Mengapa belanda berminat terlibat dalam perdagangan rempah-rempah di nusantara

Demi memonopoli perdagangan rempah di Maluku, Kompeni Belanda menuntut kepada Raja Batara Gowa untuk melarang warganya berdagang di kepulauan rempah. Raja kemudian menjawab bahwa “Rakyatnya hanya sibuk dengan perdagangan darat khususnya beras, mereka tidak melakukan perdagangan cengkeh” seperti yang dikhawatirkan Kompeni Belanda. Pendapat Raja memang benar, pada tahun 1923 diketahui bahwa orang yang mendominasi berkunjung ke daerah Ambon kebanyakan berasal dari Minangkabau, Malaka, Johor, Patani dan Jawa. Pendapat serupa dipertegas oleh pedagang Inggris, Sihort, yang melaporkan bahwa orang yang akan berlayar dengan junk dari Makassar ke Maluku adalah orang Melayu. Pada awal abad XVII, terlihat bahwa orang asing dan Jawa mengelola perdagangan, termasuk rempah di Makassar, sementara orang Makassar dan Bugis disibukkan dengan pertanian mereka. Berbagai permasalahan yang terjadi di Malaka menyebabkan orang Melayu membangun pangkalan di Makassar untuk berlayar ke Maluku. Disisi lain, Belanda memperkirakan perairan di Barat sudah tidak aman lagi, sehingga harus mencari rute lain. Sementara orang Banjarmasin melakukan penimbunan lada di Makassar, karena harga Lada di Makassar lebih baik dibandingkan Batavia. Lambat laun, Makassar memiliki peranan penting dalam perdagangan rempah.

Pada tahun 1607, kaum bangsawan mulai menyadari posisi geografis Makassar yang strategis. Mereka pun mulai berminat pada perdagangan. Awalnya mereka meminta orang Portugis untuk berdagang. Seiring bertambahnya penduduk dan aktivitas perdagangan di Makassar, mereka pun mulai terlibat dalam perdagangan. Perdagangan di Makassar meliputi Real dan rempah-rempah dari Maluku; kayu cendana, lilin, dan kunyit penyu dari Timor dan Solor; beras dari Makassar; intan dan batu permata dari Borneo; dan sebagainya.

Ilustrasi kedatangan Bangsa Eropa di Indonesia. Foto: Pixabay

Kekuasaan Bangsa Eropa memasuki wilayah Indonesia disebabkan semakin pesatnya perkembangan teknologi pelayaran. Bangsa Eropa kembali menjelajahi samudra secara beramai-ramai, salah satunya mendarat di wilayah Indonesia.

Bangsa Eropa yang secara bergantian mendatangi wilayah Nusantara adalah Bangsa Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Mereka berlomba-lomba menamkan pengaruhnya di Indonesia, mulai dari kepercayaan, pendidikan, perekonomian, hingga kemajuan teknologi.

Salah satu hasrat yang timbul saat Bangsa Eropa memulai pelayarannya adalah keinginan untuk mencari wilayah penghasil rempah-rempah. Tak disangka, Indonesia yang kaya akan rempah-rempah ternyata ternyata memang menjadi incaran Bangsa Eropa.

Lantas mengapa Bangsa Eropa berhasrat memonopoli perdagangan rempah-rempah? Temukan jawaban lengkapnya berikut ini.

Ilustrasi masa penjajahan di Indonesia yang dialami rakyat. Foto: Pixabay

Mengutip buku Politik Etnisitas Hindia Belanda karya Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed. (2019: 28), Bangsa Eropa membutuhkan rempah-rempah sebagai bumbu penyedap makanan, obat-oabatan, dan bahan untuk menghangatkan tubuh pada saat musim dingin.

Selama ini, Bangsa Eropa membeli rempah-rempah hanya melalui pedagang perantara di kawasan Asia Barat yang menyebabkan harga rempah-rempah menjadi sangat mahal.

Hal ini mendorong bangsa Eropa, seperti Portugis, Spanyol, Inggris, dan Belanda berlabuh di Indonesia untuk mencari rempah-rempah dengan harga yang jauh lebih murah. Simak perjalanan keempat negara tersebut dalam memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia.

Kehidupan zaman penjajahan Bangsa Eropa. Foto: Pixabay

Portugis adalah Bangsa Eropa pertama yang berhasil sampai di Indonesia. Tahun 1512, armada laut Portugis berhasil menginjakkan kaki di Kepulauan Maluku. Mereka datang dengan misi ekonomi-perdagangan serta penyebaran agama Katolik.

Di bawah pimpina De Abreu, pelayaran menuju kepulauan penghasil rempah-rempah dimulai. Dalam perjalanan itu, mereka singgah di Gresik dan selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Maluku, yakni Pulau Banda.

Di Pulau Banda, orang Portugis membeli pala, cengkeh, dan fuli. Saat itu, orang Ternate merasa tertekan karena harus menjual rempah-rempah ke orang Portugis. Lagi pula, sikap buruk orang Portugis yang suka memeras dan bermusuhan terus menimbulkan perlawanan dan kekacauan.

Pada tahun 1521, Bangsa Spanyol datang dengan dua buah kapal melalui Filipina-Kalimantan Utara menuju Tidore, Bacan, dan Jailolo. Mereka diterima baik oleh penduduk Indonesia.

Saat mereka ingin kembali ke negara asalnya, beberapa pedagang Spanyol memilih tinggal di Tidore. Namun, nasib mereka kurang baik. Beberapa orang Portugis menyerang pedagang Spanyol yang menetap di Tidore.

Orang Portugis tidak mau mendapat saingan dari Bangsa Eropa lainnya dalam monopoli perdagangan rempah-rempah.

Ilustrasi tanam paksa yang diberlakukan VOC. Foto: Pixabay

Kedatangan Belanda di tahun 1596, membuat posisi Portugis mulai terdesak dan memilih meninggalkan Nusantara menuju Timor Timur. Armada Belanda melanjutkan ekspedisi ke wilayah Indonesia Timur untuk mencari rempah-rempah.

Di bawah pimpinan Van Neck, Belanda mendirikan VOC (Verenigde Oast-Indische Company). Tujuan didirikannya VOC adalah sebagai realiasi monopoli atas rempah perdagangan di Indonesia. Selain itu, VOC juga turut meramikan bursa kompetisi perdangan dengan bangsa-bangsa Eropa lainnya.

Belanda terus memantau penanaman dan perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Pemantauan penanaman bertujuan untuk menjaga kestabilan produski agar jumlahnya tidak berlebihan.

Jika jumlah panen terbatas, harga rempah-rempah di Eropa akan tetap tinggi. Sementara itu, pemantauan perdagangan dimaksudkan agar petani tidak menjual hasil panennya kepada pembali lain, selain kepada VOC.

Dirangkum berdasarkan buku Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI IPS karya Ignaz Kingkin Teja Angkasa dkk (2010: 71), adapun peraturan monopoli perdangan rempah-rempah buatan VOC yang membuat orang Indonesia sangat tersika, yaitu:

  1. Hasil panen dikenakan pajak hasil bumi.

  2. VOC mengatur ketentuan areal dan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam.

  3. VOC menggunakan perahu patroli guna mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan, bagi yang melanggar akan ditindak tegas.

Pada tahun 1602, Inggris berhasil sampai di daerah Aceh. Inggris kemudian melanjutkan ekspedisinya untuk mencari daerah yang potensial menjadi penghasil rempah-rempah. Dibandingkan dengan Bangsa Eropa lainnya, Inggris memiliki waktu singgah paling singkat di Indonesia.