Indikator yang dapat digunakan untuk mendiagnosis seseorang menderita asidosis adalah

Fase Demam

Fase demam terjadi selama 2−7 hari, dengan suhu sangat tinggi mencapai 39−40°C, sehingga kadang disertai menggigil. Demam dapat disertai dengan gejala konstitusional tidak spesifik lain, seperti sakit kepala, mialgia, dan fotofobia.[2,3,11]

Fase Kritis

Pada fase kritis, gejala demam menurun menjadi 37,5−38°C, dan umumnya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-7. Pada fase ini terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat menyebabkan perdarahan dan syok hipovolemik pada kondisi DHF, maupun disfungsi organ dan disseminated intravascular coagulation [DIC] pada kasus DSS.[2,3,11]

Fase Pemulihan/Konvalesen

Fase pemulihan terjadi pada pasien yang berhasil melewati fase kritis, yaitu 24−48 jam setelah fase kritis. Pada fase ini terjadi reabsorbsi cairan dari ekstravaskular. Apabila pasien diberikan cairan intravena berlebih pada fase ini maka dapat terjadi efusi pleura masif, asites, dan gagal jantung kongestif.[2,3,11]

Warning Sign

Warning sign penting diketahui untuk mencegah perburukan dan komplikasi penyakit. Tanda bahaya yang harus diwaspadai adalah jika pasien pada saat fase demam berakhir tidak mengalami perbaikan klinis, atau bahkan mengalami perburukan.  Selain itu, pasien dengan muntah persisten dan gagal diberikan rehidrasi peroral harus segera diberikan resusitasi cairan.

Warning sign timbulnya renjatan DSS adalah:

  • Pusing berat, letargi, gelisah, atau perubahan perilaku secara mendadak
  • Sesak napas
  • Nyeri abdomen yang berat
  • Perdarahan, seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan mukosa mulut, hematemesis, melena, menorrhea, serta haemoglobinuria/hematuria
  • Kulit lembab dan dingin
  • Akral pucat dan dingin [sianosis perifer]
  • Oliguria[2,3,11]

Anamnesis

Gejala demam umumnya muncul setelah inkubasi selama 4−6 hari [rentang 3−14 hari]. Pasien dapat memiliki riwayat tinggal atau berkunjung ke daerah endemik dalam waktu 3 detik], sehingga nadi teraba lemah

  • Bradikardia yang bersifat paradoksikal, atau takikardia yang disertai syok hipovolemik
  • Hepatomegali
  • Hipotermia, kulit lembab dan dingin
  • Pasien letargi atau delirium[1-3]
  • Diagnosis Banding

    Manifestasi klinis DF sering menyerupai penyakit infeksi viral lain seperti chikungunya, campak, dan COVID-19, dan infeksi bakteri terutama demam tifoid Selain itu, gejala perdarahan harus didiagnosis banding dengan gangguan hematologi.

    Chikungunya

    Manifestasi klinis infeksi virus chikungunya menyerupai demam dengue, yaitu onset demam mendadak, artralgia, dan ruam kulit yang khas. Namun pada chikungunya, artralgia umumnya skala nyeri berat dan jarang menyebabkan perdarahan maupun renjatan. Hasil positif  serologi chikungunya membantu membedakan dengan DF.[15]

    Campak

    Gejala campak sama demam akut dengan manifestasi ruam kulit. Namun pada campak, umumnya terdapat tanda bercak koplik  khas pada selaput lendir mulut, ruam lebih sering ditemukan pada kepala dan telinga, dan lebih sering disertai keluhan saluran napas atas dan konjungtivitis.  Pemeriksaan serologi spesifik measles dengan enzyme-linked immunosorbent assay [ELISA] dapat membedakannya dengan DF.[15]

    COVID-19

    Coronavirus disease 2019 [COVID-19] sering kali sulit dibedakan dengan demam dengue, karena memiliki gejala dan tanda yang hampir sama. Penderita COVID-19 juga sering mengalami leukopenia dan trombositopenia. Namun pada COVID-19, terdapat riwayat kontak dengan pasien terkonfirmasi COVID-19, terdapat gejala anosmia, dysgeusia, dan keluhan saluran napas yang lebih berat. Pemeriksaan real time reverse transcription polymerase chain reaction [RT-PCR] COVID-19 dapat membedakan penyakit ini dengan DF.[15]

    Infeksi Tifoid

    Demam pada infeksi tifoid dapat menyerupai DF. Namun pada infeksi tifoid, umumnya tipe demam dengan pola anak tangga, disertai gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, konstipasi, atau diare. Pemeriksaan kultur darah/urin/feses positif Salmonella enterica serovar typhi dapat mendiagnosis pasti infeksi tifoid.[15]

    Gangguan Hematologi

    Gangguan hematologi yang dapat menyerupai DF di antaranya immune thrombocytopenic purpura [ITP], leukemia stadium lanjut, dan anemia. Cara membedakannya dapat melalui pemeriksaan sumsum tulang.[15]

    Diagnosis Banding Berdasarkan Lokasi

    Diagnosis banding DF lain dapat berdasarkan asal dan lokasi penyakit, yaitu:

    • Afrika: Arenaviruses, Sindbis virus, Ebola virus, West Nile encephalitis, Orbivirus
    • Amerika: Rocky Mountain spotted fever, Rickettsia, demam Mayaro, hemorrhagic fever viruses
    • Australia dan kepulauan Pasifik: demam Ross River
    • Eropa: demam Scarlet
    • Global: influenza, meningitis, roseola infantum, infeksi virus Zika, leptospirosis, rubella, mononukleosis[15]

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan penunjang untuk kasus DF yang paling sederhana adalah hematologi lengkap atau complete blood count [CBC]. Pemeriksaan lain adalah tes serologi, kultur virus, dan reverse transcriptase-polymerase chain reaction [RT-PCR] untuk mengkonfirmasi diagnosis.

    Hematologi Lengkap

    Hematologi lengkap dilakukan pada semua pasien demam, terutama selama 3 hari. Hematologi lengkap Kembali dilakukan jika terdapat warning sign gangguan sirkulasi atau syok. Hasil hematologi lengkap terdiri dari:

    • Trombositopenia: pada DF dapat ditemukan pada demam hari ke-3 sampai ke-8, di mana jumlah trombosit 20% menunjukkan hipovolemia akibat kebocoran plasma
    • Leukopenia: umumnya terjadi pada fase demam, dan terkadang juga disertai limfopenia[1-3]

    Nonstructural Protein-1 [NS1]

    NS1 merupakan  glikoprotein nonstruktural yang disintesis oleh virus dengue, dan disekresikan ke dalam darah penderita. Oleh karena itu, NS1 baik untuk mendeteksi fase viremia, yaitu pada hari 1−7. Pemeriksaan NS1 dilakukan dengan metode quantitative capture ELISA [enzyme-linked immunosorbent assay], tetapi saat ini telah tersedia alat rapid diagnostic test [RDT] untuk mendeteksi NS1.[1-3]

    Pemeriksaan NS1 pada kasus infeksi sekunder memiliki periode deteksi yang lebih singkat daripada infeksi primer. Sehingga pada kasus infeksi sekunder, kombinasi pemeriksaan NS1 dan serologi IgM-IgG lebih disarankan untuk meningkatkan akurasi diagnosis DF.[1-3]

    Antibodi Ig M dan Ig G Dengue

    Antibodi IgM [immunoglobulin M] virus dengue terdeteksi mulai hari 3–5. Mencapai kadar puncak di minggu kedua, lalu menurun perlahan dan dapat tetap terdeteksi hingga 2–3 bulan kemudian. Pada infeksi sekunder, IgM dapat tidak terdeteksi pada 20–30% kasus.[1-3]

    Antibodi IgG dapat terdeteksi di atas hari 5–7, dan dapat bertahan tetap positif hingga bertahun-tahun. Pada infeksi sekunder dengue, kadar IgG lebih dominan dibandingkan kadar IgM dan dapat terdeteksi di awal infeksi, bahkan di hari sakit ke-3.[1-3]

    Pada fase penyembuhan/konvalesen, pemeriksaan IgM-IgG lebih bermanfaat daripada NS1.  Pemeriksaan IgM dan IgG dengue merupakan uji serologi yang dapat dilakukan dengan metode ELISA atau imunokromatografi. Metode MAC-ELISA [IgM antibody capture ELISA] menangkap IgM dengan menggunakan antibodi anti-human-IgM dan antigen virus. Sementara, pemeriksaan IgG menggunakan antibodi monoklonal reaktif dan antigen virus.[1-3]

    RT-PCR atau real time RT-PCR

    Pemeriksaan RT-PCR [reverse transcriptase-polymerase chain reaction] dan real time RT-PCR digunakan untuk mendeteksi asam nukleat virus dengue, merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fase viremia, yaitu hari 1−5. Pemeriksaan positif PCR dapat mengkonfirmasi diagnosis DF.[1-3]

    Kultur Virus

    Kultur virus dengue jarang dilakukan karena hasil yang lama >1 minggu dan biaya yang tinggi. Kultur virus dengue dapat dilakukan dengan sampel darah, serum, dan jaringan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada demam hari 1−5, dan bersifat konfirmatif dalam diagnosis. Pemeriksaan ini tidak dapat menentukan infeksi primer maupun sekunder.[1-3]

    Pemeriksaan Laboratorium Lain

    Pemeriksaan laboratorium lain yang perlu dilakukan pada kasus DF bertujuan untuk menentukan komplikasi. Pemeriksaan yang diperlukan antara lain:

    • Tes fungsi hati: peningkatan kadar enzim SGOT [aspartate transaminase] dan SGPT [alanine transaminase]
    • Urinalisis: hematuria/hemoglobinuria
    • Tes golongan darah dan crossmatching: persiapan transfusi darah
    • Kadar albumin dalam serum: hipoalbuminemia menunjukkan hemokonsentrasi
    • Analisa gas darah [AGD]: terutama pada pasien DSS untuk monitoring komplikasi asidosis metabolik
    • Pemeriksaan hemostasis: waktu protrombin [PT] dan aktivasi partial thromboplastin [aPTT] memanjang, fibrinogen rendah, dan degradasi fibrin meningkat, menunjukan komplikasi disseminated intravascular coagulation [DIC][1-3]

    Pemeriksaan Pencitraan

    Pemeriksaan pencitraan juga dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan misalnya:

    • Rontgen toraks: efusi pleura

    • USG toraks: efusi pleura dengan volume sedikit dan efusi perikardial

    • USG abdomen: asites, penebalan dinding kantong empedu yang menandakan peningkatan permeabilitas vaskular, serta pemeriksaan organ hati. [1-3]

    Video yang berhubungan

    Bài mới nhất

    Chủ Đề