Ibadah Sunnah yang dijaga dan dilanjutkan oleh tamatan pendidikan Muhammadiyah adalah

Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi yang hidup dan berkembang sekitar 108 tahun ylalu, telah melalui banyak tantangan dan dinamika. K.H Ahmad Dahlan sebagai pendiri organisasi ini menitikberatkan perjuangan pada unsur aksi. Dalam proses pembentukan Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan, terinspirasi pada ayat-ayat Al Quran diantaranya Quran Surah Ali Imran 104, Ali Imran 110, Al Maun 1-7 dan Al Ashr 1-3.

Pemaknaan K.H Ahmad Dahlan pada QS. Ali Imran 104 dititikberatkan tentang pentingnya sebuah perkumpulan yang terorganisir dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Gerakan yang terorganisir mampu menjangkau banyak aspek. Sedangkan pada ayat 110, sebagai perwujudan umat terbaik maka tugas umat islam melakukan proses Transendensi [seruan kepada Allah], Liberasi [pembebasan manusia dari bentuk penjajahan terhadap materi], dan Humanisasi [menjadikan manusia untuk peka terhadap manusia], ketiga proses tersebut dalam pemikiran Kuntowijoyo disebut sebagai kesadaran Profetik. Sedang pada makna surah Al Maun dan Ashr, K.H Ahmad Dahlan, dalam kisah yang masyhur, menjelaskan pentingnya peduli pada kemanusiaan dan memanfaatkan waktu untuk senantiasa memberikan nasehat dan beramal shaleh.

Dari konsep 3 surah tersebut kemudian K.H Ahmad Dahlan mengajarkan kepada para santrinya untuk menjadi muslim yang tidak hanya cakap pada ranah Keimanan atau spritualitas, tapi juga cakap pada ranah Pikir atau Intelektualitas dan kesemuanya dibuktikan pada ranah gerakan Kemanusiaan.

Proses berpikir K.H Ahmad Dahlan tentang 3 ranah diatas bermuara pada tujuan Muhammadiyah yaitu “Masyarakat Islam yang sebenar benarnya” hal ini diatur pada Anggaran Dasar Muhammadiyah Bab 3 Pasal 6.  Apa hubungan Tujuan Muhammadiyah dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan?. Farid Ma’ruf pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 di Palembang menjelaskan “masyarakat islam adalah golongan manusia yang mencerminkan untuk berbakti kepada Allah”. Proses berpikir K.H Ahmad Dahlan tentang “perkumpulan yang menyeru kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar” dan “masyarakat islam” bagaikan anak tangga. Ali Imran 104 adalah dasarnya dan Ali Imran 110 adalah pijakan terakhir menuju tujuan Muhammadiyah yaitu masyarakat Islam.

Tujuan Muhammadiyah, kemudian diImplementasikan dalam bentuk proses perkaderan dalam lingkup persyarikatan. Perkaderan adalah proses pembentukan secara terstruktur dalam organisasi. Hasil dari perkaderan disebut sebagai kader. Kader dalam bahasa perancis disebut sebagai les cadre yang berarti anggota inti yang menjadi bagian terpilih dalam lingkup dan lingkungan Pimpinan serta mendampingi sekalian Kepemimpinan. Kader inilah yang kemudian menjadi anak panah Muhammadiyah dalam mengemban misi dakwah.

Sebagai organisasi pembaharu dan purifikasi [Tajdid] pemikiran-pemikiran kader Muhammadiyah selalu dinanti, untuk merespon gejala yang terjadi di masyarakat. Walaupun dalam beberapa diskursus Ke Muhammadiyahan, fatwa-fatwa Muhammadiyah dianggap tidak terlalu populer di kalangan lapis bawah masyarakat Indonesia bahkan pada Simpatisan atau warga persyarikatan Muhammadiyah fatwa-fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah seolah olah tidak diindahkan.

Di awal berdirinya Muhammadiyah dianggap sebagai sebuah aliran kepercayaan baru yang tidak sejalan dengan Islam garis mainstream. Sebutan Kiyai kafir dan kristen alus merupakan sebutan yang melekat pada aktifis-aktifis Muhammadiyah generasi awal. Keberadaan Muhammadiyah sebagai gerakan kemodernan merupakan anti thesa dari gerakan Islam tradisional yang sudah mapan ditengah-tengah masyarakat. Pada saat ini, peran Muhammadiyah sebagai social movement dianggap terlalu melangit atau elitis sehingga terkadang kehadiran kader Muhammadiyah sebagai agen perubahan kalah pamor ketimbang para salafis yang lebih menyentuh kalangan bawah. Sehingga terkadang peran kemasyarakatan Muhammadiyah seolah tak tampak dan tak menyentuh lapisan bawah. Padahal pada sisi kesejarahan Muhammadiyah adalah gerakan sosial kemasyarakatan, yang kemudian berkembang dan berubah menjadi gerakat “elit” atau tak kelihatan lagi sosial kemasyarakatannya. Sebagai gerakan islam modern, Muhammadiyah dituding sebagai gerakan anti kebudayaan, dengan mematikan atau membid’ahkan seluruh aktifitas kebudayaan masyarakat dengan dalih purifikasi dan pemberantasan Tahayul, Bid’ah, dan Khurafat. Kuntowijoyo, menuliskan dalam ” Islam tanpa Mitos” dan “Muslim tanpa Mesjid” bahwa Muhammadiyah bukan gerakan anti kebudayaan tapi gerakan yang menawarkan kebudayaan baru.

Kaderisasi Muhammadiyah harus menjawab segala tudingan dan tantangan dakwah Muhammadiyah. Lahirnya Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah dan lembaga pengembangan pesantren di lingkup Muhammadiyah mencoba menghadirkan ulama-ulama Tarjih Muhammadiyah yang dinilai kian terkikis akibat hadirnya para cendikiawan-cendikiawan yang lahir dari perguruan tinggi muhammadiyah dan para kader yang melakukan studi diluar ilmu keislaman. Sedang untuk gerakan kemasyarakatan, Muhammadiyah mengoptimalkan Lazismu, MDMC dan Majelis pelayanan sosial sebagai Tridente atau ujung tombak Muhammadiyah, memperbarui PKO [Poenoeloeng Kesengsaraan Oemoem] yang hadir di awal berdirinya Muhammadiyah. Ikhwanushoffa salah seorang pimpinan Lazismu Sragen, berujar pada pelatihan Lazismu di Kab. Jenneponto menjelaskan bahwa kehadiran Lazismu diharapkan menghidupkan kembali neo Al maun yang pernah digagas KH. Ahmad Dahlan. Pada bidang pendidikan, Muhammadiyah masih konsisten dengan konsep Integrasi pendidikannya. Dengan memadukan unsur materi umum dan materi pendidikan Al Islam dan Kemuhammadiyah dan Bahasa Arab atau Ismuba, yang gencar dilaksanakan satuan pendidikan di lingkup Muhammadiyah.

Bagaimana dengan para cendikiawan Muhammadiyah atau budayawan Muhammadiyah? Apakah kedua bidang ini berkembang ataukah menjadi stagnan dengan hadirnya gerakan keulamaan dan gerakan sosial Muhammadiyah?. Para cendikiawan Muhammadiyah seolah tak pernah habis di Nusantara, ketua PP Muhammadiyah saat ini adalah seorang guru besar bidang sosial, dan integritas keilmuan dan keulamaannya tidak diragukan lagi. Kita juga mengenal Prof. Buya Syafii Maarif, cendikiawan dan tokoh besar Muhammadiyah, dan terkonsentrasi pada masalah pluralisme yang kadang panas di Indonesia. Sedang tokoh kebudayaan Muhammadiyah, kita mengenal tokoh sekaliber Buya Hamka, ulama, politisi dan sekaligus kebudayaan. Jika cendikiwan Muhammadiyah lahir dari kalangan akademisi Muhammadiyah, maka budayawan Muhammdiyah lahir dari Lembaga Seni Budaya dan Olahraga.

Kebudayaan baru yang ditawarkan Muhammadiyah hadir dengan mencipta karya kebudayaan baru seperti film “jejak 2 ulama”. Kebudayaan yang mengedukasi masyarakat islam tentang perjuangan K.H Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari dalam mendirikan organisasi dan melakukan perubahan. Lembaga ini juga baru-baru ini menghadirkan sebuah klub sepak bola dan berlaga di kasta 2 liga Indonesia bernama PS HW. Persigo Semeru Hizbul Wathan adalah klub sepak bola binaan Pimpiman Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. PS HW, kelanjutan dari PS HW yang dibentuk oleh Ki Bagus Hadikusumo pada era tahun 1800an. Muhammadiyah mencoba hadir di segala lini, menjadi sebuah gerakan yang melakukan perubahan dan perbaikan dalam banyak bidang.

Kekuatan Intelektualitas, Spiritualitas yang menghadirkan dimensi Humanitas, menjadikan Muhammadiyah tumpuan basis Intelektualitas dan moralitas bangsa ini. Kemajuan zaman, membuat bangsa kita kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang majemuk. Miskinnya Ulama cendekia dan Cendekia Ulama menyebabkan umat islam gampang menjadi bahan adu domba. Masuknya gerakan Islam Transnasional sejak awal reformasi dan munculnya isu politik Identitas menyebabkan posisi Muhammadiyah menajadi penentu arah kiblat bangsa kita. Kehadiran para intelektual Muhammadiyah dan para politisi dari kader Muhammadiyah menghadirkan dimensi pencerahan baru ditengah-tengah kebingungan bangsa ini menjawab dinamika kebangsaannya.


Pendidikan Al-Islam  dan Kemuhammadiyahan [AIK] di Universitas Muhammadiyah  Malang ada sejak   Tahun 1988 – 1990, baik kurikulum maupun  pelaksanaaanya  di bawah koordinasi unit TPAIM [ Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyaan] atau lembaga yang tidak secara khusus mengelola AIK. Unit ini kemudian berubah menjadi PDKIM [Pusat Dokumentasi dan Kajian Al-Islam  dan Kemuhammadiyaan ] hingga tahun 1994 dan berubah menjadi LSIK [Lembaga Studi Islam dan Kemuhamadiyaan ] dan PSIK[ Pusat Studi Islam dan Kemuhammadiyaan ] hingga tahun 1998. Unit atau lembaga ini mempunyai beberapa agenda, selain kajian harus melayani agenda-agenda pesanan. Sehingga pendidikan AIK belum mendapatkan perhatian yang memadai. Baru pada bulan Febuari 1999, AIK di kelola unit atau kepala bagian AIK dan MKDU hingga sekarang [ 14 tahun lebih ] yang secara organisatoris di bawah koordinasi Biro Administrasi Akademik [BAA] dan bertanggung jawab pada Pembantu Rektor 1.

Periode Rekonstruksi  [1996 – 1998]

Perubahaan kurikulum AIK di Universitas Muhammadiyah  Malang sudah banyak kali dilakukan. Agaknya dibutuhkan waktu yang agak lama untuk merekonstruksinya dari periode awal 1960-an hingga akhir 1980-an. Awal semester ganjil 1996/1997 untuk pertama kali kurikulum AIK secara resmi dicetak, setelah tim kecil yang dibentuk melewati serangkaian diskusi. Sebelum ini agaknya baru ada silabus AIK untuk masing-masing mata kuliah yang belum menggambarkan bangunan kurikulum pendidikan AIK. Periode ini mungkin lebih tepat di sebut sebagai periode rekonstruksi, karena tim LSIK telah berhasil menghimpun gagasan yang berserakan kedalam suatu silabus yang utuh dengan berupaya menyusun format pendidikan AIK yang lebih baik.

Periode  Validasi  [1998 – 2001]        

            Peroide berikutnya, yaitu  menjelang semester ganjil  tahun 1998/1999 ketika kurikulum AIK kembali mengalami penyempurnaan. Kurikulum pendidikan AIK 1996 yang masih berbentuk silabus dan hanya menyajikan topik –topik bahasan di anggap terlalu umum karena itu perlu dibuat yang lebih rinci. Perubahaan yang dilakukan terutama dibuat kolom-kolom tujuan pembelajaran, pokok bahasan, sub pokok bahasan, alokasi waktu hingga referensi termasuk penyebutan halaman. Periode ini mungkin lebih tepat di sebut sebagai periode validasi. Dari silabus yang diupayakan menjadi bangunan kurikulum kemudian diperkokoh hingga menjadi lebih baik bahkan menjadi sebuah kurikulum. Setelah melakukan validasi kurikulum 1996 menjadi 1998 [yang disempurnakan],bukan berarti persoalan di anggap selesai. Beberapa dosen masih menanggap beberapa materi kurikulum hasil validasi ini dianggap berlebihan untuk ukuran riil mahasiswa, bahkan cenderung hanya memenuhi selera intelektual sebagian dosen. Kurikulum ini tidak berbasis pada kebutuhan mahasiswa tentang Islam, sehingga  seberapa peningkatan  Pengetahuan dan Keterampilan keagamaan mahasiswa sulit di ukur. Karena itu perlu di lakukan perubahaan yang lebih mendasar dan tidak tambal sulam sifatnya.

Periode Reformasi [2001 - 2005]

             Kurikulum AIK mengalami perubahaan mendasar terutama menjelang  semester Ganjil  Tahun Akademik 2001/2002. Lebih kurang  dibutuhkan waktu satu semeter  untuk mempersiapkan perubahaan ini, dimulai dari Undangan Rektor untuk mendiskusikan kemungkinan  penataan kembali pendidikan AIK, Pembentukan tim perumus draf ,rapat-rapat tim hingga lokakarya yang melibatkan semua unsur terkait. Upaya ini menghasilkan format baru pendidikan AIK sebagaimana tergambar dalam kurikulum AIK 2001. Beberapa perbedaan mendasar kurikulum sebelumnya, misalnya cara pandang terhadap mahasiswa ,pengalokasian materi untuk masing-masing tingkatan,dan pengintregasikan antara Al-islam dan Kemuhammadiyahan sehingga tidak ada lagi pemisahan antara keduanya. Periode ini agaknya lebih tepat kalau disebut sebagai periode reformasi .Karena perubahan yang dilakukan bersifat lebih mendasar meskipun dalam beberapa hal tetap mengakomodasi kurikulum sebelumnya.

Performa kurikulum 1996,1998 dan 2001 lebih jelas dapat dibaca pada tabel dibawah ini . Perubahan yang digambarkan pada tabel ini masih sebatas nomenklatur serta waktu penyajian. Pada kurikulum 1996 tampak misalnya bahwa masih dipakai nomenklatur Al-islam I,II dan kemuhammadiyahan I,II masing –masing dengan 2SKS atau 8 SKS secara keseluruhan dan disajikan pada semester I,II, VI danVII. Kurikulum 1998 nomenklatur yang di gunakan berubah menjadi Studi Islam I,II,III,dan IV,masing-masing dengan bobot 2 SKS atau 8 SKS secara keluruhan dan di sajikan pada semester I,II,Vdan VI. Sedangkan kurikulum 2001 nomenklaturnya diintegrasikan sehingga menjadi AL-Islam –Kemuhammadiyaan dan di singkat AIK I,II,V,dan VI, dengan bobot I SKS tapi 2 JS [Jam Studi ] atau 4 SKS secara keseluruhan, se hingga tetap setara dengan 8 SKS .

Tabel 1. Perbandingan Kurikulum Pendidikan AIK Tahun 1996,1998 dan 2001 dari aspek Nomenklatur dan Waktu Penyajian

1996

1998

2001

Nomenklatur

Smt

Nomenklatur

Smt

Nomenklatur

Smt

Al-Islam I

1

Studi Islam I

I

AIK-I

I

Kemuhammadiyahan 1

II

Studi Islam II

II

AIK-II

II

Al-Islam II

VI

Studi Islam III

V

AIK-III

V

Kemuhammadiyahan II

VII

Studi Islam IV

VI

AIK IV

VI

Sumber .Kurikulum AIK 1996.1998 dan 2001.

            Ketiga periode ini menggambarkan adanya tahap-tahap perubahan yang berlangsung seolah terjadi dalam rentang waktu yang relatif singkat,lima hingga enam tahun. Fakta yang sesungguhnya untuk sampai pada kurikulum AIK 2001 dibutuhkan waktu sepuluh hingga dua belas tahun pencarian melalui diskusi rutin Ahad Malam. Hingga  paruh pertama tahun 1990-an, PDKIM-UMM aktif menggelar diskusi ini. Forum ini di buka untuk umum dengan harapan dapat menyerap sebanyak-banyaknya harapan dan pandangan civitas akademika, persyarikatan terhadap konsep AIK. Meski begitu, hanya beberapa dosen saja yang aktif di tambah unsur pimpinan UMM .karena itu  perubahan ini tidak terjadi dengan sendirinya tetapi melalui proses pencarian yang panjang dan mungkin masih akan terus berlangsung meskipun dengan format dan Setting yang berbeda. Menurut Asmara [2002], setiap perubahan kurikulum  pendidikan termasuk kurikulum AIK di UMM, lebih di sebabkan oleh budaya organisasi yang melandasinya. Dalam konteks pengembangan AIK ini, maka budaya organisasi tersebut lebih tepat dimaknai sebagai perwujudan spirit tajdid dalam kultur persyarikatan Muhammadiyah .

            Perbedaan penting kurikulum AIK 2001 dengan sebelumnya terutama pada asumsinya terhadap mahasiswa. Kalau sebelumnya mahasiswa di perlakukan sama dalam suatu pendekatan klasikal, kurikulum 2001 sangat memperhatikan perbedaan latar belakang pendidikan dan pengetahuan  agama mahasiswa. Karena itu sejak tahun 2001 mahasiswa baru [MABA] sebelum memasuki pendidikan AIK mereka wajib mengikuti Placement  test, bahkan pada tahun 2002 Placement test AIK dilakukan bersamaan waktuanya tes wawancara penerimaan mahasiswa baru. Hasil tes ini kemudian menjadi dasar pembagian kelas AIK. Mahasiswa yang pengetahuan agamanya di atas rata-rata khususnya yang berlatar belakang pondok pesantren atau madrasah aliyah yang di anggap mampu di kelompokkan dalam fashl al-mutaqaddimin [kelas lanjut]. Mahasiswa yang pengetahuan agamanya satu tingkat di bawah kelas ini di masukkan kedalam Fashl al-mutawassitihin[kelas menengah] , mereka umumnya sudah lancar membaca al –Qur’an dan yang  belum mengenal huruf Arab dan pemahaman agamanya rendah di masukkan kedalam Fashl al-Mubtadi’iin [kelas pemula ] yang materinya sebagaiman dalam table 2.

Tabel 2  Pembagian Kelas dan Distribusi Materi Pendidikan AIK berdasarkan kurikulum 2001

AL-Fushul

Smt

Al-Mubtad’in

Al-Mutawassithin

Al-Mutaqaddimin

Tafhim al –Qur’an al-Assy

Dasar-dasar Islam

Dirasah Islamiyah

I

AIK-II

Teori dan praktik Ibadah

Aspek sejarah dalam Islam

Metodologi Studi al Qur’an dan Sunnah

II

AIK-III

Dasar-dasar Islam

 Metodologi Studi Islam

Pendekatan Ilmu –ilmu Sosial dalam Kajian Islam

V

AIK-IV

Aspek Sejarah dalam Islam

Studi Tematk al Qur’an

Studi Tematik al-Qur’an

VI

Paket Pilihan : Teori dan Praktik Dakwah

VII

Sumber :Kurikulum Pendidikan AIK 2001

            Pada kurikulum ini tampak bahwa Al-Islam dan Kemuhammadiyahan mulai diintegrasikan. Ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang masing –masing  berdiri sendiri-sendiri bahkan seperti tidak saling terkait. Pada kurikulum 2001 Muhammadiyah ditempatkan sebagai metodologi, sementara isi atau materinya adalah Al- Islam baik ajaran maupun sejarahnya, misalnya pada materi dasar-dasar Islam terdapat pokok bahasan aqidah ,maka materi aqidah ini harus dapat ditempatkan pada kerangka pemikiran Muhammadiyah tentang aqidah . begitu pula pada pokok bahasan ibadah juga harusnya di tempatkan  dalam suatu kerangka pemikiran Muhammadiyah tentang Ibadah. Tentu tidak semua materi dan pokok bahasan dapat di tempatkan dalam kerangka pemikiran Muhammadiyah..

            Sesuai dengan paradigma baru pengelolaan pendidikan tinggi sebagaimana tertuang di dalam  Higher Education Long Term Strategy  [HELTS]  2003 -2010, maka kurikulum AIK haruslah berorientasi kepada kebutuhan mahasiswa, sehingga mampu mengembangkan kapabilitas intelektualnya sesuai dengan potensi yang dimiliki, untuk menjadi warga negara yang bertanggungjawab dan mampu berkontribusi pada daya saing bangsa. Kurikulum AIK 2005, sebagai hasil lokakarya  penyempurnaan kurikulum AIK 2001 diarahkan untuk mencapai sasaran seperti tersebut diatas. Kurikulum ini tetap disajikan dalam 4 semester dengan tetap memperhatikan tingkat kemampuan dan pemahaman awal mahasiswa tentang Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, sebelum mereka mengikuti AIK I [satu] sesuai dengan paradigma baru pengelolaan pendidikan tinggi diatas.

AIK I identik dengan P2KK  [2004 – 2013]

            Untuk lebih mengintensifkan pembinaan dan pengembangan kepribadian yang lebih kokoh dan mantap  sesuai dengan tuntunan Islam sehingga menjadi mahasiswa yang berakhlaqul karimah, maka mulai Tahun Akademik 2004/2005 penyajian AIK I diintegrasikan dengan kegiatan Pelatihan Pengembangan Kepribadian dan Kepemimpinan [P2KK].  Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil antara 200-300 mahasiswa pada setiap angkatannya., kemudian diasramakan selama 6 hari , dengan jumlah jam efektif tidak kurang dari 60 jam [3600 menit]. Secara akademis AIK I memperoleh porsi kegiatan sebanyak 1800 menit yang setara dengan 18 kali pertemuan perkuliahan selama satu semester [@100 menit]. Dengan penyajian AIK I yang intregated dengan P2KK ini diharapkan dapat menjadikan pembelajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan lebih menyenangkan , langsung dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak menjadi beban dalam studi, tetapi justru menjadi kebutuhan hidupnya.  

             Mulai tahun 2009  sampai sekarang    Pelatihan  Pengembangan  Kepribadian dan Kepemimpinan [ P2KK/ AIK I]  berubah  nama  menjadi Program Pembentukan  Kepribadian  dan Kepemimpinan [ P2KK/AIK I] dengan harapan bahwa  mahasiswa yang telah  mengikuti Program tersebut dapat mengasah potensi yang dimilkinya  berupa  kepemimpinan dan kepribadian   sesuai dengan  harapan  UMM

Tabel 3.  Pembagian Kelas dan Distribusi Materi Pendidikan AIK berdasarkan kurikulum 2005

AL-Fushul

Smt

Al-Mubtad’in

Al-Mutawassithin

Al-Mutaqaddimin

Teori dan Praktek Ibadah/P2KK

Teori dan Praktek Ibadah/P2KK

Teori dan Praktek Ibadah/P2KK

I

AIK-II

Tafhim Al Qur’an Al-Asasy

Dasar-dasar Islam

Dirasah Islamiyah

II

AIK-III

Dasar-dasar Islam

 Aspek sejarah dalam Islam

Aspek sejarah dalam Islam

V

AIK-IV

Aspek Sejarah dalam Islam

Studi Tematk al Qur’an dan al Hadits

Metodologi Studi al Qur’an dan Sunnah

VI

Sumber :Kurikulum Pendidikan AIK 2005

           Sebagai konsekuensi logis  adanya penyempurnaan kurikulum AIK yang  diberlakukan secara efektif mulai tahun akademik 2005 dan seterusnya, maka diikuti  pula kesiapan para dosen  dalam  menyesuaikan  dan meningkatkan ketrampilan   pembelajaran AIK dengan berbagai  metode, termasuk  pemanfaatan multimedia..

Kajian Ahad Pagi  [2005 – 2013]

           Dalam rangka menambah wawasan keagamaan  dan keilmuan bagi  poara mahasiswa, sejak tahun 2005   diadakan  kajian keagamaan setiap hari ahad  bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliahh AIK selama  satu semester  sebagai tambahan keilmuan  dan masih  berlangsung sampai sekarang .

           Setelah berjalan lima   tahun  dalam pelaksanaan  kurikulum AIK 2005 mulai tampak bahwa  materi  kuliah AIK IV  bagi kelas Mutaqaddimin   dirasakan terlalu tinggi  bagi mahasiswa khususnya mahasiswa non FAI dan  sebagai bahan evaluasi  dari pelaksanaan kurikulum  2005   dilakukan workshop kurikulum AIK   dan dilanjutkan lokakarya kurikulum AIK  hingga  terbentuklah kurikulum AIK 2010        [ Tabel 4]  yang baru  yang lebih sederhana meskipun tetap memperhatikan perbedaan latar belakang pendidikan dan pengetahuan  agama mahasiswa, yang lebih ditekankan dalam pelaksanaan kurikulum 2010 adalah  metode pembelajarannya pada masing-masing  kelas  sehingga tujuan pembelajaran AIK tercapai.           

Tabel 4.  Pembagian Kelas dan Distribusi Materi Pendidikan AIK berdasarkan kurikulum 2010

AL-Fushul

Smt

Al-Mubtad’in

Al-Mutawassithin

Al-Mutaqaddimin

Teori dan Praktek Ibadah/P2KK

Teori dan Praktek Ibadah/P2KK

Teori dan Praktek Ibadah/P2KK

I

AIK-II

Aqidah dan Ibadah

Aqidah dan Ibadah

Aqidah dan Ibadah

II

AIK-III

Kemuhammadiyahan

Kemuhammadiyahan

Kemuhammadiyahan

V

AIK-IV

Akhlak dan Mu’amalah 

Akhlak dan Mu’amalah 

Akhlak dan Mu’amalah 

VI

Sumber :Kurikulum Pendidikan AIK 2010

Tujuan  Kurikulum AIK  2010 adalah :

1.      Memberikan pemahaman tentang Aajaran Islam yang dapat menumbuhkembangkan kekuatan Iman dan Amal Sholeh.

2.      Memberikan ketrampilan membaca dan memahami Al Qur’an dan Al Hadits sebagai sebagai sumber utama Ajaran Islam.

3.      Memberikan ketrampilan  beribadah yang berdasar Al Qur’an dan Al Hadits

4.      Memberikan pemahaman tentang Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah dan Tajdid.

5.      Memberikan guideline untuk berperilaku positif [berakhlak karimah] dalam kehidupan yang berdasar pada nilai-nilai keislaman  kemuhammadiyahan .


Periode Pasca Reformasi  [2010 – sekarang]

           Periode ini  merupakan periode yang sangat mengkhawatirkan bagi saya pribadi,,selaku pengawal dalam menjalankan tujuan  kurikulum AIK 2010 seperti disebutkan diatas. Dikarenakan  pada era reformasi dan informasi  yang begitu cepat membutuhkan metode/teknik pengajaran yang  membuat para mahasiswa menjadi terkesan dan tertarik untuk memahami Islam dan mengenal gerakan  serta tujuan dari  Muhammadiyah .  Oleh karena diperlukan  kerjasama/ jejaring dengan semua pihak yang  punya tujuan yang sama dalam pembinaan kepribadian  nilai-nikai Islam bagi mahasiswa UMM baik dengan bidang I [ akademik] mulai dengan Para Pembantu Dekan  I, Ketua Jurusan/prodi  maupun bidang III [ kemahasiswaan], Lembaga Intra maupun Ekstra.

          Sejak tahun 2011 bagian pengajaran AIK telah bekerja sama dengan Markaz dakwah dalam pembinaan dan pemdampingan Baca Tulis Qur’an oleh asisten dosen bagi mahasiswa semua fakultas kecuali non FAI yang dari hasil placement tes masuk dikelas Mubtadiin selama satu semester pada semester II.   Hasil dari pembinaan selama satu semester tersebut apabila layak naik tingkat maka akan dipindahkan ke kelas Mutawasitrh pada semester selanjutnya. Dan masih menjadi  cita-cita saya yang belum terwujud, yaitu  sertifikat BTQ bisa disejajarkan kedudukannya dengan sertifikat –sertifikat yang lain, seperti P2KK, Pesmaba, KKN dll. Agar dapat memotivasi bagi mahasiswa yang belum bisa membaca Al-Qur’an bersungguh-sungguh sehingga lulusan UMM bisa membaca  Al-Qur’an semuanya dengan baik dan benar. Sedangkan bagi mahasiswa non muslim  tetap mengikuti perkuliahan  regular dan dimasukkan di kelas mubtadiin dan pada waktu Kajian Ahad Pagi mereka mengikuti kajian di tempat ibadah mereka  masing-masing dengan bukti membawa resuman..

           Pada tahun 2012 juga sudah mulai focus memikirkan kelanjutan pembinaan kelas mutaqddimin, dimana dengan hanya 2 kelas [ jumlah mahasiswanya 75 orang], dapat mendapatkan  calon-calon ilmuwan yang islami yang bisa menjadi contoh bagi teman-teman mahasiswa yang lain.

Penutup

            Demikian  sejarah singkat  perjalanan AIK dan pengembangan kurikulumnya semoga bisa  memberikan gambaran  secara gamblang bagi para pembaca tulisan ini dan  apabila ada tulisan yang kurang   sesuai dengan realitas yang ada kami mohon maaf yang sebenarnya. Albirru manittaqa. Billahi Fi sabililhaq Fastabiqul khairat.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề