Jelaskan Sikap sabar dalam beribadah kepada Allah

Ilustrasi

GENIAL.ID, Tafkir - Biasanya kita dinasehati untuk sabar menghadapi musibah. Mari ku kabarkan padamu kawan, bahwa seberat-beratnya sabar dalam musibah, jauh lebih berat lagi untuk sabar dalam beribadah. Begini penjelasannya….

Salah satu godaan terbesar seorang salih  yang tengah berjalan menuju ilahi adalah dia hendak cepat-cepat sampai padahal masih banyak stasiun yang harus disinggahi dan dijalani. Ketika Tuhan menceritakan di al-Qur’an bagaimana semesta diciptakan dalam enam masa [fi sittati ayyam], sejatinya Tuhan tengah mengajari manusia bahwa semuanya itu berproses dan membutuhkan waktu. Tuhan bukan tidak sanggup menciptakan alam semesta dalam sekedip kun fayakunnya, tapi kalau Tuhan yang Maha Kuasa saja meciptakan semesta ini setahap demi setahap, lalu siapa kita yang hendak mengubah semesta dalam diri kita ini hanya sekejap saja?

Pernah dikisahkan dalam sebuah riwayat bagaimana ada tiga sahabat yang bernafsu dalam beribadah. Larangan menahan nafsu itu bukan hanya berkenaan dengan duniawi semata, tapi juga urusan ukhrawi. Sahabat pertama berikrar tidak mau menikah. Sahabat kedua bertekad mau puasa setiap hari. Sahabat ketiga mau terjaga dan shalat malam terus menerus.

Rasulullah kemudian bersabda kepada mereka: “Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah! Namun selain berpuasa aku juga berbuka [tidak berpuasa], selain shalat aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku,” [HR Bukhari dan Muslim].

Nabi tengah mengajarkan kepada sahabat beliau [radhiyallah ‘anhum] untuk bersabar dalam beribadah, tidak bernafsu saat beribadah dan menyeimbangkan urusan dunia dan akherat. Inilah keindahan Islam!

Orang yang bernafsu dalam beribadah melebihi kapasitas sebagai manusia biasa justru akan semakin jauh dari perjalanan menujuNya. Ibadah itu sejatinya membesarkan Allah bukan membesarkan ego dan nafsu kita termasuk saat tengah menjalankan perintahNya. Jangan sampai seolah kita tengah membesarkanNya padahal nafsu kita lah yang tengah kita kobarkan. Jangan sampai kita seolah berjalan menujuNya, padahal kita hanya berputar-putar di ego diri kita saja.

Antara takbir di awal shalat dan ucapan salam di akhir shalat, ada nafsu kita kah di sana? Antara fajar subuh memulai puasa dan terbenamnya matahari saat berbuka, ada diri kita kah di sana? Antara memulai mencari nafkah sehingga terkumpul nishab setahun membayar zakat, ada kepentingan diri kita kah di sana? Antara ucapan Labbaik Allahumma Labbaik hingga wukuf di arafah sata berhaji, masihkah kita rasakan ada ego kita di sana?

Mereka yang sabar dalam beribadah akan bersedia melepaskan dirinya dan sepenuhnya tunduk pada keinginan Sang Penguasa Alam. Semua berada dalam takaran sesuai stasiun yang tengah kita lewati. Mereka yang telah dicelup oleh Allah dalam samuderaNya [QS 2:138] nafsu dirinya akan tenggelam. Yang muncul ke permukaan hanya qalbun salim. Di sanalah Dia bertahta.

Orang yang berusaha sabar menghadapi musibah adalah orang yang sadar bahwa tanpa pertolonganNya kita tidak bisa menghadapi berbagai problematika kehidupan kita. Namun orang yang sabar saat menyembahNya adalah orang yang sadar bahwa Allah tidak bisa didekati dengan keinginan dan kemampuan diri melainkan sesuai dengan tahapan proses yang telah ditentukanNya untuk masing-masing dari kita. [**]

*Penulis : Nadirsyah Hosen
Wakil Ketua Pengasuh Pesantren Takhasus Institut Ilmu al-Quran [IIQ] Jakarta.  Tulisan ini  sudah naik di situs personal Gus Nadir di //nadirhosen.net 

 

Sabar itu ada tiga macam, yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat dan sabar dalam menghadapi takdir.

