Kapan kita wajib menggunakan uji autokorelasi?

Uji asumsi klasik sangat erat kaitannya dengan penelitian bermetode kuantitatif. Kekhawatiran bahwa data penelitian tidak terdistribusi dengan baik, mengisyaratkan peneliti untuk melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis. Hal lain yang mendasari pentingnya melakukan uji asumsi klasik adalah kekhawatiran bahwa data tidak memenuhi kondisi yang disyaratkan untuk teknik statistika.

Daftar Isi

  • 1 Pentingnya Uji Asumsi Klasik
  • 2 Uji Normalitas
    • 2.1 Kolmogorov-Smirnov-test (K-SZ)
    • 2.2 Saphiro Wilk
    • 2.3 Chi-Square
  • 3 Uji Linearitas
  • 4 Uji Multikolinearitas
  • 5 Uji Heteroskedastisitas

Pentingnya Uji Asumsi Klasik

Kapan kita wajib menggunakan uji autokorelasi?
Sumber: freepik.com

Melakukan uji asumsi klasik sebelum menguji hipotesis dianggap sebagai sebuah syarat yang harus dilakukan pada penelitian kuantitatif. Apabila hasil uji asumsi klasik ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, akan timbul berbagai reaksi yang beragam. Merasa panik, melakukan transformasi data, hingga mencoba menggunakan metode uji lain yang dirasa lebih cocok dengan data yang ada.

Di samping itu, ada beberapa reaksi yang dianggap kurang tepat dalam menanggapi kejadian ini. Yaitu dengan memanipulasi data agar hasil uji asumsi klasik dapat sesuai dengan yang diharapkan. Manipulasi data biasa dilakukan dengan memangkas subjek-subjek yang dianggap sebagai outliers agar nantinya data dapat terdistribusi dengan baik. Bagaimana kamu menanggapi hal tersebut?

Menurut Azwar (2010), terkadang, analisis (uji hipotesis) dapat dilakukan tanpa harus melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu. Kalaupun ternyata hasil uji asumsi tidak sesuai dengan yang diharapkan, kesimpulan hasil analisisnya pun tidak selalu invalid. Membiarkan data apa adanya lebih baik dari pada memanipulasi data sedemikian rupa yang pada akhirnya menjurus pada kebohongan data.

Asumsi bahwa sampel data diambil secara random, datanya normal dan linear, merupakan contoh asumsi yang dianggap sebagai formalitas saja. Dalam praktiknya, terdapat tiga jenis uji asumsi klasik yang sering dilakukan sebagai syarat sebelum melakukan uji hipotesis. Ketiga jenis asumsi tersebut akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.

Uji Normalitas

Kapan kita wajib menggunakan uji autokorelasi?
Sumber: spss-tutorials.com

Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah eror yang diestimasikan dari pengukuran terdistribusi secara normal (Hayes, 2013). Agar uji normalitas dapat dilakukan dengan praktis, kamu dapat mengolah datanya menggunakan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service Solution). Terdapat beberapa rumus dan metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji asumsi normalitas, yaitu:

Kolmogorov-Smirnov-test (K-SZ)

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan uji normalitas menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov. Pertama, data yang digunakan adalah data tunggal yang belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi. Kedua, data harus berbentuk interval maupun ratio (kuantitatif). Ketiga, data dan sampel (n) bisa dalam jumlah yang besar maupun kecil.

Untuk nilai signifikansi, data penelitian dapat dikatakan normal apabila taraf signifikansi (p) lebih besar dari 0,05. Sementara itu, data penelitian dikatakan tidak normal apabila taraf signifikansi (p) lebih kecil dari 0,05. Apabila hasil akhir menunjukkan bahwa data tidak normal, Azwar (2010) menyarankan untuk menambah jumlah subjek/responden agar lebih banyak lagi.

Saphiro Wilk

Rumus Saphiro Wilk dianggap efektif untuk melakukan uji normalitas dengan jumlah sampel yang relatif kecil. Saphiro Wilk menggunakan data dan sampel yang belum diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Langkahnya adalah urutkan data atau sampel, kemudian bagi menjadi dua kelompok, selanjutnya dapat langsung dianalisis menggunakan rumus ini.

Cara membaca hasilnya adalah dengan melihat nilai Saphiro Wilk dan tingkat signifikansinya. Jika nilai signifikansi (p) lebih dari 0,05 (5%) maka data dianggap normal. Lalu, apabila nilai signifikansi (p) kurang dari 0,05 (5%) maka data dianggap tidak normal. Sementara itu, nilai Saphiro Wilk dapat dilihat dari nilai VALUE yang ditunjukkan (pada software SPSS).

Chi-Square

Metode chi-square sering sekali digunakan pada proses uji asumsi, dalam hal ini untuk mengetahui uji normalitas data. Sedikit berbeda dengan dua jenis rumus yang telah dijelaskan di atas, chi-square memiliki syaratnya sendiri. Data dan sampel harus dikelompokkan dalam tabel distribusi frekuensi. Lalu, rumus ini efektif untuk jumlah data yang cukup besar yaitu lebih dari 30 sampel. Sebagai tambahan, setiap sel kolom harus terisi.

Karena data telah didistribusikan dalam tabel distribusi frekuensi, maka cara untuk mengetahui nilai signifikansinya adalah dengan membandingkan tabel. Nantinya, akan muncul dua nilai yaitu X2 hitung dan X2 tabel. Apabila nilai X2 hitung < nilai X2 tabel, maka data dianggap normal. Di sisi lain, apabila nilai X2 hitung > nilai X2 tabel, maka data dianggap tidak normal.

Uji Linearitas

Kapan kita wajib menggunakan uji autokorelasi?
Sumber: statisticsbyjim.com

Uji linearitas (salah satu jenis uji asumsi) perlu dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis dan analisis data karena alasan tertentu. Jenis uji ini terutama digunakan sebagai syarat untuk melakukan analisis korelasi dan regresi linear. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan di antara dua variabel dependen dan independen. Sementara itu, analisis regresi digunakan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan dari satu variabel terhadap variabel lainnya.

Baca juga: Metode Penelitian Kuantitatif

Menurut Hayes (2013), diperlukan asumsi bahwa variabel dependen dan independen memiliki hubungan yang linier. Bagi beberapa penelitian, uji linearitas tidak perlu dilakukan karena konstrak teori menunjukkan bahwa variabel dependen dan variabel independen terbukti linier. Bagi penelitian lainnya, uji linearitas ini perlu untuk dilakukan. Sebagai informasi, uji linearitas juga dapat dengan mudah dilakukan menggunakan bantuan software SPSS.

Untuk mengetahui linear atau tidaknya data, dapat dilihat dari skor signifikansi yang ditunjukkan oleh kedua variabel. Skor atau nilai signifikansi deviansi linearitas > 0,05 menunjukkan bahwa data tersebut linear. Berkebalikan dengan hal tersebut, skor atau nilai signifikansi deviansi linearitas < 0,05 menunjukkan bahwa data tersebut tidak linear.

Uji Multikolinearitas

Kapan kita wajib menggunakan uji autokorelasi?
Sumber: researchgate.net

Uji multikolinearitas secara khusus digunakan dalam penelitian yang menggunakan metode regresi linear berganda. Yaitu, di mana terdapat lebih dari satu variabel independen yang akan diteliti. Tujuan dari uji multikolinearitas adalah untuk mengetahui apakah terdapat korelasi di antara sejumlah variabel independen tersebut. Apakah kamu sudah mengetahui apa itu variabel dependen dan apa itu variabel independen?

Variabel dependen (nama lainnya yaitu variabel terikat) adalah variabel yang akan dipengaruhi. Sederhananya, keberadaan variabel dependen akan dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Sementara itu, variabel independen adalah variabel yang bersifat mempengaruhi, yang nantinya akan menjadi penyebab timbulnya sebuah variabel dependen.

Hasil uji multikolinearitas dianggap baik dan optimal ketika tidak ada korelasi di antara masing-masing variabel independen. Karena, masing-masing variabel independen yang memiliki korelasi dianggap overlap sehingga akan berdampak pada hasil analisis regresi.  Apabila nilai tolerance > 0,1 dan nilai variance inflation factor (VIF) < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi di antara variabel independen. Begitu pula sebaliknya.

Uji Heteroskedastisitas

Tujuan dari Uji heteroskedastisitas adalah untuk mengetahui jika terdapat ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Apabila varian dari residual sebuah pengamatan terlihat tetap, maka disebut homoskedastisitas. Di sisi lain, apabila varian dari residual berbeda, maka disebut heteroskedastisitas.

Syarat yang harus dipenuhi dalam uji ini adalah bahwa tidak ada gejala heteroskedastisitas pada data. Atau dengan kata lain, model regresi yang baik adalah ketika terjadi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas). Sejumlah metode pengujian yang dapat digunakan adalah Uji Glesjer, Uji Park, serta Uji Koefisien Korelasi Spearman. Seperti pada jenis uji asumsi lainnya, kamu dapat menggunakan software SPSS agar perhitungan menjadi akurat, cepat, dan efisien.

Baca juga: Mengenal Uji T

Yup, itulah penjelasan mengenai uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas dalam penelitian kuantitatif. Terima kasih sudah membaca artikel ini sampai selesai, semoga dapat memberikan sedikit pencerahan untukmu yang sedang melakukan penelitian. Selamat belajar dan semangat selalu, ya!


Sumber:

Azwar, S. (2010).  http://azwar.staff.ugm.ac.id/files/2010/04/Asumsi-asumsi-dalam-Inferensi-Statistika1.pdf

Hayes, A. F. (2013). Introduction to Mediation, Moderation and Conditional Process Analysis. New York: The Guilford Press.

Kapan uji autokorelasi digunakan?

Uji autokorelasi hanya dilakukan pada data time series (runtut waktu) dan tidak perlu dilakukan pada data cross section seperti pada kuesioner di mana pengukuran semua variabel dilakukan secara serempak pada saat yang bersamaan.

Apakah uji autokorelasi itu wajib?

Pada Model Regresi Linier Data Time Series uji Heteroskedastisitas tidak perlu dilakukan tapi wajib dilakukan uji Autokorelasi.

Mengapa diperlukan uji autokorelasi?

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam regresi linear ada korelasi antarkesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).

Uji autokorelasi menggunakan uji apa saja?

Terdapat 4 cara uji autokorelasi SPSS yang bisa dicoba, yaitu:.
Uji Durbin-Watson. Ini adalah uji autokorelasi SPSS tingkat satu atau disebut juga dengan first order autocorrelation. ... .
Uji Lagrange Multiplier. ... .
Uji Statistik Q. ... .
4. Uji Run Test..