Mengapa keberadaan banyaknya gunung berapi di Indonesia justru menjadikan Indonesia menjadi subur?

KOMPAS.com - Potensi lokasi Indonesia secara geologis adalah salah satu potensi lokasi Indonesia untuk menjadi negara maju.

Potensi lokasi Indonesia secara geologis

Mengutip Kemdikbud RI, Letak geologis adalah letak suatu wilayah berdasarkan keadaan geologinya. Indonesia berada di jalur pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan Lempeng Hindia.

Berdasarkan sejarah geologi, wilayah Indonesia bagian barat adalah bagian dari Benua Asia, Indonesia bagian timur adalah bagian dari Benua Australia dan Indonesia bagian tengah adalah wilayah peralihan.

Berdasarkan keadaan geologis, kepulauan di Indonesia dibagi menjadi tiga daerah, yaitu:

  • Daerah dangkalan Sunda, meliputi Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Pulau Kalimantan.
  • Daerah dangkalan Sahul, mencakup Papua dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
  • Derah peralihan, yaitu daerah yang terletak di antara dangkalan Sunda dan dangkalan Sahul, meliputi pulau-pulau di Kepulauan Maluku.

Baca juga: Potensi Lokasi Indonesia dan Upaya Pemanfaatannya

Posisi geologis ini membuat Indonesia memiliki banyak gunung api dengan berbagai implikasinya. Gunung berapi di Indonesia merupakan bagian dari Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik, yaitu barisan pegunungan muda di dunia.

Banyaknya gunung berapi di Indonesia memengaruhi jenis dan kesuburan tanah, karena proses vulkanisme menghasilkan tanah baru dan debu hasil letusan bermanfaat menyuburkan tanah. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan berkembang baik di Indonesia.

Energi panas bumi banyak ditemukan di Indonesia karena aktivitas kegunungapian. Aktivitas kegunungapian juga membuat banyaknya batuan yang mengandung berbagai mineral berharga dan menyuburkan tanah. Tetapi lokasi ini menjadikan Indonesia rawan bencana alam, khususnya letusan gunung api dan gempa bumi.

Banyaknya gunung api juga berpengaruh terhadap kondisi cuaca, khususnya curah hujan sebagai akibat dari proses orografis, serta ketersediaan air tawar karena banyak terdapat mata air di lereng-lerengnya yang menimbulkan aliran sungai.

Potensi lokasi Indonesia dengan berbagai keuntungannya telah dimanfaatkan melalui berbagai aktivitas pemanfaatan. Lokasi di daerah tropis dengan ciri suhu dan curah hujan tinggi sangat mendukung aktivitas pertanian dan perkebunan. 

Beragam jenis tumbuhan telah lama dibudidayakan nenek moyang bangsa Indonesia. Bahkan, beberapa tanaman seperti rempah-rempah, telah menarik bangsa lain datang ke Indonesia.

Baca juga: Potensi Lokasi Indonesia Secara Geografis

Aktivitas pertanian dan perkebunan di Indonesia telah menghasilkan banyak komoditas untuk ekspor dan konsumsi dalam negeri. Sayangnya, sebagian komoditas justru masih impor, misal kedelai, bawang putih dan buah-buahan. Kondisi ini cukup ironis mengingat potensi lahan di Indonesia begitu besar.

Posisi Indonesia sangat strategis sehingga banyak dilalui pelayaran internasional. Posisi strategis ini memungkinkan bangsa Indonesia berhubungan dengan berbagai negara atau bangsa lain di dunia. 

Para pedagang Indonesia telah lama menjalin hubungan dagang dengan bangsa lain yang melewati wilayah Indonesia. Sejumlah pelabuhan berkembang di Indonesia untuk mempermudah hubungan dagang.

Sayangnya, saat ini Indonesia belum memperoleh keuntungan ekonomi dari lalu lintas pelayaran itu karena aktivitas kapal seperti alih muat, pencucian kapal, pengisian minyak, lebih banyak terjadi di Singapura dan Malaysia yang lebih siap menerima mereka.

Baca juga: Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju

Secara geologis, Indonesia memiliki keuntungan berupa sumber energi, mineral, dan bahan tambang yang beraneka ragam. Berbagai jenis sumber energi dan mineral tersedia di Indonesia karena bahan tambang tersebut ada di wilayah Indonesia.

Indonesia telah memanfaatkan sebagian besar potensi tersebut dengan melakukan eksploitasi. Hasil eksploitasi menambah devisa negara untuk kepentingan pembangunan.

Kesimpulan

Potensi lokasi Indonesia secara geologis adalah:

  • Banyaknya gunung api. Keuntungannya, menyuburkan tanah, tanaman berkembang baik, energi panas bumi, banyak batuan mengandung mineral, curah hujan baik, dan ketersediaan air tawar.
  • Beragam potensi sumber energi, mineral dan bahan tambang. Hasil eksploitasi sumber energi, mineral dan bahan tambang menambah devisa negara untuk pembangunan.
  • Beragam tumbuhan untuk aktivitas pertanian dan perkebunan. Beragam jenis tumbuhan di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai komoditas untuk konsumsi dalam negeri dan diekspor seperti rempah-rempah.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Saat gunung berapi meningkat aktivitas vulkaniknya dan meletus, yang banyak menjadi perhatian adalah penduduk di sekitar gunung. Mereka diminta mengungsi dan menjauh dari titik panas gunung api. Selain berdampak kepada manusia, letusan gunung api berdampak pula terhadap vegetasi dan ekosistem di sekitar gunung.

Salah satu gunung berapi di Pulau Bali yang saat ini tengah menjadi sorotan adalah Gunung Agung. Gunung api yang terakhir erupsi pada 1963 itu kini kembali menunjukkan peningkatan aktivitas vulkaniknya dan berada pada status awas sampai 29 Oktober 2017. Sehari setelah tanggal tersebut statusnya diturunkan ke level siaga.

Gunung Agung adalah salah satu gunung berapi yang telah ikut membentuk permukaan bumi. Lebih dari separuh dari jumlah total gunung api daratan aktif (terrestrial active volcano) mengelilingi Samudera Pasifik dan dikenal sebagai “Ring of Fire”.

Indonesia sangat unik, karena di negeri ini terdapat serangkaian gunung api aktif di Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara. Dengan sekitar kurang lebih 130 gunung api aktif terbentang di wilayah ini, membuat Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia.

Erupsi gunung berapi umumnya berdampak terhadap ekosistem dan vegetasi di sekitarnya. Beberapa aktivitas vulkanik yang dapat berdampak terhadap vegetasi di antaranya lahar dan gas pyroclastic flows, gas panas (beberapa menyebutnya sebagai awan panas) yang dapat mencapai suhu 700 derajat Celsius yang meluncur dengan kecepatan tinggi. Di Gunung Merapi di Yogyakarta, fenomena ini dinamakan wedhus gembel.

Dampak dari material padat aktivitas gunung berapi umumnya menyebabkan penimbunan vegetasi. Pohon dan tumbuhan lainnya terkubur oleh timbunan material padat dari gunung berapi. Sedangkan dampak dari wedhus gembel atau pyroclastic flows adalah kebakaran yang menghanguskan vegetasi.

Belajar dari Gunung Merapi Yogyakarta

Dari hasil penelitian saya di Gunung Merapi pada erupsi 2006 terdapat lima tingkat kerusakan di empat lokasi pohon tusam atau pinus (Pinus merkusii) yang terkena dampak awan panas (wedhus gembel) yaitu:

1) pohon terbakar,

2) pohon terbakar dengan cabang yang patah,

3) pohon patah,

4) pohon tumbang tercerabut dari akarnya, dan

5) pohon yang mampu bertahan hidup.

Penelitian saya menemukan kerusakan pohon pinus terbesar adalah kategori 4 (pohon tumbang tercerabut dari akarnya) sebanyak 31%. Sebanyak 23% dari pepohonan patah (kategori 3), dan 21% terbakar dengan cabang yang patah (kategori 2). Pohon yang hanya terbakar sebanyak 16% dan hanya 9% pohon pinus yang selamat.

Debu vulkanik juga berdampak terhadap tumbuhan. Debu-debu vulkanik yang jatuh dan menempel di permukaan daun dapat menghambat proses fotosintesis sehingga memperlambat pertumbuhan. Biasanya hujan yang disertai angin dapat menghilangkan debu-debu tapi perlu beberapa waktu. Debu tidak segera hilang setelah hujan pertama.

Beberapa jenis tumbuhan yang tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi vulkanik ini akan mati, sedangkan beberapa jenis tumbuhan dengan karakter fisiologi yang khusus mampu beradaptasi dengan kondisi ini dan bertahan bahkan mampu berkembang biak.

Di Gunung Merapi, misalnya, untuk beradaptasi dengan wedhus gembel yang membakar vegetasi, beberapa jenis tumbuhan seperti pohon Casuarina junghuhniana memiliki kulit batang yang keras dan tebal untuk melindungi dari suhu panas yang tinggi. Jenis pohon Casuarina ini juga terdapat di lereng Gunung Agung.

Beberapa jenis pohon lainnya seperti tusam (Pinus merkusii) justru memanfaatkan api dan suhu yang tinggi ini untuk membantu perbanyakan anakan. Suhu tinggi ikut membantu memecahkan kulit biji tusam yang keras sehingga biji dapat berkecambah dan menjadi semai anakan baru.

Elastisitas ekosistem

Ekosistem alam ibarat karet gelang. Karet gelang jika ditarik akan melar. Jika tarikan tersebut dilepaskan, karet akan kembali ke posisi awal asalkan tarikan masih dalam batas normal atau tidak melampaui elastisitasnya. Jika melampaui tingkat elastisitasnya, maka karet akan putus.

Demikian juga sebuah ekosistem alam. Tarikan dalam konteks ekosistem adalah sebuah gangguan (misalnya erupsi gunung api). Ekosistem alam memiliki kemampuan untuk memperbaiki sendiri (self-repair) setelah mengalami gangguan, yaitu melalui proses yang dinamakan suksesi.

Penimbunan vegetasi tumbuhan oleh material erupsi akan memicu terjadinya proses suksesi primer dalam vegetasi. Proses suksesi primer terjadi ketika semai-semai pohon dari biji yang berasal dari tumbuhan di lokasi lain yang tidak terkena erupsi mulai bermunculan. Biji-bijian ini mungkin dipencarkan oleh binatang-binatang seperti serangga dan burung, atau angin.

Suksesi primer dan regenerasi vegetasi yang terjadi di atas aliran lahar tebal seperti yang dapat dijumpai di kawasan sekitar Gunung Batur Bali membutuhkan waktu yang lama. Ahli biologi Anthony J. Whitten dan rekannya menulis kurang lebih setahun setelah erupsi Gunung Agung pada 1963, diperkirakan hanya 10% permukaan tanah di sekitar Besakih yang diselimuti rerumputan hijau, terna (tumbuhan dengan batang lunak tidak berkayu), semak belukar, dan tunas-tunas pohon-pohon yang terkena dampak erupsi. Secara keseluruhan pada saat itu ditemukan 83 jenis tumbuhan. Sedangkan sisa permukaan tanah (90 % lainnya), tetap gundul, “bagaikan telah disemen”.

Sedangkan dari awan panas yang membakar vegetasi proses suksesi sekunder terjadi. Suksesi sekunder terjadi jika sesudah gangguan seperti erupsi atau kebakaran akibat awan panas masih tersisa beberapa tanaman individu yang masih hidup, bertunas atau masih tersisa warisan biologis.

Lahan yang telah gundul akibat erupsi tertutupi oleh lahar yang mengeras dan perlahan-lahan akan retak. Di retakan itu akan muncul tumbuhan pionir (mungkin lumut dan paku-pakuan) yang akan memfasilitasi tumbuhan tingkat tinggi yang lain dapat tumbuh di areal tersebut.

Restorasi ekosistem

Lamanya proses suksesi bergantung pada seberapa parah kerusakannya dan seberapa besar luas wilayah yang terdampak. Juga faktor ada tidaknya warisan biologi (misalnya sumber benih di lokasi dan lokasi sekitarnya) dan ada tidaknya campur tangan manusia untuk dapat mempercepat proses suksesi alami tersebut, atau restorasi ekosistem.

Selain upaya restorasi ekosistem, diperlukan pula pemantauan terhadap dinamika vegetasi tumbuhan di kawasan gunung berapi. Kawasan hutan pegunungan (termasuk kawasan gunung berapi) berperan sangat penting sebagai tempat dengan keanekaragaman hayati. Pemantauan yang rutin dapat mendeteksi perubahan areal bervegetasi menjadi areal untuk peruntukan lain.

Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) saat ini dapat dimanfaatkan untuk memonitor vegetasi di kawasan gunung berapi.

Data citra satelit pada tahun yang berbeda-beda dapat dikumpulkan dan diolah untuk dianalisis untuk membandingkan ada tidaknya perubahan luas areal vegetasi serta perubahan indeks kehijauan vegetasi (densitas tutupan hijau atau vegetasi di suatu lahan) dengan menggunakan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).

Sebagai kesimpulan, ekosistem memiliki elastisitas dan mampu memperbaiki sendiri pasca-terkena gangguan alam. Dengan demikian penting untuk memantau dinamika ekosistem dan perubahan lanskap serta vegetasinya agar dapat ditentukan tingkat suksesinya. Jika suksesi progresif, itulah yang diharapkan. Sebaliknya, jika suksesi terhambat, perlu dilakukan intervensi ekologi dengan restorasi ekosistem untuk mengubah arah suksesi dan mempercepat laju suksesi.