Menurut PP No 69 Tahun 1999 tentang label dan Iklan pangan apa saja yang harus termuat dalam label?

Oleh SITI YUNIARTI (Juli 2017)

Sebagai bentuk informasi kepada konsumen atas suatu produk pangan, Pemerintah mewajibkan penggunaan label. Dalam Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (PP 69/1999), Label Pangan diberikan arti sebagai “setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan”. Label pangan diwajibkan kepada setiap pelaku usaha yang memproduksi pangan di dalam  negeri, maupun pelaku usaha yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan.

Adapun, pangan yang wajib mencantumkan label pangan adalah pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan serta tidak berlaku bagi pangan yang dibungkus dihadapan pembeli. Dalam PP 69/1999, pengecualian diberikan untuk: a. pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan seluruh keterangan dimaksud; b. pangan yang dijual dan dikemas secara langsung dihadapan pembeli dalam jumlah kecil; c. pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah).

Regulasi mengenai pangan, yakni Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan dan peraturan pelaksananya, telah menetapkan keterangan minimal yang sekurang-kurangnya tercantum dalam label pangan sebagaimana telah disampaikan pada artikel “Label, Bukan Sekedar Tempelan!”. Hal lain yang menjadi titik perhatian dalam regulasi adalah keterangan yang dicantumkan dalam label terjamin kebenarannya dan tidak menyesatkan. Beberapa ketentuan dalam regulasi terkait dengan hal tersebut antara lain:

  1. Pencantuman label halal. Dalam hal, suatu produk pangan mencantumkan label “halal”, maka pelaku usaha bertanggung jawab atas kebenarannya. Kebenaran suatu pernyataan label “halal” tidak saja dibuktikan dari segi bahan baku, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu yang digunakan, tetapi harus pula dibuktikan dalam proses produksinya.
  2. Memuat klaim tertentu. Dalam hal suatu produk pangan mencantumkan label yang memuat klaim tertentu, maka pelaku usaha bertanggung jawab atas kebenaran klaim tersebut.
  3. Manfaat bagi kesehatan. Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  4. Fungsi sebagai obat. Pencantuman pangan bersangkutan yang dapat berfungsi sebagai obat adalah dilarang dicantumkan dalam bentuk apapun.

Selanjutnya, terkait dengan pengolahan pangan, maka beberapa ketentuan dalam regulasi terkait dengan keterangan dalam label pangan antara lain:

  1. Pada pangan yang mengalami perlakuan iradiasi wajib dicantumkan tulisan”PANGAN IRADIASI”, tujuan iradiasi, dan apabila tidak boleh diiradiasi ulang, wajib dicantumkan tulisan TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG.
  2. Pada pangan hasil rekayasa genetika, wajib dicantumkan tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA.
  3. Pada Pangan Olahan tertentu, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan/atau keterangan lain yang perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kesehatan manusia. Pangan olahan tertentu diperuntukan bagi bayi, anak berumur 5 tahun, ibu yang sedang hamil atau menyusui, orang yang menjalani diet khusus, orang lanjut usia dan orang berpenyakit tertentu.
  4. Pada pangan yang dibuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan alamiah, dilarang menyatakan bahwa pangan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.
  5. Pada pangan yang dibuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi, dilarang memuat pernyataan sebagai pangan yang dibuat dari bahan segar.

Berdasarkan Laporan Tahunan BPOM 2015, BPOM melakukan pengawasan terkait label terhadap 8.082 produk pangan. Ditemukan adanya pelanggaran dengan kategori sebagai berikut: a. tidak mencantumkan nama dan alamat/produsen/importir; b. tidak mencantumkan kode produksi/no batch; c. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa; d. komposisi tidak lengkap/tidak sesuai; e. berat bersih/netto; f. tanpa bahasa Indonesia; g. klaim menyesatkan. Adapun terkait dengan penggunaan label “halal”, dilakukan pemeriksaan terhadap 11.939 produk berlabel halal yang mana ditemukan 6% (enam prosen) produk yang melanggar dengan kategori pelanggaran sebagai berikut:a. pelaku usaha tidak memperpanjang sertifikasi halal, namun masih mencantumkan logo halal; b. pencantuman logo halal dari negara asal, sedangkan yang berlaku di Indonesia adalah logo halal yang dikeluarkan MUI, dan c. pencantuman logo halal tapi tidak memiliki sertifikat halal MUI dan persetujuan pencantuman logo halal dari Balai Besar/Balai POM setempat.*) Sebagai keterangan tambahan, bahwa di tahun 2017, kasus yang masih hangat dibicarakan adalah perihal mie asal korea dengan merek dagang “Samyang” yang positif mengandung fragmen babi, namun tidak mencantumkan dalam label.

Dengan demikian, dengan mengacu pada tujuan pengadaan label pangan oleh pelaku usaha, yakni untuk memberikan informasi yang benar kepada konsumen, maka dengan masih adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut di atas sekiranya dapat mengindikasikan bahwa tujuan penyelenggaraan ketentuan label pangan belum tercapai seluruhnya yang pada akhirnya mempengaruhi optimalisasi perlindungan terhadap konsumen. Oleh karena itu, kembali diperlukan sinergi dari pemerintah untuk secara konsisten melakukan monitoring dan penindakan pelanggaran, awareness pelaku usaha serta kesadaran konsumen atas hak-hak konsumen. (***)

REFERENSI:

*) Untuk keterangan lengkap dapat mengakses: http://www.pom.go.id/ppid/2016/kelengkapan/laptah2015.pdf (online) (diakses tanggal 6 Agustus 2017).

Menurut PP No 69 Tahun 1999 tentang label dan Iklan pangan apa saja yang harus termuat dalam label?

Published at : 30 July 2017 Updated at : 07 August 2017

Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999

Label Dan Iklan Pangan

Kontak

Sekretariat Website JDIH BPK RI Ditama Binbangkum - BPK RI Jalan Gatot Subroto 31 Jakarta Pusat 10210

Telp (021) 25549000 ext. 1521

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69
TAHUN 1999

TENTANG
LABEL DAN IKLAN PANGAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;
  2. bahwa label dan iklan pangan merupakan sarana dalam kegiatan perdagangan pangan yang memiliki arti penting, sehingga perlu diatur dan dikendalikan agar informasi mengenai pangan yang disampaikan kepada masyarakat adalah benar dan tidak menyesatkan;
  3. bahwa masyarakat berhak untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan mengenai pangan yang akan dikonsumsinya, khususnya yang disampaikan melalui label dan iklan pangan;
  4. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut dan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dipandang perlu mengatur tentang label dan iklan pangan dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

  1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
  2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
  3. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Label.
  4. Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Iklan.
  5. Pangan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam.
  6. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
  7. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan.
  8. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
  9. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apapun dalam rangka proses produksi, peredaran dan atau perdagangan pangan.
  10. Peredaran pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran kepada masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak.
  11. Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan.
  12. Setiap orang adalah orang perseorangan dan badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.
  13. Standar Nasional Indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).

BAB II LABEL PANGAN Bagian Pertama

Umum

Pasal 2

  1. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label pada, dan atau di kemasan pangan.
  2. Pencantuman Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.

Pasal 3

  1. Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan.
  2. Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya : a. nama produk; b. daftar bahan yang digunakan; c. berat bersih atau isi bersih; d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia;

    e. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa.

Pasal 4

Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), untuk pangan olahan tertentu Menteri Kesehatan dapat menetapkan pencantuman keterangan lain yang berhubungan dengan kesehatan manusia pada Label sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 5

  1. Keterangan dan atau pernyataan tentang pangan dalam Label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya.
  2. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan Label apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan.

Pasal 6

  1. Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam Label hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 7

Pada Label dilarang dicantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.

Pasal 8

Setiap orang dilarang mencantumkan pada Label tentang nama, logo atau identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut.

Pasal 9

Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, dilarang mencantumkan Label yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 10

  1. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label.
  2. Pernyataan tentang halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Label.

Pasal 11

  1. Untuk mendukung kebenaran pernyataan halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib memeriksakan terlebih dahulu pangan tersebut pada lembaga pemeriksa yang telah diakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Agama dengan memperhatikan pertimbangan dan saran lembaga keagamaan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut.

Bagian Kedua

Bagian Utama Label

Pasal 12

Dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2), bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat: a. nama produk; b. berat bersih atau isi bersih;

c. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.

Pasal 13

  1. Bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat tulisan tentang keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan teratur, tidak berdesak-desakan, jelas dan dapat mudah dibaca.
  2. Dilarang mengggunakan latar belakang, baik berupa gambar, warna maupun hiasan lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 14

Bagian utama Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus ditempatkan pada sisi kemasan pangan yang paling mudah dilihat, diamati dan atau dibaca oleh masyarakat pada umumnya.

Bagian Ketiga Tulisan pada Label

Pasal 15

Keterangan pada Label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin.

Pasal 16

  1. Penggunaan bahasa, angka dan huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya, atau dalam rangka perdagangan pangan ke luar negeri.
  2. Huruf dan angka yang tercantum pada Label harus jelas dan mudah dibaca.

Bagian Keempat Nama Produk Pangan

Pasal 17

  1. Nama produk pangan harus menunjukkan sifat dan atau keadaan yang sebenarnya.
  2. Penggunaan nama produk pangan tertentu yang sudah terdapat dalam Standar Nasional Indonesia, dapat diberlakukan wajib dengan keputusan Menteri teknis.
  3. Penggunaan nama selain yang termasuk dalam Standar Nasional Indonesia harus menggunakan nama yang lazim atau umum, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 5 ayat (1).

Pasal 18

  1. Dalam hal produk pangan telah memenuhi persyaratan tentang nama produk pangan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, produk pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis produk pangan yang telah ditetapkan.
  2. Dalam hal nama jenis produk pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, produk pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis produk pangan yang ditetapkan oleh Menteri teknis sepanjang memenuhi persyaratan bagi penggunaan nama jenis produk pangan yang bersangkutan.
  3. Produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia atau Menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilarang menggunakan nama jenis produk yang diberikan bagi produk pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Bagian Kelima Keterangan tentang Bahan Yang Digunakan

Pasal 19

  1. Keterangan tentang bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan dicantumkan pada Label sebagai daftar bahan secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali vitamin, mineral dan zat penambah gizi lainnya.
  2. Nama yang digunakan bagi bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah nama yang lazim digunakan.
  3. Dalam hal nama bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, pencantumannya pada Label hanya dapat dilakukan apabila nama bahan yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia.

Pasal 20

  1. Air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi pangan, kecuali apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan.
  2. Air atau bahan pada pangan yang mengalami penguapan seluruhnya selama proses pengolahan pangan, tidak perlu dicantumkan.

Pasal 21

Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan telah ditambah, diperkaya atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lain tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan.

Pasal 22

  1. Untuk pangan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan, pada Label wajib dicantumkan golongan Bahan Tambahan Pangan.
  2. Dalam hal Bahan Tambahan Pangan yang digunakan memiliki nama Bahan Tambahan Pangan dan atau kode internasional, pada Label dapat dicantumkan nama Bahan Tambahan dan kode internasional dimaksud, kecuali Bahan Tambahan Pangan berupa pewarna.
  3. Dalam hal Bahan Tambahan Pangan berupa pewarna, selain pencantuman golongan dan nama Bahan Tambahan Pangan, pada Label wajib dicantumkan indeks pewarna yang bersangkutan.

Bagian Keenam Keterangan tentang Berat Bersih atau Isi Bersih Pangan

Pasal 23

Berat bersih atau isi bersih harus dicantumkan dalam satuan metrik: a. dengan ukuran isi untuk makanan cair; b. dengan ukuran berat untuk makanan padat;

c. dengan ukuran isi atau berat untuk makanan semi padat atau kental.

Pasal 24

Pangan yang menggunakan medium cair harus disertai pula penjelasan mengenai berat bersih setelah dikurangi medium cair.

