Mengapa di Indonesia yang mayoritas penduduknya Islam tidak menggunakan qisas

DENGAN pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban, ada kekhawatiran bahwa mereka akan menerapkan kembali interpretasi keras mereka terhadap hukum syariah Islam. Sebagian besar negara Muslim memasukkan unsur syariah dalam sistem hukum mereka, khususnya dalam hukum keluarga.

Namun sangat sedikit yang melaksanakan hukuman yang dikenal sebagai hudud yang bahkan tidak disetujui oleh para cendekiawan Muslim. Secara singkat, syariah merupakan sistem hukum agama yang diambil dari Al-Qur'an sebagai kalam Allah dan Hadis atau perkataan atau tindakan Nabi Muhammad SAW. Penerapannya telah menjadi subjek perselisihan antara Muslim konservatif dan liberal dan masih diperdebatkan.

Beberapa aspek telah diterima secara luas seperti penerapannya pada perbankan. Bahkan perusahaan-perusahaan Barat menawarkan produk keuangan Islami untuk menarik pelanggan Muslim.

Hudud, yang berarti batas dalam bahasa Arab, meruapan hukuman yang dijatuhkan untuk dosa-dosa besar seperti perzinahan, pemerkosaan, homoseksualitas, pencurian, dan pembunuhan. Hukuman tersebut jarang dilakukan karena banyak pelanggaran harus dibuktikan dengan pengakuan atau disaksikan oleh beberapa pria Muslim dewasa. Berikut penerapannya di sejumlah negara.

Arab Saudi 

Syariah menjadi dasar dari semua hukum Saudi. Sampai kini, hukuman hudud sering dilakukan di depan umum. Tindakan homoseksual dapat dihukum dengan eksekusi, meskipun biasanya terbatas pada cambuk dan penjara.

Pemenggalan kepala dan amputasi dengan pedang biasanya dilakukan pada Jumat, sebelum salat zuhur. Dalam kasus-kasus ekstrem, orang yang dihukum kadang-kadang disalibkan setelah dieksekusi.

Undang-undang tersebut juga mengizinkan hukuman mata ganti mata yang dikenal sebagai qisas dalam kasus cedera pribadi. Tetapi keluarga korban pembunuhan dapat mengampuni orang yang dihukum di kerajaan Suni ini, sering kali dengan imbalan uang.

Iran 

Sistem hukum Republik Islam--bersama dengan Tiongkok terhitung mengeksekusi lebih banyak orang daripada negara lain mana pun--bertumpu pada syariah, tetapi dengan beberapa perbedaan penting. Hakim diizinkan untuk mempertimbangkan bukti tidak langsung. Hukumnya pun tidak seperti syariah klasik karena Iran sangat bergantung pada pemenjaraan.

Namun, negara Syiah memang menerapkan berbagai hukuman syariah. Amnesty International mengkritiknya pada 2017 karena dinilai, "Menggunakan hukuman kejam dan tidak manusiawi secara terus-menerus, termasuk cambuk, amputasi, dan pembutaan paksa."

Brunei Darussalam

Monarki absolut yang kecil dan sangat kaya itu memicu kemarahan internasional ketika menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan syariah ekstrem pada 2019. Sultannya kemudian mengatakan beberapa hukuman tidak akan ditegakkan, termasuk hukuman rajam untuk seks gay dan perzinahan.

Afghanistan

Sejak pengambilalihan pada akhir pekan, Taliban telah mengindikasikan bahwa mereka dapat melonggarkan interpretasi mereka yang sebelumnya brutal tentang syariah. Rezim Taliban terakhir mengurung wanita tanpa pendamping pria di rumah mereka dan membuat mereka mengenakan burqa yang menutupi semua tubuh. Hukuman hudud ekstrem juga rutin dilakukan selama lima tahun berkuasa.

Indonesia 

Wilayah Aceh yang konservatif di Indonesia merupakan satu-satunya provinsi di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia yang memiliki hukum Islam. Pencambukan di depan umum biasa dilakukan untuk perjudian, minum alkohol, perzinahan, dan hubungan seks sesama jenis. Namun pemerintah pusat menolak memberikan sanksi pemenggalan kepala. Aceh mengadopsi hukum agama setelah diberikan otonomi pada 2001 dalam upaya Jakarta untuk memadamkan pemberontakan separatis yang telah berlangsung lama.

