Kesepadanan antara laki-laki dan perempuan

Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang makna kesepadanan. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap

(1) GS : Pak Paul, kadang-kadang kita melihat ada suatu pasangan yang serasi kelihatan baik di luar tetapi kalau kita mau mengamati lebih jauh ternyata mereka mengeluhkan tentang ketidakcocokkan mereka dan kita juga membaca dari bagian Alkitab bahwa Allah memberikan pasangan yang sepadan, sebenarnya pengertian yang sepadan itu sendiri seperti apa, Pak Paul?

PG : Yang tadi Pak Gunawan katakan memang banyak yang terjadi seperti itu, yaitu adakalanya kita melihat orang-orang yang nampaknya serasi tapi sesungguhnya waktu mereka bercerita barulah kia ketahui bahwa mereka itu tidak cocok atau merasa tidak sepadan.

Nah masalahnya adalah mereka berpikir bahwa mereka sepadan, karena kalau tidak pernah merasa sepadan tentunya tidak akan menikah. Jadi saya kira memang sudah waktunya kita membicarakan tentang kata sepadan dengan lebih saksama. Pertama-tama kita akan kembali pada Firman Tuhan yang tadi Pak Gunawan sudah singgung yaitu Kejadian 2:18, di mana Firman Tuhan berkata: "tidak baik manusia seorang diri saja dan Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan baginya". Nah apa artinya "yang sepadan", sebelum kita membahas arti sepadan di situ, saya ingin menguraikan terlebih dahulu hal yang bukan makna sepadan. Yang pertama adalah kesepadanan itu tidak identik dengan kesamaan. Adakalanya kita ini menyamakan keduanya sepadan berarti sama, inilah prinsip yang digunakan oleh orang, Pak Gunawan, dalam mencari pasangan hidup yaitu mencari yang sama. Sudah tentu banyaknya persamaan akan menolong pernikahan itu sendiri, nah kalimat ini pernah ditegaskan oleh seorang pakar keluarga Kristen bernama Norman Wright. Memang beliau menegaskan bahwa banyaknya persamaan di antara 2 orang akan membantu mengharmoniskan pernikahan itu. Tapi kita perlu menyadari bahwa yang Tuhan maksud dengan kesepadanan tidak sama dengan kesamaan, itu point pertamanya, Pak Gunawan.

GS : Kalau tidak sama itu sampai seberapa jauh ketidaksamaan itu boleh ada. Tadi Pak Paul mengutip dari pakar keluarga yaitu Norman Wright, dia katakan makin banyak kesepadanan makin mudah mereka untuk cocok. Tetapi semua orang juga menyadari, tidak mungkin ada orang yang bisa cocok 100% satu dengan yang lain, Pak Paul?

PG : Salah satu hal yang bisa kita katakan penting supaya bisa sama, misalnya mempunyai nilai-nilai moral yang sama. Saya kira itu kesamaan yang penting dan seharusnya ada dalam sebuah pasanan.

Kalau ada kesamaan interest sangat menolong juga, misalkan yang satu senang dengan aktifitas di luar rumah, aktifitas di alam terbuka kebetulan dia bertemu dengan seseorang yang juga menyukai semua kegiatan di alam terbuka. Nah itu akan mengeratkan mereka, tapi saya kira kita tidak bisa memastikan dalam bentuk prosentase. Memang kesamaan hobby, kesamaan interest dan terutama kesamaan nilai moral itu akan sangat membantu mengharmoniskan hubungan suami istri. Nah yang saya ingin tekankan di sini adalah memang waktu kita mencari pasangan hidup, kita mencoba mencari yang cocok dengan kita dan yang sepadan dengan kita. Tapi kita juga harus berhati-hati, kita tidak bisa menemukan yang 100% cocok dengan kita atau sama dengan kita, itu tidak mungkin. Jadi akan ada suatu waktu di mana kita berkata ya begini, artinya tidak semuanya sama, namun cukup banyak yang sama dan kita harus berkata," Ya sudah saya akan terima selebihnya yang tidak sama itu".

GS : Tapi dalam hal iman, Kitab Suci dengan tegas mengatakan harus seiman, kesepadanan itu di dalam pengertian sama imannya, Pak Paul?

PG : Betul, jadi salah satu arti atau implikasi dari kesepadanan untuk kita anak-anak Tuhan adalah kita harus mencari yang seiman. Jadi kalau orang berkata saya ini rasanya cocok dengan dia alam semua hal, hanya satu yang tidak sama yaitu soal iman.

Sebenarnya kita harus berkata bahwa itu tidak sepadan, jadi nilai kepercayaan adalah hal yang mutlak harus sama.

GS : Lalu hal yang lain mengenai kesepadanan itu apa, Pak Paul?

PG : Yang berikutnya adalah kesepadanan itu tidak identik dengan penjiplakan. Yang saya maksud dengan penjiplakan adalah salah satu pihak menanggalkan dirinya dan menjadi seperti yang diharakan pasangannya.

Adakalanya seseorang terjebak ke dalam keinginannya sendiri, dia begitu ingin bersama dengan misalkanlah gadis itu. Dan dia mengetahui gadis ini mengidamkan pria yang seperti apa, nah dia juga menyadari bahwa dia tidak seperti yang diidamkan oleh gadis tersebut. Dalam usahanya merebut hati si gadis dia berhari-hari menjadi orang yang berbeda, dia menjadi seperti yang diharapkan oleh si gadis tersebut dengan menanggalkan dirinya. Nah ini saya sebut menjiplak, jadi benar-benar mencontoh apa yang diinginkan oleh gadis tersebut. Saya kira meskipun secara sementara mereka berdua itu bisa sepadan, bisa cocok jalan sama-sama dan rasanya akur-akur saja. Namun saya bisa berkata itu tidak akan bisa berlangsung lama, akan ada suatu waktu dimana yang menjiplak itu akan berkata "saya tidak bisa terus-menerus menjadi diri yang lain, saya harus akhirnya mengakui ini bukan saya". Nah waktu dia memunculkan dirinya, tidak bisa tidak pasangannya akan berkata engkau begitu berbeda, jadi penjiplakan tidak akan berlangsung lama.

GS : Tetapi kadang-kadang penjiplakan itu terpaksa dilakukan karena dia khawatir kehilangan pasangannya atau yang dikasihinya, Pak Paul.

PG : Sering kali itu memotivasinya, Pak Gunawan, jadi karena dia takut kehilangan maka dia menjiplak dirinya menjadi orang seperti yang diharapkan oleh pasangannya. Nah saya harus tekankan bhwa hubungan suami istri harus dimulai dengan rasa aman, bukan dengan rasa takut.

Kalau sudah ada rasa takut, saya takut kehilangan dia karena saya sangat bergantung pada dia, itu sudah menjadikan hubungan suami istri yang tidak kuat. Jadi sebaiknyalah orang yang ingin menikah harus memasuki hubungan nikah dalam rasa tenang, tenteram. Dia tidak harus ketakutan kehilangan pasangannya karena dia tahu dengan aman bahwa pasangannya itu menerima dia apa adanya, jadi kalau seseorang masih meragukan dan masih belum bisa berkata pasangannya menerimanya apa adanya, bagi saya ini adalah suatu tanda hubungan yang belum kuat. Sebab yang kuat seyogyanya memberi rasa aman sehingga seseorang bisa menjadi dirinya apa adanya.

GS : Di satu sisi memang ada pasangan yang khawatir kehilangan pasangannya, tapi di sisi yang lain adalah sisi yang menekan pasangannya supaya pasangannya menjadi seperti orang lain ya, Pak Paul?

PG : Saya kira akan ada tarik-menarik karena kita menginginkan pasangan kita sama seperti kita, jadi saya kira itu keinginan yang natural. Kenapa kita menginginkan pasangan kita sama sepertikita, tujuan akhirnya adalah untuk memudahkan hidup kita.

Kalau dia berbeda dengan kita berarti kita harus banyak menyesuaikan diri dengan dia, harus repot menjelaskan diri kita kepada dia agar dia bisa mengerti kita dengan lebih baik, jadi merepotkan. Maka jalan pintasnya adalah kita akan berusaha mencetak dia menjadi seperti yang kita inginkan, yaitu sama dengan kita supaya bisa langsung membaca pikiran kita dan mengerti kita dengan segera dan tepat.

(2) GS : Ada orang yang mengatakan saya cocok dengan pasangannya. Sebenarnya kata cocok itu sendiri apa, Pak Paul ?

PG : Pak Gunawan, yang dimaksud dengan sepadan adalah cocok, bukan sama. Nah cocok itu artinya adalah kita ini cocok dengan karakternya dan bisa menerima gaya hidupnya. Maksudnya cocok denga karakternya adalah kita ini tidak merasa bahwa karakternya itu mengganggu kita, menyusahkan kita, menghalangi kita.

Kita justru menganggap bahwa karakternya itu sedikit banyak saling membantu, saling melengkapi dengan karakter kita. Yang kedua adalah kita juga melihat bahwa gaya hidupnya itu sesuatu yang bisa kita terima, artinya terima di sini adalah kita bisa hidup bersama dia dengan gaya hidupnya yang seperti itu. Nah yang kita maksud dengan cocok, saya berikan contohnya kalau misalkan saya tahu bahwa pasangan saya ini tidak bisa bangun pagi dan kalau bangun jam 10 pagi, nah pertanyaannya adalah apakah saya bisa menerima gaya hidup itu. Menerima di sini bukan berarti tidak apa-apa bangun jam 10 pagi, menerima berarti dapatkah saya hidup dengan orang yang bangun paginya jam 10.00 dan tidak bisa bangun jam 06.00. Artinya tidak bisa bangun untuk misalnya mempersiapkan makanan, mengantar anak-anak ke sekolah dan sebagainya. Jadi sekali lagi kita harus bertanya apakah gaya hidupnya bisa menjadi bagian dari hidup saya atau tidak bisa menjadi bagian hidup saya, berarti memang kita tidak terima, berarti memang kita tidak cocok. Jadi cocok mengandung dua cakupan, Pak Gunawan, yang pertama adalah dari segi karakter dan yang kedua adalah segi gaya hidup. Nah karakternya harus cocok dengan kita dan gaya hidupnya juga harus cocok dengan kita.

GS : Tapi kecocokan itu kadang-kadang hanya mereka rasakan pada awal pernikahan, jauh sebelum itu yaitu pada saat mereka berpacaran. Nah setelah memasuki sekian tahun masa pernikahan mereka, mereka merasa tidak cocok, bagaimana itu Pak Paul?

PG : Ada beberapa hal yang mungkin terjadi, Pak Gunawan, yang pertama adalah memang dua-duanya itu pada awalnya menemukan kecocokan, kemudian dalam perjalanan pernikahan masing-masing mulai engembangkan hobby yang berbeda.

Masing-masing mulai mengembangkan interest-interest yang lain dan akhirnya muncullah gaya hidup yang lain. Saya berikan contoh, pada masa awal pernikahan misalkan si suami itu karena belum mempunyai banyak uang, setiap kali pulang kerja pulang ke rumah. Nah lama-kelamaan karena dia sudah mempunyai uang, pulang kerja dia tidak pulang ke rumah tapi dia pergi berkaraoke ria atau ke pub dan ke cafe, pulangnya jam 12 malam. Waktu ditanya istrinya dia menjawab "o.... saya hanya senang-senang dengan teman-teman saya tidak ada apa-apa, hanya senang-senang, ini cara saya melegakan diri dari stres". Nah dengan perkataan lain, si pria di sini akhirnya di tengah jalan memungut kebiasaan baru, kebiasaan yang sangat tidak diterima oleh istrinya. Di sini tidak bisa tidak mereka dituntut lagi untuk saling mencocokkan diri, jadi itu yang pertama. Kemungkinan kedua adalah pada masa berpacaran mereka belum benar-benar menggali sampai ke dalam, akibatnya mereka lebih berputar di permukaan, kurang mengenal sifat dan kebiasaan pasangannya. Misalkan tentang bangun tidur tadi, si istri tidak sadar dan tidak tahu bahwa pacarnya tidak bisa bangun pagi, kalau bangun jam 10.00 pagi. Dia juga tidak pernah menanyakan, setelah menikah baru dia ketahui. Jadi adakalanya dua hal itu terjadi, tapi lepas dari 2 kemungkinan itu saya ingin sekali lagi mengingatkan perkataan dari Dr. Archibald Hart beliau mantan dekan Fakultas Psikologi di Fuller Seminary, di California. Beliau mengemukakan teorinya bahwa dua orang yang menikah sesungguhnya memulai pernikahan dengan ketidakcocokan, dengan berjalannya waktu masing-masing belajar mencocokkan diri akhirnya berhasil hidup harmonis. Yang dimaksud oleh perkataan beliau adalah kalaupun cocok itu berarti nomor 1 cocok untuk hal-hal tertentu, yang lain-lainnya belum tergali, belum tereksplorasi karena memang belum hidup serumah. Jadi tidak mungkin menemukan faktor-faktor yang lainnya secara sekaligus pada masa sebelum menikah. Yang kedua memang kecocokan itu tidak bisa tidak masih bersifat dangkal pada masa sebelum menikah, setelah menikah baru sadar dalam-dalamnya dan barulah terlihat bahwa dia tidak cocok dengan pasangannya. Nah di sini diperlukan proses pencocokan yang memang panjang.