Pasal 25

Label yang memuat keterangan jumlah takaran saji harus memuat keterangan tentang berat bersih atau isi bersih tiap takaran saji.

Pasal 26

  1. Nama dan alamat pihak yang memproduksi pangan wajib dicantumkan pada Label.
  2. Dalam hal menyangkut pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pada Label wajib pula dicantumkan nama dan alamat pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.
  3. Dalam hal pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbeda dari pihak yang mengedarkannya di dalam wilayah Indonesia, selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pada Label wajib pula dicantumkan nama dan alamat pihak yang mengedarkan tersebut.

Bagian Kedelapan Tanggal Kedaluwarsa

Pasal 27

  1. Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib dicantumkan secara jelas pada Label.
  2. Pencantuman tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah pencantuman tulisan “Baik Digunakan Sebelum”, sesuai dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan.
  3. Dalam hal produk pangan yang kedaluwarsanya lebih dari 3 (tiga) bulan, diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun kedaluwarsa saja.

Pasal 28

Dilarang memperdagangkan pangan yang sudah melampaui tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dicantumkan pada Label.

Pasal 29

Setiap orang dilarang: a. menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali pangan yang diedarkan;

b. menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan yang diedarkan.

Bagian Kesembilan Nomor Pendaftaran Pangan

Pasal 30

Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pada Label pangan olahan yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor Pendaftaran Pangan.

Bagian Kesepuluh Keterangan tentang Kode Produksi Pangan

Pasal 31

  1. Kode produksi pangan olahan wajib dicantumkan pada Label, wadah atau kemasan pangan, dan terletak pada bagian yang mudah untuk dilihat dan dibaca.
  2. Kode produksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya dapat memberikan penjelasan mengenai riwayat produksi pangan yang bersangkutan.

Bagian Kesebelas Keterangan tentang Kandungan Gizi

Pasal 32

  1. Pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada Label wajib dilakukan bagi pangan yang: a. disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral,     dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan; atau

    b. dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan     perundang – undangan yang berlaku di bidang mutu dan gizi     pangan, wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi     lainnya.

  2. Keterangan tentang kandungan gizi pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dengan urutan : a. jumlah keseluruhan energi, dengan perincian berdasarkan jumlah    energi yang berasal dari lemak, protein dan karbohidrat;

    b. jumlah keseluruhan lemak, lemak jenuh, kolesterol, jumlah     keseluruhan karbohidrat, serat, gula, protein, vitamin, dan mineral.

  3. Jika pelabelan kandungan gizi digunakan pada suatu pangan, maka pada Label untuk pangan tersebut wajib memuat hal-hal berikut: a. ukuran takaran saji; b. jumlah sajian per kemasan; c. kandungan energi per takaran saji; d. kandungan protein per sajian (dalam gram); e. kandungan karbohidrat per sajian (dalam gram); f. kandungan lemak per sajian (dalam gram);

    g. presentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan.

Pasal 33

  1. Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan merupakan sumber suatu gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurang-kurangnnya 10% lebih banyak dari jumlah kecukupan zat gizi sehari yang dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut.
  2. Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan mengandung suatu zat gizi lebih unggul dari pada produk pangan yang lain, dilarang.

Bagian Keduabelas Keterangan Tentang Iradiasi Pangan dan Rekayasa Genetika

Pasal 34

  1. Pada Label untuk pangan yang mengalami perlakukan iradiasi wajib dicantumkan tulisan PANGAN IRADIASI, tujuan iradiasi, dan apabila tidak boleh diiradiasi ulang, wajib dicantumkan tulisan TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG.
  2. Dalam hal pangan yang mengalami perlakuan iradiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bahan yang digunakan dalam suatu produk pangan, pada Label cukup dicantumkan keterangan tentang perlakuan iradiasi pada bahan yang diiradiasi tersebut saja.
  3. Selain pencantuman tulisan sebagaimana dimaksud ayat (1), pada Label dapat dicantumkan logo khusus pangan iradiasi.
  4. Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada Label harus tercantum: a. nama dan alamat penyelenggara iradiasi, apabila iradiasi tidak     dilakukan sendiri oleh pihak yang memproduksi pangan; b. tanggal iradiasi dalam bulan dan tahun;

    c. nama negara tempat iradiasi dilakukan.

Pasal 35

  1. Pada Label untuk pangan hasil rekayasa genetika wajib dicantumkan tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA.
  2. Dalam hal pangan hasil rekayasa genetika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bahan yang digunakan dalam suatu produk pangan, pada Label cukup dicantumkan keterangan tentang pangan rekayasa genetika pada bahan yang merupakan pangan hasil rekayasa genetika tersebut saja.
  3. Selain pencantuman tulisan sebagaimana dimaksud ayat (1), pada Label dapat dicantumkan logo khusus pangan hasil rekayasa genetika.

Bagian Ketigabelas Keterangan tentang Pangan yang Dibuat dari Bahan Baku Alamiah

Pasal 36

  1. Pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah dapat diberi Label yang memuat keterangan bahwa pangan itu berasal dari bahan alamiah tersebut, apabila pangan itu mengandung bahan alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari kadar minimal yang ditetapkan dalam Standarisasi Nasional Indonesia.
  2. Pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah yang telah menjalani proses lanjutan, pada labelnya wajib diberi keterangan yang menunjukkan bahwa bahan yang bersangkutan telah mengalami proses lanjutan.

Pasal 37

Pada Label untuk pangan yang dibuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah dilarang mencantumkan pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.

Bagian Keempatbelas Keterangan lain pada Label tentang Pangan Olahan Tertentu

Pasal 38

Keterangan pada Label tentang pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi, anak berumur dibawah lima tahun, ibu yang sedang hamil atau menyusui, orang yang menjalani diet khusus, orang lanjut usia, dan orang yang berpenyakit tertentu, wajib memuat keterangan tentang peruntukkan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang perlu diketahui, termasuk mengenai dampak pangan tersebut terhadap kesehatan manusia.

Pasal 39

  1. Pada Label untuk pangan olahan yang memerlukan penyiapan dan atau penggunaannya dengan cara tertentu, wajib dicantumkan keterangan tentang cara penyiapan dan atau penggunaannya dimaksud.
  2. Apabila pencantuman keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mungkin dilakukan pada Label, maka pencantuman keterangan dimaksud sekurang-kurangnya dilakukan pada wadah atau kemasan Pangan.

Pasal 40

Dalam hal mutu suatu pangan tergantung pada cara penyimpanan atau memerlukan cara penyimpanan khusus, maka petunjuk tentang cara penyimpanan harus dicantumkan pada label.

Pasal 41

Pada Label untuk pangan yang terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi, dilarang dimuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Pasal 40 dan Pasal 41 ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Bagian Kelimabelas Keterangan tentang Bahan Tambahan Pangan

Pasal 43

  1. Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), pada Label untuk Bahan Tambahan Pangan wajib dicantumkan: a. tulisan Bahan Tambahan Pangan; b. nama golongan Bahan Tambahan Pangan;

    c. nama Bahan Tambahan Pangan, dan atau nomor kode internasional yang dimilikinya.

  2. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan tentang Label Bahan Tambahan Pangan diatur oleh Menteri Kesehatan.

BAB III IKLAN PANGAN Bagian Pertama

Umum

Pasal 44

  1. Setiap Iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk gambar dan atau suara, pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya.
  2. Setiap Iklan tentang pangan tidak boleh bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum.

Pasal 45

  1. Setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan untuk diperdagangkan, dilarang memuat pernyataan dan atau keterangan yang tidak benar dan atau yang dapat menyesatkan dalam Iklan.
  2. Penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan Iklan, turut bertanggung jawab terhadap isi Iklan yang tidak benar, kecuali yang bersangkutan telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk meneliti kebenaran isi Iklan yang bersangkutan.
  3. Untuk kepentingan pengawasan, penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan Iklan dilarang merahasiakan identitas, nama dan alamat pemasang Iklan.

Pasal 46

Setiap orang yang menyatakan dalam Iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut.

Pasal 47

  1. Iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya.
  2. Iklan dilarang semata-mata menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun, kecuali apabila pangan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia dibawah 5 (lima) tahun.
  3. Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak dilarang dimuat dalam media apapun yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak.
  4. Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun, dilarang dimuat dalam media massa, kecuali dalam media cetak khusus tentang kesehatan, setelah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, dan dalam iklan yang bersangkutan wajib memuat keterangan bahwa pangan yang bersangkutan bukan pengganti ASI.

Bagian Kedua Iklan Pangan yang Berkaitan dengan Gizi dan Kesehatan

Pasal 48

Pernyataan dalam bentuk apapun tentang manfaat pangan bagi kesehatan yang dicantumkan pada Iklan dalam media massa, harus disertai dengan keterangan yang mendukung pernyataan itu pada Iklan yang bersangkutan secara jelas sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

Pasal 49

  1. Iklan dalam media massa yang menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus, wajib mencantumkan unsur-unsur dari pangan yang mendukung pernyataan tersebut.
  2. Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Iklan tersebut wajib pula memuat keterangan tentang kandungan gizi pangan serta dampak yang mungkin terjadi apabila pangan tersebut dikonsumsi oleh orang lain yang tidak menjalankan diet khsusu dimaksud.

Pasal 50

Iklan dilarang memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan.

Bagian Ketiga Iklan tentang Pangan untuk Kelompok Orang Tertentu

Pasal 51

  1. Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun wajib memuat keterangan mengenai peruntukannya.
  2. Selain keterangan sebagai mana dimaksud pada ayat (1), Iklan dimaksud harus pula memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan.

Pasal 52

Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan atau kesehatan anak wajib memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak.

Pasal 53

Iklan dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.

Bagian Keempat Iklan yang berkaitan dengan Asal Dan Sifat Bahan Pangan

Pasal 54

Iklan tentang pangan yang dimuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.

Pasal 55

Iklan tentang pangan yang dibuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi, dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar.

Pasal 56

Iklan yang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut.

Pasal 57

Pangan yang dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu hanya dapat diiklankan sebagai berasal dari bahan baku alamiah tersebut, apabila pangan tersebut mengandung bahan alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari persyaratan mineral yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia.

Bagian Kelima Iklan tentang Minuman Beralkohol

Pasal 58

  1. Setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol dalam media massa apapun.
  2. Minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah minuman berkadar etanol (C2H5OH) lebih dari atau sama dengan 1% (satu per seratus).

BAB IV PENGAWASAN Bagian Pertama

Kelembagaan

Pasal 59

Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan tentang Label dan Iklan dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan.

Bagian Kedua Pejabat Pemeriksa

Pasal 60

  1. Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Menteri Kesehatan menunjuk pejabat untuk diserahi tugas pemeriksaan.
  2. Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipilih dan ditujuk oleh Menteri Kesehatan berdasarkan keahlian tertentu yang dimiliki.
  3. Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan.

BAB V
TINDAKAN ADMINISTRATIF

Pasal 61

  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagai-mana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dikenakan tindakan administratif.
  2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. peringatan secara tertulis; b. larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran; c. pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia; d. penghentian produksi untuk sementara waktu; e. pengenaan denda paling tinggi Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dan atau;

    f. pencabutan izin produksi atau izin usaha.

  3. Pengenaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, c, d, e, dan f hanya dapat dilakukan setelah peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan sebanyak-banyaknya tiga kali.
  4. Pengenaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) dan ayat (3) dapat dilakukan oleh Menteri teknis sesuai dengan kewenangannya berdasarkan masukan dari Menteri Kesehatan.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 62

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan tentang Label dan Iklan yang telah ada dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tidak berlaku.

BAB VII
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 63

Ketentuan tentang Label sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi : a. pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan seluruh keterangan dimaksud dalam Peraturan Pemerintah; b. pangan yang dijual dan dikemas secara langsung dihadapan pembeli dalam jumlah kecil-kecil;

c. pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah).

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pergundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Juli 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Juli 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd
M U L A D I

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 131

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI