Kenapa anak membutuhkan perlindungan?
Alasan Pentingnya Perlindungan Anak dalam Pemberitaan Media
Reporter:
Tempo.co
Editor:
Kamis, 20 Juni 2019 13:20 WIB
Elik SusantoIlustrasi kekerasan pada anak. shutterstock.com TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengatakan bahwa semua pihak bertanggung jawab terhadap masa depan anak. Tak terkecuali wartawan bersama medianya dalam menyiarkan infomasi terkait dengan masalah anak. Pemberitaan tentang anak dengan mengedepankan prinsip perlindungan mereka dari stigma negatif menjadi penting dalam karya jurnalistik. Bagaimana mengupayakan anak menyiapkan diri untuk hidup di masan depan yang lebih baik? Tugas pers dalam memberitakan tentang anak, kata Nuh, yaitu menerapkan prinsip kehati-hatian dan kebijaksanaan. Media mempunyai kontribusi dalam pembentukan anak supaya kelak menjadi orang naik," kata Nuh. Salah satu caranya, Nuh melanjutkan, dengan menciptakan informasi positif melalui tulisan-tulisan di media. "Juga merahasiakan identitas anak yang menjadi obyek pemberitaan. Ingat anak adalah masa depan kita, kata Nuh dan berharap sosialisasi ini juga mempererat komunikasi antarmedia guna meningkatkan kualitas pemberitaan. Advertising
Advertising Sosialisasi pedoman pemberitaan ramah anak oleh Dewan Pers digelar bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau PPPA. Dari Kementerian PPPA yang hadir di antaranya Deputi Partisipasi Masyarakat, Indra Gunawan dan Deputi Bidang Perlindungan Anak, Nahar. Ragam kekerasan yang menimpa mereka mulai dari usia kandungan sampai 18 tahun --, kata Indra, meliputi kekerasan emosional, fisik dan seksual. Dalam pemberian pelayanan ditemukan 2 dari 3 anak perempuan dan laki-laki mengalami kekerasan, kata Indra sembari menambahkan contoh kekerasan anak ketika masih di dalam usia kandungan, yaitu orang tua tidak menghendaki kelahiran anaknya. Sehingga dengan berbagai cara orang tua merupaya menggugurkannya. Nahar menambahkan, anak-anak yang mengalami penderitaan tidak semuanya mendapat perlindungan dari orang tuanya. Kalaupun ada perlindungan, kata dia, perlakuannya sangat tidak memadai. Sehingga, banyak anak yang membutuhkan perlindungan khusus, seperti mereka yang terserat hukum dan yang mengalami gangguan psikologi. Kami merangkum terdapat 15 macam anak yang memerlukan perlindungan khusus, kata Nahar. Nahar berharap, 15 jenis perlindungan untuk anak ini mendapat perhatian dalam pemberiataan media supaya tidak menyebarkan identitasnya. Berikut ini perinciannya. Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Chairudin Bangun mengatakan, Indonesia sudah meratifikasi konvensi hak anak dan telah pula membuat Undang Undang No. 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, terdapat perbedaan dalam pengaturan batasan usia terkait perlindungan anak tersebut, kata Handry. Hendry menyebut, Kitab Undang Undang Hukum Pidana disebut usia perlindungan anak 16 tahun, Kode Etik Jurnalistik mencatat 16 tahun, Undang Undang tentang Perlindungan Anak mematok 18 tahun, UU Sistem Peradilan Pidana Anak membatasi 18 tahun, UU tetang Tindak Pidana Perdagangan Orang membatasi 21 tahun serta UU tentang Administrasi Kependudukan 17 tahun. Dalam pedoman pemberitaan ramah anak yang disepekati Dewan Pers batasan usia anak yaitu sebelum 18 tahun. Sedangkan perincian Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang sedang disosialisasikan, kata Hendry, merupakan pembahasan yang dirumuskan pada 9 Februari 2019. Sebanyak 12 butir pedoman yang nantinya menjadi pegangan bagi jurnalis dalam memberitakan masalah anak. Termasuk di sini bagaimana pemberitaan informasi bernuansa positif terhadap anak berprestasi. Menurut Hendry, wartawan tetap mempertimbangkan efek negatifnya jika publikasinya berlebihan. |