Sabar secara bahasa berarti al habsu yaitu menahan diri.

Sedangkan secara syar’i, sabar adalah menahan diri dalam tiga perkara : [1] ketaatan kepada Allah, [2] hal-hal yang diharamkan, [3] takdir Allah yang dirasa pahit [musibah]. Inilah tiga bentuk sabar yang biasa yang dipaparkan oleh para ulama.

Sabar dalam ketaatan kepada Allah yaitu seseorang bersabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Dan perlu diketahui bahwa ketaatan itu adalah berat dan menyulitkan bagi jiwa seseorang. Terkadang pula melakukan ketaatan itu berat bagi badan, merasa malas dan lelah [capek]. Juga dalam melakukan ketaatan akan terasa berat bagi harta seperti dalam masalah zakat dan haji. Intinya, namanya ketaatan itu terdapat rasa berat dalam jiwa dan badan sehingga butuh adanya kesabaran dan dipaksakan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” [QS. Ali Imron [3] : 200].

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam Syarh Riyadhus Sholihin ketika menjelaskan ayat di atas, beliau rahimahullah mengatakan, ”[Dalam ayat ini] Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang mukmin sesuai dengan konsekuensi dan besarnya keimanannya dengan 4 hal yaitu: shobiru, shoobiru, robithu, dan bertakwalah pada Allah.

Shobiru berarti menahan diri dari maksiat. Shoobiruu berarti menahan diri dalam melakukan ketaatan. Roobithu adalah banyak melakukan kebaikan dan mengikutkannya lagi dengan kebaikan. Sedangkan takwa mencakup semua hal tadi.”

Kenapa Butuh Sabar dalam Ketaatan?

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan pula bahwa dalam melakukan ketaatan itu butuh kesabaran yang terus menerus dijaga karena :

[1] Ketaatan itu akan membebani seseorang dan mewajibkan sesuatu pada jiwanya,

[2] Ketaatan itu terasa berat bagi jiwa, karena ketaatan itu hampir sama dengan meninggalkan maksiat yaitu terasa berat bagi jiwa yang selalu memerintahkan pada keburukan. –Demikianlah perkataan beliau-

Sabar dalam Menjauhi Maksiat

Ingatlah bahwa jiwa seseorang biasa memerintahkan dan mengajak kepada kejelekan, maka hendaklah seseorang menahan diri dari perbuatan-perbuatan haram seperti berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan cara bathil dengan riba dan semacamnya, berzina, minum minuman keras, mencuri dan berbagai macam bentuk maksiat lainnya.

Seseorang harus menahan diri dari hal-hal semacam ini sampai dia tidak lagi mengerjakannya dan ini tentu saja membutuhkan pemaksaan diri dan menahan diri dari hawa nafsu yang mencekam.

Sabar Menghadapi Takdir yang Pahit

Ingatlah bahwa takdir Allah itu ada dua macam, ada yang menyenangkan dan ada yang terasa pahit. Untuk takdir Allah yang menyenangkan, maka seseorang hendaknya bersyukur. Dan syukur termasuk dalam melakukan ketaatan sehingga butuh juga pada kesabaran dan hal ini termasuk dalam sabar bentuk pertama di atas. Sedangkan takdir Allah yang dirasa pahit misalnya seseorang mendapat musibah pada badannya atau kehilangan harta atau kehilangan salah seorang kerabat, maka ini semua butuh pada kesabaran dan pemaksaan diri. Dalam menghadapi hal semacam ini, hendaklah seseorang sabar dengan menahan dirinya jangan sampai menampakkan kegelisahan pada lisannya, hatinya, atau anggota badan.

© Copyright 2021 - Fakultas Kedokteran Gigi Unimus - Enfold Theme by Kriesi

ilustrasi sholat. ©2020 Merdeka.com

JATENG | 27 April 2021 12:20 Reporter : Ayu Isti Prabandari

Merdeka.com - Kata pepatah yang mengatakan bahwa hidup tidak mudah, sepertinya memang benar adanya. Di mana berbagai masalah hidup selalu datang dan menjadi ujian bagi setiap orang. Tidak jarang, masalah-masalah yang dihadapi dalam hidup memang terasa berat dan tidak mudah diselesaikan. Hal ini sering kali menjadi sumber stres yang bisa mengganggu kesehatan fisik dan mental seseorang.

Meskipun tidak mudah, namun jika dihadapi dengan penuh semangat tentu setiap masalah akan lebih mudah terlewati. Bukan hanya itu, kesabaran juga menjadi hal penting yang perlu ditanamkan dalam hati selama menghadapi cobaan hidup. Dengan hati yang sabar, Anda dapat menguatkan diri sendiri untuk terus berusaha dan melakukan hal yang terbaik untuk melewati segala bentuk ujian.

Dalam ajaran Islam, terdapat keutamaan sikap sabar yang bisa didapatkan oleh orang yang menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di mana Allah akan memberikan kemuliaan bagi hambanya yang dapat menghadapi setiap ujian dengan penuh kesabaran. Bukan hanya itu, sikap sabar juga dapat mendorong setiap orang untuk terus bertawakal kepada Allah, berusaha dan berserah diri hanya kepada Allah.

Dengan begitu, penting untuk mengetahui apa keutamaan sikap sabar dalam Islam, apa saja macam-macam sikap sabar, hingga bagaimana batasan dari sikap sabar. Dilansir dari NU Online, berikut kami merangkum keutamaan sikap sabar dalam Islam dan berbagai informasi lainnya yang perlu diketahui.

2 dari 5 halaman

©2020 Merdeka.com

Sebelum mengetahui keutamaan sikap sabar dalam Islam, perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan sikap sabar. Sabar berasal dari bahasa Arab, yaitu Ash-shabru yang berarti tahan. Dari makna kata tersebut dapat dipahami bahwa sabar adalah sikap tahan lama, tahan banting, dan tak mudah hancur.

Dengan kata lain sabar dapat diartikan sebagai sikap yang tidak lemah, semangat, dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi setiap ujian yang diberikan Allah. Dengan begitu sikap sabar ini dapat menjadi sumber kekuatan bagi seseorang untuk terus maju, menghadapi setiap cobaan dengan semangat. Dalam Alquran, dijelaskan bahwa Allah akan mencintai orang-orang yang sabar dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi setiap masalah kehidupan.

3 dari 5 halaman

Sebelum mengetahui keutamaan sikap sabar dalam Islam, penting juga untuk mengetahui macam-macam sikap sabar. Dalam Alquran, dijelaskan bahwa terdapat tiga macam sabar yang perlu diketahui. Ketiga macam sabar ini mempunyai tingkatan tersendiri yang dapat menjadi tolok ukur sikap dari seseorang. Berikut beberapa macam sikap sabar dalam Islam yang perlu diketahui:

  • Sabar kepada kewajiban-kewajiban Allah, yaitu sabar dalam menjalankan setiap perintah dan kewajiban dari Allah.
  • Sabar dari larangan Allah, yaitu sabar dalam berusaha menghindari setiap hal yang dilarang oleh Allah.
  • Sabar terhadap musibah, yaitu sikap sabar dalam setiap menghadapi ujian hidup, terus semangat dan tidak mudah menyerah.

Dari ketiga macam sikap sabar tersebut, sabar terhadap musibah dikatakan sebagai sabar dengan tingkatan yang paling luhur. Di mana seseorang tetap bersabar dan terus bertahan meskipun sedang dilanda cobaan berat dalam hidup. Bukan hanya bertahan, tetapi seseorang juga perlu terus memotivasi diri, mengusahakan yang terbaik, dan menyerahkan diri pada Allah sebagai sebaik-baik pemberi rezeki dan segala ketentuan.

Selain ketiga macam sabar tersebut, terdapat bentuk sabar lainnya yang perlu diketahui. Imam Al Qusyairi dalam kitabnya menyebutkan bahwa sabar juga terbagi menjadi dua, yaitu sabar terhadap sesuatu yang sedang diupayakan dan sabar terhadap sesuatu yang ada tanpa diupayakan. Berikut penjelasannya :

  • Sabar terhadap sesuatu yang diupayakan merujuk pada sabar dalam menjalankan syariat yang diperintahkan oleh Allah dan menghindari berbagai larangannya. Sabar ini bisa berupa sabar dalam menjalankan kewajiban ibadah shalat di awal waktu, sabar dalam menjalankan amalan sunah, seperti shalat dhuna meskipun kondisi ekonomi belum juga membaik. Selain itu juga bisa berupa sabar dalam mendahulukan salat berjemaah, sabaar dalam menghindari ajakan teman yang merujuk pada kesenangan semata, sabar dalam menghindari setiap perbuatan yang mengarah ke maksiat.
  • Sabar terhadap apa yang tidak diupayakan yaitu sabar dalam menjaga diri tetap bugar dan berseri dalam menghadapi segala kondisi yang telah ditentukan oleh Allah. Di mana, terkadang beberapa kondisi yang tidak terpikirkan sebelumnya justru terjadi dan harus dihadapi. Dengan menerapkan sikap sabar, situasi seberat apapun akan lebih mudah dilewati.

4 dari 5 halaman

©2020 Merdeka.com

Setelah mengetahui pengertian dan beberapa macam sikap sabar, berikutnya perlu diketahui keutamaan sikap sabar. Keutamaan sikap sabar ini telah dijelaskan dalam sebuah hadist yang berbunyi:

“Jika Allah swt mencintai seseorang maka Ia akan mengujinya. kalau orang itu sabar, maka Allah swt akan menjadikannya orang mulia [mujtaba]. Dan jika ia ridha [rela] maka Allah swt akan menjadikannya sebagai orang pilihan yang istimewa [musthafa].”

Dari hadist tersebut, dapat dipahami bahwa terdapat dua golongan orang dalam menghadapi ujian hidup, yaitu orang yang menghadapi dengan sabar [mujtaba] dan orang yang menghadapi dengan kerelaan [musthafa]. Dalam hal ini, orang yang menjalani ujian hidup dengan penuh kerelaan hanya tercermin pada sikap Rasulullah SAW.

Namun bagi umat muslim, bisa meneladani sikap Rasulullah tersebut dengan berusaha menerapkan sikap sabar mujtaba. Dengan menerapkan sikap sabar, tidak lemah, terus semangat untuk bertahan dan tidak mudah menyerah, bisa menjadi salah satu cara untuk menjadi golongan orang yang sabar dan mendapat kemuliaan dari Allah.

5 dari 5 halaman

Setelah mengetahui keutamaan sikap sabar dalam Islam, terakhir penting untuk mengetahui seperti apa batasan sikap sabar. Dalam hal ini Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa kesabaran mempunyai beberapa macam hukum. Tidak semua sikap sabar dianggap baik dan mulia. Artinya sikap sabar juga harus memperhatikan tempat dan waktu yang tepat agar tidak terjebak pada sikap sabar yang diharamkan.

Terdapat kategori sabar menurut hukumnya, yaitu sabar wajib, sunah, makruh, dan haram. Sabar wajib adalah sabar dalam menahan diri dari segala hal yang dilarang dalam syariat. Sabar sunah merupakan sabar dalam menahan diri dari sesuatu yang makruh. Sedangkan sabar haram adalah sabar dalam menahan diri dari sesuatu yang membahayakan, seperti menahan diri dan tidak melakukan hal apapun ketika melihat seseorang disakiti atau diserang.

Dengan begitu, dapat dipahami bahwa sabar memiliki tempatnya sendiri. Beberapa hal ini perlu diperhatikan agar diri sendiri tidak terjebak dalam kondisi sabar yang haram. Orang yang dapat menerapkan sikap sabar sesuai tempatnya, maka dapat memperoleh keselamatan dari Allah.

[mdk/ayi]

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề