Mengapa rsi agastya disebut dengan batara guru

Mengapa rsi agastya disebut dengan batara guru

Selalu ada dua kelompok yang berbeda.. Tuhan dan Iblis.. Michael dan Lucifer.. Pandawa dan Kurawa.. Dewa dan Raksasa.. Venus dan Jupiter.. Enlil dan Enki.. Yahwe dan Ba’al.. Atlantis dan Lemuria.. Batara Guru dan Sabdo Palon.. Agastya dan Semar.. Hitam Putih… Baik Jahat… tergantung siapa versi pemenangnya…

Batara Guru

Bagi penganut agama Hindu Batara Guru adalah sebutan lain dari Batara Siwa. Karena agama Hindu yang pertama-tama menyebar ke Indonesia adalah ajaran Resi Agastya dari Sekte Saiwa (Syaiwa, Syiwa, atau Siva), untuk menghormati dan mengagungkannya, Resi Agastya disebut pula Batara Guru. Tetapi dalam pewayangan, khususnya jenis-jenis Wayang Purwa yang tersebar di Pulau Jawa, Batara Guru sering diberi kesan berbeda dengan Batara Siwa atau Siwah.

BATARA GURU di dunia pewayangan, adalah pemuka para dewa yang memerintah kahyangan, yaitu alam yang dihuni para dewa. Dalam seni kriya Wayang Kulit Purwa, Batara Guru dilukiskan bertangan empat, bertaring kecil, berleher biru, kakinya apus (semacam penyakit polio).

*Batara Guru ini dl budaya Jawa walaupun di sepakati sebagai Raja-nya Dewa, tapi ada 2 versi..baik dan satunya jahat.

Bahkan menurut Serat Kanda, Manikmaya disebut sebagai iblis yang bernama Idajil, yang mengaku-aku dan merasa dirinya sebagai Tuhan. Namun pengertian bahwa Batara Guru adalah Idajil seperti itu tidak pernah ditampilkan dalam pergelaran dan hanya disebut-sebut dalam sebagian buku pewayangan. Dalam pewayangan, banyak tindakan Batara Guru yang dikoreksi oleh Batara Narada dan juga oleh Ki Lurah Semar, walaupun kedudukannya dalam pewayangan adalah pemuka para dewa.

Mengapa rsi agastya disebut dengan batara guru

Batara Guru dan Nusantara

Berdasarkan keterangan dalam Kitab Tantu Pagelaran, Agastya mendapatkan pertapaan di Gunung Kawi. Semenjak itu Gunung Kawi menjadi miliknya, yakni sebagai tanda penugasan bagi Batara Guru (Ciwa).

Di Malang tepatnya di lereng Timur Gunung Kawi di Dukuh Gasek, Desa Karangbesuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang, terdapat situs kecil yang diberi nama Candi Karangbesuki. Di situs inilah ditemukan arca tokoh Agastya, Arca ini dahulu ditempatkan di dalam punden makam di bawah pohon beringin.

Candi tempat Rsi Agastya didirikan itu kini lebih dikenal dengan nama Candi Badut. Sebuah nama yang menyiratkan makna mulia. Dalam bahasa Jawa Kuno kata badut berasal dari kata bentukan ba berarti bintang Agastya (star of canopus) dan dyut berarti sinar/cahaya. Jadi kata badut memiliki arti sinar atau cahaya yang memancar dari bintang Rsi Agastya.

Jika mata diarahkan ke puncak Gunung Kawi tempat Rsi Agastya bertapa sepanjang masa, cahaya itu masih nampak memancar.

Dusun Mentaraman merupakan pemukiman kuno yang berdiri di selatan puncak Gunung Kawi dan pada masa itu gunung tersebut merupakan gunung yang disucikan. Karena merupakan reruntuhan dari potongan Gunung Meru seperti yang diceritakan dalam Kitab Tantu Panggelaran karya di masa akhir Kerajaan Majapahit.

“Gunung Kawi di masa Kerajaan Majapahit merupakan gunung suci,”

Mengapa rsi agastya disebut dengan batara guru

Sementara Anand Krishna di dalam salah satu bukunya menyebutkan;
“Bersama Lopamudra, Agastya menyebarkan pesan kasih dari padepokannya. Kadang pesan itu disampaikannya lewat kata-kata. Lewat ucapan. Lebih sering lewat getaran-getaran pikiran. Agastya masih hidup. Berbadan dan berdarah daging, dia masih hidup. Lima ribu tahun yang lalu, setelah kematian Lopamudra, dia pindah ke Yava-Dvipa. Ke Jawa – sekarang disebut Indonesia. Di sana dia dikenal dengan nama Semar. Semar, Agastya adalah roh Indonesia. Jiwa Indonesia. Itulah sebabnya orang Indonesia pun sangat akomodatif, adaptif. Bisa menerima apa saja. Masuknya agama-agama besar seperti Hindu, Buddha, Kristen, dan Islam tidak melunturkan budaya asal mereka. Ya, Agastya gelisah. Sejak beberapa abad terakhir, beliau memang sangat gelisah. Manusia “beragama” semakin fanatik. Indonesia mulai melupakan budaya asalnya.” (Krishna, Anand. (2001). Shalala, Merayakan Hidup. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama)

Mengapa rsi agastya disebut dengan batara guru

Siapakah Semar Sesungguhnya ?

Seperti disampaikan oleh sesepuh paguyuban Kakadangan Liman Seto, Bpk Sukiyanto;
Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah sebenarnya yang dikatakan dalam kawruh Jawa dengan apa yang dikenal sebagai “Semar”.

Dalam upaya menelisik misteri siapa sejatinya Sabdo Palon, ia mengawali dengan mengkaji Serat Darmagandhul dan ramalan Sabdo Palon. Di sini tidak akan dipersoalkan siapa yang membuat karya-karya tersebut untuk tidak menimbulkan banyak perdebatan. Karena penjelasan secara akal penalaran amatlah rumit, namun dengan pendekatan spiritual dapatlah ditarik benang merahnya yang akan membawa kepada satu titik terang. Dan ini akhirnya dapat dirunut secara logika historis.

Menarik memang di dalam mencari jawab tentang siapakah Sabdo Palon? Karena kata Sabdo Palon Noyo Genggong sebagai penasehat spiritual Prabu Brawijaya V ( memerintah tahun 1453 – 1478 ) tidak hanya dapat ditemui di dalam Serat Darmagandhul saja, namun di dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135 – 1157) juga telah disebut-sebut.

(Sabdo Palon berkata sedih: “Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang bertahta, menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri, turun temurun sampai sekarang, hamba mengasuh keturunan raja-raja Jawa, ….. ….., sampai sekarang ini usia hamba sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, …..”)

“Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha).

Mengapa rsi agastya disebut dengan batara guru

Kriya Yoga Nusantara meyakini bahwa kedua Tokoh yaitu Batara Guru (Agastya) dan Sabdo Palon (Semar) adalah kedua tokoh individu yang berbeda, walaupun mungkin dapat dikatakan “bersaudara”.

Tokoh dewa-dewa yang ada di mitologi sumeria tidak jauh berbeda dengan yang ada di wayang. Misalnya, Batara Guru bisa disamakan dengan Enlil, sementara Batara Ismaya (Semar) dengan Enki.
Kedua bersaudara itu, Enki dan Enlil adalah anak dari An, yang kalau dibandingkan dengan pewayangan adalah Hyang Tunggal. Hanya saja, Hyang Tunggal masih punya tingkatan yang lebih tinggi lagi, yaitu Hyang Wenang.

Menurut mitologi Jawa, Batara Guru merupakan Dewa serta pewayangan yang merajai kahyangan, wilayah para dewa. Ia merupakan perwujudan dari dewa Siwa yang mengatur wahyu, hadiah, dan berbagai ilmu.

Betara Guru (Manikmaya) diciptakan dari cahaya yang gemerlapan oleh Sang Hyang Tunggal, bersamaan dengan cahaya yang berwarna kehitam-hitaman yang merupakan asal jadinya Ismaya (Semar). Oleh Hyang Tunggal, diputuskanlah bahwa Manikmaya yang berkuasa di Suryalaya, sedangkan Ismaya turun ke bumi untuk mengasuh para Pandawa.

Batara Guru memiliki dua saudara, Sang Hyang Maha Punggung dan Sang Hyang Ismaya. Orang tua mereka adalah Sang Hyang Tunggal dan Dewi Rekatawati. Suatu hari, Dewi Rekatawati menelurkan sebutir telur yang bersinar. Sang Hyang Tunggal mengubah telur tersebut, kulitnya menjadi Sang Hyang Maha Punggung yang sulung, putih telur menjadi Sang Hyang Ismaya (Semar), dan kuningnya menjadi Sang Hyang Manikmaya. Kemudian Sang Hyang Tunggal menunjuk dua saudara yang lebih tua untuk mengawasi umat manusia, terutama Pandawa, sementara Batara Guru (atau Sang Hyang Manikmaya) memimpin para dewa di kahyangan.

Mengapa rsi agastya disebut dengan batara guru