GS : Mungkin yang perlu dilihat adalah visi mereka tentang pernikahan itu sendiri Pak Paul, tujuan mereka menikah kalau mereka mempunyai tujuan yang sama saya rasa kecocokan itu akan mudah mereka bina.

PG : Saya setuju Pak Gunawan, jadi kedua orang yang sudah memiliki konsep yang betul tentang pernikahan dan ke manakah seharusnya pernikahan itu ditujukan dan kesamaan visi itu. Maksud saya egini, kalau dia tahu bahwa pernikahan itu menjadi wadah untuk memuliakan Tuhan bukan memalukan Tuhan.

Sedikit banyak akan menolong pasangan kita bekerja keras untuk menyesuaikan diri dan mengharmoniskan hubungan mereka. Karena mereka sadar pernikahan adalah salah satu hal yang mereka bisa persembahkan kepada Tuhan untuk kemuliaanNya, bukan untuk memalukan nama Tuhan. Berikutnya seseorang atau maksud saya kedua orang ini menyadari bahwa pernikahan adalah alat yang Tuhan pakai untuk membentuk dirinya. Dengan kesadaran ini, dia akan lebih bisa bersedia menerima benturan, menerima tantangan dari pasangannya agar dia juga menyesuaikan diri dan dia tidak terburu-buru untuk berkata wah saya salah pilih karena dia sadar bahwa memang dia berbeda dengan pasangannya dan Tuhan sedang memakai upaya mencocokkan ini sebagai tangan Tuhan yang sedang membentuknya. Nah, dengan pengertian seperti ini, dia akan lebih mampu untuk menyelesaikan ketidakcocokannya.

GS : Tadi Pak Paul menyinggung bahwa melalui pernikahan itu salah satu atau kedua-duanya dibentuk, nah maksudnya itu bagaimana dalam kaitannya dengan kesepadanan, Pak Paul?

PG : Nah berikutnya Pak Gunawan, jadi kesepadanan itu juga berarti kita ini akan menerima pertolongan pasangan kita agar kita menjadi orang yang lebih baik. Jadi karakter pasangan kita yang ungkin berbeda dari kita, gaya hidup pasangan kita yang juga berbeda dari kita akan Tuhan pakai untuk membentuk kita, sehingga pada akhirnya kita menjadi orang yang lebih baik.

Saya kadang mengingatkan pasangan untuk menengok ke belakang 5 tahun sekali atau 10 tahun sekali terakhir ini. Sebab pernikahan memang mempunyai dampak yang besar terhadap pertumbuhan kita, kalau pernikahan kita itu sehat, baik, kita pun akan disehatkan dan kita menjadi orang yang lebih baik. Meskipun kebalikannya juga betul, Pak Gunawan, kalau kita sehat, kepribadian kita sehat, jiwa kita sehat kita akan menyehatkan pernikahan kita, jadi memang timbal balik. Tapi intinya adalah pernikahan akan dipakai Tuhan untuk membentuk kita menjadi orang yang lebih baik. Kalau kita menjadi orang yang lebih buruk dari 5 tahun yang lalu setelah kita menikah, saya kira kesimpulannya sangat jelas yaitu kita telah melewati hubungan nikah yang buruk sehingga kita pun akhirnya menjadi orang yang lebih buruk.

GS : Tetapi dalam hal pertumbuhan pribadi, yang menjadi lebih baik kadang-kadang di dalam hubungan suami istri itu cukup satu saja, tapi yang satunya kelihatannya kalau tidak statis malah mundur, nah itu bagaimana bisa terjadi demikian.?

PG : Kalau dia dalam hal-hal yang bertambah buruk hanya satu saja bertambah baik tetap saya akan kategorikan dia bertambah buruk. Sebab seyogyanya dia akan bertumbuh dapat dikatakan dalam seala aspek kehidupannya bukan hanya 1 aspek.

GS : Maksud saya suaminya saja atau istrinya saja yang menjadi bertambah baik, Pak Paul namun pasangannya itu tidak.

PG : OK! Maaf saya salah mengerti, kalau itu yang terjadi memang ada 2 kemungkinan. Kemungkinan yang pertama adalah orang yang memang bertumbuh, dia menerima bentukan meskipun dia harus mendrita, dia yang harus lebih banyak berinisiatif untuk menyesuaikan diri sehingga dia makin bertumbuh.

Dia menjadi orang yang lebih baik, nah belum tentu pasangannya bertambah baik karena apa? Pasangannya tidak mau bertumbuh, jadi kemungkinan itu juga ada. Tapi bisa jadi juga kemungkinan kedua yaitu memang dari awalnya yang satu itu sudah baik, sudah sehat, sedangkan yang satu memang dari awalnya tidak sehat. Dan pernikahan ini dapat dikatakan tidak berubah, karena yang tidak sehat itu tidak mau menjadi sehat sedangkan yang sehat tetap jadi sehat, memang ada kemungkinan itu. Namun pada umumnya, Pak Gunawan, orang yang tidak sehat mempunyai pengaruh yang kuat membuat pasangannya yang sehat jadi tidak sehat. Jadi kecenderungannya adalah orang yang sehat kalau dirongrong terus-menerus oleh yang tidak sehat, lama-kelamaan jadi tidak sehat.

GS : Dalam hal kesepadanan atau kecocokan tadi, sering kali juga sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang ada di sekeliling kita. Ada pasangan muda-mudi yang tadinya merasa belum yakin betul cocok, tapi teman-teman di sekelilingnya selalu mengatakan kamu itu cocok sekali dengan dia, nah itu bagaimana Pak Paul?

PG : Bagus sekali yang Pak Gunawan utarakan, memang ini harus diwaspadai terutama oleh kita yang hidup dalam persekutuan-persekutuan, sebab adakalanya ini yang terjadi baik teman-teman di seolah maupun teman-teman di gereja, aduh....dua-duanya

aktivis Kristen cocok sekali kalau menikah. Yang menyatukan mereka memang adalah keaktifan mereka di dalam persekutuan Kristen, namun dalam hal-hal lain belum tentu cocok. Jadi peringatan atau tanda awas kepada anak-anak muda jangan sampai tunduk pada tekanan dari teman-teman. Meskipun mereka bermaksud baik dan menginginkan kita bahagia, tapi kita tetap harus teliti melihat apakah kita cocok dengan pasangan kita itu atau tidak?

GS : Nah, di dalam menentukan masa depan seseorang untuk menikah nantinya, apakah firman Tuhan memberikan pedoman untuk mendapatkan kesepadanan di dalam pasangan hidup kita?

PG : Saya akan membacakan dari Galatia 5:22-23, "Tetapi buah Roh ialah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan dri, tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu."

Pak Gunawan tidak ada akhirnya kalau kita ini mencari kecocokan terus-menerus, salah satu prinsip yang kita langsung bisa ingat adalah Galatia 5:22-23 yaitu buah Roh Kudus. Kita cari apakah pasangan kita memiliki karakter Roh Kudus ini. Apakah dia orang yang penuh kasih, penuh sukacita, penuh damai sejahtera, penuh kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan orang yang bisa menguasai diri. Nah saya kira kalau dia bisa melakukan dan mempunyai ciri-ciri itu, kita ini cukup aman bersama dengan dia karena kita tahu dia orang yang dikuasai Roh Kudus. Jadi kalaupun masih ada ketidakcocokan, dengan modal ini keharmonisan lebih bisa dijamin.

GS : Saya rasa itulah yang menyebabkan Tuhan berkata pasangan kita harus sepadan dalam arti kita seiman, karena hanya melalui Roh Kudus itu tanda-tanda tadi keluar Pak Paul, bukan sesuatu yang bisa diusahakan.

PG : Betul, betul sekali.

GS : Baiklah jadi saya percaya sekali pedoman itu akan sangat penting bagi para pendengar kita. Saudara pendengar demikianlah tadi kami telah persembahkan sebuah perbincangan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang makna kesepadanan. Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.