Mengapa logam transisi lebih mudah membentuk ion kompleks dibandingkan dengan logam golongan utama pada sistem periodik?

2.1  Sifat Fisika dan Sifat KimiaUnsur Logam Periode 4

Salah satu sifat dari unsur-unsur logamtransisi periode 4 adalah dapat ditempa dan kuat, hal ini akibat dari ikatan antar atom-atom logam transisi membentuk ikatan logam yang kuat. Adapun sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh unsur transisi periode 4 termuat dalam tabel berikut:

Sc

Ti

V

Cr

Mn

Fe

Co

Ni

Cu

Zn

Titik didih (dalam 0C)

2730

3260

3400

2480

2100

3000

2900

2730

2600

910

Titik leleh (dalam 0C)

1540

1680

1900

1890

1240

1540

1500

1450

1080

420

Jari-jari atom (dalam pm)

161

145

132

127

124

124

125

125

128

133

Jari-jari ion M+

91

M2+

100

93

87

94

81

97

75

92

79

89

83

87

M3+

89

81

78

76

72

79

69

79

69

75

Elektronegativitas

1,3

1,5

1,6

1,6

1,5

1,8

1,8

1,8

1,9

1,6

Energi Ionisasi I

631

656

650

653

717

759

758

737

745,3

906.1

II

1240

1310

1410

1590

1510

1560

1640

1750

1957,3

1733

III

2390

2650

2870

2990

3260

2960

3230

3390

3577,6

3831

E0

M +            M

+0,52

M 2+                M

-1,36

-1,18

-0,91

-1,19

-0,44

-0,28

-0,23

+0,34

-0,7619

M 3+           M

-2,08

Konfigurasi electron atom-atom unsur-unsur transisi baris pertama pada dasarnya sama. Kecuali pada kromium energi orbital 4s masih di bawah 3d sehingga konfigurasi yang disarankan [Ar] 3d4 4s2. Namun demikian akibat efek tolak-menolak electron antara elektron–elektron terluar konfigurasi sesungguhnya menjadi [Ar] 3d5 4s1 dimana semua electron pada orbital terluar tidak berpasangan. Hal yang sama terjadi pada Cu.

Untuk titik leleh unsur transisi periode keempat tidak memiliki kecendrungan yang umum seperi pada unsur golongan utama. Titik leleh pada unsur transisi periode 4 cendrung bervariasi (fluktuatif), hal ini disebabkan oleh struktur kristal dari unsur-unsurnya yang berbeda-beda. Sc, Ti, dan Co mengadopsi struktur kristal hcp; V, Cr, Fe mengadopsi strukur kristal bcc; Ni dan Cu mengadopsi struktur kristal fcc; sedangkan untuk Mn mengadopsi struktur kubik kompleks dengan 4 bentuk dengan bilangan koordinasi antara lain 12,13, dan 16; dan untuk Zn mengadopsi struktur hcp terdistorsi dimana setiap atom hnya menyinggung 6 atom terdekatnya(bilangan koordinasi 6). Dengan penjelasan dan alasan yang sama kecenderungan yang sama seperti pada titik leleh muncul pula dalam kecendrungannya pada  titik didih.

Dan dalam periode ke 4 unsur transisi jari-jari atom tidak memiliki kecendrungan yang umum seperti pada golongan utama. Jari-jari atom unsur periode 4 unsur transisi cendrung fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya elektron-elektron yang mengisi orbital (n-1)d (akibat dari bertambahnya muatan inti efektif) serta  tolak menolak antar elektron yang ada di orbital 3d. Jari-jari ion logam pada dasarnya mengikuti kecenderungan umum sama seperti pada jari-jari atomiknya. Namun, disamping kecendrungan umum ini terdapat efek tambahan yang diberikan oleh urutan pengisian elektron dalam orbital d dari logam transisi tersebut. Untuk memahami dua kecenderungan tersebut kita harus mengetahui mengenai teori medan kristal yang dalam teori ini terjadi pengelompokkan orbital d berdasarkan tingkat energi yang dimilikinya. Dimana terdapat “low spin orbital” yang merupakan orbital dxy, dxz dan dyz,yang akan ditempati elektron secara individual. Dalam low spin orbital ini tidak terjadi tolakan hebat didalamnya sehingga terjadi penurunan umum dalam jari-jari ion seluruh seri sampai dengan ion Fe2+. Setelah Fe2+elektron tambahan menempati dua orbital d yang dikenal dengan “high spin orbital” yaitu orbital dz2 dan dx2-y2. Dalam high spin orbital ini akan terjadi saling menolak yang cukup besar sehingga mengakibatkan jari-jari ion akan meningkat.

Berdasarkan nilai potensial reduksinya unsur-unsur transisi periode 4 kurang elektropositif (kecuali Cu). Semua unsur transisi periode 4 memiliki potensial reduksi bernilai negatif kecuali Cu, hal ini memberikan konsekuensi untuk unsur transisi kecuali Cu menjadi agen pereduksi yang baik.

Selain sifat-sifat tersebut, sifat lainnya yang dimiliki oleh unsur-unsur transisi periode 4 adalah ion-ion dari logam blok-d memiliki warna.Namun tidak semua unsur transisi periode 4 memiliki warna, seperti pada Zn2+ dan Sc3+. Warna ion dapat dijelaskan atas dasar "teori medan kristal". Menurut teori ini, ikatan antara ligan dan ion logam elektrostatik. Ligan mengelilingi ion logam dan menciptakan medan elektrostatik di sekitar d-orbital tersebut. Bidang ini perpecahan '5' sub-orbital d dalam dua set energi yang berbeda, yaitu:

·         Sepasang energi tinggi ( dx2-y2 dan dz2)

·         Tiga energi rendah (dxy, dyz, dan dzx)

Hal ini disebabkan oleh adanya elektron tidak berpasangan dan tingkat energi orbital berbeda. Saat elektron tidak berpasangan tersebut menyerap cahaya dengan frekuensi tertentu dari cahaya tampak maka elektron tersebut akan memiliki energi yang lebih tinggi dari kadaan dasarnya. Akibatnya, elektron mudah tereksitasi ke tingkat energi lebih tinggi menimbulkan warna tertentu. Jika senyawa transisi baik padat maupun larutannya tersinari cahaya maka senyawa transisi akan menyerap cahaya pada frekuensi tertentu, sedangkan frekuensi lainnya diteruskan. Cahaya yang diserap akan mengeksitasi elektron ke tingkat energi lebih tinggi dan cahaya yang diteruskan menunjukkan warna senyawa transisi pada keadaan tereksitasi. Berikut gambar 2.1.1 yang memuat daftar warna dari unsur transisi periode 4

Unsur

Ion

Warna

Sc

Sc3+

Tak berwarna

Ti

Ti2+

Ungu

Ti3+

Ungu-hijau

Ti4+

Tak berwarna

V

V2+

Ungu

V3+

Hijau

VO2+

Biru

VO43+

Merah

Cr

Cr2+

Biru

Cr3+

Hijau

CrO42-

Kuning

Cr2O72-

Jingga

Mn

Mn2+

Merah muda

Mn3+

Merah coklat

MnO42-

Hijau

MnO4-

Ungu

Fe

Fe2+

Hijau

Fe3+

Jingga

Co

Co2+

Merah muda

Co3+

Biru

Ni

Ni2+

Hijau

Cu

Cu+

Tak berwarna

Cu2+

Biru

Zn

Zn2+

Tak berwarna

Gambar 2.1.1 warna ion-ion unsur transisi periode 4

2.2 Sifat Biloks yang Mantap

Unsur transisi periode 4 memiliki banyak sekali variasi tingkat oksidasi, yang pada awal periode terdapat 2 atau 3 variasi tingkat oksidasi, namun pada pertengahan periode terjadi peningkatan variasi tingkat oksidasi dan kembali mengalami penurunan variasi tingkat oksidasi sampai pada akhir periode. Hal ini terkait dengan konfigurasi elektron dari usur transisi periode 4 ini. Konfigurasi orbital penuh dan setengah penuh dari unsur transisi periode 4 ini memberikan stabilitas yang lebih besar dari orbital yang terisi sebagian. Oleh karena itu, ada kecendrungan atom untuk mendapatkan atau kehilangan elektron sampai unsur-unsur tersebut memperoleh konfigurasi itu.

Bilangan oksidasi tertinggi untuk unsur transisi periode 4 dapat dicapai jika unsur-unsur tersebut membentuk senyawa dengan unsur oksigen atau flour. Dapat diamati dalam gambar 2.2.1 hingga Mn, semua elektron dalam orbital 3d dan 4s dapat berpartisipasi dalam ikatan dan keadaan oksidasi maksimum sesuai dengan jumlah elektron tersebut. Setelah konfigurasi 3d5 terlampaui kecendrungan untuk elektron d berpartisipasi dalam ikatan menurun dan oksidasi yang tinggi tidak terbentuk.

Gambar 2.2.1 variasi tingkat oksidasi unsur transisi periode 4

Selain hal tersebut, ada kosekuensi yang dihadirkan oleh adanya konfigurasi elektron setengah penuh dengan spin paralel sangat stabil karena spin korelasi. Stabilitas tambahan ini memiliki kosekuensi penting bagi unsur-unsur blok d. Hal ini tampak pada Mn memiliki konfigurasi 3d5 4s2 sebagai hasilnya Mn(II) sangat stabil dan Mn(III) jarang terjadi karena tidak stabil.

Gambar 2.2.2 diagram frost unsur transisi periode 4 dalam larutan asam (pH=0) garis putus-putus menghubungkan spesi dalam kelompok bilangan oksidasinya

Kecenderungan stabilitas termodinamika dari oksidasi unsur periode 4 diilustrasikan pada Gambar 2.2.2, yang menunjukkan diagram Frost untuk spesi dalam larutan asam berair. Terlihat bahwa oksidasi kelompok Sc, Ti, dan V terletak di bagian bawah dari diagram. Lokasi ini menunjukkan bahwa elemen dan setiap spesi di tingkat oksidasi menengah yang mudah teroksidasi ke keadaan oksidasi lebih tinggi. Sebaliknya, spesi dalam keadaan oksidasi kelompok untuk Cr dan Mn (+6 dan +7, masing-masing) terletak di bagian atas diagram. Lokasi ini menunjukkan bahwa mereka sangat rentan terhadap reduksi. Diagram Frost menunjukkan bahwa keadaan oksidasi kelompok tidak tercapai di Grup 8-12 dari periode 4 (Fe, Co, Ni, Cu, dan Zn), dan juga menunjukkan oksidasi yang paling stabil di bawah kondisi asam; yaitu Ti3+, V3+, Cr3+,Mn2+, Fe2+, Co2+, dan Ni2+.

Senyawa biner dari elemen 3d-seri dengan halogen dan dengan oksigen juga menggambarkan tren di stabilitas dari oksidasi kelompok. Logam awal dapat mencapai oksidasi kelompok mereka dalam senyawa dengan klorin (misalnya, ScCl3 dan TiCl4), tetapi pengoksidasi lebih kuat halogen fluor yang diperlukan untuk mencapai keadaan oksidasi kelompok V (Grup 5) dan Cr (Grup 6), yang membentuk VF5 dan CrF6. Di luar Grup 6 di seri 3d, bahkan fluor tidak dapat menghasilkan bilangan oksidasi tertinggi, dan MnF7 dan FeF8 tidak dapat terbentuk. Oksigen dapat membawa unsur-unsur ersebut mendapat bilangan oksidasi maksimumnya lebih mudah daripada fluor karena efek sterik yang ditimbulkan. Misalnya, pada tingkat oksidasi +7 untuk Mn dicapai dalam manganat (VII) garam, seperti kalium permanganat, KMnO4. Seperti dapat disimpulkan dari diagram Frost pada Gambar. 19,3, kromat (VI) CrO42+, manganat (VII) MnO4+, dan ferrate (VI) FeO42+ adalah agen pengoksidasi kuat.

 2.3 Sifat Magnetik dan Arah Domain Spin

Sifat magnetik jika ditinjau dari magnetically dilute, di mana atom pusat paramagnetik dengan elektron tidak berpasangan pada orbital d terpisah satu sama lain dibedakan menjadi 2 yaitu paramagnetik dan diamagnetik. Dua sifat tersebut secara eksperimental ditentukan oleh magnetometry.

2.3.1 Diamagnetik

Diamagnetik adalah sifat yang selalu dimiliki oleh setiap atom dalam materi atau senyawa tanpa memandang tipe sifat magnetik total dari senyawa yang bersangkutan. Senyawa diklasifikasikan sebagai diamagnetik jika ditolak oleh medan magnet. Sifat diamagnetik ini terjadi pada atom-atom yang di dalamnya terdapat elektron-elektron yang semuanya berpasangan. Di dalam orbital-orbital yang terisi penuh oleh elektron, dapat dihasilkan medan terinduksi dikarenakan sifat magnetik spin dari elektron-elektron dalam orbital yang terisi penuh oleh elektron saling meniadakan sebab arah spin yang saling berlawanan.

Sifat diamagnetik hanya muncul jika ada medan magnetik dari luar yang dikenakan pada atom yang bersangkutan sehingga terjadi interaksi antara medan magnetik luar dengan medan terinduksi dalam orbital-orbital yang terisi penuh oleh elektron. Medan terinduksi tersebut melawan medan magnetik luar sejauh mungkin untuk melenyapkan interaksi tersebut. Sehingga elektron-elektron yang berpasangan dalam orbital-orbital atom yang bersangkutan akan berinteraksi menolak atau tidak tertarik oleh medan magnetik luar yang mengenainya. Suseptibilitas (kerentanan) diamagnetik berharga negative.

2.3.5 Ferimagnetik

Dalam sifat ferimagnetik, penyusunan magnetiknya berasal dari ion dengan momen magnetik yang berbeda. Sifat ini diamati di bawah suhu Curie . Sifat ferimagnetik teramati pada ferioksida (Fe2O3). Ion-ion ini dapat berputar dengan spin berlawanan, seperti dalam antiferromagnetiktetapi karena momen spinnya berbeda  sehingga ada spin yang tidak lengkap. Domain spin elekron dalam bahan yang bersifat ferimagnetik adalah selang-seling arahnya dan tak sejajar. Digambarkan sebagai berikut:

Antara feromagnetik, antiferomagnetik, dan ferimagnetik yang memiliki sifat magnetik terkuat adalah feromagnetik, kemudian ferimagnetik, dan yang terakhir adalah antiferomagnetik.

2.4.1 Jenis-Jenis Katalis

Katalis dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu, katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen, katalis berada dalam fase yang berbeda dengan reaktan. Katalis homogen, katalis berada dalam fase yang sama dengan reaktan.

2.4.1.1   Katalis Homogen

Katalis homogen artinya reaktan dan katalisator keduanya mempunyai fase atau wujud yang sama. Cara kerja katalis homogen umumnya melibatkan pembentukan senyawa –senyawa kompleks antara yang bersifat tidak stabil dalam tahap-tahap reaksi. Katalis ini jika direaksikan dengan reaktan dapat membentuk kompleks antara yang mengakibatkan reaktan dalam kompleks menjadi aktif membentuk produk baru dengan melepaskan katalis. Unsur transisi sangat berperan dalam proses katalitik karena kemampuannya membentuk senyawa  kompleks. Selain itu reaktan juga sering dibuat aktif dengan keterlibatan proses redoks pada katalisnya, karena kemampuannya membentuk variasi tingkat oksidasi maka unsur transisi periode 4 ini dapat berperan sebagai katalis. Misalnya, Cu2+/Cu+, Co3+/ Co2+, dan Mn3+/Mn2+. Seperti yang terjadi pada reaksi berikut

2.4.1.2   Katalis Heterogen

Katalisator Heterogen artinya reaktan dan katalisator mempunyai fase yang berbeda. Salah satu keuntungan pemakaian katalis heterogen adalah bahwa produk reaksi langsung terpisah dari fase katalisnya. Sehingga tidak memerlukan tahapan pemisahan khusus. pada prosesnya reaksi yang terjadi biasanya pada suhu yang tinggi, dan unsur transisi periode 4 ini memiliki titik leleh yang tinggi sehingga dapat memenuhi syarat menjadi katalis.

Aktifitas katalisis banyak dilakukan oleh sejumlah besar unsure peralihan (transisi) dan senyawanya. Tersedianya electron dan orbital d pada atom-atom permukaan katalis memegang peranan penting. Persyaratan kunci dalam katalisis heterogen ialah bahwa pereaksi fase gas atau larutan diadsorpsi kepermukaan katalis. Persyaratan kunci dalam katalisis heterogen ialah bahwa pereaksi fase gas atau larutan diadsorpsi kepermukaan katalis. Tidak semua atom – atom permukaan sama efektifnya sebagai katalis, bagian yang efektif tersebut disebut sisi aktif katalis.