Jelaskan hubungan antara sikap optimis,ikhtiar dan tawakal terhadap qada dan qadar

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan taufik dan hidayah-Nya makalah yang berjudul “Qadar dan qadar” telah diselesaikan penyusunannya.

Penyusunan makalah ini dapat terlaksana berkat adanya bimbingan dan arahan dari guru kami  serta dukungan orang tua dan teman-teman, sehingga kami ucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang telah mereka berikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tujuan pembuatan makalah ini semata-mata hanya untuk memenuhi tugas pada mata pelajaran pendidikan agama islam, serta untuk memperluas pengetahuan kita tentang qada dan qadar di mana kita dapat memahami apa yang disebut qada dan qadar. Dan berusaha mengimani dengan cara melaksanakan ibadah, seperti shalat lima waktu, puasa ramadhan, shalat sunnah dan sebagainya.

Perlu disadari bahwa Penyusunan makalah  ini masih dijumpai adanya kekurangan ataupun kesalahan, maka sikap adaptif dan  responsive serta kritik saran sangat dibutuhkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Taba Penanjung, 1 Februari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang............................................................................................................1

B.            Rumusan Masalah.......................................................................................................2

C.            Tujuan.........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A.           Pengertian Qada dan Qadar.........................................................................................3

B.            Kaitan dan Hubungan Qada dan Qadar.......................................................................4

C.            Ikhtiar..........................................................................................................................4

D.           Hubungan antara Qada dan Qadar dengan Ikhtiar            .....................................................5

E.            Takdir..........................................................................................................................6

F.             Hikmah beriman kepada Qada dan Qadar..................................................................7

G.           Iman Kepada Qadar Allah...........................................................................................9

BAB III PENUTUP

A.           Kesimpulan...............................................................................................................11

B.            Saran..........................................................................................................................11

C.            Kritik.........................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA           

B­­AB I

PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Qada adalah ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah [kehendak-Nya] meliputi baik maupun buruk, sedangkan qadar adalah keputusan Allah SWT yang telah terjadi pada diri seseorang atau makhluk-Nya yang lain, berdasarkan ketetapan dan usaha serta doa yang dilakukan orang tersebut. Maka Iman kepada qada dan qadar adalah meyakini bahwa Allah telah membuat ketetapan terhadap ciptaan-Nya dan Allah juga berkuasa mengubah ketetapan-Nya apabila orang mau berusaha untuk mengubahnya disertai dengan doa yang sungguh-sungguh.

Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu menjadi penghuni Surga.

Qadha dan Qodar adalah dua hal yang secara bahasa berbeda namun merupakan satu kesatuan kuasa Allah yang tak dipisahkan. Hal ini disebabkan keduanya merupakan ketentuan atau keputusan dan wilayah otonomi kekuasaan Allah yang tak terbatas oleh ruang dan waktu.

Allah mempunyai hak untuk menciptakan dan memerintah apa yang dikehendakinya. Segala sesuatu pun telah ditetapkan oleh Allah sebelum ia menciptakan makhluqnya. Ia juga     mengatur dan     menetapkan empat perkara pada makhluqnya, seperti     rizqi, ajal, amalaannya dan celaka atau bahagia, sekali-kali tidak     ada pilihan bagi mereka. Dalam kenyataan hidup yang kita lihat     setiap hari di     masyarakat berbagai macam warna kehidupan, ada     orang yang hidupnya beruntung ada pula yang nasibnya serba     kekurangan.Itu semua telah menunjukkan bahwa Allah     menciptakan segala sesuatu     menurut kadar ukurannya.

Dalam al-Qur’an banyak ayat yang inti kandungannya     mengacu untuk menyakini akan ketentuan dan ketetapan Allah     swt. Dalam makalah ini semua contohnya ada golongan makiyah     dan juga ada golongan madaniyah. Dan sebagai seorang mukmin     harus menyakini bahwa segala apa yang terjadi di alam semesta ini     telah direncakan oleh     penciptanya.

B.            Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, timbul beberapa masalah, yaitu sebagai berikut :

a.             Apa yang dimaksud qada dan qadar?

b.             Apa saja kaitan dan hubungan qada dan qadar?

c.             Apa yang dimaksud ikhtiar?

d.             Bagaimana hubungan antara qada dan qadar dengan ikhtiar?

e.             Apa itu takdir? Sebutkan macam-macam takdir?

f.              Apa hikmah bagi orang yang beriman kepada qada dan qadar?

C.            Tujuan

Makalah ini disusun  dengan tujuan agar kita mengetahui dan memahami apa itu qadha dan qadar, ikhtiar, tawakal dan takdir. Serta mengetahui hikmah qada dan qadar.

BAB II

PEMBAHASAN

A.           Pengertian Qada Dan Qadar

Qada artinya menetapkan. Qada Allah artinya ketetapan Allah kepada setiap makhluk hidup-Nya yang bersifat Azali. Azali artinya ketetapan itu sudah ada sebelum keberadaan atau kelahiran makhluk. Makhluk menaati ketentuan Allah. Misal, Allah menentukan burung bisa terbang, ular dapat berjalan tanpa kaki. Semuanya menaati ketentuan Allah tersebut.

Qadar dari segi bahasa berarti memutuskan suatu perkara. Qadar Allah pada seseorang berdasarkan ketetapan  Allah bersama ikhtiar dan do’anya. Seseorang yang telah ditetapkan Allah dengan potensi kecerdasan rendah, dapat berubah menjadi pandai jika ia mau belajar keras dan berdo’a dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang ditetapkan Allah dengan rezeki secukupnya dapat berubah menjadi kaya jika ia bekerja keras, hemat, dan berdo’a dengan sungguh sungguh. Oleh karena itu qadar yang sering disebut sebagai takdir seseorang dapat berubah jika ia berusaha dengan giat dan memohon [berdo’a] dengan sungguh-sungguh sehingga Allah mengabulkannya.

Beriman kepada qada dan qadar Allah adalah percaya sepenuh hati bahwa semua ciptaan Allah di alam semesta telah ditentukan Allah dengan ukuran-ukuran dan hukum Allah yang ditetapkan pada manusia ada yang tidak bisa berubah adapula yang bisa berubah jika manusia mau berikhtiar dan berdo’a sungguh-sungguh.

Qadar menurut bahasa adalah ukuran atau ketetapan.     Sedangkan secara istilah pengetahuan Allah tentang segala sesuatu     yang ingin dia wujudkan atau terjadi pada makhluqnya dan alam     semesta. Sedangkan menurut paham Qadariyah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.  Dan bgitu sebaliknya dengan pendapat kaum jabariyah yang mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Berbeda lagi dengan paham Ahlisunnah wal jama’ah, aliran ini berpendapat bahwa manusia wajib ikthiar namun Allah berhak menentukan hasil ikhtiar tersebut, dan manusia harus bertawakal terhadap keputusan/takdir Allah. Qadar merupakan perwujudan atau realisasi dari qadha Allah, oleh karena itu baru dapat diketahui setelah sesuatu terjadi, sehingga sering kita jumpai seseorang mengatakan “ ini memang sudah taqdirku”. Maka Allah berfirman dalam Qs. Al-ahzab : 38.  مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا [38]

Artinya: Tiada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan oleh Allah baginya. [Allah telah menetapkan yang demikian] sebagai sunnah –nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku. [Qs. Al-Ahzab : 38].

B.            Kaitan Dan Hubungan Qada Dan Qadar

Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Maka Dia menjadikannya tujuh langit… .”

Qada dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.

Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qada ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qada’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut”.

Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya, dimana jika salah satu dari keduanya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam [pengertian]nya.

Pada uraian tentang pengertian qada dan qadar dijelaskan bahwa antara qada dan qadar selalu berhubungan erat . Qada adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qada dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.

Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut: ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”.

C.           Ikhtiar

Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik dari segi material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri.

Apabila gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar, karena orang yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik, bidang usaha yang akan dilakukann harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau riset, selalu berhati-hati mencari teman [mitra] yang mendukung usaha tersebut, serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen yang professional.

D.           Hubungan antara qada dan qadar dengan ikhtiar

Iman kepada qada dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qada dan qadar, Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan [jalan hidupnya] sengsara atau bahagia.” [HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud]. Dari hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Hal ini pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ”Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan  saya menjadi pencuri.” Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ”Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!”. Orang-orang yang ada disitu bertanya, ”Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”. Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”.

Mengenai adanya kewajiban berikhtiar, ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman Nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap Nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap Nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?”. Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”. Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.

E.            Takdir

Qadar disebut juga takdir, sebagian besar orang seringkali menggunakan istilah qada dan qadar dengan satu istilah, yaitu takdir. Para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :

a.             Takdir mua’llaq : yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh: seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman yang artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya  dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” [ Q.S Ar-Ra’d ayat 11].

Takdir Mu’allaq adalah takdir yang bisa berubah. Takdir ini merupakan ketentuan Allah yang disandarkan atas ikhtiar manusia.

Manusia berikhtiar untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan, sehingga usahanya dilakukan dengan maksimal, baik secara lahir [usaha] atau secara batin [do’a]. Contohnya seperti kekayaan dan kepandaian,kedua contoh tersebut bisa disandarkan atas usaha manusia [dengan cara berdo’a disertai usaha dan hasilnya di tawakal kan kepada Allah]. Hal ini senada dengan firman Allah,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. . . [Qs. Ar-ra’du:11]

b.             Takdir mubram : yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh: Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya. Takdir mubram adalah takdir Allah yang tidak bisa berubah, takdir ini semata-mata ketentuan Allah yang tidak disandarkan kepada ikthiar manusia. Contohnya seperti kematian hal ini termasuk ketentuan Allah yang mana tidak dapat dirubah melalui ikhtiar manusia. Seperti firman Allah dalam Qs. An-nisa:78.

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمَالِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا [78]

Artinya: “Dimana saja kamu berada,kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “ini adalah dari sisi Allah”. Dan jika mereka ditimpa suatu bencana mereka mengatakan: ini [datangnya]dari sisi kamu [Muhammad]. Katakanlah: semua [datang] dari sisi Allah. Maka mengapa orang-orang itu[munafiq] hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun. [An-nisa:78].

F.            Hikmah Beriman Kepada Qada Dan Qadar

Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:

a.             Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah swt [sunnatullah atau hukum alam]. Kesadaran demikian dapat mendorong umat manusia [umat Islam] untuk menjadi ilmuan-ilmuan yang canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan, air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil-hasil penelitiannya di manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi.

b.             Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar . Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian. Seperti dalam firman Allah yang artinya: ”Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah [datangnya], dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan ” [ QS. An-Nahl ayat 53].

c.             Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa . Orang yang tidak beriman kepada qada dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah. Firman Allah SWT: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” [QS.Yusuf ayat 87]. Sabda Rasulullah, yang artinya : ”Tidak akan masuk surga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan” [HR. Muslim].

d.             Memupuk sifat optimis dan giat bekerja . Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Firaman Allah: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu [kebahagiaan] negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari [kenikmatan] duniawi dan berbuat baiklah [kepada orang lain] sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di [muka] bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” [QS Al- Qashas ayat 77].

e.             Menenangkan jiwa . Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi. Allah berfirman yang artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku”  [ QS. Al-Fajr ayat 27-30].

f.              Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut dapat mendorong umat manusia [umat islam] untuk melakukan usaha-usaha yang bijaksana, agar menjadi umat [bangsa] yang merdeka dan berdaulat. Kemudian kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan di manfaatkan secara adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di akhirat.

g.             Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir semata-mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu, kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada umat manusia, takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan memperoleh nikmat kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu akan memperoleh siksa kubur dan di campakan kedalam neraka jahanam.

h.             Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta prilaku tercela. Orang yang betul-betul beriman kepada takdir [umat islam yang bertakwa] tentu akan memiliki sikap dan prilaku terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan optimis dalam hidup. Juga akan mampu memelihara diri dari sikap dan prilaku tercela, seperti : sombong, iri hati, dengki, buruk sangka, dan pesimis dalam hidup.

i.               Mendorong umat manusia [umat islam] untuk berusaha agar kualitas hidupnya meningkat, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Umat manusia [umat islam] jika betul-betul beriman kepada takdir, tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan. Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat kepada manusia” [H.R. At-Tabrani].

G.           Iman Kepada Qadar Allah

Iman kepada qadar adalah membenarkan dengan keyakinan yang kuat bahwa semua yang terjadi meliputi perkara yang baik     maupun buruk serta segala sesuatu merupakan qadha dan qadarnya     Allah. Firman Allah dalam Qs. Al-Qamar: 49.

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ [49]

Artinya: “Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut     ukuran”. [Qs.Al-Qamar:49]
    Iman kepada Qadar mencakup empat perkara:

1.             Beriman bahwa Allah maha mengetahui segala sesuatu, baik secara global maupun terperinci, baik berkenaan dengan perbuatanya, seperti mencipta, mengatur, menghidupkan atau mematikan. Semua itu telah diketahui oleh Allah, seperti dalam firman-Nya.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا [12]

Artinya: Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu. [Qs. Ath-Thalaq: 12]

2.             Beriman bahwa Allah menuliskan dalam Lauh Mahfuuzh, takdir segala sesuatu dari para makhluq, kondisi, dan rezekinya. Sehingga tidak berubah dan tidak pula diganti, tidak bertambah dan tidak pula berkurang kecuali dengan perintahnya.

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ [70]

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan yang ada dibumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab [lauh Mahfuuzh]. Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. [Qs Al-Hajj: 70].

3.             Beriman bahwa semua yang ada tidak terjadi kecuali atas kehendak dan keinginan Allah, serta segala sesuatu terjadi karena keinginan Allah.

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ [28] وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ [29]

“Bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus, dan kamu tidak dapat menghendaki[menempuh jalan itu], kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam, [Qs. At-Takwir: 28-29].

4.             Beriman bahwa Allah pencipta segala sesuatu, tiada pencipta yang lain kecuali Dia.

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ [62]

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu” [Qs. Az-Zumar:62].

BAB III

PENUTUP

A.            Kesimpulan

Qada dan qadar selalu berhubungan erat . Qada adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Sedangkan Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qada dan qadar ibarat rencana dan perbuatan. Iman kepada qada dan qadar sebagai pokok keimanan karena beriman kepada qada dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman seseorang tidaklah sempurna dan sah kecuali beriman kepadanya. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan tauhidnya.”[Majmu’ Fatwa Syeikh al-Islam, 8/258]. Oleh karena itu, iman kepada qada dan qadar ini merupakan faridhah atau kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim dan mukmin.

Beriman kepada qada’ dan qadar juga akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim, sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena itu, jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah, sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Karena dalam kaitan dengan takdir ini akan terlahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah.

B.            Saran

Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT. Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah kita. Serta Kita harus senantiasa bersabar, berikhtiar dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah.

C.            Kritik

Kami Menyadari dalam Pembuatan Makalah ini masih Kurang baik oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritikan yang Membangun dari para Pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

El-Saha, M Isoma dan saifu Hadi, Sketsa al-Qur’an .t. tp:Lista Fariska Putra,2005.
 Muhammad Yusuf, Ahmad. Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta:

Widya Cahaya, 2009.Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta Timur:  Darus Sunnah, 2007.

Nizhan, Abu. Al-Qur’an Tematis. Bandung: Mizan Pustaka,2011.

Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan. Jakarta: Universitas Indonesia,1986.

Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, [Jakarta Timur: Darus Sunnah, 2007],278.

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, [Jakarta: Universitas Indonesia,1986],33.Ibid,.

Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits,[Jakarta: Widya Cahaya, 2009],336.

Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, op, cit, 278

Abu Nizhan, Al-Qur’an Tematis, [Bandung: Mizan Pustaka,2011],242.

M. Ishoma El-Saha dan saifu Hadi, Sketsa al-Qur’an [t. Tp:Lista Fariska Putra,2005],589.


Video yang berhubungan

Video yang berhubungan