Hadits tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah
Tangan Di Atas Lebih Baik Dari Tangan Di BawahDapatkan pahala berdakwah dan gratis buku Rahasia Rezeki Berlimpah, klik di sini untuk detailnya Show TANGAN DI ATAS LEBIH BAIK DARI TANGAN DI BAWAH Oleh عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ Dari Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.” TAKHRIJ HADITS. KOSA KATA HADITS.
SYARAH HADITS. اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah Yaitu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima, karena pemberi berada di atas penerima, maka tangan dialah yang lebih tinggi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Al-Yadus Suflâ (tangan yang dibawah) memiliki beberapa pengertian: خُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ Ambillah pemberian ini! Harta yang datang kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah. Dan apa-apa yang tidak (diberikan kepadamu), maka jangan memperturutkan hawa nafsumu (untuk memperolehnya).”[1] Demikian juga jika ada yang memberikan sedekah dan infak kepada orang miskin dan orang itu berhak menerima, maka boleh ia menerimanya. Makna kedua, yaitu orang yang minta-minta, sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، اَلْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas yaitu orang yang memberi infak dan tangan di bawah yaitu orang yang minta-minta.[2] Makna yang kedua ini terlarang dalam syari’at bila seseorang tidak sangat membutuhkan, karena meminta-minta dalam syari’at Islam tidak boleh, kecuali sangat terpaksa. Ada beberapa hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang untuk meminta-minta, di antaranya sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّىٰ يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.[3] Hadits ini merupakan ancaman keras yang menunjukkan bahwa meminta-minta kepada manusia tanpa ada kebutuhan itu hukumnya haram. Oleh karena itu, para Ulama mengatakan bahwa tidak halal bagi seseorang meminta sesuatu kepada manusia kecuali ketika darurat. Ancaman dalam hadits di atas diperuntukkan bagi orang yang meminta-minta kepada orang lain untuk memperkaya diri, bukan karena kebutuhan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ Barangsiapa meminta-minta (kepada orang lain) tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.’”[4] Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا ، فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا ، فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ Barangsiapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia meminta sedikit atau banyak.[5] Adapun meminta-minta karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak, maka boleh karena terpaksa. Allâh Azza wa Jalla berfirman: وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.” [Adh-Dhuhâ/93:10] Dan juga seperti dalam hadits Qâbishah yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 1044) dan lainnya. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu Yaitu saat ingin memberikan sesuatu, hendaknya manusia memulai dan memprioritaskan orang yang menjadi tanggungannya, yakni yang wajib ia nafkahi. Menafkahi keluarga lebih utama daripada bersedekah kepada orang miskin, karena menafkahi keluarga merupakan sedekah, menguatkan hubungan kekeluargaan, dan menjaga kesucian diri, maka itulah yang lebih utama. Mulailah dari dirimu! Lalu orang yang menjadi tanggunganmu. Berinfak untuk dirimu lebih utama daripada berinfak untuk selainnya, sebagaimana dalam hadits, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ Mulailah dari dirimu, bersedekahlah untuknya, jika ada sisa, maka untuk keluargamu[6] Dalam hadits di awal rubrik ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh umatnya untuk memulai pemberian nafkah dari keluarga. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِيْ رَقَبَةٍ، وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِيْنٍ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعَظَمُهَا أَجْرًا الَّذِيْ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ. Satu dinar yang engkau infaqkan di jalan Allâh, satu dinar yang engkau infakkan untuk memerdekakan seorang hamba (budak), satu dinar yang engkau infakkan untuk orang miskin, dan satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, maka yang lebih besar ganjarannya ialah satu dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu[7] Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya Artinya sedekah terbaik yang diberikan kepada sanak