Orang yang selalu melaksanakan ibadah hanya karena Allah SWT adalah orang yang

ilustrasi sholat. islam-today.ru

JABAR | 23 April 2021 17:00 Reporter : Andre Kurniawan

Merdeka.com - Banyak ulama sering mengingatkan kita untuk melakukan segala sesuatunya dengan ikhlas. Meski sudah sering mendengar kajian atau ajakan untuk bertindak secara ikhlas, namun ini bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan.

Seorang ulama bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata bahwa, "Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah."

Ya, sulitnya kita untuk bertindak ikhlas dikarenakan hati kita yang sering berubah-ubah. Padahal, seperti yang kita tahu, setiap amalan atau ibadah yang kita lakukan, harus terdapat keikhlasan di dalamnya.

Anda juga harus ingat bahwa ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya amal. Allah SWT berfirman dalam salah satu ayatnya, yang artinya,

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." [QS. Al Bayyinah: 5].

Kita tahu bagaimana pentingnya ikhlas dalam setiap amalan. Tapi apa sebenarnya ikhlas, dan bagaimana cara untuk meraihnya? Dalam artikel kali ini, kami akan memberi penjelasan tentang ikhlas.

2 dari 3 halaman

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], ikhlas adalah bersih hati atau tulus hati. Secara bahasa, kata ikhlas artinya murni, tidak bercampur dengan yang lainnya. Maka dari itu, ikhlas adalah memurnikan sesuatu. Sedangkan secara terminologi ikhlas adalah mengerjakan amal perbuatan lillahi ta’ala, semata-mata karena Allah SWT, dan bukan karena faktor lainnya.

Kemudian, dikutip dari rumaysho.com, Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan bahwa, "Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah."

Sedangkan menurut Hudzaifah Al Mar’asiy, "Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir [lahiriyah] dan batin." Berkebalikan dengan riya’, yang merupakan amalan zhohir [yang tampak] lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan, ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin.

Ulama lainnya, Al Harawi mengatakan bahwa "Ikhlas adalah, membersihkan amal dari setiap noda." Yang lain berkata, seorang yang ikhlas adalah, seseorang yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah, dan tidak suka seandainya manusia sampai memperhatikan amalnya, meskipun hanya seberat biji sawi.

3 dari 3 halaman

Keikhlasan dalam hati tidak hanya membuat amal kebaikan kita diterima, tapi juga membuat kita mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal.” [HR. An Nasai].

Namun, untuk menimbulkan rasa ikhlas dalam hati bukanlah hal yang mudah. Berikut adalah beberapa cara meraih keikhlasan yang dapat membantu meningkatkan rasa ikhlas dalam hati.

Banyak Berdoa

Cara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah SWT. Kita bisa melihat bagaimana Nabi kita Muhammad SAW, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa,

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” [HR. Ahmad].

Dikutip dari muslim.or.id, Umar bin Khattab juga sering memanjatkan doa seperti berikut, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.”

Menyembunyikan Amal Kebaikan

Cara lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Seseorang bisa menyembunyikan amal-amal baik yang disyariatkan dan lebih utama, seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain. Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain dapat mendorong sifat ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan kebaikan tersebut kecuali hanya karena Allah semata.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang artinya,

“Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” [HR Bukhari Muslim].

Memandang Rendah Amal Kebaikan

Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, yang pada akhirnya hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub [berbangga diri] sehingga dapat merusak keikhlasan di dalam hatinya.

Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan, maka semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut. Bahkan, pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia.

Sa’id bin Jubair pernah berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”

[mdk/ank]

Beribadahlah Hanya Mengharap Ridho Allah Semata

Disampaikan oleh Bapak Asmuni, S.Ag

Muara Teweh, 16/05/2019.

Memasuki hari kesebelas Ramadan 1440 H, Pengadilan Agama Muara Teweh kembali menggelar aktivtas rutin yaitu tausiah dalam rangka ta’mir Ramadan.

Kegiatan tausiah/kultum yang dilaksanakan secara rutin setiap hari senin dan kamis setelah sholat Juhur. Bertempat di Musholla Al-Mijan PA Muara Teweh. Dalam kesempatan ini tausiah disampaikan oleh Asmuni, S. Ag. Yang juga Panitera PA setempat.

Dalam paparannya, Asmuni menyampaikan pentingnya tujuan kita dalam beramal. “Tujuan beramal bukanlah mengharap surga, bukan pula takut karena neraka. Tapi semata-mata mengharap ridha Allah SWT”.

Ditambahkannya, perumpamaan orang yang beramal itu seperti dikutipnya dari Ibnu Sina layaknya seorang pedagang dan budak.

Pertama. “orang yang beribadah menharapkan surga, layaknya seorang pedagang yang bekerja berdasarkan untung rugi, motivasinya beribadah hanya sebatas menunaikan rutinitas. Dan ibadah semacam ini akan memunculkan rasa riya, ujub dan sum’ah” jelasnya.

Yang kedua tambahnya, “orang yang beribadah hanya karena takut neraka, maka orang tersebut layaknya seorang budak. Yang mengejakan sesuatu karena takut atas kemarahan Tuannya. Dan mengerjakan ibadah secara terpaksa karena ada ancaman”.

Dan yang ketiga “adalah orang yang semata-mata mengerjakan segala ibadah, tujuannya hanya mengharap ridha Allah SWT, bukan mengharap surga dan tidak pula takut akan neraka.

Oleh karenanya, Asmuni yang akrab dipanggil Guru Danau ini menekankan pentingnya tujuan atau niat kita dalam beramal. “Meskipun hal ini berat dalam pelaksanaanya, setidaknya kita dapat mengendalikan tujuan kita dalam beramal” tukasnya.

Dalam penutup tausiahnya, Guru Danau mengutip kata hikmah dari seorang sufi wanita dari jaman dahulu kala. Rabiatul Adiwiyah, “ Ya Allah, jika aku beribadah kepadamu untuk mengharap surgamu, maka tutuplah surga itu untukku. Jika aku beribadah kepadamu karena takut akan nerakamu, maka masukkanlah aku kedalam dasarnya api neraka. Dan aku beribadah kepadamu semata-mata kecintaanku kepadamu dan hanya mengharap ridhoMu”. [abd]

Jum'at, 26 Juni 2020 - 23:23 WIB

Kaum muslimin harus memahami hakikat ibadah yang sesungguhnya agar amalannya tidak berujung sia-sia. Foto Ilustrasi/Ist

Kaum muslimin harus memahami hakikat ibadah yang sesungguhnya agar amalannya tidak berujung sia-sia. Menurut bahasa, ibadah berasal dari bahasa Arab yaitu 'abdu yang berarti hamba. Menurut istilah, ibadah adalah segala amal atau perbuatan manusia yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia maupun dengan alam demi mendapat ridha Allah Ta'ala.

Dalam persfektif syariat, Allah Ta'ala memperintahkan manusia beribadah sebagaimana dalam firman-Nya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku". [Surat Az-Dzaariyat ayat 56]. [Baca Juga: Berikut Ini Tiga Ibadah yang Paling Dicintai Allah Ta'ala ]

Ada yang bertanya, bagaimana ciri-ciri orang yang ibadahnya benar karena Allaah Ta'ala? Berikut penjelasan Syeikh Ahmad Al-Mishri saat kajian di kediamannya di Kompleks Migas 41 Srengseng, Jakarta Barat. Adapun ciri-ciri orang yang beribadah dengan benar karena Allah adalah sebagai berikut:

1. Ikhlas.

Orang yang benar dalam ibadahnya, maka ia melakukannya dengan penuh keikhlasan semata-mata hanya karena mencari ridha Allah Ta'ala. Ia menyadari bahwa ikhlas adalah rahasia diterimanya sebuah amal ibadah. Allah Ta'ala berfirman:

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề