Jelaskan pendapatmu tentang bersuci dan membersihkan

Jakarta -

Istilah thaharah dikenal di dalam agama Islam, khususnya sebelum melaksanakan sholat. Namun, masih banyak yang belum mengetahui betul thaharah artinya apa.

Pengertian Thaharah dikutip dari buku 'Panduan Lengkap Ibadah Sehari-hari' karya Ust Syaifurrahman El-Fati:

Thaharah artinya bersuci menurut bahasa. Dalam istilah, thaharah artinya suci dari hadats dan najis, yakni keadaan suci setelah berwudhu, tayammum, atau mandi wajib

Dalil thaharah tertulis dalam Quran surat Al Baqarah ayat 222. Allah SWT berfirman menyukai orang-orang yang bertaubat dan bersuci

Arab: اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَLatin: Innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.

Selain itu, dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW, " Allah tidak menerima sholat yang tidak disertai dengan bersuci."

Pembagian thaharah ada dua, yakni bersuci dari hadats berupa melakukan wudhu, mandi, dan tayamum. Kemudian, bersuci dari najis berupa menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.

Untuk melakukan thaharah, ada beberapa media yang bisa digunakan, yakni air, debu yang suci, dan batu untuk diinjak. Air sendiri, dari segi hukum dibagi menjadi lima, yaitu

-Air suci dan dapat mensucikan, seperti air sumur, air sungai, air hujan, dll-Air yang dapat mensucikan tapi makruh hukumnya, seperti air yang dijemur di tempar logam bukan emas

-Air yang tidak dapat mensucikan, seperti air yang kurang dari dua kulah, air yang sifatnya berbah (air teh, air kopi, air berbau), dan air yang diperoleh dari mencuri.

Sahabat Hikmah, sudah paham thaharah artinya apa kan?

(pay/erd)

Jakarta -

Perbedaan antara hadas dan najis mengindikasikan cara bersuci ketika terpapar keduanya. Hadas dan najis sama-sama menghalangi seseorang melakukan ibadah sholat, membaca ayat Al Quran, dan tawaf.

Sebagai agama yang cinta kebersihan, Islam mewajibkan umatnya bebas dari hadas dan najis sebelum menunaikan ibadah. Berikut haditsnya,

الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ

Artinya "Bersuci (thaharah) itu setengah daripada iman." (HR Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi).

Menurut buku Fiqih karya Hasbiyallah, najis adalah sesuatu yang kotor dan menjijikkan dengan tiga tingkatan. Sedangkan hadas adalah sesuatu yang hanya dapat dihilangkan dengan mandi dan bersuci. Hadas digolongkan menjadi besar dan kecil.

Hadas dan najis sekilas mungkin terlihat sama. Namun Ahmad Sarwat, Lc, MA dalam buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Taharah menjelaskan perbedaan nyata antara hadas dan najis, berikut penjelasannya

Perbedaan antara hadas dan najis

1. Perbedaan wujudnya

Najis adalah benda yang bisa dilihat berdasarkan warna, bau, atau rasanya di lidah. Berbeda dengan najis, hadas tidak berbentuk benda. Hadas adalah status hukum karena suatu perbuatan atau kejadian.

Sebagai contoh, seseorang yang buang air kecil dan air besar, maka dia berstatus menanggung hadas kecil. Sedangkan, untuk wanita haid maka statusnya adalah menanggung hadas besar. Selama dia belum mandi besar maka statusnya masih dalam keadaan hadas besar.

2. Perbedaan penyuciannya

Seseorang yang berhadas besar maupun kecil, tetap akan berstatus hadas meskipun telah menghilangkan kotoran yang ada di tubuh atau badannya. Sebab seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hadas hanya dapat dihilangkan dengan berwudhu, mandi besar, atau bertayamum.

Sedangkan untuk menyucikan najis dilakukan dengan cara dibersihkan hingga fisiknya hilang. Misalnya, najis air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun kecuali air susu ibu. Najis dapat disucikan hanya dengan cara diperciki air, meski secara fisik najisnya masih ada.

Namun, untuk najis besar berupa bekas jilatan anjing dan babi diperlukan cara-cara penyucian yang khusus dan tepat.

Gimana detikers, sudah jelas perbedaan antara hadas dan najis? Selamat membaca ya.

(rah/row)

ISLAM menjunjung tinggi hidup bersih lantaran kebersihan merupakan sebagian dari iman. Dalam Hadits Riwayat Tirmizi disampaikan jika Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu".  

Oleh karena itu, Islam mengarahkan cara- cara bersuci ataupun thaharah untuk membersihkan diri dari hadas serta najis. Nah, apakah hadas dan najis itu berbeda? Sebelum membahas hal tersebut, kita harus tahu lebih dulu tentang penafsiran keduanya.

Menurut buku Fiqih karya Hasbiyallah, najis adalah sesuatu yang kotor dan menjijikkan dengan tiga tingkatan. Sedangkan hadas adalah sesuatu yang hanya dapat dihilangkan dengan mandi dan bersuci. Hadas digolongkan menjadi besar dan kecil.

Sebagian ulama dan para ahli fiqih menetapkan jika buang air kecil dan besar, kentut, keluarnya mazi dan wadi dalam keadaan sehat sebagai hadas kecil. Sementara untuk hadas besar antara lain mengeluarkan mani dalam keadaan sadar maupun tidur atau umumnya disebut mimpi basah dan haid.

Setelah memahami pengertiannya, mari kita bahas perbedaan hadas dan najis dari segi hakikat dan cara penyuciannya;

1. Perbedaan dari segi hakikat

Najis dari segi hakikat ialah perkara yang zhahir dan bisa dilihat, seperti halnya air kencing, darah, dan lain sebagainya. Sementara untuk hadas ialah perkara maknawi yang ada di dalam tubuh manusia dan tidak dapat dilihat oleh panca indra.

2. Perbedaan penyuciannya

- Dilihat dari segi niat. Untuk menghilangkan hadas, dibutuhkan niat agar tubuh kembali suci dari hadas. Sementara untuk menghilangkan najis, tidak diperlukan adanya niat.

- Selanjutnya adalah air. Maksudnya, dalam menghilangkan hadas dibutuhkan air sebagai syarat menyucikan diri. Sementara menghilangkan najis tidak harus dengan air. Seperti misalnya istinja yang bisa dihilangkan dengan menggunakan batu.

- Dalam membersihkan najis, diharuskan membersihkan tempat yang bernajis hingga zat najisnya hilang. Sementara untuk hadas, cukup membersihkan anggota tubuh dengan berwudhu jika hadas kecil, serta mandi janub untuk menghilangkan hadas besar.

- Menghilangkannya berbeda-beda. Jika hadas seperti kentut, buang air kecil, buang air besar, dan sebagainya, cukup menyucikan diri dengan sekali berwudhu. Berbeda dengan menghilangkan najis. Jika terkena kotoran binatang pada bagian tangan, kaki, wajah, dan bagian anggota tubuh lainnya, maka harus membersihkannya satu persatu pada setiap bagian.

- Menghilangkan dengan tayamum. Sebagaimana yang diketahui, umat Muslim diizinkan menyucikan diri menggunakan cara tayamum, jika memang tidak memungkinkan adanya air. Begitu pula untuk hilangkan hadas, bisa menghilangkannya dengan cara tayamum. Meski menghilangkan najis tak diperbolehkan dengan cara tayamum, namun pendapat ulama Hanabilah menyebutkan menghilangkan najis juga bisa menggunakan cara yang sama dengan tayamum.(OL-5)

Red:

"... Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri." (QS al-Baqarah [2]: 222). Ada dua tempat perihal tobat dan bersuci yang digandeng menjadi satu. Pertama dalam ayat yang disebutkan di atas. Kedua, dalam doa setelah berwudhu, "Allahummaj’alni minattawwabin waj’alni minal mutathahhirin" (Ya Allah, jadikanlah aku termasukan orang yang tobat dan suci). Hal ini menyiratkan bahwa tobat dan suci menjadi satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Ketika seorang Muslim sudah bertobat, maka dia harus senantiasa menjaga kesucian dirinya agar tobat yang sudah dibangunnya tidak sia-sia. Tobat dan suci menjadi satu paket dalam ayat di atas. Karena itu, bersuci menjadi keharusan bagi setiap Muslim yang ingin dicintai oleh Allah SWT. Suci di sini bisa dimaknai secara universal. Tidak hanya secara lahiriah (jasmani), tetapi juga batiniah (rohani). Menyucikan diri sebenarnya tidak hanya dicintai atau disukai Allah, tetapi juga memberi manfaat dan keuntungan bagi diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lahiriah, jasmani, atau fisik, membersihkan diri jelas akan memberi kesehatan. Selain itu akan memperpanjang usia dan dijauhkan dari penyakit. Orang yang mempunyai kebiasaan makanan manis akan mudah sakit gigi apabila tidak sikat gigi selama beberapa hari. Lain halnya kalau ia rutin sikat gigi, ia akan terhindar dari sakit gigi. Itu contoh sederhananya. Sedangkan, membersihkan diri dari segi batiniah atau rohani akan memberikan ketenangan batin dan ketenteraman hidup. Kita juga akan dijauhkan dari penyakit hati. Banyak penelitian, penyakit hati ini sangat masif pada masa kini, terutama di daerah-daerah perkotaan dan negara-negara maju. Secara materi sudah tercukupi, tapi secara spiritual mereka gersang. Tak aneh, mereka mudah stres, putus asa, dan frustrasi. Itulah rahasia mengapa Allah menyukai orang yang menyucikan diri, baik secara jasmani maupun rohani. Salah satu isyarat kalau kita harus menyucikan diri secara fisik dan sekaligus jiwa adalah adanya perintah wudhu. "Hai orang-orang yang beriman, bila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah." (QS al-Maidah [5]: 6). Dalam wudhu, ada beberapa anggota badan yang mesti dibasuh, baik yang sifatnya wajib maupun sunah, yaitu mulut, lubang hidung, wajah, tangan, rambut, telinga, dan kaki. Anggota badan tersebut bisa dimaknai sebagai simbol untuk membersihkan secara fungsinya juga, misalnya membersihkan mulut artinya agar mengeluarkan kata-kata yang baik saja serta menjauhi dari fitnah, gosip, iri, dan dengki. Di dalam Islam, soal kebersihan ataupun kesucian menjadi perhatian utama karena hal itu menjadi mata air segalanya. Apabila kesucian sudah diraih, maka segala yang dilakukannya menjadi sebuah kebaikan. n

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...