Sudan 

Sudan mengadopsi hukum syariah pada 1983 tetapi sejak itu penerapannya tidak merata, kata para aktivis. Hukuman mati dengan rajam tetap ada di buku undang-undang tetapi belum diterapkan dalam beberapa dekade. Meskipun demikian, aktivis mengklaim ratusan wanita dicambuk setiap tahun karena perilaku tidak bermoral.

Pakistan

Diktator militer Muhammad Zia-ul-Haq memperkenalkan Undang-Undang Hudood yang banyak dikritik pada 1979 sebagai bagian dari islamisasi Pakistan. Pengadilan syariah yang menerapkan hukum berjalan paralel dengan hukum pidana yang berbasis di Inggris tetapi jarang digunakan. Mereka mencakup perzinahan, tuduhan palsu di pengadilan, kejahatan properti, dan larangan obat-obatan dan alkohol.

Pada 2006, anggota parlemen mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Perempuan, menghapus kasus pemerkosaan dan perzinahan dari sistem agama. Putusan pengadilan syariah sekarang juga dapat diajukan banding di pengadilan umum.

Nigeria

Sekitar 12 dari 36 negara bagian Nigeria--semua di utara--menerapkan syariah untuk kasus kriminal. Pengadilan dapat memerintahkan amputasi, meskipun hanya sedikit yang pernah dilakukan.

Qatar 

Pencambukan masih ada di buku undang-undang sebagai hukuman bagi Muslim yang minum alkohol atau melakukan hubungan seksual terlarang, tetapi jarang digunakan. Hukuman untuk perzinahan secara teknis yakni 100 cambukan.

Baca juga: Lima Janji Taliban di Afghanistan

Perzinahan juga diancam hukuman mati jika melibatkan seorang wanita Muslim dan seorang pria non-Muslim. Namun pada kenyataannya, hukuman mati hanya digunakan dalam kasus pembunuhan yang sangat jarang terjadi ketika keluarga korban tidak menunjukkan belas kasihan. 

Negara Islam [ISIS]

Sebelum kekhalifahan dihancurkan pada 2019, kelompok Negara Islam [Islamic State] menerapkan bentuk syariah yang sangat brutal di beberapa bagian Suriah dan Irak yang dikuasainya. Ia menjalankan pengadilannya sendiri, melakukan pemenggalan di depan umum, rajam dan amputasi, serta mendorong pria yang diduga gay dari atas gedung-gedung tinggi. Shabaab Somalia yang terkait dengan Al-Qaeda juga menerapkan bentuk syariah yang brutal. [AFP/OL-14]

Jakarta -

Qisas identik dengan aturan hukuman mati dalam Islam. Qisas dengan prinsip pembalasan yang sama atau serupa tidak bisa dilakukan begitu saja.

Hukum qisas tidak hanya diterapkan pada pembunuhan, tapi juga perbuatan yang mengakibatkan cacat atau luka. Qisas dijelaskan dalam Al Quran surat Al-Baqarah ayat 178

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِصَاصُ فِى ٱلْقَتْلَى ۖ ٱلْحُرُّ بِٱلْحُرِّ وَٱلْعَبْدُ بِٱلْعَبْدِ وَٱلْأُنثَىٰ بِٱلْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌ فَٱتِّبَاعٌۢ بِٱلْمَعْرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَٰنٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Arab latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumul-qiṣāṣu fil-qatlā, al-ḥurru bil-ḥurri wal-'abdu bil-'abdi wal-unṡā bil-unṡā, fa man 'ufiya lahụ min akhīhi syai`un fattibā'um bil-ma'rụfi wa adā`un ilaihi bi`iḥsān, żālika takhfīfum mir rabbikum wa raḥmah, fa mani'tadā ba'da żālika fa lahụ 'ażābun alīm

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah [yang memaafkan] mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah [yang diberi maaf] membayar [diat] kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik [pula]. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih."

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza'iri menjelaskan detail penerapan hukum Qisas dalam kitab Minhajul Muslim. Pengajar tetap Masjid Nabawi tersebut menjelaskan syarat qisas yang harus dipenuhi.

Syarat terkait hukum qisas dan aturan hukuman mati dalam Islam, berbeda dengan tindakan yang melukai orang lain. Semuanya harus dipenuhi sebelum penerapan qisas.

Apa saja syarat penerapan qisas? Klik halaman selanjutnya untuk membaca

[www.uinsgd.ac.id] Pidana qishash [ancaman pidana mati kepada pelaku tindak pidana pembunuhan] sangat memungkinkan untuk diberlakukan di Indonesia, karena memenuhi syarat filosofis, yuridis, sosiologis, dan historis. Bahkan ada kemiripan dengan Pasal 338, 339, 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana  [KUHP], tidak sekadar bentuk pidana tetapi juga lebih melindungi hak hidup.

“Pidana mati tertuang dalam Pasal 340 KUHP. Ini sangat mirip dengan qishash, tetapi di KUHP tidak dapat melindungi hak asasi manusia [HAM], baik bagi tersangka maupun korban, sehingga KUHP harus diperbaharui,” ujar Dr Hj Dede Kania, SH, MH seusai Sidang Terbuka Promosi Doktor di Pascasarjana Unpad, belum lama ini.

Dr Hj Dede berhasil mempertahankan Disertasi “Hak Asasi Manusia pada Piagam Madinah Dihubungkan dengan Qishash dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”. Dipromotori Prof Dr Komariah E Sapardjaja, SH; Prof Dr H Deddy Ismatullah, SH, M.Hum; dan Dr H Kuntana Magnar, SH, MH.

Menurut Dr Dede, Islam sangat tegas terhadap pelaku tindak pidana terhadap nyawa, karena termasuk kejahatan besar selain musyrik dan meninggalkan salat. Bentuk pidana ini disertai perlindungan HAM, sudah diberlakukan Rasulullah sejak periode Madinah [abad VII Masehi],” jelasnya.

Dijelaskan, pidana yang dikenal manusiawi di Barat baru dikenal pada abad ke-18 Masehi, tetapi masih berdasarkan pada teori retributive [pembalasan]. Pemidanaan yang memperhatikan HAM berdasarkan filosofi restorative justice baru dikenal di Barat pada abad ke-21. KUHP masih menggunakan pidana retributive, sehingga perlindungan HAM pun ditujukan kepada pelaku delik, sedangkan korban dan masyarakat umum yang dirugikan tidak mendapatkan hak-haknya secara layak.

Qishash yang dianggap sebagai hukuman yang kejam, ternyata sangat melindungi hak hidup. Ini terbukti saat Rasulullah memberlakukannya pada periode Madinah, Negara ini menjadi aman dan damai dengan angka kejahatan yang sangat rendah. Rasulullah saat itu lebih menganjurkan pemaafan dengan pembayaran diyat [ganti rugi], karena Islam menginginkan adanya perubahan prilaku masyarakat Madinah menjadi lebih penyabar dan penyayang.

Rasulullah akhirnya berhasil melakukan perubahan budaya Arab Jahiliyah menjadi penduduk Madinah yang berperadaban dan sangat toleran, yang semula dikenal perangainya lebih mencintai sukunya secara berlebihan, keras, dan suka balas dendam.  Jadi, qishash merupakan bentuk perlindungan hak hidup. Hak korban diindungi dengan adanya ganti rugi berupa diyat, pelaku kejahatan terlindungi dengan adanya prinsip pamaafan dan diyat sebagai alternatif pidana.

“Masyarakat pun terlindungi dengan pemaafan dan diyat, sehingga dapat mengembalikan keharmonisan masyarakat. Intinya, qishash menjaga anggota masyarakat untuk tidak melakukan pembunuhan. Nilai hukum Islam dapat diberlakukan di semua sistem kenegaraan, karena nilai-nilainya sangat universal. Qishash pun akan cocok diberlakukan di Indonesia  karena memenuhi syarat filosofis, yuridis, sosiologis, dan historis,” kata Dr Hj Dede, dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN SGD Bandung ini. [Nank/Humas Al-Jamiah]

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề