Masyarakat dan lingkungan sosial tidaklah bisa dipisahkan, sebagaimana kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dan yang lainnya. Dalam ilmu sosiolog dikemukakan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, manusia harus saling berkomunikasi dan berinteraksi langsung antar sesama.
Namun jika kita melihat fakta yang ada, kehidupan sosial masyarakat saat ini, sepertinya istilah makhluk sosial yang berunsurkan interaksi dan komunikasi langsung mesti ditelaah dan dikaji ulang. Zaman dan teknologi telah merubah pola dan sistem kehidupan sosial masyarakat modern. Teknologi yang mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan secara eksplisit memberi dampak yang sangat besar terhadap kehidupan sosial manusia masa kini.
Munculnya media sosial dan alat-alat komunikasi serba efektif dan efisien merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan lahirnya manusia-manusia individual dan egois. Orang cenderung melakukan hal- hal yang lebih fragmatis untuk berinteraksi sosial. Melakukan kontak sosial secara langsung diasumsikan sebagai sesuatu yang ribet, tidak memberi keuntungan, membuang waktu bahkan dikatakan ketinggalan zaman.
Selain karena kemajuan Teknologi yang menyajikan berbagai wahana untuk mempercepat komunikasi antar individu. Salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya masyarakat sosial adalah adanya mosi tidak percaya terhadap lingkungannya sendiri, bahkan dalam lingkup terdekat seperti keluarga, tetangga dan lingkungan kerja. Ini dikarenakan banyaknya terjadi tindakan kriminalitas yang umumnya terjadi justru karena orang-orang disekitar lingkungan tersebut sehingga orang cenderung memilih untuk melakukan segala sesuatunya sendiri atau melalui alat komunikasi untuk berinteraksi tanpa harus bertemu dan bertatap langsung.
Contoh kecil saja bisa kita dapatkan misal di kantor, semuanya punya kesibukan diluar pekerjaan mereka, yakni sibuk untuk bbm-an dan facebook-an. Di rumah semuanya sibuk facebook-an dan bbm-an atau lebih keren twitter-an, di bus orang-orang sibuk, lagi-lagi bbm-an, facebook-an dan twitter-an. Manusia sekarang cenderung tidak peka lagi dengan keadaan di sekitarnya.
Komunikasi dan interaksi sosial dalam sebuah keluarga, lingkungan baik di rumah maupun di kantor terkesan lebih egois dan individualis. Di rumah si ibu sibuk BBM-an dengan teman-temannya, si ayah sibuk twitter-an dengan kolega-koleganya, si anak sibuk Facebook-an dan game onlinenya, sehingga satu sama lain tidak ada komunikasi yang intens, tidak ada keterbukaan antara isteri dan suami, ayah/ibu dan anak, di bus tidak ada yang memperhatikan orang disampingnya, mereka sibuk menekan tombol Blackberry sambil tertawa lalu membalas pesan dari teman-temannya. Tidak lagi melihat apakah orang disampingnya cantik, tampan, jelek, teroris, orang sakit parah sekalipun, yang ada hanya mereka dengan media sosial itu.
Seperti yang dikemukakan oleh Paus Brenedictus XVI pada Hari Komunikasi Sedunia yang ke-45, teknologi memungkinkan untuk saling bertemu di luar batas-batas ruang dan budaya mereka sendiri, dengan menciptakan sebuah dunia yang sama sekali baru dari persahabatan-persahabatan pontensial, tapi pentinglah untuk selalu mengingat kontak virtual tidak dapat dan tidak boleh mengganti kontak manusiawi langsung dengan orang orang di setiap tingkat kehidupan kita. Secanggih apa pun teknologi yang bisa menciptakan komunikasi dan interaksi yang serba praktis, kontak langsung tetap merupakan fundamental bagi manusia. Interaksi dan komunikasi secara langsung akan menciptakan ikatan emosional antar manusia dan jauh lebih berkualitas dibandingkan dengan komunikasi dan interaksi virtual yang tersaji hampir semua lini teknologi.
Berkomunikasi dan berinteraksi tanpa saling menatap atau bertemu memang sangat praktis dan efisien tapi perlu kita sadari bahwa manusia terlahir sebagai mahluk sosial yang harus berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang orang disekitarnya secara langsung untuk menciptakan kehidupan sosial yang sehat dan seimbang sehingga tidak terjadi suatu kehidupan sosial yang egois dan individualis. [Syarifuddin]
Daryanto Setiawan, Dampak Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Budaya
66
“Penggunaan New Media Terhadap
Peningkatan Kualitas Pembelajaran di
Perguruan Tinggi” menyebutkan bahwa
penggunaan internet terus meningkat dari
tahun ke tahun. APJII memperkirakan bahwa
pada tahun 2015 pengguna internet mencapat
189 juta. Pengguna internet [30,4%] berada
pada posisi kedua mengalahkan surat kabar
[8,7%] yang lebih dahulu muncul
dibandingkan internet.
Selanjutnya, penulis akan menjelaskan
apa itu budaya? Budaya adalah suatu istilah
yang mengandung arti segala daya, cipta, rasa
dan karsa yang dihasilkan oleh manusia.
Bentuk budaya tersebut dapat berupa
bangunan lengkap dengan arsitekturnya yang
indah, ilmu pengetahuan dan teknologi,
kesenian, sastra, dan lain sebagainya [Nata,
2013: 440].
Secara harfiah, istilah budaya berasal
dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki
arti mengelola tanah, yaitu segala sesuatu
yang dihasilkan oleh akal budi [pikiran]
manusia dengan tujuan untuk mengelola
tanah atau tempat tinggalnya. Dapat pula
diartikan sebagai usaha manusia untuk
melangsungkan dan mempertahankan
hidupnya dalam lingkungan [Soejanto
Poespowardojo, 1993]. Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi [budi atau akal] diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal
dan budi manusia [Suranto AW, 2010: 23].
Manusia memiliki unsur-unsur potensi
budaya yaitu pikiran [cipta], rasa dan
kehendak [karsa], dan karya. Hasil keempat
potensi budaya itulah yang disebut
kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan
adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya
manusia dalam memenuhi hidupnya. Juga
mengembangkan kemampuan alam berpikir
dan ilmu pengetahuan [Suranto AW, 2010:
23]. Kebudayaan itu bersifat abstrak. Karena
dia meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni dan lain-lain yang membantu
manusia untuk melangsungkan kehidupan
bermasyarakat [Suranto AW, 2010: 24].
Pengertian paling tua atas kebudayaan
diajukan oleh Edward Burnett Tylor dalam
karyanya berjudul Primitive Culture, bahwa
kebudayaan adalah kompleks dari
keseluruhan pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, hukum, adat istiadat dan setiap
kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki
oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Atau seperti kata Hebding dan Glick [1992]
bahwa kebudayaan dapat dilihat secara
material maupun non material. Kebudayaan
material tampil dalam objek material yang
dihasilkan, kemudian digunakan manusia.
Misalnya: dari alat yang paling sederhana
seperti asesoris perhiasan tangan, leher, dan
telinga, alat rumah tangga, pakaian, system
computer, desain arsitektur, mesin otomotif
hingga instrumen untuk penyelidikan besar
sekalipun. Sebaliknya budaya non material
adalah unsur-unsur yang dimaksudkan dalam
konsep norma-norma, nilai-nilai,
kepercayaan/keyakinan serta bahasa
[Liliweri, 2009: 107].
John Dewey, mengungkapkan bahwa
masyarakat tidak hanya berada dan
berkelanjutan oleh karena transmisi dan
komunikasi di antara anggota-anggotanya,
tetapi lebih dari itu masyarat menjadi ada
karena masyarakat ada di dalam transmisi dan
komunikasi itu. Dan itu terjadi lebih
dikarenakan ada pertukaran tanda-tanda
verbal dari kata-kata yang telah diberi makna
yang sama oleh komunitas dalam proses
komunikasi [Liliweri, 2009: 179].
Ingatlah bahwa manusia hidup dalam
sebuah komunitas yang mempunyai kebajikan
tentang sesuatu yang mereka miliki bersama,
dan komunikasi merupakan satu-satunya cara
atau jalan yang mana mereka membentuk
kebersamaan tersebut. Kebersamaan
komunitas tersebut harus memiliki tujuan