keluarga, fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan adalah sedekah yang berasal dari kelebihan harta setelah keperluan terpenuhi. Artinya, setelah dia memenuhi keperluan keluarganya secara wajar, baru kemudian kelebihannya disedekahkan kepada fakir miskin. Hadits yang serupa dengan pembahasan ini yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu , Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : مَا يَكُنْ عِنْدِيْ مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ،وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ Baca Juga Keutamaan Mencari Nafkah Halal dan Tidak Menjadi Beban Orang Lain Apa saja kebaikan yang aku punya, aku tidak akan menyembunyikannya dari kalian. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari kejelekan, maka Allâh akan menjaganya. Barangsiapa merasa cukup (dengan karunia Allâh) maka Allâh akan mencukupinya. Barangsiapa melatih diri untuk bersabar, maka Allâh akan menjadikannya sabar. Dan tidaklah seseorang diberi sebuah pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada anugerah kesabaran.[8] Hadits ini mengandung empat kalimat yang bermanfaat dan menyeluruh yaitu: Kalimat Pertama : وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari kejelekan, maka Allâh akan menjaganya Kalimat Kedua : ومَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ Barangsiapa merasa cukup (dengan karunia Allâh) maka Allâh akan mencukupinya Kedua kalimat di atas saling berkaitan, karena kesempurnaan penghambaan diri seorang hamba kepada Allâh Azza wa Jalla terletak dalam keikhlasannya kepada Allâh, takut, harap, dan bergantung kepada-Nya, tidak kepada makhluk. Oleh karena itu, wajib baginya untuk berusaha merealisasikan kesempurnaan tersebut, mengerjakan semua sebab dan perantara yang bisa mengantarkannya kepada kesempurnaan tersebut. Sehingga dia menjadi hamba Allâh yang sejati, bebas dari perbudakan seluruh makhluk. Dan itu didapat dengan mencurahkan jiwanya pada dua perkara;
خُذْهُ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ، فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. Ambillah pemberian ini. Harta yang datang kepadamu, sedang engkau tidak mengharapkan kedatangannya dan tidak juga memintanya, maka ambillah! Dan apa-apa yang tidak (diberikan kepadamu), maka jangan memperturutkan hawa nafsumu (untuk memperolehnya)[9] Maka menghilangkan ketamakan dari dalam hati serta menjauhkan lisan dari meminta-minta demi menjaga diri dan menjauhkan diri dari pemberian makhluk serta menjauhkan diri ketergantungan hati terhadap mereka, merupakan faktor yang kuat untuk memperoleh ‘iffah (kesucian diri dan dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal atau tidak baik).
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allâh, niscaya Allâh akan mencukupkan (keperluan)nya...” [Ath-Thalâq/65:3] Potongan kalimat yang pertama yaitu sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “ Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya, maka Allâh akan menjaganya,” merupakan wasîlah (cara) untuk sampai kepada hal ini. Yaitu barangsiapa menjaga kehormatan dirinya dari apa-apa yang ada pada manusia dan apa-apa yang didapat dari mereka, maka itu mendorong dirinya untuk semakin bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla , berharap, semakin menguatkan keinginannya dalam (meraih) kebaikan dari Allâh Azza wa Jalla , dan berbaik sangka kepada Allâh serta percaya kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla bersama hamba-Nya yang berprasangka baik kepada-Nya; jika hamba tersebut berprasangka baik, maka itu yang dia dapat. Dan jika ia berprasangka buruk, maka itu yang dia dapat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits bahwa Allâh Azza wa Jalla berfirman: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ Aku bersama prasangka hamba-Ku terhadap-Ku[10] Masing-masing dari dua hal tersebut saling membangun dan saling menguatkan. Semakin kuat ketergantungannya kepada Allâh Azza wa Jalla , maka akan semakin lemah ketergantungannya kepada seluruh makhluk. Begitu juga sebaliknya, semakin kuat ketergantungan manusia kepada makhluk, maka semakin lemah ketergantungannya kepada Allâh Azza wa Jalla . Di antara do’a Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu: اللهم إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْهُدَى، وَالتُّقَى، وَالْعَفَافَ، وَالْغِنَى Ya Allâh, sesungguhnya aku memohon kepadamu petunjuk, ketakwaan, kesucian (dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal dan tidak baik), dan aku memohon kepada-Mu kecukupan (dijauhkan dari hal-hal yang tidak halal/tidak baik), dan aku memohon kepada-Mu kecukupan.[11] Doa yang singkat ini telah mencakup seluruh kebaikan, yaitu:
Yang menyempurnakan itu semua adalah keshalihan hati dan ketenangannya yang dapat diraih dengan menjauhkan diri dari makhluk dan merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla. Barangsiapa merasa cukup dengan Allâh Azza wa Jalla, maka dia adalah orang kaya yang sesungguhnya, walaupun penghasilannya sedikit. Karena kekayaan bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan yaitu kekayaan hati. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ (Hakikat) kaya bukanlah dengan banyaknya harta benda, namun kaya (yang sebenarnya) adalah kaya hati (merasa ridha dan cukup dengan rezeki yang dikaruniakan)[12] Dengan iffah (kesucian diri) dan merasa berkecukupan maka akan terwujud kehidupan yang baik bagi seorang hamba, nikmat dunia, dan qanâ’ah (merasa puas) atas apa yang Allâh berikan padanya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup, dan dia merasa puas dengan apa yang Allâh berikan kepadanya[13] Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: طُوْبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الْإِسْلَامِ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا، وَقَنِعَ Berbahagialah orang yang mendapat petunjuk untuk memeluk Islam, dan diberi rezeki yang cukup serta merasa puas (qana’ah)[14] Orang yang merasa cukup dan qanâ’ah (merasa puas dengan apa yang Allâh karuniakan) –meskipun dia hanya mempunyai bekal dan makanan hari itu saja– maka seolah-olah ia memiliki dunia dan seisinya. Kalimat ketiga: وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ Barang siapa yang melatih diri untuk bersabar, maka Allâh akan menjadikan dia sabar Kemudian disebutkan dalam kalimat keempat bahwa jika Allâh Azza wa Jalla memberikan kesabaran kepada seorang hamba, maka pemberian itu merupakan anugerah yang paling utama dan pertolongan yang paling luas serta paling agung. Allâh Azza wa Jalla berfirman : وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ Dan mohonlah pertolongan (kepada Allâh) dengan sabar dan shalat…” [Al-Baqarah/2:45], yaitu dalam setiap perkara kalian. Allâh Azza wa Jalla juga berfirman : وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allâh dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan.”[An-Nahl/16:127] Sabar, seperti halnya akhlak-akhlak terpuji lainnya, membutuhkan kesungguhan jiwa dan latihan. Karena itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang melatih diri untuk bersabar,” yaitu orang yang mencurahkan jiwanya untuk bersabar, “Maka Allâh Azza wa Jalla akan menjadikannya sabar,” yaitu Allâh akan menolongnya agar ia bisa bersabar. Sabar itu merupakan pemberian yang paling agung, karena ia berkaitan dengan semua urusan seorang hamba dan sebagai penyempurnanya. Seorang hamba membutuhkan kesabaran dalam segala keadaan selama hidupnya. Baca Juga Meluruskan Cerita Tentang Tsa'labah bin Haathib Seorang hamba membutuhkan kesabaran dalam segala hal, di antaranya:
Kesimpulannya, seorang hamba membutuhkan kesabaran dalam setiap keadaannya. Dengan kesabaran, seorang hamba akan mendapat kemenangan. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan tentang penghuni surga dalam firman-Nya : وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ ﴿٢٣﴾ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ “…Sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;(sambil mengucapkan), ‘Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.’ maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” [Ar-Ra’du/13: 23-24] Begitu juga firman-Nya : أُولَٰئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka… [Al-Furqân/25:75] Mereka mendapatkan surga berserta kenikmatannya dan mendapatkan tempat-tempat yang tinggi karena kesabaran. Seorang hamba harus meminta kepada Allâh Azza wa Jalla agar diselamatkan dari cobaan yang tidak diketahui akibatnya, namun jika cobaan itu datang kepadanya, maka kewajibannya adalah bersabar. Dalam al-Qur’ân dan lewat lisan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allâh Azza wa Jalla telah berjanji akan memberikan perkara-perkara yang tinggi dan mulia bagi orang-orang yang bersabar. Di antara perkara-perkara tersebut:
Sabar itu awalnya sangat sulit, tetapi akhirnya mudah dan terpuji. Sebagaimana dikatakan: وَالصَّبْرُ مِثْلُ اسْمِهِ مُرٌّ مَذَاقَتُهُ لَكِنْ عَوَاقِبُهُ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ Sabar itu pahit rasanya seperti namanya FAWAA-ID.
MARAAJI’:
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XVIII/1436H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] Dapatkan pahala berdakwah dan gratis buku Rahasia Rezeki Berlimpah, klik di sini untuk detailnya 🔍 Dampak Negatif Perbuatan Zina, Azab Istri Yang Melawan Suami, Masalah Rumah Tangga Dan Solusinya, Jizyah Adalah, Hal Hal Yang Membatalkan Syahadat HR. Bukhari: 1339 – Tentang Tangan Yang Diatas Lebih BaikTangan yang diatas lebih baik.. Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari: 1339 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى. فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ. Dari Abdullah ibn Umar radhiyallahu ‘anhu: Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Pesan hadits yang disampaikan: 1. Anjuran untuk memberi dan tidak meminta-minta. 2. Motivasi agar kita bekerja dan berusaha mencari nafkah, agar bisa menjadi tangan yang di atas dan memberi orang lain yang membutuhkan Bagikan ke FB Bagikan ke TW Bagikan ke WA VideoVideo Pembahasanactive Hadits Tangan di Atas Lebih Baik daripada Tangan di Bawah active Hadist – Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah active Al-Quran Hadist Kelas 8 Bab 3 – Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah
SebelumnyaHR. Bukhari: 5512 – Tentang Rasulullah Berbaring Di Masjid SelanjutnyaDoa Sujud [9] Apa itu hukum syarak? hukum Islam … • Apa itu Al Jabbar? Allah itu Al-Jabbar◀ Allah itu Al-Jabbar atau Maha Pemaksa, dengan begitu tidak ada satupun yang bisa untuk mengingkari bahkan menunda kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena, kekuasaan Allah sangatlah besar dan mutlak. Sehingga jika Allah sudah berkehendak, maka hal itu tidak mungkin bisa diingkari. Segala makhluk yang ada di langit dan … • Al-Jabbar Siapa itu Thalhah bin Ubaidillah? Thalhah bin Ubaidillah adalah seorang sahabat nabi berasal dari Quraisy, nama lengkapnya adalah Thalhah bin Abdullah bin Usman bin Kaab bin Said. Thalhah juga termasuk enam konsultan Muhammad dan sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga. Thalhah mengikuti Perang Uhud dan menderita luka parah yang luar bia … • Talhah bin Ubaidillah Hadits ShahihHR. Bukhari HR. Bukhari HR. Bukhari: 2031 – Tentang Riba Fadhl Dan Riba NasiahHR. Bukhari HR. Bukhari: 6634 – Tentang Jangan Menzalimi Saudara Sesama MuslimAyat Alquran PilihanMaka bersabarlah kamu terhadap ketetapan Tuhanmu, Dan berikan berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Orang-orang yang beriman & beramal sholeh, Dan sungguh, Podcast
🔉 Apa Makna Hadis ‘Muttafaq ‘alaih’ – KonsultasiSyariah🔉 Kitab Tauhid (Eps. 15): Meminta Perlindungan Kepada Selain Allah ― Ust. M. Abduh TuasikalDoa
Lafal Salam Dalam Shalat [2]Ta’awudz Sebelum Al-Fatihah [1]Soal & PertanyaanMujahadah berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata jahada, yang berarti …َبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِۦ لِيَكُونَ لِلْعَٰلَمِينَ نَذِيرًا Dalil di atas adalah nama-nama lain dari Alquran, yaitu إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ Dalil di atas adalah nama-nama lain dari Alquran, yaituSalah satu tokoh dalam kisah umat masa lalu yang dapat dipetik pelajaran sebagai teladan yang baik … Tujuan utama diturunkannya Alquran kepada umat manusia adalah … Allah Subhanahu Wa Ta`ala Melihat semua apa yang di lakukan oleh hambanya, karena Allah bersifat … Dalam memutuskan suatu perkara, Dinda sangat adil karena Dinda meneladani sifat Allah … Salah satu cara mengagungkan tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta`ala yaitu … dengan … Tata cara membaca Alquran dimulai dengan … Dalam surah Alquran, At-Tin artinya … Masyarakat Arab sebelum Islam memiliki kebiasaan buruk, juga memiliki kebiasaan baik. Di bawah ini yang tidak termasuk kebiasaan baik masyarakat Arab sebelum Islam adalah … Berikut ini yang bukan merupakan substansi dakwah Rasulullah di Mekkah adalah … Dalam QS. Al-Muddassir ayat 1-7 adalah menjadi dasar bagi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan dakwah di Mekkah secara … Dari proses dakwah secara diam-diam yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melakukan dakwah di Mekkah, maka terdapat beberapa sahabat yang masuk Islam pertama kali. Mereka dikenal dengan sebutan … Cara yang pertama kali ditempuh oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melakukan dakwah di Mekkah secara terang- terangan adalah … KamusSiapa itu Al-Walid bin Abdul-Malik? Al-Walid bin ‘Abdul-Malik atau Al-Walid I adalah khalifah yang berkuasa pada tahun 705–715. Dia berasal dari Bani Umayyah cabang Marwani. Al-Walid mewaris... Apa itu Wali Allah? Walī , dalam bahasa Arab berarti adalah ‘seseorang yang dipercaya’ atau ‘pelindung’, makna secara umum menjadi ‘Teman Allah’ dalam kalimat wal�... Apa itu tartil? tar.til membaca Alquran dengan pelan … • Apa itu Al Maani? Allah itu Al-Mani’ ◀ Artinya Maha Pencegah, Allah berkuasa untuk mencegah hamba-hamba-Nya dari perbuatan yang memancing dosa sesuai dengan kehendak-Nya. Tidak semua permoho... Apa itu madrasah ibtidaiah? sekolah agama tingkat dasar … • Di mana itu Koptik? Daerah di Mesir. BAHASA QIBTI Dahulu bahasa Qibti merupakan bahasa yang digunakan masyarakat mesir dalam berkomunikasi dalam keseharian. Tetapi saat bangsa Arab masuk di tanah Mesi...
Pencarian Terbaru
Pencarian Populer
RisalahMuslim by MOT|VASEE Made with ❤️ in Yogyakarta Tangan di Atas Lebih Baik daripada Tangan di BawahHadis tentang keutamaan tangan di atas mengandung motivasi untuk selalu maju. Jumat , 10 Apr 2020, 20:21 WIB
Republika/Tahta Aidilla Red: Hasanul Rizqa REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana diriwayatkan Hakim bin Hizam radhiyallahuanhu. "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaganya. Barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya." Baca Juga
Hadis di atas mengajarkan prinsip yang ideal bagi setiap Muslim, yakni hidup berkecukupan dan gemar bersedekah. Agama Islam mengajarkan sikap moderat, yakni agar umatnya tidak terlunta-lunta dalam kemiskinan dan tidak pula menumpuk-numpuk harta sehingga menjadi kikir. Prinsip ini juga membuat seorang Muslim yang memiliki harta mencapai nisab harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen. Di dalam Alquran, kewajiban untuk berzakat kerap disandingkan dengan shalat. Rasul SAW pun pernah mengutarakan tentang keutamaan orang salih yang kaya dan dermawan. Lewat hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak boleh iri kecuali terhadap dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan, dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Alquran dan Sunnah), lalu ia menunaikan dan mengajarkannya" (HR Bukhari dan Muslim). Jalan yang dipilih untuk menjadi sukses antara lain dengan berbisnis. Rasulullah SAW sendiri adalah seorang pedagang yang berhasil. Dari 10 sahabat beliau yang dijamin masuk surga, sembilan di antaranya merupakan pengusaha sukses. Salah seorang di antara mereka itu adalah Abdurrahman bin Auf. Setelah hijrah dari Makkah ke Madinah, ia sempat jatuh miskin. Sebab, ia lebih suka meninggalkan harta kekayaannya untuk bisa mengikuti Nabi SAW ke Madinah. Bagaimanapun, di Madinah ia mulai bangkit berkat kegigihannya berniaga. Mulanya, Rasul SAW mempersaudarakan Abdurrahman dengan Sa'ad ibnu ar-Rabi' al-Autsari, sosok kaya raya di Madinah. Saad berkata, "Hartaku separuhnya untukmu (Abdurrahman) dan aku akan berusaha menikahkan kamu (dengan perempuan ansar)." Mendengar itu, Abdurrahman menjawab, "Semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu. Tunjukkan saja, di mana tempat pasar perdagangan?" Selama di Madinah, Abdurrahman merintis perniagaan keju dan minyak samin. Tanpa waktu lama, usaha Abdurrahman maju pesat. Labanya kian meningkat. Oleh Rasulullah SAW, apa yang dilakukan Abdurrahman dijadikan contoh bagaimana seorang Muslim bangkit.
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini Subscribe to Notifications |