingkepan. Bahkan, di beberapa daerah, kelapa tersebut juga ditulisi kalimat Arab, berupa syahadat sebagai wujud penghambaan makhluk kepada Tuhannya.

Di sisi lain, ada juga yang memaknai bahwa kelapa atau cengkir (kepala muda) yang bergamar Janaka-Srikandi tersebut sebagai wujud pasangan suami istri agar setia selamanya.

Berbeda dengan budaya Blora, di Surakarta atau Solo, budaya cengkir gading justru dilakukan saat pernikahan yang serangkaian dilakukan dengan prosesi nikah tersebut. Maka wajar jika muncul cengkir gading wedding organizer dan saking uniknya, ada juga lagu cengkir gading.

Dalam konteks ini, cengkir gading atau buah kelapa muda adalah dimaknai sebagai pasangan suami istri akan saling mencintai dan saling menjagai dan merawat satu sama lain.

Dalam bahasa Jawa, cengkir adalah buah kelapa yang masih muda. Sedangkan gading adalah jenis kelapa berwarna kuning dan pohonnya tidak terlalu tinggi.

Maka dalam pemaknaan Jawa, cengkir gading adalah wujud budaya yang dilakukan dalam momen mitoni atau tinkepan. Cengkir gading dimaknai sebagai sebuah simbol bahwa kaum muda atau pasangan tersebut adalah sebuah cengkir yang bentuknya bulat, jujur, apa adanya, suci, semangatnya tinggi, polos, belum terimbas oleh pamrih yang bisa membuat satu semangat tidak lagi bulat.

Warga Blora dan umumnya di Jawa Tengah, masih banyak yang melestarikan budaya ini. Meskipun dianggap kuno, namun budaya ini unik dan khas Jawa khususnya Blora yang harus dilestarikan. (Laporan Khusus Redaksi Harianblora.com).

Melestarikan tradisi, begitulah yang dilakukan Danang Prasetyo Laksono, seorang seniman asal Kecamatan Gondang. Dia mampu memproduksi kelapa gading lukis yang kerap digunakan untuk tradisi mitoni atau upacara usia kehamilan 7 bulanan.

ANANIAS AYUNDA PRIMASTUTI, Gondang, Radar Tulungagung

Dua buah kelapa muda berwarna kuning atau dalam bahasa Jawa sering disebut dengan cengkir gading atau kelapa gading tampak terjajar di sebuah meja kecil di teras rumah kediaman Danang Prasetyo Laksono. Yakni di Desa Rejosari, Kecamatan Gondang. Tak sekadar kelapa gading, rupanya kelapa-kelapa ini akan dilukis tokoh pewayangan Rama dan Sinta. Ini karena kelapa gading masih kerap digunakan dalam beberapa tradisi masyarakat. Salah satunya acara 7 bulanan usia kehamilan atau mitoni.

Namun, tak sedikit yang mulai melupakan tradisi tersebut. Hal ini menggerakkan Danang Prasetyo Laksono, salah seorang seniman berbakat yang juga perajin kelapa gading. Di tangan dinginnya, kelapa-kelapa gading ini dimanfaatkan sebagai media lukis untuk melengkapi tradisi mitoni. “Di tradisi Jawa, upacara mitoni masih sering digelar supaya si ibu dan calon bayi dapat sehat hingga persalinan,” jelasnya mengawali cerita.

Danang mengatakan, sesuai tradisi, dua kelapa gading ini sebagai simbol harapan dari keluarga agar proses persalinan berjalan lancar dan anak yang lahir sehat, sempurna, tanpa kekurangan suatu apa pun. Untuk itu, kelapa gading ini dimaknai seperti sebuah janin yang sedang dikandung. Itulah mengapa kelapa gading kerap diberi gambar tokoh pewayangan. “Ini saya sedang membuat tokoh Rama dan Sinta. Ini sebagai harapan dari keluarga sang calon bayi yang lahir dapat lahir sehat dan sempurna. Jika laki-laki bisa setampan Rama dan jika perempuan bisa secantik Sinta,” bebernya.

Pria kelahiran 29 Mei 1990 ini mengungkapkan, awal mula menekuni kerajinan ini karena ada salah satu teman yang akan menggelar acara mitoni. Namun karena kesulitan untuk mendapatkan kelapa gading, dia pun mencoba untuk membuatkannya. Dengan bermodal keterampilan gambar yang dimilikinya, dia pun menggunakan kelapa gading sebagai media Lukis. Tak disangka, hasil lukisannya mendapat respons positif dari teman-temannya. “Dari situ, pesanan mulai berdatangan, meminta saya agar dibuatkan kelapa gading ini untuk acara mitoni,” ujarnya.

Bapak dua anak ini mengaku tidak terlalu mengalami kesulitan dalam melukis. Sebab, sedari kecil memang terbiasa dengan dunia gambar. Namun bedanya, ini memanfaatkan kelapa yang relatif kecil untuk media gambar. Selain ukurannya kecil, struktur kulit buah kelapa yang cenderung tidak 100 persen bersih juga menjadi tantangan. “Terkadang ada bagian yang luka atau hitam-hitam begini. Jadi ketika dilukis, harus pandai mengakalinya,” imbuhnya seraya menunjukkan bagian struktur kelapa yang hitam.

Danang mengaku, untuk menggambar kelapa gading, memilih memanfaatkan media cat minyak daripada goresan paku. Ini lantaran jika menggunakan paku, akan menimbulkan bekas kehitaman pada kulit kelapa. Sehingga gambar yang timbul juga tidak dapat mulus bersih. Tak hanya itu, dengan melukis, menurutnya membuat gambar yang dihasilkan terkesan lebih detail dan nyata. “Karena kalau dilukis bisa sampai ke bagian terkecilnya. Kalau dengan paku tidak sedetail dilukis karena memang hanya disayat-sayat saja,” terangnya.

Pria 31 tahun ini berharap kegiatannya ini dapat menjadi salah satu upaya untuk melestarikan budaya. Seperti mengenalkan tokoh pewayangan kepada generasi muda hingga tradisi-tradisi Jawa lain yang sarat akan makna. “Karena tradisi seperti mitoni ini juga sudah mulai dilupakan. Semoga adanya kegiatan ini dapat menjadi sarana untuk pelestarian budaya,” tandasnya. (*)

Melestarikan tradisi, begitulah yang dilakukan Danang Prasetyo Laksono, seorang seniman asal Kecamatan Gondang. Dia mampu memproduksi kelapa gading lukis yang kerap digunakan untuk tradisi mitoni atau upacara usia kehamilan 7 bulanan.

ANANIAS AYUNDA PRIMASTUTI, Gondang, Radar Tulungagung

Dua buah kelapa muda berwarna kuning atau dalam bahasa Jawa sering disebut dengan cengkir gading atau kelapa gading tampak terjajar di sebuah meja kecil di teras rumah kediaman Danang Prasetyo Laksono. Yakni di Desa Rejosari, Kecamatan Gondang. Tak sekadar kelapa gading, rupanya kelapa-kelapa ini akan dilukis tokoh pewayangan Rama dan Sinta. Ini karena kelapa gading masih kerap digunakan dalam beberapa tradisi masyarakat. Salah satunya acara 7 bulanan usia kehamilan atau mitoni.

Namun, tak sedikit yang mulai melupakan tradisi tersebut. Hal ini menggerakkan Danang Prasetyo Laksono, salah seorang seniman berbakat yang juga perajin kelapa gading. Di tangan dinginnya, kelapa-kelapa gading ini dimanfaatkan sebagai media lukis untuk melengkapi tradisi mitoni. “Di tradisi Jawa, upacara mitoni masih sering digelar supaya si ibu dan calon bayi dapat sehat hingga persalinan,” jelasnya mengawali cerita.

Danang mengatakan, sesuai tradisi, dua kelapa gading ini sebagai simbol harapan dari keluarga agar proses persalinan berjalan lancar dan anak yang lahir sehat, sempurna, tanpa kekurangan suatu apa pun. Untuk itu, kelapa gading ini dimaknai seperti sebuah janin yang sedang dikandung. Itulah mengapa kelapa gading kerap diberi gambar tokoh pewayangan. “Ini saya sedang membuat tokoh Rama dan Sinta. Ini sebagai harapan dari keluarga sang calon bayi yang lahir dapat lahir sehat dan sempurna. Jika laki-laki bisa setampan Rama dan jika perempuan bisa secantik Sinta,” bebernya.

Pria kelahiran 29 Mei 1990 ini mengungkapkan, awal mula menekuni kerajinan ini karena ada salah satu teman yang akan menggelar acara mitoni. Namun karena kesulitan untuk mendapatkan kelapa gading, dia pun mencoba untuk membuatkannya. Dengan bermodal keterampilan gambar yang dimilikinya, dia pun menggunakan kelapa gading sebagai media Lukis. Tak disangka, hasil lukisannya mendapat respons positif dari teman-temannya. “Dari situ, pesanan mulai berdatangan, meminta saya agar dibuatkan kelapa gading ini untuk acara mitoni,” ujarnya.

Bapak dua anak ini mengaku tidak terlalu mengalami kesulitan dalam melukis. Sebab, sedari kecil memang terbiasa dengan dunia gambar. Namun bedanya, ini memanfaatkan kelapa yang relatif kecil untuk media gambar. Selain ukurannya kecil, struktur kulit buah kelapa yang cenderung tidak 100 persen bersih juga menjadi tantangan. “Terkadang ada bagian yang luka atau hitam-hitam begini. Jadi ketika dilukis, harus pandai mengakalinya,” imbuhnya seraya menunjukkan bagian struktur kelapa yang hitam.

Danang mengaku, untuk menggambar kelapa gading, memilih memanfaatkan media cat minyak daripada goresan paku. Ini lantaran jika menggunakan paku, akan menimbulkan bekas kehitaman pada kulit kelapa. Sehingga gambar yang timbul juga tidak dapat mulus bersih. Tak hanya itu, dengan melukis, menurutnya membuat gambar yang dihasilkan terkesan lebih detail dan nyata. “Karena kalau dilukis bisa sampai ke bagian terkecilnya. Kalau dengan paku tidak sedetail dilukis karena memang hanya disayat-sayat saja,” terangnya.

Pria 31 tahun ini berharap kegiatannya ini dapat menjadi salah satu upaya untuk melestarikan budaya. Seperti mengenalkan tokoh pewayangan kepada generasi muda hingga tradisi-tradisi Jawa lain yang sarat akan makna. “Karena tradisi seperti mitoni ini juga sudah mulai dilupakan. Semoga adanya kegiatan ini dapat menjadi sarana untuk pelestarian budaya,” tandasnya. (*)

Artikel Terkait

Apa saja yang harus disiapkan untuk acara 7 bulanan?

Ada beberapa perlengkapan ritual 7 bulanan yang perlu disiapkan dan semuanya berjumlah 7, seperti bubur 7 warna, jadah atau ketan 7 rupa, 7 kain, tumpeng bonceng berukuran kecil, procotan atau hidangan yang ditutup menggunakan daun pisang, beragam jajanan pasar dan perlengkapan lainnya.

Kapan sebaiknya syukuran 7 bulanan?

Biasanya, tradisi ini dilakukan pada saat usia kehamilan telah menginjak 7 bulan.

Apa yang dimaksud cengkir gading?

PURBALINGGA - Dalam adat Jawa, cengkir gading atau kelapa muda berwarna kuning gading biasa dipakai dalam ritual upacara, seperti pada upacara tujuh bulanan usia kehamilan atau mitoni. Perangkat upacara yang mulai dilupakan itu diangkat kembali oleh para seniman di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Apa makna simbolis ubarampe Cengkir Gading Sajrone upacara adat tingkeban?

Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan dan mempunyai sifat luhur Kamajaya.